Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

TATALAKSANA PENYAKIT KULIT

MIKOSIS SUPERFISIALIS

NAMA : dr. FEBRIANTI TRI ANINGRUM

NIP : 19900214 201902 2 003

PUSKESMAS LEBAKSIU

DINAS KESEHATAN KABUPATEN TEGAL

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
tentang “ Tatalaksana Penyakit Kulit Mikosis Superfisialis”.

Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak
mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari penyusunan maupun tata
bahasa penyampaian makalah ini. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati menerima
saran dan krituk agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak –
pihak lain yang membutuhkan.

Lebaksiu, November 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER JUDUL …………………………………………… 1

KATA PENGANTAR …………………………………………… 2

DAFTAR ISI …………………………………………… 3

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………… 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………............ 5

BAB III KESIMPULAN ……………………………………………. 25

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………. 26

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam aktivitas sehari hari , kebersihan merupakan hal yang penting dan harus diperhatikan.
Karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan fisik dan mental seseorang. Kebersihan kulit
merupakan mekanis utama untuk mengurangi kontak dan transmisi terjadinya infeksi, salah satunya
yang disebabkan oleh jamur.

Infeksi jamur kulit cukup banyak ditemukan di Indonesia, yang merupakan negara tropis beriklim
panas dan lembab, serta dipengaruhi beberapa faktor lainnya termasuk bila pendidikan tentang
kebersihan tubuh kurang.

Mikosis adalah penyakit yanh disebabkan oleh jamur. Mikosis yang memiliki insidesi cukup
tinggi adalah mikosis superfisialis. Mikosis superfisialis adalah penyakit kulit yang disebabkan jamur,
yang mengenai lapisan kulit paling atas (epidermis). Penyakit ini dapat menyerang kulit, rambut, ata
kuku. Mikosis superfisial digolongkan menjadi dua yaitu : dermatofitosis dan non dermatofitosis.

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum
kroneum pada epidermis, rambut, kuku yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Penyakit
kulit yang termasuk dermatofitosi antara lain, Tinea Kapitis, Tinea Kruris, Tinea Korporis, Tinea
Pedis, Tinea Ungunium, Tinea Barbae.

Sedangkan yang dimaksud non dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur yang
bukan golongan dermatofita. Dan yang termasuk non dermatofitosis yaitu, Tinea Versicolor, Tinea
Nigra Palmaris, Piedra, Otomikosis.

Berikut pada bab 2 akan dibahas mengenai mikosis superfisialis hingga penatalaksanaannya.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dermatofitosis
A. Definisi
Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang mengandung zat tanduk, seperti
kuku, rambut, dan stratum korneum pada epidermis, yang disebabkan oleh jamur golongan
dermatofita.1

B. Etiologi
Dermatofitosis termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu
Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton.2 Yang terbanyak ditemukan di Indonesia
adalah Trichophyton rubrum. Dermatofita yang lain adalah Epidermophyton floccosum,
Tricophyton mentagrophytes, Microsporum canis, Microsporum gypseum, Tricophyton
concentricum, Tricophyton schoenleini dan Tricophyton tonsurans.1

C. Gambaran Klinis
Golongan jamur dermatofita dapat menyebabkan kelainan yang khas. Satu jenis dermatofita
dapat menghasilkan bentuk klinis yang berbeda, bergantung pada lokalisasi anatominya.
Bentuk-bentuk klinis tersebut adalah tinea kapitis, tinea favosa, tinea korporis, tinea
imbrikata, tinea kruris, tinea manus et pedis dan tinea unguium.1 Selain itu terdapat juga
tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot; tinea aksilaris pada ketiak, tinea fasialis
pada wajah dan tinea inkognito yang berarti dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas
oleh karena telah diobati dengan steroid topikal kuat.2

D. Diagnosis2
Pada sediaan kulit dan kuku dengan 1 tetes larutan KOH 20 % yang terlihat adalah hifa,
sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat dan bercabang, maupun spora berderet (artospora)
pada kelainan kulit lama dan/atau sudah diobati.

Pada sediaan rambut dengan 1 tetes larutan KOH 10 % yang terlihat adalah spora kecil
(mikrospora) atau besar (makrospora). Spora dapat tersusun di luar rambut (ektotriks) atau
di dalam rambut (endotriks). Kadang-kadang dapat terlihat juga hifa pada sediaan rambut.

5
2.1.1. TINEA KAPITIS1
1. Definisi
Tinea kapitis adalah kelainan kulit pada daerah kepala berambut yang disebabkan
oleh jamur golongan dermatofita.

2. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh spesies dermatofita dari genus Trichophyton dan
Microsporum, misalnya T.violaceum, T.gourvili, T.mentagrophytes, T.tonsurans,
M.audonii, M.Canis dan M.ferrugineum.

3. Gambaran Klinis
Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak, yang dapat ditularkan dari binatang
peliharaan misalnya anjing dan kucing. Keluhan penderita berupa bercak pada kepala,
gatal dan sering disertai rontoknya rambut di tempat lesi tersebut.

Ada 3 bentuk klinis dari tinea kapitis:

a) “Grey patch ringworm”: merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh
genus Microsporum dan ditemukan pada anak-anak. Penyakit ini biasanya dimulai
dengan timbulnya papula merah kecil di sekitar folikel rambut. Papula ini kemudian
melebar dan membentuk bercak pucat karena adanya sisik. Penderita mengeluh gatal,
warna rambut menjadi abu-abu, tidak berkilat lagi. Rambut menjadi mudah patah dan
juga mudah terlepas dari akarnya. Pada daerah yang terserang oleh jamur terbentuk
alopesia setempat dan terlihat sebagai “grey patch”. Bercak abu-abu ini sulit terlihat
batas-batasnya dengan pasti, bila tidak menggunakan lampu Wood. Pemeriksaan
dengan lampu Wood memberikan fluoresensi kehijau-hijauan sehingga batas-batas
yang sakit dapat terlihat jelas.

b) Kerion: merupakan tinea kapitis yang disertai dengan reaksi peradangan yang hebat.
Lesi berupa pembengkakan menyerupai sarang lebah, dengan serbukan sel radang
disekitarnya. Kelainan ini menimbulkan jaringan parut yang menetap. Biasanya
disebabkan jamur zoofilik dan geofilik.

c) “Black dot ringworm”: adalah tinea kapitis dengan gambaran klinis berupa
terbentuknya titik-titik hitam pada kulit kepala akibat patahnya rambut yang terinfeksi
tepat di muara folikel. Ujung rambut yang patah dan penuh spora terlihat sebagai titik
hitam. Biasanya disebabkan oleh genus Tricophyton.

6
grey patch ringworm kerion black dot ringworm

4. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan lampu
Wood, dan pemeriksaan mikroskopis rambut langsung dengan KOH. Pada pemeriksaan
mikroskopis, akan terlihat spora di luar rambut (ectotrics) atau di dalam rambut
(endotrics).

5. Diagnosis Banding
Tinea kapitis sering dikelirukan dengan berbagai penyakit, seperti psoariasis vulgaris,
dermatitis seboroik dan alopesia areata.

6. Terapi
Pengobatan pada anak biasanya diberikan per oral dengan griseofulvin 10-25 mg/kg
berat badan per hari selama 6 minggu. Dosis pada orang dewasa adalah 500 mg/hari
selama 6 minggu. Penggunaan antijamur topikal dapat mengurangi penularan pada orang
yang ada di sekitarnya.

Selain antijamur, pada bentuk kerion dapat diberikan kortikosteroid dalam jangka
pendek, misalnya prednison 20 mg /hari selama 5 hari dengan pertimbangan bahwa obat
tersebut dapat mempercepat resolusi dan menghindarkan terjadinya reaksi id.

2.1.2. TINEA FAVOSA1


1. Definisi
Tinea favosa adalah infeksi jamur kronis, terutama oleh T.schoenleini, T.violaceum
dan M.gypseum. Penyakit ini merupakan bentuk lain tinea kapitis, yang ditandai oleh
skutula berwarna kekuningan dan bau seperti tikus (mousy odor) pada kulit kepala.
Biasanya, lesinya menjadi sikatrik alopesia permanen.

7
2. Gambaran Klinis
Gambaran klinis mulai dari gambaran ringan, berupa kemerahan pada kulit kepala
dan terkenanya folikel rambut tanpa kerontokan, hingga skutula dan kerontokan rambut,
serta lesi menjadi lebih merah dan lebih luas. Setelah itu, terjadi kerontokan rambut luas,
kulit mengalami atrofi dan sembuh dengan jaringan parut permanen.

tinea favosa pada anak-anak

3. Diagnosis
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan mikroskopis langsung, dengan
menemukan miselium, “air bubbles” yang bentuknya tidak teratur. Pada pemeriksaan
dengan lampu Wood tampak fluoresensi hijau pudar (“dull green”).

4. Terapi
Prinsip pengobatan sama dengan tinea kapitis. Untuk menghilangkan skutula dan
debris, higiene harus dijaga dengan baik.

2.1.3. TINEA KORPORIS1


1. Definisi
Tinea korporis adalah infeksi jamur dermatofita pada kulit tidak berambut (glaborous
skin) di daerah muka, badan, lengan dan tungkai.

2. Etiologi
Penyebab tersering penyakit ini adalah T.rubrum dan T.mentagrophytes.

3. Gambaran klinis
Bentuk klinis biasanya berupa lesi yang terdiri atas bermacam-macam eflorosensi
kulit, berbatas tegas dengan konfigurasi anular, arsinar atau polisiklik. Bagian tepi lebih
aktif dengan tanda perdangan yang lebih jelas. Daerah sentral biasanya menipis dan

8
terjadi penyembuhan, sementara di tepi lesi makin meluas ke perifer. Kadang-kadang
bagian tengahnya tidak menyembuh, tetapi tetap meninggi dan tertutup skuama sehingga
menjadi bercak yang besar.

Tinea korporis yang menahun ditandai dengan sifat kronik. Lesi tidak menunjukkan
tanda-tanda radang yang akut. Kelainan ini biasanya terjadi pada bagian tubuh dan tidak
jarang bersama-sama dengan tinea kruris. Bentuk kronik yang disebabkan oleh T.rubrum
kadang-kadang terlihat bersama dengan tinea unguium.

tinea korporis pada punggung dan lengan

4. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan lokalisasinya, serta
pemeriksaan kerokan kulit dan larutan KOH 10-20 % dengan mikroskop untuk melihat
hifa atau spora jamur.

5. Diagnosis Banding
Tinea korporis mempunyai gambaran klinis yang mirip dengan pitiriasis rosea,
psoariasis, lues stadium II, morbus Hansen tipe tuberkuloid, dan dermatitis kontak.

6. Terapi
Pengobatan sistemik berupa griseofulvin dosis 500 mg/hari selama 3-4 minggu; dapat
juga ketokonazol 200 mg/hari selama 3-4 minggu; itrakonazol 100 mg/hari selama 2
minggu; atau terbinafin 250 mg/hari selama 2 minggu. Pengobatan dengan salep
Whitfeld masih cukup baik hasilnya. Dapat juga diberikan tolnaftat, tolsiklat, haloprogin,
siklopiroksolamin, derivat azol, dan naftifin HCl.

2.1.4. TINEA IMBRIKATA1


1. Definisi

9
Tinea imbrikata adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita yang
memberikan gambaran khas berupa kulit bersisik dengan sisik yang melingkar-lingkar
dan terasa gatal.

2. Etiologi
Penyakit ini disebabkan jamur dermatofita T.concentricum.

3. Gambaran Klinis
Penyakit ini dapat menyerang seluruh permukaan kulit yang tidak berambut, sehingga
sering digolongkan dalam tinea korporis. Lesi bermula sebagai makula eritematosa yang
gatal, kemudian timbul skuama yang agak tebal dan konsentris dengan susunan seperti
genting. Lesi di bagian tengah. makin lama makin melebar tanpa meninggalkan
penyembuhan

tinea imbrikata pada lengan

4. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang sangat khas berupa lesi
konsentris.

5. Diagnosis Banding
Diagnosis bandingnya ialah eritroderma dan pemfigus foliaseus.

6. Terapi
Pengobatan sistemik griseofulvin dengan dosis 500 mg/hari selama 4 minggu. Sering
terjadi kambuh setelah pengobatan, sehingga memerlukan pengobatan ulang yang lebih
lama. Obat sistemik lain adalah ketokonazol 200 mg/hari, itrakonazol 100 mg/hari dan
terbinafin 250 mg/hari selama 4 minggu.

Pengobatan topikal tidak begitu efektif karena daerah yang terserang luas. Dapat
diberikan preparat yang mengandung keratolitik kuat dan antimikotik, misalnya salep
Whitfeld, Castellani paint, atau campuran salisilat 5 % dan sulfur presipitatum 5 %, serta
obat-obat antimikotik berspektrum luas.

10
2.1.5. TINEA KRURIS1
1. Definisi
Tinea kruris adalah penyakit infeksi jamur dermatofita di daerah lipat paha, genitalia,
dan sekitar anus, yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian bawah.

2. Etiologi
Penyebab umumnya adalah E.floccosum, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh
T.rubrum. Keluhan penderita adalah rasa gatal di daerah lipat paha sekitar anogenital.

3. Gambaran Klinis
Gambaran klinis biasanya berupa lesi simetris di lipat paha kanan dan kiri, namun
dapat juga unilateral. Mula-mula lesi ini berupa bercak eritematosa dan gatal, yang lama
kelamaan meluas hingga skrotum, pubis, glutea, bahkan sampai seluruh paha. Tepi lesi
aktif, polisiklik, ditutupi skuama dan terkadang disertai banyak vesikel-vesikel kecil.

tinea kruris pada lipat paha dan paha

4. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas dan ditemukannya
elemen jamur pada pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskopik langsung memakai
larutan KOH 10-20 %.

5. Diagnosis Banding
Tinea kruris dapat menyerupai dermatitis seboroik, kandidosis kutis, eritrasma,
dermatitis kontak dan psoariasis.

6. Terapi

11
Pengobatan sistemik menggunakan griseofulvin 500 mg/hari selama 3-4 minggu.
Obat lain adalah ketokonazol. Pengobatan topikal memakai salep Whitfeld, tolnaftat,
tolsiklat, haloprogin, siklopiroksolamin, derivat azol dan naftifin HCl.

2.1.6. TINEA MANUS ET PEDIS1


1. Definisi
Tinea manus et pedis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur
dermatofita di daerah kulit telapak tangan dan kaki, punggung tangan dan kaki, jari-jari
tangan dan kaki, serta daerah interdigital.

2. Etiologi
Penyebab tersering adalah T.rubrum, T. mentagrophytes dan E.floccosum.

3. Gambaran Klinis
Penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa yang setiap hari harus memakai sepatu
tertutup dan pada orang yang sering bekerja di tempat yang basah, mencuci, bekerja di
sawah dan sebagainya. Keluhan penderita bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai
mengeluh sangat gatal dan nyeri karena terjadinya infeksi sekunder dan peradangan.

Dikenal 3 bentuk klinis yang sering dijumpai, yaitu:

a) Bentuk intertriginosa. Manifestasi kliniknya berupa maserasi, deskuamasi dan erosi


pada sela jari. Tampak warna keputihan basah dan dapat terjadi fisura yang terasa
nyeri bila tersentuh. Infeksi sekunder oleh bakteri dapat menyertai fisura tersebut dan
lesi dapat meluas sampai ke kuku dan kulit jari. Pada kaki, lesi sering mulai dari sela
jari III, IV dan V.

b) Bentuk vesikular akut. Penyakit ini ditandai terbentuknya vesikel-vesikel dan bula
yang terletak agak dalam di bawah kulit dan sangat gatal. Lokasi yang sering adalah
telapak kaki bagian tengah dan kemudian melebar serta vesikelnya memecah. Infeksi
sekunder dapat memperburuk keadaan ini.

c) Bentuk moccasin foot. Pada bentuk ini seluruh kaki dari telapak, tepi, sampai
punggung kaki terlihat kulit menebal dan berskuama. Eritem biasanya ringan,
terutama terlihat pada bagian tepi lesi.

12
bentuk intertriginosa bentuk vesikular akut moccasin foot

4. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan gambaran klinis dan pemeriksaan
kerokan kulit dengan larutan KOH 10-20 % yang menunjukkan elemen jamur.

5. Diagnosis Banding
Diagnosis banding adalah hiperhidrosis, akrodermatitis, kandidosis, serta lues
stadium II.

6. Terapi
Pengobatan pada umumnya cukup topikal saja dengan obat-obat antijamur untuk
bentuk interdigital dan vesikular. Lama pengobatan 4-6 minggu. Bentuk moccasin foot
yang kronik memerlukan pengobatan yang lebih lama, paling sedikit 6 minggu dan
kadang-kadang memerlukan antijamur per oral, misalnya griseofulvin, itrakonazol, atau
terbenafin.

2.1.7. TINEA UNGUIUM1


1. Definisi
Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur golongan
dermatofita.

2. Etiologi
Penyebab penyakit yang sering adalah T.mentagrophytes dan T.rubrum.

3. Gambaran Klinis
Dikenal 3 bentuk gejala klinis, yaitu:

a. Bentuk subungual distalis. Penyakit ini mulai dari tepi distal atau distolateral kuku.
Penyakit akan menjalar ke proksimal dan di bawah kuku terbentuk sisa kuku yang
rapuh.

13
b. Leukonikia trikofita atau leukonikia mikofita. Bentuk ini berupa bercak keputihan
di permukaan kuku yang dapat dikerok untuk membuktikan adanya elemen jamur.
c. Bentuk subungual proksimal. Pada bentuk ini, kuku bagian distal masih utuh,
sedangkan bagian proksimal rusak. Kuku kaki lebih sering diserang daripada kuku
tangan.

subungual distalis subungual proksimal leukonikia trikofita

4. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan kerokan kuku
dengan KOH 10-20 % atau dilakukan biakan untuk menemukan elemen jamur.

5. Diagnosis Banding
Dignosis banding dari tinea unguium adalah kandidosis kuku, psoariasis kuku dan
akrodermatitis.

6. Terapi
Pengobatan penyakit ini memakan waktu yang lama. Pemberian griseofulvin 500
mg/hari selama 3-6 bulan untuk kuku jari tangan dan 9-12 bulan untuk kuku jari kaki
merupakan pengobatan standar. Pemberian itrakonazol atau terbenafin per oral selama 3-
6 bulan juga memberikan hasil yang baik. Bedah skalpel tidak dianjurkan terutama untuk
kuku jari kaki, karena jika residif akan menggangu pengobatan berikutnya. Obat topikal
dapat diberikan dalam bentuk losio atau kombinasi krim bifonazol dengan urea 40 % dan
dibebat.

2.2. NON DERMATOFITOSIS


Infeksi non dermatofitosis pada kulit biasanya terjadi pada kulit yang paling luar. Hal ini
disebabkan jenis jamur ini tidak dapat mengeluarkan zat yang dapat mencerna keratin kulit dan
tetap hanya menyerang lapisan kulit yang paling luar.

14
2.2.1. PITIRIASIS VERSIKOLOR
1. Definisi
Pitiriasis versikolor merupakan infeksi jamur kulit superfisial yang umum, tidak
berbahaya bagi kesehatan alias jinak (benign) biasanya ditandai oleh makula
hipopigmentasi atau hiperpigmentasi dan patches di dada dan punggung. Pada pasien
dengan kecenderungan (predisposition), keadaan penyakit dapat berulang atau kambuh
lagi. Penyakit infeksi jamur ini berlokasi di stratum korneum. Definisi lainnya adalah:

a) Infeksi jamur superfisial yang ditandai dengan adanya makula di kulit, skuama halus,
disertai rasa gatal.
b) Infeksi jamur superfisialis yang kronis dan asimtomatis disebabkan oleh Malassezia
furfur menyerang stratum korneum dari epidermis.
c) A common chronic usually symptomless disorder, characterized only by multiple
macular patches, of all sizes, and shapes, varying from white in pigmented skin to tan
or brown in pale skin). Usually seen in hot, humid tropical regions, and caused by
Malassezia furfur.
d) A chronic symptomatic scaling epidermomycosis associated with the superficial
overgrowth of the hyphal form of Malassezia furfur, characterized by well-
demarcated scaling patches with variable pigmentation, occuring most commonly on
the trunk.

2. Penyebab (Etiologi)
Malassezia furfur (dahulu dikenal sebagai Pityrosporum orbiculare, Pityrosporum
ovale) merupakan jamur lipofilik yang normalnya hidup di keratin kulit dan folikel
rambut manusia saat masa pubertas dan di luar masa itu. Alasan mengapa organisme ini
menyebabkan panu, pada beberapa orang sementara tetap sebagai flora normal pada
beberapa orang lainnya, belumlah diketahui. Beberapa faktor, seperti kebutuhan nutrisi
organisme dan respon kekebalan tubuh inang (host's immune response) terhadap
organisme sangatlah signifikan.

3. Manifestasi Klinis (Gejala, Keluhan)


Biasanya timbul makula dalam berbagai ukuran dan warna, dengan kata lain terlihat
sebagai bercak-bercak berwarna-warni, berbentuk tidak teratur sampai teratur, berbatas
jelas sampai difus, ditutupi sisik halus dengan rasa gatal (ringan), atau asimtomatik
(tanpa gejala atau tanpa keluhan), dan hanya gangguan kosmetik saja. Pseudoakromia,

15
akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh toksis jamur terhadap
pembentukan pigmen, sering dikeluhkan penderita. Keluhan gatal, meskipun ringan,
merupakan salah satu alasan penderita datang berobat.

4. Pemeriksaan Fisik
Efloresensi

Makula, berbatas tegas (sharply marginated), berbentuk bundar atau oval, dan
ukurannya bervariasi. Beberapa pasien disertai Malassezia folliculitis dan dermatitis
seboroik. Pada kulit yang tidak berwarna coklat (untanned skin), lesi berwarna coklat
terang. Pada kulit coklat (tanned skin), lesi berwarna putih. Pada orang yang berkulit
gelap, terdapat makula coklat gelap. Beberapa lesi panu berwarna merah.

Selain itu, panu merupakan makula yang dapat hipopigmentasi, kecoklatan, keabuan,
atau kehitam-hitaman dalam berbagai ukuran, dengan skuama halus di atasnya.

Predileksi atau Distribusi

Panu dapat terjadi di mana saja di permukaan kulit manusia, seperti: tubuh bagian
atas, lengan atas, leher, kulit kepala yang berambut, muka/wajah, punggung, dada, perut
(abdomen), ketiak (axillae), tungkai atas, lipat paha, paha, alat kelamin (genitalia), dan
bagian tubuh yang tak tertutup pakaian.

Bentuk Panu

a. Bentuk 1
Gambaran atau penampilan paling umum panu adalah banyak (numerous), berbatas
jelas (well-marginated), bersisik "kecil/sempurna" (finely scaly), makula oval-bulat
menyebar di batang tubuh (trunk) dan/atau di dada, dan sesekali ada juga di bagian
bawah perut, leher, dan ekstremitas (anggota gerak) bagian proximal (dekat sumbu
tubuh). Makula-makula cenderung bergabung/menyatu, membentuk perubahan
pigmen (pigmentary alteration) patches yang tidak teratur. Sebagaimana arti istilah
versicolor (versi=beberapa), maka panu memiliki karakteristik adanya variasi warna
kulit. Area kulit yang terinfeksi panu dapat menjadi lebih gelap atau lebih terang
dibandingkan dengan kulit di sekitarnya. Kondisi ini mudah dan jelas terlihat
terutama saat bulan-bulan di musim panas. Metode light scraping kulit yang terinfeksi
panu dengan alat scalpel blade akan menunjukkan banyak sekali keratin.

16
Panu pada dada

b. Bentuk 2
Bentuk kebalikan (inverse form) dari panu juga ada, dimana kondisi ini memiliki
distribusi yang berbeda sepenuhnya, melibatkan daerah lipatan kulit (flexure), wajah,
atau area ekstremitas (anggota gerak, yaitu tangan dan kaki) yang terpisah (isolated).
Bentuk panu ini lebih sering terlihat pada hosts yang immunocompromised
(mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh). Bentuk ini dapat dikacaukan dengan
kandidiasis, seborrheic dermatitis, psoriasis, erythrasma, dan infeksi dermatofita.

Panu pada wajah

c. Bentuk 3
Bentuk ketiga infeksi M furfur pada kulit melibatkan folikel rambut. Kondisi ini secara
khas berlokasi di punggung, dada, dan extremities (anggota gerak tubuh, meliputi tangan
dan kaki). Bentuk ini secara klinis sulit dibedakan dengan bacterial folliculitis. Gambaran
Pityrosporum folliculitis adalah perifollicular, pustul atau papula eritematosa. Faktor
predisposisi meliputi: diabetes, kelembaban yang tinggi, terapi antibiotik atau steroid,
dan terapi immunosuppressant. Sebagai tambahan, beberapa riset melaporkan bahwa M
furfur juga berperan di dalam seborrheic dermatitis.

17
Panu pada punggung

5. Pemeriksaan Laboratorium
Presentasi klinis panu jelas, khas (distinctive), dan diagnosis seringkali dibuat tanpa
pemeriksaan laboratorium. Sinar ultraviolet hitam (Wood) dapat digunakan untuk
menunjukkan pendar (fluorescence) warna keemasan (coppery-orange) dari panu.
Bagaimanapun juga, pada beberapa kasus, lesi panu terlihat lebih gelap daripada kulit
yang tidak terkena panu di bawah sinar Wood, hanya saja tidak berpendar.

Diagnosis biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan potassium hydroxide (KOH),


yang menunjukkan gambaran hifa dengan cigar-butt yang pendek. Penemuan KOH
tentang spora dengan miselium pendek telah dianggap serupa dengan gambaran
spaghetti and meatballs atau bacon and eggs sebagai tanda khas panu. Untuk visualisasi
yang lebih baik, gunakan pewarnaan dengan tinta biru, tinta Parker, methylene blue stain,
atau Swartz-Medrik stain dapat ditambahkan pada persiapan atau preparat KOH.

Dengan pemeriksaan darah, tidak ada defisiensi definitif dari antibodi normal atau
komplemen yang tampak pada pasien panu, namun riset di area ini tetap berlanjut.
Sebagai contoh, meskipun seseorang yang terkena panu ternyata tidak memiliki level
antibodi spesifik diatas mereka dengan kontrol age-matched, antigen M furfur benar-
benar memperoleh respon imunoglobulin G spesifik pada pasien dengan seborrheic
dermatitis dan tinea versicolor. Ini terdeteksi oleh enzyme-linked immunosorbent assay
(ELISA) dan Western blotting assays.

M furfur benar-benar menyebabkan munculnya antibodi immunoglobulin A,


immunoglobulin G, dan immunoglobulin M, dan juga dapat mengaktifkan komplemen
baik melalui jalur alternatif maupun jalur klasik. Berbagai riset telah menemukan defek
produksi limfokin, sel-sel natural killer T, menurunkan phytohemagglutinin dan
stimulasi concanavalin A interleukin 1, interleukin 10, serta produksi interferon gamma
oleh limfosit pada pasien. Meskipun berbagai tes ini tidak menyarankan kelainan

18
imunologis, namun tes ini benar-benar menyarankan pengurangan respon tubuh terhadap
elemen jamur yang spesifik yang memproduksi panu.

Jadi, ciri khas panu yang ditemukan pada pemeriksaan KOH adalah gambaran hifa
filamentosa dan bentuk globose yeast, yang sering disebut: spaghetti dan meat balls,
yaitu kelompok hifa pendek yang tebalnya 3-8 mikron, dikelilingi spora berkelompok
yang berukuran 1-2 mikron. Sedangkan pada pemeriksaan dengan lampu Wood, tampak
fluoresensi kuning keemasan atau blue-green fluorescence of scales.

6. Penatalaksanaan
Ada beberapa penatalaksanaan panu yang akan dibahas disini, yaitu:

a. Rekomendasi dari Craig G Burkhart, MD, MPH (2006)


Rekomendasi berikut ini berasal dari Craig G Burkhart, MD, MPH, seorang
profesor klinis di Medical College of Ohio at Toledo, Ohio University School of
Medicine. Pasien sebaiknya diberi informasi bahwa panu disebabkan oleh jamur
yang secara normal sudah ada di permukaan kulit dan oleh karenanya tidak
menular. Kondisi ini tidak meninggalkan bekas luka (scar) permanen apapun atau
perubahan pigmen, dan perubahan warna kulit akan berakhir dalam waktu 1-2
bulan setelah perawatan dimulai. Kambuh (recurrence) biasa terjadi, dan terapi
profilaksis dapat membantu mengurangi tingginya angka kekambuhan.

Agen topikal yang efektif untuk mengobati panu misalnya:

 selenium sulfide lotion, diberikan pada kulit yang terkena panu setiap hari
selama 2 minggu. Biarkan obat ini di kulit selama setidaknya 10 menit sebelum
dicuci.
Pada kasus yang resisten, pemberian malam hari dapat membantu.

 sodium sulfacetamide,
 ciclopiroxolamine,
 azole
Topical azole antifungals dapat diaplikasikan setiap malam selama 2 minggu

 allylamine antifungals
Topical allylamines efektif secara mikologis dan klinis.

Terapi oral yang juga efektif untuk panu:

19
 Ketoconazole, dosis: 200-mg setiap hari selama 10 hari dan sebagai dosis
tunggal 400 mg.
 Fluconazole, dosis: dosis tunggal 150-300 mg setiap minggu selama 2-4
minggu.
 Itraconazole, dosis: 200 mg/hari selama 7 hari.

b. Rekomendasi dari Prof.Dr.R.S. Siregar, Sp.KK(K) (2005)


 Umum: menjaga higiene (kebersihan) perseorangan.
 Khusus (topikal)
o Bentuk makular: salep Whitfield atau larutan natrium tiosulfit 20%
dioleskan setiap hari.
o Bentuk folikular: dapat dipakai tiosulfas natrikus 20-30%.
o Obat-obat antijamur golongan imidazol (ekonazol, mikonazol,
klotrimazol, dan tolsiklat) dalam krim atau salep 1-2% juga berkhasiat.
 Ketokonazol 200 mg/hari selama 10 hari.
 Itrakonazol 100 mg/hari selama 2 minggu.

2.2.2. PIEDRA

2.2.2.1. PIEDRA BEIGELI / PIEDRA PUTIH


1) Definisi
Piedra merupakan infeksi jamur pada rambut sepanjang corong rambut yang
memberikan benjolan – benjolan di luar permukaan rambut tersebut.

Piedra beigeli adalah penyebab piedra putih, terdapat pada rambut. Jamur ini dapat
ditemukan di tanah, udara, dan permukaan tubuh.

2) Etiologi
Trikosporon beigeli terutama terdapat di daerah subtropis, daerah dingin.

3) Morfologi
Jamur ini memiliki hifa yang tidak berwarna termasuk moniliaceae, secara
mikroskopik menghasilkan arthrokonidia dan blastoconidia.

4) Gambaran Klinis
Biasanya dapat timbul karena adanya kontak langsung dari orang yang sudah
terinfeksi. Gambaran klinis yang tampak adalah adanya benjolan warna tengguli pada
rambut, kumis, jenggot, kepala namun tidak memberikan gambaran keluhan.

20
Dengan pemeriksaan laboratorium menggunakan KOH dan kultur pada agar
Sabauroud dapat membantu dalam mendiagnosa piedra beigeli.

Piedra putih

5) Penatalaksanaan
Rambut dicukur atau dikeramas dengan sublimat 1/2000 dalam spiritus dilutus.

2.2.2.2. PIEDRA HORTAL / PIEDRA HITAM


1) Definisi
merupakan infeksi pada rambut berupa benjolan yang melekat erat pada rambut,
berwarna hitam. Pada umumnya terdapat pada daerah tropis dan subtropis.

2) Morfologi
Askospora dibentuk dalam suatu kantong yang disebut askus, berbentuk seperti
pisang. Askus – askus bersama dengan anyaman hifa yang padat membentuk benjolan
hitam yang keras di bagian luar rambut.

Dari rambut yang ada benjolan, tampak hifa endotrik dalam rambut sampai ektotrik di
luar rambut.

3) Gambaran klinis
Pada rambut, jenggot, kumis akan tampak benjolan yang keras berwarna hitam.
Penebalan ini sukar dilepaskan dari corong rambut tersebut. Umumnya rambut lebih
suram, bila disisir sering memberikan bunyi seperti logam. Biasanya penyakit ini
mengenai rambut dengan kontak langsung ataupun tidak langsung.

21
Piedra hitam

4) Penatalaksanaan
Sebaiknya rambut dicukur, dapat juga dikeramas dalam larutan sublimat 1/2000
dalam alkohol dilitus, hasil pengobatan akan tampak dalam 1 minggu.

2.2.3. OTOMIKOSIS
Otomikosis adalah infeksi jamur pada liang telinga luar. Jamur dapat masuk ke dalam
telinga melalui alat yang dipakai untuk mengorek telinga yang terkontaminasi atau
melalui udara atau air. Penderita akan mengeluh merasa gatal atau sakit di dalam liang
telinga. Pada liang telinga akan tampak merah dan ditutupi oleh skuama. Kelainan ini ke
bagian luar akan dapat meluas sampai muara liang telinga. Tempat yang terinfeksi
menjadi merah dan ditutupi skuama halus. Bila mengenai membran timpani maka akan
memerah, berskuama dan mengeluarkan cairan serosanguinos. Penderita akan
mengalami gangguan pendengaran. Penyebabnya adalah Aspergillus sp Mukor dan
Penisilium.

Diagnosa didasarkan pada :

a. Gejala klinik
Terdapat gambaran khas berupa gatal atau sakit di liang telinga dan daun telinga
menjadi merah, skuamos dan dapat meluas ke dalam liang telinga sampai 2/3
bagian luar.

22
b. Pemeriksaan Laboratorium
 Preparat langsung, skuama dari kerokan kulit liang telinga diperiksa
dengan KOH 10% akan tampak hjfa-hifa lebar, berseptum, dan kadang-
kadang dapat ditemukan spora-spora kecil dengan diameter 2-3 u.
 Pembiakan, skuama dibiakkan di media agar Sabauroud akan ditemukan
koloni filamen putih. Jika dilihat menggunakan mikroskop maka tampak
hifa-hifa lebar dan pada ujung-ujung hifa dapat ditemukan sterigma dan
spora berjejer melekat pada permukaannya.

Otomikosis

Pengobatan ditujukan menjaga agar liang telinga tetap kering jangan lembab dan
jangan mengorek-ngorek telinga dengan barang-barang yang kotor seperti korek api,
garukan telinga atau kapas. Kotoran- kotoran telinga harus selalu dibersihkan. Larutan
timol 2% dalam spiritus dilutus (alkohol 70%) atau meneteskan larutan burowi 5% satu
atau dua tetes dan selanjutnya dibersihkan dengan desinfektan biasanya memberi hasil
pengobatan yang memuaskan. Neosporin dan larutan gentien violet 1-2% juga dapat
menolong

2.2.4. TINEA NIGRA

Tinea nigra ialah infeksi jamur superfisialis yang biasanya menyerang kulit telapak
kaki dan tangan dengan memberikan warna hitam sampai coklat pada kulit yang
terserang. Makula yang terjadi tidak menonjol pada permukaan kulit, tidak terasa sakit
dan tidak ada tanda-tanda radang. Kadang-kadang makula ini dapat meluas sampai ke
punggung, kaki dan punggung tangan, bahkan dapat menyebar sampai dileher, dada dan
muka.Gambaran efloresensi ini dapat berupa polosiklis, arsiner dengan warna hitam atau
coklat hampir sama seperti setetes nitras argenti yang diteteskan pada kulit.

23
Penyebabnya adalah Kladosporium wemeki dan jamur ini banyak menyerang anak-
anak dengan higiene kurang baik dan orang-orang yang banyak berkeringat.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

1. Gejala klinis yang khas

Tinea nigra palmaris


2. Pemeriksaan laboratorium
 Preparat langsung : kerokan kulit dengan KOH 10% akan menunjukkan adanya
hifa dan spora yang tersebar di dalam gel-gel epitel, besar hifa berkisar 3-5 u dan
spora berkisar 1-2u.
 Pembiakan : Pembiakan skuama pada media Sabauroud glukosa agar. Dalam 1-2
minggu akan tumbuh koloni menyerupai ragi, berwarna hijau dan pada bagian
tepinya tumbuh daerah yang filamentous berwarna coklat. Pada pemerikasaan
mikroskopis tampak hifa halus bercabang, mengkilat dan spora-spora yang
lonjong.

Diagnosa banding pada tinea nigra, lesi-lesi hitam pada kulit seperti pada sifilis
stadium kedua pada telapak tangan, harus dipikirkan. Melanoma memberikan gambaran
klinis yang rnirip. Tinea versikolor pun memberikan gambaran yang hampir sama.

Pengobatan dengan obat-obat anti jamur banyak menolong. Salep whitfield I dan II
atau salep sulfursalisil juga dapat menolong. Obat-obat anti jamur, preparat-preparat
imidazol seperti isokotonasol, bifonasol, klotrirnasol juga berkhasiat baik

24
BAB III

KESIMPULAN

Mikosis superfisialis adalah penyakit kulit yang disebabkan jamur, yang mengenai lapisan
kulit paling atas (epidermis). Penyakit ini dapat menyerang kulit, rambut, atau kuku.

Perbedaan antara dermatofitosis dan nondermatofitosis adalah disebabkan karena letak


infeksinya pada kulit. Golongan dermatofitosis menyerang atau menimbulkan kelainan di dalam
epidermidis mulai dari stratum komeum sampai stratum basalis, sedangkan golongan non-
dermatofitosis hanya bagian superfisialis dari epidermidis.

Tatalaksana pada mikosis superfisialis diberikan obat anti jamur dan anti histamin baik secara
oral maupun topikal. Serta yang terpenting dalam tatalaksana selain dengan pengobatan perlu
diberikannya pendidikan kesehatan mengenai kebersihan.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates.


2. Adhi D, Mochtar H, Siti A, ed. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 4.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
3. Jawetz, Melnick & Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta :
EGC.
4. Emmy S.S.D, Sri Linuwih M., I Made Wisnu. 2005. Penyakit Kulit Yang Umum Di
Indonesia, Sebagai Panduan Bergambar. Jakarta : PT Medical Multimedia
Indonesia
5. Gandahusada, Srisasi.dkk. 1998. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI

26

Anda mungkin juga menyukai