Yayok tidak dapat menjelaskan penyakit apa yang diderita oleh korban. Namun ia
menyatakan, korban bunuh diri dalam keadaan sadar. “Bukan karena gangguan
jiwa,” ujar Yayok. Kini korban sudah dibawa kebagian forensic untuk ditangani.
Pihak keluarga pun sudah datang untuk mengunjungi.“Tadi sudah ada keluarga
yang mengunjungi sekitar jam 7,” ujar Yayok.
1
PEMBAHASAN
Salah satunya adalah keadaan pasien yang tidak dapat diprediksi, seperti
adanya pasien yang bunuh diri. Dalam kasus ini, seorang pasien yang tertekan
secara psikologis karena penyakitnya takkunjung sembuh pada akhirnya
memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara terjun dari lantai dua rumah
sakit tempatnya dirawat. Hal ini dapa tmempengaruhi kepercayaan public
terhadap rumah sakit dan reputasi rumahsakit yang menurun.
Kasus yang terjadi di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati adalah seorang
pasien yang sedang dirawat dari lantai dua Gedung Rawat Inap Utama.
Masalah/isu yang terjadi di lingkungan rumah sakit ini dapat berakibat pada
kepercayaan masyarakat terhadap Rumah Sakit Polri, dimana rumah sakit
seharusnya dapat mencegah hal seperti bunuh diri terjadi. Dapat dilihat bahwa
sangat penting untuk diperhatikan konsep keamanan di rumah sakit bagi pasien.
Konsep keamanan di lingkungan rumah sakit adalah ide pemikiran instansi
pelayanan kesehatan untuk menciptkakan dan memelihara keamanan
,kenyamanan baik bagi pasien maupun bagi pelaksana pelayanan kesehatan yang
Meliputi semua aspek biologis, psikologi, sosial dan spiritual.
2
Tabel 1. Crisis Handling Sheet
3
Strategi Penyelesaian Konflik Kasus Bunuh Diri
4
c. Akomodasi
Strategi ini digunakan untuk memfasilitasi dan memberikan wadah
untuk menampung keinginan pihak yang terlibat konflik. Dengan cara ini
dimungkinkan terjadi peningkatan kerjasama dan pengumpulan data–data
yang akurat dan signifikan untuk pengambilan suatu kesepakatan bersama
(Arwani & Supriyanto, 2006).
Strategi ini bertujuan untuk memelihara kerjasama, membangun
penghargaan sosial bagi isu-isu berikutnya, meminimalkan kerugian,
keharmonisan dan stabilitas dipandang lebih penting, dan memberi
kesempatan kepada bawahan berkembang dengan belajar dari kesalahan
(Rivai, 2003)
d. Smoothing
Strategi ini sering digunakan manajer agar seseorang
mengakomodasikan atau bekerjasama dengan pihak lain. Smoothing
terjadi ketika satu pihak dalam konflik berupaya untuk memuji pihak lain
atau berfokus pada hal yang disetujui bersama, bukan pada perbedaan.
Pendekatan ini tepat digunakan pada perselisihan yang kecil (Marquis &
Huston, 2010).
e. Menghindar
Semua pihak yang terlibat dalam konflik menyadari masalah yang
dihadapi tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan
masalah (Nursalam, 2009).
Strategi ini biasanya dipilih jika isu tidak gawat atau bila kerusakan
yang potensial tidak akan terjadi dan lebih banyak menguntungkan
(Swanburg, 2000).
f. Kolaborasi
Strategi ini merupakan strategi win–win solution, dalam kolaborasi
kedua belah pihak menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam
mencapai suatu tujuan, karena keduanya meyakini akan tercapainya suatu
tujuan yang telah ditetapkan dan masing–masing pihak yang terlibat
meyakininya (Nursalam, 2009).
5
Strategi Public Relation Dalam Bencana (Kasus Bunuh Diri)
Menurut Dr. Rex Harlow Hubungan masyarakat merupakan komunikasi
dua arah antara organisasi dengan publik secara timbal balik dalam rangka
mendukung fungsi dan tujuan manajemen dengan meningkatkan pembinaan kerja
sama serta pemenuhan kepentingan bersama.
Secara operatif Humas merupakan fungsi khusus manajemen. Artinya,
PR/Humas membantu memelihara aturan bermain bersama melalui saluran
komunikasi kedalam dan keluar, agar tercapai saling pengertian atau kerja sama
antara organisasi dan publiknya.
Selain itu berfungsi untuk menanggapi opini public mengenai
kebijaksanaan yang dibuat serta memenuhi fungsi manajemen, yaitu untuk
memonitoring, mengantisipasi dan memanfaatkan berbagai kesempatan serta
tantangan atau perbahan yang terjadi di dalam masyarakat atau publiknya.
Humas atau Public Relation adalah menilai sikap masyarakat (public) agar
tercipta keserasian antara masyarakat dan kebijaksanaan organisasi atau instansi.
Humas terkait langsung dengan fungsi top manajemen.
Fungsi kehumasan dapat berhasil secara optimal apabila berada langsung
dibawah pimpinan atau mempunyai hubungan langsung dengan pimpinan atau
tertinggi pada orgtanisasi atau instansi bersangkutan.Untuk mengatasi
kemungkinan buruk, PR/Humas akan menjalankan fungsinya yaitu menjaga citra
dan nama baik organisasi dengan menggunakan cara-cara edukatif dan
informative serta persuasive, yang mengandung arti suatu ajakan atau imbauan
bukan merupakan paksaan.
Menjadi seorang PR/Humas harus memiliki empat kemampuan, yaitu:
1. Memiliki kemampuan mengamati dan menganalisa suatu persoalan
berdasarkan fakta di lapangan, perencanaan kerja, komunikasi dan
mampu mengevalluasi suatu problematika yang dihadapinya.
2. Kemampuan untuk menarik perhatian, melalui berbagai kehiatan
publikasi yang kreatif, inovatif, dinamis dan menarik bagi publiknya
sebagai target sasaran.
3. Kemampuan untuk mempengaruhi pendapat umtum
4. Kemampuan menjalin suasalan saling percaya
6
Strategi Publik Relation
Ahmad S. Adnanputra, MA., M.S., mengatakan bahwa arti strategi adalah
bagian terpadu dari suatu rencana, sedangkan rencana merupakan priduk dari
suatu perencanaan yang pada akhirnya perencanaan adalah salah satu fungsi dasar
dari proses manajemen. Strategi Publik Relation adalah alternative optimal yang
dipilih untuk ditempuh guna mencapai tujuan public relations dalam kerangka
suatu rencana public relations (public relations plan).
Tahapan-tahapan fungsi manajemen:
1. Menetapkan tujuan yang hendak diraih
2. Menetapkan strategi apa dan bagaimana ynag digunakan dalam
perencanaan untuk mencapai suatu tujuan organisasi atau lembaha
3. Program kerja (action plan) yang merupakan suatu strategi dalam
menentukan langkah-langkah
4. Unsur anggaran (budget)
Strategi Public relation dibentuk melalui dua komponen yang saling terkait, yaitu
KOMPONEN Pembentukan Strategi PR
Komponen sasaran Satuan atau segmen yang akan digarap
Komponen sarana Paduan atau bauran sarana untuk menggarap suatu sasaran
Program Strategi
Landasan umum dalam proses penyusunan strategi menurut Ahmad S.
Adnanputra adalah:
1. Mengidentifikasi permasalahan yang muncul
2. Identifikasi unit-unit sasarannya
3. Mengevaluasi mengenai pola dan kadar sikap tindak unit sebagai
sasarannya
4. Mengidentifikasikan tentang struktur kekuasaan pada unit sasaran
5. Pemilihan opso atau unsur taktikal strategi public relations
6. Mengidentifikasikan dan evaluasi terhadap perubahan kebijaksanaan atau
peraturan pemerintahan dan lain sebagainya
7
7. Menjabarkan strategi public relations, dan taktik atau cara menerapkan
langkah-langkah program yang telah direncanakan, dilaksanakan,
mengkomunikasikan dan penilaian atau evaluasi hasil kerja.
8
departemen dan eksekutif PR ditempatkan pada jajaran manajemen top koalisi
dominan (top management decision making) dalam struktur organisasi rumah
sakit, yang artinya PR dapat barmain pada tataran manajemen startegik (strategic
management), dan terlibat berpatisipasi menentukan kebijakan strategis, konsepsi,
sasaran jangka panjang dan sesuai dengan grand strategy (tujuan strategi utama)
organisasi.
Selanjutnya jika para eksekutif rumah sakit ingin mengambil suatu
keputusan yang strategis, biasanya membutuhkan refrentasi dilihat dari dua focus
perhatian, yaitu berdasarkan; 1). Kepentingan pihak internal dalam organisasi
bersangkutan, dan 2). Pihak lainnya adalah pengaruh persepsi lingkungan
eksternal rumah sakit. Khususnya, akan terjadi kesulitan apabila mengambil suatu
keputusan bagi jajaran eksekutif organisasi (CEO) tersebut untuk menyamakan
persepsi dengan pihak eksternal, oleh karena penetapan suatu kebijakan tertentu
dan dimana oleh pihak internal organisasi telah menyelesaikan dalam
pengambilan keputusan, maka justru tantangan berikutnya untuk memulainya
dengan menyamakan persepsi atau keterkaitan kepentingan pihak eksternal rumah
sakit. Dalam hal inilah peranan penting dari kemampuan komunikasi profesional
PR sebagai kelompok posisi koalisi dominan untuk ‘menjambatani persepsi’
(boundary spanner) yang saling berbeda tanggapan pihak pengambil keputusan
dengan kepentingan tujuan internal rumah sakit dan pihak khalayak sasaran publik
eksternalnya.
1. Pengertian koalisi dominan
Penilaian chief executive officer ( CEO) yang menempatkan posisi
departemen PR dalam struktur organisasi tersebut, dan ini dapat terlihat
pada kasus di lapangan bahwa rata – rata yang tertinggi terdapat pada
rumah sakit – rumah sakit multinasional dan asing. Sebaliknya hamper
sebagian terjadi persepsi penilaian terendah terhadap posisi departemen
PR-nya, baik di sector swasta nasional maupun badan usaha milik negara
(BUMN), instansi pemerintah, dan bahkan termasuk banyak rumah sakit
go public pun yang telah menerapkan GCG (good corporate governance)
dengan kapitalisasi kecil, biasanya masih terjadi memposisikan
departemen PR sebagai tempat ‘departemen buangan’ yang tidak sesuai
9
tenaga SK bapepam No. 63/1996, dan hanya dianggap sebagai tenaga
pelaksana teknis atau bagian dari integrasi departemen pemasaran,
SDM/Personalia dan hukum.
Cukup sulit memang, eksekutif PR jika penilaian atau persepsi
manajemen puncak (CEO) tersebut yang masih rendah terhadap
keberadaan fungsi PR dalam struktur organisasi rumah sakit. Apalagi
kesempatan untuk memiliki kebebasan melaksanakan kegiatan strategis
dan program lebih konseptual dan kontekstual secara professional,
ditambah dengan hanya memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang
lebih kecil bakal terhambat ambil bagian menentukan kebijakan atau
keputusan organisasi yang lebih strategic untuk berpartisipasi sebagai
kelompok koalisi dominan (decision maker) dan terlibat mencapai tujuan
utama (grand strategic) organisasi.
2. Pembuatan keputusan strategis
Suatu kajian tahun 1980 yang dilakukan oleh PRSA (public
Relations Society of America) melalui pembentukan tim “task force on the
stature and role of PR”, yang menjelaskan bahwa penjabaran PR dalam
posisi koalisi dominan, yaitu sebagai berikut: 1). Pihak PR yang mampu
menjabatani kepentingan antara organisasi dan khalayak publik untuk
saling beradaptasi satu sama lainnya, 2). PR berupaya agar organisasi
dapat memenangkan kerja sama yang baik dengan pihak khalayak
publiknya, baik internal maupun eksternal.
Kajian dari Dr. James E. Grunig melalui team riset IABC
(internasional association of business communication) yang dimuat dalam
jirnal of comunitication (2002:7), secara umum menekankan ada tiga
faktor kunci untuk memberdayakan fungsi professional PR secara efektif,
yaitu: a). penilaian terbaik yang diberikan CEO terhadap posisi PR yang
terintergratif ke dalam koalisi dominan organisasi, b). kemampuan atau
perilaku sebagai pejabat komunikkasi yang menunjukk/an kehandalan dan
terpecaya untuk membuat keputusan bernilai strategis, dan c). budaya
organisasi yang selalu mendukung nilai – nilai profesionalisasi
10
(professional values), berupa komitmen, integritas, independensi, keahlian,
dan kepercayaan.
Pengembangan budaya rumah sakit sangat tergantung atau dipengaruhi
oleh faktor makro dan mikro dari organisasi atau rumah sakit atau rumah sakit
bersangkutan. Sedangkan faktor makro, yaitu pihak pimpinan puncak, perlu
memperhitungkan pengaruh – pengaruh yang datangnya dari pihak luar rumah
sakit, yakni yang berkaitan dengan keadaan atau system sosial, budaya, politik ,
ekonomi yang berlaku di masyarakat dan teknologi digunakan dan sebagainnya.
Kemudian faktor mikro yang merupakan sikap dan perilaku para karyawannya.
Apakah mereka mampu melaksanakan makna atau menjabarkan budaya rumah
sakit sebagaimana telah digariskan oleh pimpinannya atau rumah sakit.
Salah satu teori yang sangat popular dalam dunia komunikasi dan
publikasi adalah teori “agenda setting” yang diperkenalkan oleh McCombs dan
DL Shaw dalam Publik Opinion Quarterly dengan judul The Agenda Setting
Function of Mass Media, teori agenda setting mempunyai asumsi dasar bahwa
jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan
memengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi, apa yang diaggap
penting bagi media, maka penting juga bagi masyarakat.
Oleh karena itu, apabila media massa memberi perhatian pada isu tertentu
dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat
umum. Ide inti teori ini ialah bahwa media berita mengindikasikan kepada publik
apa yang menjadi isu utama hari ini dan hal ini tercermin dalam apa yang
dipersepsikan publik sebagai isu utama.
11
beragam, pengalaman pribadi dan gambaran media mungkin berbeda-beda, dan
bahwa publik mungkin tidak memiliki nilai yang sama mengenai berita
sebagaimana medianya.
McCombs dan Donald Shaw seperti yang dikutip oleh Burhan Bungin
(2009) mengatakan bahwa audience tidak hanya mempelajari berita-berita dan
hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti
penting diberikan pada suatu isu atau topik dari cara media massa memberikan
penekanan terhadap topik tersebut. Misalnya, dalam merefleksikan apa yang
dikatakan oleh para kandidat dalam suatu kampanye pemilu, media massa terlihat
menentukan mana topik yang penting.
Agenda media dapat terlihat dari aspek apa pun yang pemberitaanya di
tonjolkan (di fokuskan) oleh media. Mereka melihat posisi pemberitaan dan
panjangnya berita sebagai faktor yang ditonjolkan oleh redaksi.
Pada surat kabar, headline pada halaman depan, tiga kolom di berita
halaman dalam, serta editorial, dilihat sebagai bukti yang cukup kuat bahwa hal
tersebut menjadi fokus utama surat kabar tersebut. Pada majalah, fokus utama
terlihat dari bahasan utama majalah tersebut. Dalam berita televisi dapat dilihat
dari tayangan spot berita pertama hingga berita ketiga, dan biasanya disertai
dengan sesi tanya jawab atau dialog setelah sesi pemberitaan.
McCombs dan Shaw percaya bahwa fungsi agenda setting media massa
bertanggung jawab terhadap hampir semua apa-apa yang dianggap penting oleh
publik. Karena apa-apa yang dianggap prioritas oleh media menjadi prioritas juga
bagi publik atau masyarakat.
12
Persoalan utama dari terpaan media kepada khalayak adalah khalayak
harus memiliki akses terus menerus terhadap tayangan berita. Pernyataan-
pernyataannya adalah, apakah khalayak berlangganan surat kabar, sering
mendengar siaran radio atau menonton televisi? Kemudian berapa lama mereka
menghabiskan waktunya? Apakah mereka memiliki intensitas yang cukup untuk
membaca, mendengar atau menonton? Jika khalayak akses media seperti
berlangganan surat kabar secara periodik, sering mendengar radio ketika
berkendara di mobil, atau menyempatkan waktu penonton siaran berita.
Ketika terjadi bencana (kasus bunuh diri), peran media sangat penting
dan strategis. Di satu sisi, peran media mendapatkan apresiasi dikarenakan,
melalui pemberitaanya, mampu menciptakan ikatan emosional diantara sesama
umat manusia, sehingga bantuan terus mengalir dari semua kalangan terhadap
13
korban bencana (kasus bunuh diri). Misalnya, berupa dompet kemanusiaan,
dompet peduli dan istilah lainnya.
Namun, tak jarang pula, melalui peliputan bencana (kasus bunuh diri),
media mendapatkan kritik keras karena dianggap overacting, bahkan terkesan
mengambil kesempatan menjadikan bencana (kasus bunuh diri) sebagai “alat”
untuk menaikkan rating atau oplah bagi media massa.
Mengolah Informasi
Dari gambaran diatas, tampak bahwa pada saat terjadi bencana (kasus
bunuh diri), media memiliki kekuatan dan kelemahan yang luar biasa. Informasi
menjadi bahan yang sangat penting untuk dipilih, dipilah dan dikelola sedemikain
rupa.
Maka kalangan kesehatan diharapkan memiliki soft skill dalam hal ini.
Bisa dibayangkan jika seorang pimpinan di rumah sakit atau dinas kesehatan tidak
mampu “mengelola” informasi dan menghadapi media disaat terjadi bencana
(kasus bunuh diri). Padahal sebagai pimpinan di rumah sakit maupun dinas
14
kesehatan tentang jumlah korban, langkah yang harus dilakukan sebagai upaya
preventif, dampak bencana (kasus bunuh diri) dan informasi lain sangat
dibutuhkan oleh masyarakat dan media.
1. Kelola Informasi
Kumpulkan informasi dari berbagai sumber, baik itu dari personil
“kita”, tim kesehatan lapangan, personil di unit gawat darurat, maupun
media, aparat termasuk dari masyarakat. Seringkali informasi tidak akurat
dan out of date (basi) karena adanya isu atau perubahan-perubahan yang
sangat cepat terjadi. Letakkan informasi yang boleh di publikasikan dan
memang dibutuhkan oleh masyarakat seperti nama, usia, data penyakit
maupun informasi lain yang dibutuhkan.
2. Verifikasi Informasi
Pimpinan tidak boleh hanya menunggu informasi, tetapi aktif
mencarinya. Lakukan verivikasi terhadap sejumlah informasi. Pilih dan
pilah informasi berdasarkan kebutuhan dan keperluan, yakni yang relevan
dan spesifik sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
3. Buatlah Prioritas
15
Tabel skala prioritas ini diperkenalkan oleh Steven R. Covey dengan
tujuan untuk memudahkan kita dalam menentukan sebuah prioritas dalam
memenuhi kebutuhan. Di bawah ini tabel prioritas yang sangat bermanfaat
untuk menentukan kebutuhan mana yang harus didahulukan:
16
Pada gambar tabel skala prioritas di atas, terlihat ada empat kuadran
yaitu kuadran I, kuadran II, kuadran III dan kuadran IV.
Kuadran I : kebutuhan yang penting dan mendesak untuk segera
dipenuhi.
Kuadran II : kebutuhan yang penting tetapi kurang mendesak untuk
dipenuhi.
Kuadran III : kebutuhan yang kurang penting namun mendesak untuk
dipenuhi.
Kuadran IV : kebutuhan yang kurang penting dan kurang mendesak
untuk dipenuhi.
Berikut ini langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menyusun
skala prioritas:
17
5. Monitor terus arus informasi
Sembari menjalin hubungan yang baik dengan media, pemimpin
harus terus melakkukan monitoring terhadap arus informasi, dengan
begitu, jika ada informasi lain yang penting untuk diketahui public, atau
jika perubahan prioritas atau pengambilan keputusan (baru/lain),
khususnya yang berdampak luas terhadap masyarakat, pimpinan bisa
dengan mudah menyosialisasikan melalui media.
18
Relasi dengan Media
19
REFRENSI
Marquis, B.L. and Huston, C.J., 2010. Kepemimpinan dan manajemen konflik: teori dan
aplikasi. Jakarta: EGC.
McCombs, M.E. and Shaw, D.L., 1972. The agenda-setting function of mass
media. Public opinion quarterly, 36(2), pp.176-187.
20