PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Abses leher dalam terbagi menjadi abses peritonsil, abses retrofaring,
abses parafaring, abses submandibula, dan angina Ludovici.1
Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia
leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti
gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher.3 Gejala dan
tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam
yang terlibat.1
Abses leher dalam merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa
akibat komplikasi yang serius seperti obstruksi jalan nafas, kelumpuhan saraf
kranial, mediastinitis, dan kompresi hingga ruptur arteri karotis interna.
Lokasinya terletak di dasar mulut dan dapat menjadi ancaman yang sangat
serius. 2,3
Kuman penyebab abses leher dalam biasanya terdiri dari campuran
kuman aerob, anaerob maupun fakultatif anaerob.4 Asmar dikutip Murray
dkk, mendapatkan kultur dari abses retrofaring 90% mengandung kuman
aerob dan 50% pasien ditemukan kuman anaerob.4
Namun, infeksi kepala dan leher yang mengancam jiwa ini sudah jarang
terjadi sejak diperkenalkannya antibiotik dan angka kematiannya menjadi
lebih rendah selain adanya peran dalam higiene mulut yang meningkat..5
Disamping drainase abses yang optimal, pemberian antibiotik diperlukan
untuk terapi yang adekuat. Untuk mendapatkan antibiotik yang efektif
terhadap pasien, diperlukan pemeriksaan kultur kuman dan uji kepekaan
antibiotik terhadap kuman. Namun, hal tersebut memerlukan waktu yang
cukup lama sehingga diperlukan pemberian antibiotik empiris. 4
Oleh karena daerah potensial leher dalam merupakan daerah yang sangat
komplek, maka pengetahuan anatomi fasia dan ruang ruang potensial leher
secara baik serta penyebab abses leher dalam mutlak diperlukan untuk dapat
memperkirakan perjalanan penyebaran infeksi dan penatalaksanaan yang
adekuat.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ruang submandibula
Ruang parafaring
Ruang parotis
Ruang mastikor
Ruang peritonsil
Ruang temporalis
c. Ruang infrahioid terdiri dari :
Ruang pretrakeal
2.2. Definisi
Abses leher dalam adalah terkumpulnya pus di dalam ruang potensial di
antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber
infeksi, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga dan leher.8
2.3. Etiologi dan Patogenesis
Pembentukan abses merupakan hasil perkembangan dari flora normal
dalam tubuh. Flora normal dalam tubuh dan mencapai daerah steril dari tubuh
baik secara perluasan langsung maupun melalui laserasi atau perforasi.
Berdasarkan kekhasan flora normal yang ada di bagian tubuh tertentu maka
kuman dari abses yang terbentuk dapat diprediksi berdasar lokasinya.
Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman,
baik kuman aerob, anaerob maupun fakultatif anaerob.4
Pada kebanyakan membran mukosa, kuman anaerob lebih banyak
dibanding dengan kuman aerob dan fakultatif dengan perbandingan mulai
10:1 sampai 10000:1. Bakteri dari daerah gigi, oro-fasial dan abses leher,
kuman yang paling dominan adalah kuman anaerob yaitu Prevotella,
Porphyromonas, Fusobacterium spp, dan Peptostreptococcus spp. Bakteri
aerob dan fakultatif
Stapylococcus
aureus.4
Sumber infeksi paling sering pada abses leher dalam berasal dari infeksi
tonsil dan gigi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal.
Penyebaran infeksi dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah
sekitarnya. Apek gigi molar I yang berada di atas mylohyoid menyebabkan
penjalaran infeksi akan masuk terlebih dahulu ke daerah sublingual,
sedangkan molar II dan III apeknya berada di bawah mylohyoid sehingga
infeksi akan lebih cepat ke daerah submaksila.4
Jumlah
Gigi
77
43
21
12
Faringotonsilitis
12
6,7
Fraktur mandibula
10
5,6
Infeksi kulit
5,1
Tuberculosis
5,1
Benda asing
3,9
Peritonsil abses
3,4
Trauma
3,4
Sialolitiasis
2,8
Parotis
1,7
Lain-lain
10
5,6
Tidak diketahui
35
2.4. Klasifikasi
a. Abses Peritonsil (Quinsy)
Abses peritonsil merupakan terkumpulnya material purulen yang
terbentuk di luar kapsul tonsil dekat kutub atas tonsil.7
tekan.1,6
Pemeriksaan
Oleh karena gejala tismus, kadang kadang sukar memeriksa
seluruh faring. Palatum mole tampak membengkak dan menonjol ke
depan, dapat teraba fluktuasi. Uvula bengkak dan terdorong ke sisi
kontralateral. Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak detritus dan
jaringan
sekitarnya
dan
abses
peritonsil
mempunyai
b. Abses Retrofaring
Abses retrofaring biasanya ditemukan pada anak usia di bawah 5
tahun. Hal ini terjadi karena pada usia tersebut ruang retrofaring masih
berisi kelenjar limfa, masing-masing 2-5 buah pada sisi kanan dan kiri.
Kelenjar tersebut menampung aliran limfa dari hidung, sinus paranasal,
nasofaring, faring, tuba Eustachius dan telinga tengah. Kelenjar tersebut
akan mengalami atrofi ketika usia di atas 6 tahun.1
Etiologi
Keadaan yang dapat menyebabkan abses retrofaring :1
a) Infeksi saluran nafas atas yang menyebabkan limfadenitis
retrofaring
b) Trauma dinding belakang faring oleh benda asing, seperti
Komplikasi
Kompilkasi yang mungkin terjadi antara lain :1
a) Penjalaran ke ruang parafaring, ruang vaskuler visera
b) Mediastinitis
c) Obstruksi jalan napas hingga asfiksia
d) Jika abses pecah spontan dapat menyebabkan pneumonia
aspirasi dan abses paru.
c. Abses Parafaring
Etiologi
Infeksi pada parafaring dapat terjadi dengan cara :1
10
i.
ii.
iii.
submandibula.
Gambaran klinik
Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan
sekitar angulus mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding
pertengahan
insisi
horizontal
ke
bawah
di
depan
anaerob.1
Gambaran klinik
12
Etiologi
Sumber infeksi tersering berasal dari gigi atau dasar mulut, oleh
kuman aerob dan anaerob.1
Gambaran klinik
Terdapat nyeri tenggorok dan leher, disertai pembengkakan
daerah submandibula, yang tampak hiperemis dan keras pada
perabaan.1
13
14
luasnya abses
Antibiotik
Penisilin & Klindamisin
Umur
D
Parhischar, Har-El
A&D
(01)
atau Nafcilin
Penisilin, lactamase
Gates (83)
resistant drug
PenisilinG, Klindamisin,
DTV
D
Gentamisin
Cefotaxime,
Metronidazole
Flucloxacine,
A&D
Nagy dkk
Metronidazole
16
(97)
Ceftriaxone ,
Klindamisin
A&D
A
Cefuroxime, Klindamisin
Amoksillin-Asam
klavulanik
Penesilin G,
Metronidazole
A=Anak, D=Dewasa DTV=Data tidak valid
Pada kultur didapatkan kuman anaerob, maka antibiotik metronidazole,
klindamisin, carbapenem, sefoxitin, atau kombinasi penisilin dan -lactam
inhibitor merupakan obat terpilih.4
Metronidazole juga efektif sebagai amubisid. Aminoglikosida, quinolone
atau cefalosforin generasi ke III dapat ditambahkan jika terdapat kuman
enterik gram negatif. Cefalosporin generasi III mempunyai efektifitas yang
lebih baik terhadap gram negatif enterik. Dibanding dengan cefalosporin
generasi I, generasi III kurang efektif terhadap kokus gram positif, tapi
sangat efektif terhadap Haemofillus infeluenza, Neisseria sp
dan
17
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Abses leher dalam merupakan terkumpulnya pus di dalam ruang
potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran dari berbagai
sumber infeksi, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga dan
leher.
Sumber infeksi paling sering pada abses leher dalam berasal dari infeksi
tonsil dan gigi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Bakteri
dari daerah gigi, oro-fasial dan abses leher, kuman yang paling dominan
adalah kuman anaerob yaitu Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium spp,
dan Peptostreptococcus spp.
adalah
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Fachruddin D. 2012. Abses Leher Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga
Hidung dan Tenggorok. Edisi Ketujuh. Jakarta. Balai Penerbit FK UI.
2. Andrina YMR. Abses Retrofaring. 2003. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu
Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Universitas Sumatera Utara. Diunduh
dari : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3464/1/tht-andrina2.pdf
pada tanggal 19 Agustus 2014
3. Baba Y, Kato Y, Saito H, Ogawa K. 2009. Management of deep neck infection
by transnasal approach: a case report. Journal of Medical Case Report,
3:7317. Diunduh dari www.jmedicalcasereports.com pada tanggal 19 Agustus
2014
4. Pulungan, M.Rusli. Pola Kuman Abses Leher Dalam. Diunduh dari
http://repository.unand.ac.id/18384/1/Pola%20Kuman%20Abses%20Leher
%20Dalam.pdf pada tanggal 19 Agustus 2014
5. Schreiner C, Quinn FB. 1998. Deep Neck Abscesses and Life Threatening
Infections of The Head and Neck. Dept of Otolaryngology UTMB. Diunduh
dari : www.otohns.net pada tanggal 19 Agustus 2014
6. Murray A.D. MD, Marcincuk M.C. MD. Deep Neck Infections. [diperbaharui
Juli
2009].
Diunduh
dari
www.eMedicine_Specialities//Otolaringology_and_facial_plastic_surgery.co
m pada tanggal 19 Agustus 2014
7. Edinger JT, Hilal EY, Dastur KJ.2007. Bilateral Peritonsillar Abscesses: A
Challenging Diagnosis Ear, Nose, & Throat Journal. 86(3):162-3 Diunduh
dari www.entjournal.com pada tanggal 19 Agustus 2014
8. Gadre AK, Gadre KC. 2006. Infection of the deep space of the neck.
Otolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi keempat. Philadelphia : JB.
Lippincott Company
19