Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

BRONCOPNEUMONIA

DISUSUN OLEH :
dr. Liana Sitepu

PEMBIMBING
dr. Benny, Sp.A
dr. Salomo M, Gultom
dr. Sigya

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD MUKOMUKO
2017
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL______________________________________________________i
DAFTAR ISI___________________________________________________________2
BAB I PENDAHULUAN_________________________________________________3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA____________________________________________4
2.1. Definisi____________________________________________________________4
2.2. Epidemiologi_________________________________________________________4
2.3. Etiologi_____________________________________________________________4
2.4. Patologi & Patogenesis________________________________________________6
2.5. Manifestasi klinis_____________________________________________________6
2.6. Pemeriksaan Penunjang________________________________________________8
2.7. Diagnosis____________________________________________________________9
2.8. Penatalaksanaan_____________________________________________________10
2.9. Komplikasi_________________________________________________________11
BAB III STATUS PASIEN______________________________________________12
DAFTAR PUSTAKA___________________________________________________17

2
BAB I
PENDAHULUAN

Pneumoni adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Bronkopneumonia adalah radang
paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-
bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5
tahun dengan resiko kematian yang tinggi.

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,


pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis
merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pneumoni adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Bronkopneumonia adalah radang
paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-
bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.

2.2 Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5
tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka
13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC
Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di
Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand
dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi
akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan
influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan
merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka
kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab
pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu
beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian
bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara
empiris.Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas
bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP
Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara penderita
rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita
rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam
Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara
20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak
yang dirawat per tahun.
2.3 Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedan dan
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi
pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan

4
anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus
grup B dan bakteri gram negatif seperti E. Colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi
yang lebih beeasr dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococus
pneumoniae, Haemophillus inflienzae tipe B, dan Staphylococcusaureus, sedangkan pada anak
yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma
pneumoniae.
Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, disamping bakteri,
atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk. Melakukan penelitian pada pneumonia anak dan
menemukan etiologi virus sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30%, dan bakteri saja 22%.
Virus yang terbanyak ditemukan adalah Respiratory Syncytical Virus ( RSV ), Rhinovirus, dan virus
Paraifluenza. Kelompok anak usia 2 tahu ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri yang lebih
banyak daripada anak berusia di bawah 2 tahun.
Secara klinis, umumya pneumoia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus.
Demikian juga dengan pemerikksaan radiologis dan laboratorium, biasanya tidak dapat menentuka
etiologi.
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jaang
Bakteri Bakteri
 E.colli  Bakteri anaerob
 Sreptococcus group B  Streptococcus group D
Lahir – 20 hari  Listeria Monocytogenes  Haemophillus influenza
 Streptococcus pneumoniae
 Ureaplasma urealyticum
Virus
 Virus Sitomegalo
 Virus Herpes simpleks
Bakteri Bakteri
Virus  Bordetella pertussis
 Virus Adeno  Hamophillus influenza tipe B
 Virus Influenza  Moraxella catharallis
3 minggu – 3 bulan  Virus Parainfluenza 1,2,3  Staphylococcus aureus
 Repiratory Syncytial virus  Ureaplasma urealyticum
Virus
 Virus Sitomegalo

Bakteri Bakteri
 Chlamydia trachomatis  Hamophillus influenza tipe B
 Mycoplasma pneumoniae  Moraxella catharallis
 Streptococcus pneumoniae  Neisseria meningitidis
 Staphylococcus aureus

4 bulan - 5 tahun Virus Virus


 Virus adeno  Virus varisella zoster
 Virus influenza
 Virus parainfluenza
 Virus rino
 Repiratory Syncytial virus

Bakteri Bakteri
 Chlamydia trachomatis  Hamophillus influenza tipe B

5
 Mycoplasma pneumoniae  Legionella sp
 Streptococcus pneumoniae  Staphylococcus aureus
Virus
5 tahun – remaja  Virus adeno
 Virus Epstein Barr
 Virus influenza
 Virus parainfluenza
 Virus rino
 Repiratory Syncytial virus
 Virus varisella zoster

2.4 Patologi dan patogenesis


Umumnya mikroorganime penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran
respiratori. Mula – mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan
penybaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu
terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli.
Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah,
terdapat fibrin dan leukasit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini
disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan
mengalami degenerasi , fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium
reolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.
Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit, shingga
stadium khas yang telah diuraikan sebelumnya tidak terjadi. Beberapa bakteri tertentu sering
menimbulkan gambaran patologis tertentu bila dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi
Streptococcus pneumoniae biasanya bermanifestasi sebagai bercak – bercak konsolidasi merata di
seluruh lapanga paru ( bronkopneumonia ), dan pada anak besar atau remaja dapat berupa
konsolidasi pada satu lobus ( pneumonia lobaris ). Pneumotokel atau abses kecil sering disebabkan
oleh Staphylococcus aureus pada neonatus atau bayi kecil karena Staphylococcus aureus
meghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti hemolisin, lekosidin, stafilokinase , dan koagulase.
Toksi dan enzim ini enyebabkan nekrosis, perdarahan dan kavitasi. Koagulase berinteraksi dengan
faktor plasma dan menghasilka bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin, sehingga
terjadi eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan virulensi kuman.
Staphylococcus yang tidak menghasilkan koagulase jarang menimbulkan penyakit yang serius.
Pneumotokel dapat menetap hingga berbulan – bulan, tetapi biasanya tidak memerlukan terapi lebih
lanjut.

2.5 Manifestasi Klinis


Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga sedang,
sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan
mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS.
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah
imaturitas anatomikdan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinik yang

6
kadang – kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik
invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi,
tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
 Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan afsu makan,
keluhan gastrointestinal seperti mutah atau diare; kadang – kadang ditemukan geala infeksi
ekstrapulmoner.
 Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, nafas cuping
hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda kliis seperti pekak perkusi, suara nafas
melemah, dan ronkhi. Akan tetapi pada neonatus dan bai kecil gejala dan tanda pneumonia lebih
beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan
kelainan.
1. Pneumonia pada Neonatus dan Bayi Kecil
Pneumonia pada neonatus sering kali terjadi akibat transmisis vertikal ibu-anak yang
berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi
dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan amnion, atau dari servix ibu. Infeksi dapat
berasal dari kimtaminasi dengan sumber infeksi dari RS (hospital-acquired pneumoni ). Disamping
itu dapat terjadi akibat kontaminasi dengansumber infeksi dari masyarakat ( community-acquired
pneumonia).
Gambaran pneumonia pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup serangan apnea,
sianosis, merintih, nafas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau minum, takikardi atau
bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. Ada bayi BBLR sering terjadi hipotermi. Gambaran
klinis tersebut sulit dibedakan antara sepsis dan meningitis. Sepsis pada pneumonia neonatus dan
bayi kecil sering ditemukan sebelum 48 jam pertama. Angka mortalitas sangat tiggi di negara maju,
yaitu dilaporkan 20-50%. Angka kematian di Indonesia dan di negara berkembang lainnya diduga
lebih tinggi. Oleh karena itu, setiap kemungkinan adanya pneumonia pada neonatus dan bayi kecil
berusia dibawah 2 bulan harus segera dirawat di RS.
infeksi oleh Chamydia trachomatis merupakan infeksi perinatl dan dapat menyebabkan
pneumonia pada bayi berusia dibawah 2 bulan. Umumnya bayi mendapatkan infeksi dari ibu pada
masa persalinan. Port d’entree infeksi meliputi mata, nasofaring, saluran respiratori, dan vagina.
Gejala timbul pada usia 4-12 minggu. Gejala umum ; gejala infeksi respiratori ringan-sedang,
ditandai dengan batuk-batuk stacatto ( inspirasi diantara setiap satu kali batuk ), kadang – kadang
disertai muntah, umumnya pasien tidak demam. Beberapa kasus infeksi berkembang menjadi
pneumonia berat ( sindrom pneumonitis ) dan memerlukan perawatan. Gejala klinis meliputi ronki
atau mengi, takipnea, dan sianosis. Gambaran foto rontgen thoraks tidak khas, umumnya terlihat
tanda—tanda hiperinflasi bilateral dengan berbagai bentuk infiltrat difus, seperti infiltrat

7
iinterstisial, retikulonoduler, atelektasis, bronkopneumonia, dan gambarn milier. Antibiotik pilihan
adalah makrolid intravena.
2. Pneumonia pada Balita dan Anak yang Lebih Besar.
Pada anak yang lebih besar dan remaja, Mycoplasma pneumonae merupakan etiologi
pneumonia atipik yang cuup signifikan. Keluhan meliputi demam, menggigil, batuk, sakit kepala,
anoreksia, kadang – kadang keluhan gastrointestinal. Secara klinis ditemukan gejala- gejala
respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta, nafas cuping hidung, ronki dan sianosis. Anak besar
dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri
dada. Ronki hanya ditemkan bila ada infiltrat alveolar. Retraksi dan takipnea merupakan gejala
pneumonia yang bermakna. Bila terjadi efusi pleura atau empiema gerakan dada tertinggal di
daerah efusi. Gaerakan dada juga akan tergnggu bila terdapat nyeri dada akibat iritasi pleura. Bila
efusi pleura bertambah, sesak nafas akan semakin bertambah, tetapi nyeri pleura semakin berkurang
dan berubah menjadi nyeri tumpul.
Kadang – kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kann bawah yang
menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri abdomen dapat menyebar ke kuadran kanan bawah
menyerupai apendisistis. Abdomen mengalami distensi kibat dilatasi lambung yang disebabkan
oleh aerofagi atau ileus paralitik. Hati mungkin terba karena tertekan oleh difragma, atau memang
membesar karena terjadi gagal jantung kongestif sebagai komplikasi pneumonia.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Darah Perifer Lengkap
Pada pneumoia virus dan juga mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam baas
normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis
( 15.000 – 40.000/mm3 ). Dengan prdominan PMN. Leukopenia ( < 5000/mm 3 ) menunjukkan
prognosis yang buruk. Pada infeksi Chlamydia kadang – kadang ditemukan eosinofilia. Pada efusi
pleura didapatkan sel PMN pada cairan eksudat berkisar 300-100.000/mm 3, protein > 2,5 g/dl, dan
glukosa relatigf lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang – kadang terdapat anemia ringan dan
LED yang meningkat. Secara umum hasil peneriksaan darah perifer lengkap tidak dapat
membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara pasti.
2. C- Reaktif Protein ( CRP )
CRP adalah suatu protein fase akut yang disisntesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi
atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama IL-6, IL-1 da
TNF. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi
mikroorganisme atau sel rusak.
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor
infeksi dan noninfeksi, infeki virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis atau profunda. Kadar CRP
biasanya lebih rendah pada infeksi virus atau infeksi superfisialis daripada profunda.
3. Uji Serologis

8
Uji serologik untuk mendateksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Secara umum, ui serologis tidak terlalu bermanfaat dalam
mendiagnosis infeksi bakteri tipik, namun bakteri atipik sepert Mycoplasma dan chlamydia tampak
peningkatan anibodi IgM dan IgG.
4. Pemeriksaan mikrobiologis
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat iambil dari usap tenggorok, sekret
nasofaring, bilasan bronkus, darah, punksi pleura atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif
apabila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.
Kultur darah jarang positif pada infeksi Mycoplasma dan Chlamydia,
5. Pemeriksaan rontgen Thoraks
Secara umum gambaran oto thoraks terdiri dari :
 Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskuler,
peribronchial cuffing dan hiperaerasi
 Infiltrat alveoler, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi
dapat mengenai satu lobus ( pneumonia lobaris ), atau terlihat sebagai lei tunggal
yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, batas tidak terlalu tegas, menyerupai
lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia
 Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa
bercak – bercak infiltrat yang meluas hingga ke daerah perifer paru, disertai dengan
peningkatan corakan peribronkial.
Gambaran radiologis pneumonia meliputi infiltrat ringan pada satu paru hingga konsolidasi
luas pada kedua paru. Pada satu penelitian, ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak terbanyak
berada di paru kanan, terutama di lobus atas. Bila ditemukan di pru kiri dan terbanyak di lbus
bawah, hal itu merupakan prediktor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan resiko terjadinya
pleuritis lebih besar.

2.7 Diagnosis
Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan / atau serologis merupakan
dasar terpi yang optimal. Akan tetapi penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena
memerlukan laboratorim yang memadai. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam,
sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut : takipnea, batuk, nafas cuping hidung,
rtraksi, ronki dan suara nafas melemah serta didukung oleh gambaran radiologis.
Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, maka dalam
upaya peanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana pneumonia
yang sederhana.
Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut.
 Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun
o Pneumonia berat

9
 Bila ada sesak nafas
 Harus dirawat dan diberikan antibiotik
o Pneumonia
 Bila tidak ada sesak nafas
 Ada nafas cepat dengan laju nafas
 > 50 x / menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
 > 40 x / menit untuk anak usia >1-5 tahun
 Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
o Bukan pneumonia
 Bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas
 Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan
simptomatis seperti penurun panas.
 Bayi berusia dibawah 2 bulan
o Pneumoniaarus dirawat dan diberikan antibiotik
 Bila ada nafas cepat ( > 60 x / menit ) atau sesak nafas
 Harus dirawat dan diberikan antibiotik
o Bukan pneumonia
 Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
 Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis

2.8 Penatalaksanaan
Sebagian pneumoni pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan trutama
berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis,disters pernafasan, tidak mau makan atau
minum, atau ada penyakit dasaryang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia
pasien. Neonarus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang
sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemeberin cairan intravena, oksigen,
koreksi terhadap gangguan asa basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat
diberikan analgetik /antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utma keberhasilan pengobatan. Terapi
antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri
Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia rawat jalan diberikan antibiotik lini pertama secara oral, misalnya
amoksisilin atau kotrimoksazol. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/kgBB, sedangkan
kotrimoksazol adalah 4mg/kgBB TMP-20 mg/kgBB sulfametoksazol.
Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru dapat digunakan sebagai terapi alternatif
beta laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya aktivitas ganda
terhadap S.pneumonia da bakteri atipik. Dosis eritroisn 30-50 mg/kgBB/hari, diberikan setiap 6 jam

10
selama 10-14 hari. Klaritromisin diberikan 2 kali sehari dengan dosis 15 mg/kgBB. Azitromisin 1
kali sehari 10mg/kgBB 3-5 hari(hari pertama) dilanjutka dengan dosis 5mg/kgBB untuk hari
berikutnya.
Pneumonia Rawat Inap
Pada pneumonia rawat inap antibiotik yang diberikan adalah beta laktam, ampisilin atau
amoksisislin dikombinasikan degan kloramfenikol. Antibiotik yang dibrikan brupa : Penisilin G
intrvena ( 25.000 U/kgBB setiap 4 jam ) dan kloramfenikol ( 15 mg/kgBB setiap 6 jam ), dan
seftriaxon intravena ( 50 mg/kgBB setiap 12 jam ). Keduanya diberikan selama 10 hari.

2.9 Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,
pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis
merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.

11
BAB II
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
• Nama : An. H
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Umur : 3 thn
• Alamat : Silaut

Alloanamnesis : Diberikan oleh ibu kandung


Seorang pasien laki-laki umur 3 tahun dirawat di bangsal anak RSUD, MUKOMUKO.
Keluhan utama : sesak nafas
Telaah : OS datang ke RSUD.MUKOMUKO dengan keluhan sesak nafas, hal ini
dialami os kurang lebih satu minggu ini.Tapi yang memberat satu hari ini.
Demam (-), Batuk (+), Flu (+), Muntah(+), Lemas (+), nafsu makan (+),
BAB (+), BAK (+).

Riwayat Penyakit Dahulu : -


Riwayat Penyakit Keluarga :
 Tidak ada anggota keluarga yang menderita sesak nafas seperti ini
Riwayat Kehamilan
Ibu kontrol sekali sebulan secara teratur ke bidan.
Riwayat Kelahiran
Lahir spontan, ditolong bidan , langsung menangis kuat, BB lahir 3000 gram, panjang lahir 49 cm.
Riwayat minum dan makan
ASI : sejak lahir
Riwayat Imunisasi :
 BCG : -
 DPT : -
 Polio : -
 Hepaitis B : -
 Campak : -
Kesan : imunisasi dasar pada pasien belum diberikan

PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos Mentis
Frekuensi nadi : 148 x / menit

12
Frekuensi nafas : 68 x / menit
Suhu : 37,3º C
Berat badan : 13,5 kg

PEMERIKSAAN SISTEMIK
Kulit : Teraba hangat, turgor baik , sianosis (-), ikterik (-), pucat (-)
Kepala : Bentuk simetris, rambut hitam, tidak mudah dicabut, ubun-ubun tidak cekung.
Mata : mata terlihat cekung, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Pupil isokor, Reflek cahaya +/+ normal
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Mulut : Mulut tidak kering, lidah kotor (-), sianosis (-)
Thorak
Paru Inspeksi : normochest, retraksi epigastrium (+)
Palpasi : fremitus sukar dinilai
Perkusi : sonor kiri = kana
Auskultasi : bronkovesikuler, rhonki basah halus nyaring di kedua lapangan
paru, ekspirasi memanjang
Jantung Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus terapa pada LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung sukar dinilai
Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada.

Abdomen
Inspeksi : perut tidak membuncit, distensi tidak ada
Palpasi : hepar teraba 1/3 – ¼ , lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Alat kelamin: tidak ada kelainan
Extremitas : akral teraba hangat, refilling kapiler baik,
reflek patella +/+ N, achilles +/+ N. Reflek patologis : Babinsky +/+

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb : 12,9 gr%
Leukosit : 14.300/mm3
Eritrosit : 4,7/mm3
Trombosit : 319.000/mm3

13
Hematokrit : 37 %
GDS : 93

Diagnosis Kerja:
Bronkopneumonia
DD/ Broncopneumonia
TB paru primer

Terapi :
 O2 1-2 liter/ menit
 IVFD Ka En 3B 49 gtt/i ( mikro )
 Ceftriaxone 1 x 1 gram IV
 Ranitidin 2x13,5 IV
 Ambroxol syr 3x1/2 cth
 Paracetamol syr 3x ¼ cth

Rontgen thoraks
 Tampak infiltrat di perihiller dan parakardial di kedua lapangan paru
 Cor dalam bats normal
 Sinus dan diafragma baik
Kesan : Bronkopneumonia

Follow Up
Tanggal 19/8/ 2017
Pukul 08.00
Subjektif
 Sesak nafas (+)
 Muntah berkurang
 Flu (+)
 Batuk (+)
 Demam (-)
Objektif
KU KES NADI NAFAS SUHU
Sedang cm 122x/’ 52x/’ 36,9 C
Terapi
 O2 1 liter/ menit
 IVFD Ka En 3B 49 gtt/i ( mikro )

14
 Ceftriaxone 1x1 gram IV
 Ranitidin 2x1 amp IV
 Paracetamol syr 3x1 ¼ cth
 Ambroxol syr 3x ½ cth
 Bactesyn 3x 500mg

Tgl 20/8/2017
Pukul 08.00
Subjektif
 Demam tidak ada
 Sesak nafas masih ada
 Batuk (+)
 Flu (+)
 Muntah tidak ada
Objektif
KU KES NADI NAFAS SUHU
Sedang sadar 118 x/’ 50x/i 37 C
Terapi
 O2 1-2 liter/ menit
 IVFD Ka En 3B 49 gtt/i ( mikro )
 Ceftriaxone1x1 gram IV
 Ranitidin 2x1 amp IV
 Paracetamol syr 3x1 ¼ cth
 Ambroxol syr 3x ½ cth
 Bactesyn 3x 500mg

Follow Up 21/8 2017


Subjektif
 Sesak nafas berkurang
 Batuk(+)
 Flu(+)

Objektif
KU KES NADI NAFAS SUHU
Sedang sadar 110x/’ 36x/’ 36,8 C
Terap
 IVFD Ka En 3B 49 gtt/I ( mikro )

15
 Ceftriaxone2x700 mg IV
 Omeprazole 1x20 mg IV
 Paracetamol syr 3x1 ¼ cth
 Ambroxol syr 3x ½ cth
 Bactesyn 3x 500mg
 Dexamethason 3x2,5 mg

Follow Up 22/8/ 2017


Subjektif
 Demam tidak ada
 Sesak nafas berkurang
 Batuk (+)
 Flu (+)
Objektif
KU KES NADI NAFAS SUHU
Sedang sadar 120x/’ 40x/’ 36,6 C
Terapi
 IVFD Ka En 3B 49 gtt/i ( mikro )
 Ceftriaxone2x700 mg IV
 Omeprazole 1x20 mg IV
 Paracetamol syr 3x1 ¼ cth
 Ambroxol syr 3x ½ cth
 Bactesyn 3x 500mg
 Dexamethason 3x2,5 mg

Follow Up 23/8/ 2017


Subjektif
 Batuk (+)
 Flu (+)
Objektif
KU KES NADI NAFAS SUHU
Sedang sadar 120x/’ 40x/’ 36,5 C
Terapi
 Apialis syr 1x1 cth
 Cefila syr 2x50 mg cth

PASIEN BOLEH PULANG

16
Daftar Pustaka
1. Said M. Pneumonia. Dalam: Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi
Anak. Edisi pertama, cetakan ketiga. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2012.
2. World Health Organization. Pneumonia: The Forgotten Killer of Children. Geneva: World
Health Organization; 2006. Available at:
http://whqlibdoc.who.int/publications/2006/9280640489_eng.pdf
3. Rudan I, Boschi-Pinto C, Biloglav Z, Mulholland K, Campbell H. Epidemiology and
Etiology of Childhood Pneumonia. Bulletin of the World Health Organization 2008

17

Anda mungkin juga menyukai