Anda di halaman 1dari 43

REFERAT

“VAGINITIS”

Pengampu:
dr. Ratna Trisyani, Sp.OG

Disusun Oleh :

Mym Dzulfan Azmi 1513010031


Lintang Suroya 1513010039

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PURWOKERTO
RSUD DR. SOESELO SLAWI KABUPATEN TEGAL
PERIODE 15 Juli 2019 – 21 September 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul:

“Vaginitis”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri Ginekologi
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soeselo Slawi

Periode 15 Juli 2019 – 21 September 2019

Disusun Oleh :

Mym Dzulfan Azmi 1513010031


Lintang Suroya 1513010039

Slawi, 29 Agustus 2019


Mengetahui,

dr. Ratna Trisyani, Sp.OG

2
KATA PENGANTAR

Segala pusi dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan referat
berjudul “Vaginitis”. Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Ginekologi di Rumah sakit Umum Daerah dr.
Soeselo Slawi periode 15 Juli 2019 – 21 September 2019. Dalam kesempatan kali
ini penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada dr Ratna Trisyani, Sp.
OG. Selaku pembimbing atas waktu, pengarahan, masukan, serta berbagai ilmu
yang diberikan, sehingga penyusun dapat menyelesaikan referat ini.

Adapun referat ini disusun berdasarkan acuan dari berbagai sumber.


Penyusun menyedari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan untuk melengkapi referat
ini. Akhir kata, semoga referat ini dapat memberi wawasan kepada pembaca dan
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, profesi, dan masyarakat,
terutama dalam bidang Ilmu Obstetri dan Ginekologi.

Slawi, 29 Agustus 2019

Penyusun

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... 1


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................ 2
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 3
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 4

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................5


BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................6
2.1 Defenisi ............................................................................................................... 6
2.2 Epidemiologi ....................................................................................................... 7
2.3 Etiologi ................................................................................................................ 7
2.4 Faktor Resiko Vaginitis .................................................................................... 16
2.5 Gejala ................................................................................................................ 17
2.6 Diagnosis........................................................................................................... 19
2.7 Pemeriksaan Penunjang .................................................................................... 33
2.8 Komplikasi ........................................................................................................ 35
2.9 Penatalaksanaan ................................................................................................ 36
2.10 Prognosis ........................................................................................................... 41
2.11 Pencegahan ....................................................................................................... 41
BAB III PENUTUP ................................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 43

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Vaginitis adalah sindrom klinik akibat peradangan dair vagina yang


disebabkan oleh pergantian Lactobacillus Spp penghasil hidogen peroksida
(H2O2) yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri anaerob dalam
konsentrasi tinggi (Bacteroides Spp, Mobilincus Spp), Gardnerella Vaginalis,
dan Mycoplasma hominis. Vaginitis bukan suatu infeksi yang disebabkan
oleh suatu organisme, tetapi timbul akibat perubahan kimiawi dan
pertumbuhan berlebih dari bakteri yang berkolonisasi di vagina.

Vaginitis adalah gangguan pada vagina yang paling sering ditemukan.


Frekuensi yang dilaporkan mencapai 3,6% hingga 40% dari seluruh populasi
yang berbeda dan menurut observasi di berbagai klinik, pusat layanan primer,
dan klinik umum. Berbagai kategori pasien yang telah diteliti meliputi wanita
hamil, pasien aborsi, dan pekerja seks. Secara umum, diperkirakan 1 dari 3
wanita akan mengalami vaginitis dalam masa hidupnya dengan prevalensi
antara 4,9%-36% di negara berkembang. Pada wanita hamil banyak terjadi
kandidiasis dengan insiden berkisar antara 15-42%. Oleh karena itu
diperlukan pencegahan, pengobatan dan edukasi yang tepat sehingga dapat
mengurangi resiko terjadinya vaginitis.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Vaginitis adalah sindrom klinik akibat peradangan dari vagina yang
disebabkan oleh pergantian Lactobacillus Spp penghasil hidrogen peroksida
(H2O2) yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri anaerob dalam
konsentrasi tinggi (contoh : Bacteroides Spp, Mobilincus Spp), Gardnerella
vaginalis, dan Mycoplasma hominis. Jadi, Vaginitis bukan suatu infeksi yang
disebabkan oleh suatu organisme, tetapi timbul akibat perubahan kimiawi dan
pertumbuhan berlebih dari bakteri yang berkolonisasi di vagina.
Keseimbangan kompleks dan rumit dari pemeliharaan mikroorganisme
flora vagina normal didominasi oleh genus Lactobacillius, yang secara umum
mempertahankan keasaman pH vagina. Lactobacillus species merupakan
mikroorganime predominant dengan jumlah sekitar 95% dari semua bakteri
yang ada. Lactobacillus dipercaya untuk menyediakan pertahanan melawan
infeksi, dengan mempertahankan keasaman pH vagina dan memproduksi
hidrogen peroksida yang mana menghambat catalase negative dari bakteri dan
memproduksi bacteriocidin, selain itu lactobacillus juga mempengaruhi
perlekatan bakteri ke sel epitel vagina.
Infeksi-infeksi bakteri vagina terjadi ketika bakteri baru diperkenalkan
kedalam area vagina, atau ketika ada peningkatan dalam jumlah bakteri yang
sudah hadir di vagina relatif pada jumlah dari bakteri yang normal.
Contohnya, ketika bakteri yang normal dan melindungi dihapus oleh
antibiotik-antibiotik (diminum untuk merawat infeksi saluran kencing,
pernapasan dan tipe-tipe lain) atau oleh obat-obat penekan imun
(immunosuppressive drugs), bakteri dapat berlipat ganda, menyerang
jaringan-jaringan, dan menyebabkan iritasi dari lapisan vagina (vaginitis).
Infeksi-infeksi bakteri vagina dapat juga terjadi sebagai akibat dari luka
pada vagina bagian dalam, seperti setelah kemoterapi. Juga, wanita-wanita

6
dengan sistim imun yang ditekan (contohnya, yang memakai obat-obat yang
berhubungan dengan cortisone seperti prednisone) mengembangkan infeksi-
infeksi bakteri vagina lebih seringkali daripada wanita-wanita dengan
imunitas yang normal. Kondisi-kondisi lain yang mungkin memberi
kecenderungan berkembangnya infeksi-infeksi ragi vagina termasuk diabetes
militus kehamilan, dan memakai obat-obat kontrasepsi oral. Pengunaan
pancuran-pancuran atau spray-spray kesehatan vagina yang diberi minyak
wangi mungkin juga meningkatkan risiko seorang wanita mengembangkan
infeksi bakteri vagina

2.2 Epidemiologi
Vaginitis biasa terkena wanita pada usia reproduktif. Sebanyak 16%
wanita yang hamil di Amerika Serikat terkena penyakit vaginitis. Vaginitis
juga sering didapatkan pada wanita berkulit hitam dibanding wanita berkulit
putih, wanita homoseksual (lesbian) dan wanita yang merokok. Prevalensi
vaginitis meningkat karena kurangnya skrining dan infeksi ini berlaku
asimptomatik.
Vaginitis adalah gangguan pada vagina yang paling sering ditemukan.
Frekuensi yang dilaporkan mencapai 3,6% hingga 40% dari seluruh populasi
yang berbeda dan menurut observasi di berbagai klinik, pusat layanan primer,
klinik umum dan klinik aborsi. Berbagai kategori pasien yang telah diteliti
meliputi wanita hamil, pasien aborsi, dan pekerja seks. Secara umum,
diperkirakan 1 dari 3 wanita akan mengalami Vaginitis dalam masa hidupnya
dengan prevalensi antara 4,9 – 36% di negara berkembang.

2.3 Etiologi
Penyebabnya bisa berupa:
1. Infeksi
a. Bakteri (misalnya klamidia, gonokokus)

7
b. Jamur (misalnya kandida), terutama pada penderita diabetes, wanita
hamil dan pemakai antibiotik
c. Protozoa (misalnya Trichomonas vaginalis)
d. Virus (misalnya virus papiloma manusia dan virus herpes).
2. Zat atau benda yang bersifat iritatif
a. Spermisida, pelumas, kondom, diafragma, penutup serviks dan spons
b. Sabun cuci dan pelembut pakaian
c. Deodoran
d. Zat di dalam air mandi
e. Pembilas vagina
f. Pakaian dalam yang terlalu ketat, tidak berpori-pori dan tidak
menyerap keringat
g. Tinja
3. Tumor ataupun jaringan abnormal lainnya
4. Terapi penyinaran
5. Obat-obatan
6. Perubahan hormonal.

Meskipun penyebab dari Vaginitis belum diketahui dengan pasti namun


telah diketahui berhubungan dengan kondisi keseimbangan bakteri normal
dalam vagina yang berubah. Lactobacillus merupakan spesies bakteri yang
dominan (flora normal) pada vagina wanita usia subur, tetapi ada juga bakteri
lainnya yaitu bakteri aerob dan anaerob. Pada saat Vaginitis muncul, terdapat
pertumbuhan berlebihan dari beberapa spesies bakteri yang ditemukan,
dimana dalam keadaan normal ada dalam konsentrasi rendah.
Penyebab Vaginitis bukan organisme tunggal. Pada suatu analisis dari
data flora vagina memperlihatkan bahwa ada 3 kategori dari bakteri vagina
yang berhubungan dengan Bakterial Vaginitis, yaitu :
1. Gardnerella vaginalis
Berbagai kepustakaan selama 30 tahun terakhir membenarkan
observasi Gardner dan Dukes’ bahwa Gardnerella vaginalis sangat erat

8
hubungannya dengan Vaginitis. Organisme ini mula-mula dikenal sebagai
H.vaginalis kemudian diubah menjadi genus Gardnerella atas dasar
penyelidikan mengenai fenetopik dan asam dioksi-ribonukleat. Tidak

mempunyai kapsul, tidak bergerak dan berbentuk batang gram negatif atau
variabel gram. Tes katalase, oksidase, reduksi nitrat, indole, dan urease
semuanya negatif.
Gambar 1: Gardnerella vaginalis yang mengelilingi sel epitel vagina
Gambar2. Gardnerella Sp

Kuman ini bersifat fakultatif, dengan produksi akhir utama pada


fermentasi berupa asam asetat, banyak galur yang juga menghasilkan asam
laktat dan asam format. Ditemukan juga galur anaerob obligat. Dan untuk
pertumbuhannya dibutuhkan tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, biotin,
purin, dan pirimidin.
Berbagai literatur dalam 30 tahun terakhir membuktikan bahwa G.

9
vaginalis berhubungan dengan bacterial vaginalis. Bagaimanapun dengan
media kultur yang lebih sensitive G. Vaginalis dapat diisolasi dalam
konsentrasi yang tinggi pada wanita tanpa tanda-tanda infeksi vagina. Saat
ini dipercaya bahwa G. vaginalis berinteraksi dengan bakteri anaerob dan
hominis menyebabkan Vaginitis.
2. Mycoplasma hominis
Pertumbuhan Mycoplasma hominis mungkin distimulasi oleh
putrescine, satu dari amin yang konsentrasinya meningkat pada Vaginitis.
Konsentrasi normal bakteri dalam vagina biasanya 105 organisme/ml
cairan vagina dan meningkat menjadi 108-9 organisme/ml pada Vaginitis.
Terjadi peningkatan konsentrasi Gardnerella vaginalis dan bakteri anaerob
termasuk Bacteroides, Leptostreptococcus, dan Mobilincus Spp sebesar
100-1000 kali lipat.

Gambar 3. Mycoplasma hominis

3. Bakteri anaerob : Mobilincus Spp dan Bacteriodes Spp


Spiegel menyimpulkan bahwa bakteri anaerob berinteraksi dengan
G. Vaginalis untuk menimbulkan vaginosis. Peneliti lain memperkuat
adanya hubungan antara bakteri anaerob dengan Vaginitis. Menurut
pengalaman, Bacteroides Spp paling sering dihubungkan dengan
Vaginitis. Mikroorganisme anaerob yang lain yaitu Mobilincus Spp,
merupakan batang anaerob lengkung yang juga ditemukan pada vagina
bersama-sama dengan organisme lain yang dihubungkan dengan Vaginitis.

10
Mobilincus Spp hampir tidak pernah ditemukan pada wanita normal, 85 %
wanita dengan Vaginitis mengandung organisme ini.

Gambar 4. Bacteroides

Gambar 5 . Mobilincus Species

4. Vaginitis aerob / vaginitis inflamasi deskuamatif


Vaginitis aerobik (AV) hadir dengan keluarnya cairan purulen,
beberapa derajat atrofi mukosa vagina dan vaginitis. Populasi Lactobacilli
menurun dan pH vagina meningkat, tetapi mikrobiota aerobik, seperti
Escherichia coli, streptokokus kelompok B, dan Staphylococcus aureus
mendominasi. Infeksi campuran sering terjadi. Ini dapat menyebabkan
gejala jangka panjang dengan eksaserbasi intermiten, dan kekambuhan
setelah pengobatan.
5. Pathogenesis bakterial vaginitis
Meskipun sebagai suatu organ internal yang elastic, vagina tidak
steril karena organ tersebut berhubungan dengan lingkungan luar. Apalagi

11
vagina berhubungan dengan anus yang memiliki patogen intestinal dalam
jumlah besar. Oleh karena itu, vagina sangat butuh mekanisme pertahanan
yang sangat besar untuk mencegah berbagai gangguan akibat proliferasi
dari jenis-jenis patogen yang berbahaya.
Lactobacillus adalah flora normal terbanyak yang dapat ditemukan
di dalam cairan vagina sehat. Hanya 6 spesies Lactobacillus yang benar-
benar memiliki peran besar untuk mempertahankan keseimbangan
ekosistem dalam vagina yaitu L. crispatus, L. gasseri, L. iners, L. jensenii,
L.vaginalis, dan L. buchneri. Spesies Lactobacillus ini, sangat berperan
dalam menjaga keseimbangan ekosistem vagina dengan melalui
pembentukan asam laktat dan menjaga pH vagina untuk tetap dalam
suasana asam (3,5-4,5 ). Melalui mekanisme ini, spesies bakteri ini dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang bervariasi seperti
Bacteriodes fragilis, Eschericia coli, Gardnerella vaginalis, Mobiluncus
spp, Neisseria gonorhoe, Peptostreptococcus anaerobius, dan
Staphylococcus aureus.
Asam laktat sangat berperan dalam mempertahankan pH vagina
sekitar 3,5-4,5 dan hal itu sangat penting untuk menghambat pertumbuhan
fungi, protozoa, Haemophilus dan bakteri yang tidak diinginkan lainnya
yang mana patogen-patogen ini hanya dapat tumbuh pada suasana basah
yaitu pada pH lebih dari 6,0. Berbeda dengan patogen-patogen berbahaya
tersebut, Lactobacillus adalah acidophilic yang sangat membutuhkan
suasana asam untuk tetap bertahan hidup dalam vagina untuk tetap
memaksimalkan proliferasinya.
Sumber nutrisi utama bagi Lactobacillus adalah glycogen.
Metabolisme glycogen dalam vagina dimediasi oleh hormon estrogen
melalui reseptor estrogen yang terletak pada sel epitel yang melapisi
vagina. Aktivitas reseptor estrogen ini sangat tergantung pada siklus
hormonal ovarium. Peningkatan proliferasi sel epitel akan meningkatkan
produksi glikogen. Glikogen ini akan digunakan oleh Lactobacillus
sebagai sumber nutrisi dan akan menghasilkan asam laktat.

12
Selain asam laktat, mekanisme pertahanan ekosistem vagina juga
dilengkapi oleh system pertahanan yang lain yaitu hydrogen peroxide
(H2O2) dan bacteriocins. Sintesis dari hydrogen peroxide juga
berhubungan dengan pembentukan asam laktat karena ion hydrogen dari
asam laktat bereaksi secara enzimatik dengan oxygen untuk memproduksi
hydrogen perokside. Selain itu, substansi yang dihasilkan oleh
lactobacillus dalam suasana asam adalah bacteriocins. Bacteriocins adalah
salah satu antimicrobial spesifik yang dihasilkan lactobacillus di vagina
dengan struktur peptide. Banyak penelitian yang mengatakan bahwa pH
yang rendah sangat efektif untuk bekerjanya bacteriocins yang dapat
membantu melindungi kesehatan lingkungan vagina.
Vaginitis terjadi ketika adanya ketidakseimbangan flora normal di
dalam vagina, sehingga lingkungan vagina yang asam tidak dapat
dipertahankan karena spesies Lactobacillus terkalahkan jumlahnya oleh
patogen-patogen yang sangat berbahaya bagi lingkungan vagina seperti
Gardnerella vaginalis, Mobiluncus sp, M. hominis, bakteri aneorob gram
negative seperti jenis Prevotella, Porphyromoinas, Bacteriodes, dan
Peptostreptococcus sp. Patogen-patogen yang sebagian besar anaerob ini
memproduksi sejumlah besar enzim proteolitic decarboxylase yang
menghancurkan peptida dalam vagina ke dalam bentuk amin yang sangat
mudah menguap, berbau tidak sedap serta meningkatkan transudat vagina
dan eksvoliasi sel epitel squamous yang memberikan gejala klinik pada
pasien penderita Vaginitis. Berdasarkan literature review yang ditulis oleh
Jack et al,. 2015 H2O2 sangat berperan penting dalam patomekanisme
terjadinya Vaginitis. Dalam literatur ini menyatakan bahwa penurunan
konsentrasi hydrogen peroxide yang diproduksi oleh Lactobacillus dan
peningkatan jumlah organisme pathogen dapat memberikan gejala klinis
penyakit Vaginitis. Tetapi ternyata berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh O’Hanlon et al,.2011, peningkatan kadar H2O2 yang terlalu besar
dapat memberikan efek yang sangat toxik bagi vagina dibandingkan
dengan bakteri penyebab Vaginitis itu sendiri , sehingga penelitian itu

13
menyimpulkan bahwa asam laktat, bukan H2O2 yang sangat berperan
dalam menyebabkan Vaginitis.
Penyebab Vaginitis bukan organisme tunggal. Adapun dua penyebab
utama vaginitis selain bakterial vaginosis adalah trikomoniasis, dan
kandidosis vagina.
A. Trikomoniasis
1) Definisi
Trikomoniasis adalah infeksi protozoa yang disebabkan oleh T.
vaginalis dan biasanya ditularkan melalui hubungan kontak seksual
dan dapat menyerang traktus urogenitalis bagian bawah baik pada
wanita maupun pria. Keluhan paling sering dijumpai berupa duh
tubuh pada vagina, gatal, vaginitis, disuria, polakisuria dan
dispareuni. Meskipun banyak juga dijumpai tanpa adanya gejala.
Karena spesifisitas situs, infeksi hanya mengikuti inokulasi
organisme intravaginal atau intraurethral. Pada wanita, infeksi uretra
terjadi pada 90% episode, meskipun saluran kemih merupakan satu-
satunya tempat infeksi pada <5% kasus. Respon inang yang paling
jelas terhadap infeksi adalah peningkatan lokal leukosit
polimorfonuklear.
2) Penyebab
Organisme penyebab trikomoniasis adalah T. vaginalis.
Merupakan protozoa flagellata yang mempunyai 4 flagella di bagian
anterior yang panjangnya hampir sama dengan panjang tubuhnya.
Trichomonas mempunyai bentuk yang bervariasi sesuai dengan
kondisi lingkungan. Dalam biakan in-vitro organisme memiliki
panjang 10μm (5-20 μm) dan lebar 7μm dan cenderung berbentuk
elips atau ovoid, sedangkan pada vagina bentuknya sangat bervariasi
dan sering mengalami elongasi. Gerakan membran undulasi sangat
kuat dikendalikan oleh flagella posterior. Organisme ini berkembang
biak secara belah pasang memanjang dan dapat hidup dalam suasana

14
pH 5-7,5. Pada suhu 50°C akan mati dalam beberapa menit, tetapi
pada suhu 0°C dapat bertahan sampai 5 hari.

B. Kandidiasis Vaginal
1) Definisi Kandidiasis Vulvovaginalis
Kandidiasis adalah infeksi dengan berbagai manifestasi klinis
yang disebabkan oleh kandida, khususnya Candida albicans dan ragi
(yeast) lain dari genus kandida. Kandidiasis pada wanita umumnya
infeksi pertama timbul di vagina yang disebut vaginitis dan dapat
meluas sampai vulva (vulvitis), jika mukosa vagina dan vulva
keduanya terinfeksi disebut kandidiasis vulvovaginalis (KVV).
Tiga dari empat (75%) wanita pernah mengalami episode KVV
sepanjang hidupnya dan 10-20% wanita merupakan karier
asimtomatik untuk spesies Candida. Paling banyak terjadi pada usia
muda 15- 30% (Monalisa, Bubakar, et al., 2012). Spesies Candida
biasa berasal dari endogen dan ditularkan melalui pasangan seksual.
2) Penyebab
Penyebab kandidiasis adalah infeksi oleh genus kandida, yang
merupakan kelompok heterogen dan jumlahnya sekitar 150 spesies
jamur (ragi). Banyak dari spesies kandida merupakan patogen
oportunistik pada manusia, walaupun sebagian besar tidak
menginfeksi manusia. Candida albicans adalah jamur dismorfik yang
bertanggung jawab pada 70-80% dari seluruh infeksi kandida,
sehingga Candida albicans merupakan penyebab tersering dari
infeksi kandida yang superfisial dan sistemik. Kandidiasis vagina
81% disebabkan oleh Candida albicans, 16% oleh Torulopsis
glabarata, sedang 3% lainnya disebabkan oleh Candida tropicalis,
Candida pseudotropicalis, Candida krusei dan Candida stellatoidea.

C. Penyebab Vaginitis Non Infeksi

15
Dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi adalah dua
penyebab vaginitis non infeksi. Hal itu terkait dengan penggunaan
produk-produk kesehatan wanita atau bahan kontrasepsi. Vaginitis atrofi
dapat bermanifestasi secara klinis dengan gejala kekeringan pada vagina,
gatal, keputihan, iritasi, dan dispareunia. Ini mempengaruhi 10 hingga 40
persen wanita yang memiliki kondisi yang berhubungan dengan
defisiensi estrogen. Diagnosis didasarkan pada riwayat dan temuan fisik,
ditambah dengan tingkat pH vagina, sediaan basah vagina (untuk
mengecualikan infeksi sekunder), dan kultur atau sitologi. Perawatan
estrogen sistemik dan topikal efektif dalam menghilangkan gejala.
Estrogen pervaginam topikal lebih sering digunakan karena penyerapan
sistemik yang rendah dan pengurangan risiko efek samping dibandingkan
dengan terapi oral. Krim yang mengandung estrogen, pessari, tablet
intravaginal, dan cincin vagina estradiol tampak sama efektifnya untuk
gejala vaginitis atrofi.

2.4 Faktor Resiko Vaginitis


Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan Vaginitis yaitu sebagai
berikut.
a. Berhubungan seksual di usia dini
Ketika seseorang masih terlalu muda dalam melakukan hubungan
seksual, maka kondisi vaginya sebenarnya belum siap untuk melakukan
pemulihan setelah melakukan hubungan seksual. Seperti telah dijelaskan
sebelumnya bahwa pH vagina pada wanita usia reproduktif itu, Sedangkan
sperma dapat memberikan suasana basah yang dapat mengurangi
keasaman vagina dalam beberapa detik dan mempertahan pH netral pada
vagina ( pH yang lebih tinggi dari 6-7) selama beberapa jam setelah coitus
ketika spermatozoa dapat memasuki organ reproduksi perempuan. Ketika
suasana vagina dalam keadaan netral, sperma dapat masuk ke vagina.
Proses ini dilindungi oleh mekanisme pertahanan tertentu pada vagina

16
pada perempuan usia reproductive sehingga tidak menimbulkan proses
patologik.
b. Kontrasepsi Hormonal
Penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kadar rendah atau tanpa
etinilestradiol dapat menyebabkan hipoestrogenemia relative yang dapat
mengganggu proses pembentukan glycogen dan akhirnya juga dapat
menghambat pembentukam asam laktat sehingga kemungkinan dapat
menyebabkan perubahan pada ekosistem normal vagina.

c. Douching
Douching atau penggunaan prodak-prodak intravagina seperti
shower dengan antibiotic atau sabun, dapat mengubah ekosistem vagina
melalui penghambatan asam laktat dan Lactobacillus acidophilus dengan
menciptakan suasana yang tidak asam lagi dalam vagina. Meskipun zat-zat
kimia dalam sabun pembersih ini tidak secara langsung mengubah
ekosistem normal vagina, tetapi pemakaian yang terlalu sering (lebih dari
2 kali sehari) sangat rentan untuk mengubah kondisi normal vagina ke
keadaan yang tidak sesuai.
d. Penggunaan antibiotic yang tidak sesuai
e. Stress kronik
Stress yang terus-menerus dapat menghasilkan steroid dalam jumlah
besar utamanya kortisol yang dapat memberi dampak negative katika
mencapai vagina karena dapat menghambat pertumbuhan Lactobacillus
acidophilus dan menghambat produksi asam laktat.

2.5 Gejala
Gejala yang paling sering ditemukan adalah keluarnya cairan abnormal
dari vagina. Dikatakan abnormal jika jumlahnya sangat banyak, baunya
menyengat atau disertai gatal-gatal dan nyeri. Cairan yang abnormal sering
tampak lebih kental dibandingkan cairan yang normal dan warnanya

17
bermacam-macam. Misalnya bisa seperti keju, atau kuning kehijauan atau
kemerahan.
Infeksi vagina karena bakteri cenderung mengeluarkan cairan berwarna
putih, abu-abu atau keruh kekuningan dan berbau amis. Setelah melakukan
hubungan seksual atau mencuci vagina dengan sabun, bau cairannya semakin
menyengat karena terjadi penurunan keasaman vagina sehingga bakteri
semakin banyak yang tumbuh. Vulva terasa agak gatal dan mengalami iritasi.
Infeksi jamur menyebabkan gatal-gatal sedang sampai hebat dan rasa
terbakar pada vulva dan vagina. Kulit tampak merah dan terasa kasar. Dari
vagina keluar cairan kental seperti keju. Infeksi ini cenderung berulang pada
wanita penderita diabetes dan wanita yang mengkonsumsi antibiotik.
Infeksi karena Trichomonas vaginalis menghasilkan cairan berbusa yang
berwarna putih, hijau keabuan atau kekuningan dengan bau yang tidak sedap.
Gatal-gatalnya sangat hebat. Cairan yang encer dan terutama jika
mengandung darah, bisa disebakan oleh kanker vagina, serviks (leher rahim)
atau endometrium. Polip pada serviks bisa menyebabkan perdarahan vagina
setelah melakukan hubungan seksual.
Rasa gatal atau rasa tidak enak pada vulva bisa disebabkan oleh infeksi
virus papiloma manusia maupun karsinoma in situ (kanker stadium awal yang
belum menyebar ke daerah lain). Luka terbuka yang menimbulkan nyeri di
vulva bisa disebabkan oleh infeksi herpes atau abses. Luka terbuka tanpa rasa
nyeri bisa disebabkan ole kanker atau sifilis.
Kutu kemaluan (pedikulosis pubis) bisa menyebabkan gatal-gatal di
daerah vulva. Vulvitis dapat juga menyebabkan nyeri lokal sebagai tambahan
pada gejala-gejala diatas. Nyeri pada area vulvar dirujuk sebagai vulvodynia.
Pada sampai dengan 5% dari wanita-wanita, vulvovaginitis bakteri
mungkin menyebabkan persoalan kekambuhan. Infeksi bakteri yang kambuh
terjadi ketika seorang wanita mempunyai empat atau lebih infeksi-infeksi
dalam satu tahun yang tidak berhubungan dengan penggunaan antibiotik.
Infeksi-infeksi bakteri yang kembuh mungkin dihubungkan pada kondisi

18
medik yang mendasarinya dan mungkin memerlukan perawatan yang lebih
agresif.

2.6 Diagnosis

2.6.1 Anamnesis
Gejala yang khas adalah cairan vagina yang abnormal (terutama
setelah berhubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas
yaitu bau amis (fishy odor). Pasien sering mengeluh rasa gatal, iritasi,
dan rasa terbakar. Biasanya kemerahan dan edema pada vulva.

2.6.2 Manifestasi Klinis


Ketika seseorang mengalami Vaginitis ada beberapa manifestasi
klinik yang akan dialami yaitu fluor albus pasien fishy odor dan tipis
dengan warna putih keabuan, pasien merasa gatal pada vagina (tetapi
jarang) karena mengalami inflamasi, dan pada pemeriksaan
didapatkan dinding vagina berwarna milky dan homogen.10,13
Patogen-patogen yang sebagian besar anaerob yang merupakan
penyebab Vaginitis, memproduksi sejumlah besar enzim proteolitic
decarboxylase yang menghancurkan peptida dalam vagina ke dalam
bentuk amin yang sangat mudah menguap, berbau tidak sedap serta
meningkatkan transudat vagina dan eksvoliasi sel epitel squamous
yang memberikan gejala klinik pada pasien penderita Vaginitis.
Kriteria Amsel telah dijadikan sebagai gold standar. Amsel et al.
merekomendasian diagnosis klinis Vaginitis ada setidaknya tiga dari
empat tanda-tanda berikut: (1) Terdapat bercak putih, homogen dan
tipis pada dinding vagina. (2) Ph vagina >4,5. (3) terdapat fishy amine
odor bila dicampur dengan KOH 10%. (4) Terdapat clue cell (bila
terdapat paling sedikit 20% epitel vagina). Itu adalah tes sederhana.
Mengevaluasi dengan menggunakan preparat basa dari sekret vagina
adalah teknik yang sulit. Itu menggunakan penentuan dari ph dan
amine odor, itu penting untuk menambah akuransi dari diagnosis

19
Vaginitis. Untuk mengetahui adanya keganasan, dilakukan
pemeriksaan Pap smear. Pada vulvitis menahun yang tidak
memberikan respon terhadap pengobatan biasanya dilakukan
pemeriksaan biopsi jaringan.

2.6.3 Klasifikasi:
a. Vaginitis bakterialis
i. Vaginitis non spesifik
Sebagian besar (70%) vulvovaginitis pada anak merupakan
vulvovaginitis primer non spesifik dan biasanya terjadi pada pasien
dengan higiene perineum yang buruk. Sekitar 68% vulvovaginitis
pada anak disebabkan oleh bakteri koliform yang berasal dari feses.
Bakteri lain yang juga sering sebagai penyebab vulvovaginitis non
spesifik adalah streptokokus dan stafilokokus koagulase positif.
Pakaian yang ketat seperti jeans, popok dari bahan karet atau
plastik, bahan kimia, kosmetik, sabun atau deterjen yang digunakan
untuk mandi atau laundri dapat menimbulkan iritasi dan
vulvovaginitis non spesifik. Pada pemeriksaan vulva didapatkan
eritema hingga edema, ekskoriasi, dan infeksi sekunder. Dapat
ditemukan sisa tinja di sekitar anus, smegma di sekitar klitoris dan
labia minora. Sekret yang keluar biasanya berwarna coklat atau
kehijauan dan berbau busuk, dengan pH vagina antara 4,7 – 6.4
Adanya iritasi dan kehilangan jaringan atau denudasi vulvovaginal
akan mempermudah absorbsi obat topikal sehingga mempermudah
terjadinya dermatitis kontak terhadap analgesik atau antihistamin
topikal, maupun obat lain seperti neomisin, paraben, dan thime
rosol.
Pada biakan kuman vagina biasanya terdapat gabungan antara
difteroids, stafilokokus, streptokokus, dan organisme koliform. Ada
juga kuman yang biasanya terdapat dalam keadaan normal tetapi
potensial menjadi patogen seperti Gardnerella influenzae dan

20
bakteri anaerob. Vulvovaginitis non spesifik dapat menyebabkan
infeksi kronis yang mengakibatkan gangguan psikologis pada anak
maupun orangtua.

ii. Vaginitis spesifik


Vulvovaginitis bakterial spesifik pada anak terutama
disebabkan oleh Gardnerella vaginalis (Corinebacterium
vaginalis, Hemophyllus vaginalis). Organisme lain yang dapat
menyebabkan vulvovaginitis spesifik adalah enterokokus, Shigela
fleksneri, Shigela sonnei, dan bakteri anaerob seperti peptokokus,
peptostreptokokus, Veillonella parvula, eubakterium,
propionibakterium, dan spesies bakteroides. Selain bakteri,
vulvovaginitis dapat juga disebabkan oleh kandida, protozoa,
helmintes, dan virus. Kuman dari urin dapat memasuki vagina
melalu urin yang merembes dan menyebabkan vaginitis. Diagnosis
vaginitis bakteral spesifik non gonorhoe memerlukan biakan, tetapi
sulit menyingkirkan kemungkinan kontaminasi meskipun dengan
vaginoskopi.
Gonorhoe merupakan penyakit seksual yang paling sering pada
anak dan biasanya menyebabkan vaginitis sedangkan pada dewasa
menyebabkan endoservisitis. Gonorhoe pada anak biasanya berasal
dari ibu atau sexual abuse. Farings, rektum, dan vagina bayi dapat
terinfeksi jika kontak dengan sekret vagina yang terinfeksi sewaktu
melalui jalan lahir. Gonorhoe dapat asimtomatik meskipun
biasanya terdapat sekret vagina yang putih, kuning, atau kehijauan,
berbau, dan disuria. Pada genitalia tampak eritema labia, dan iritasi
uretra. Pada keadaan kronik, sekret vagina biasanya sedikit dan
cair. Gonorhoe ditegakkan jika didapatkan diplokokus gram negatif
oksidase positif, dan perlu dilakukan biakan dan mencari sumber
infeksi.

21
Gardnerella vaginalis jarang menyebabkan vaginitis pada
anak. Pada neonatus infeksi biasanya berasal dari jalan lahir dan
jarang berkembang menjadi sistemik. Kuman ini lebih menyukai
vagina estrogenik. Masa inkubasi 5-10 hari. Jumlah sekret vagina
bervariasi dengan pH 5-6. Biasanya ditandai dengan rasa gatal,
seperti terbakar, dan inflamasi vagina.

b. Vaginitis oleh mikroba lain


1. Trikomoniasis
a. Definisi
Trikomoniasis adalah infeksi protozoa yang disebabkan
oleh T. vaginalis dan biasanya ditularkan melalui hubungan
kontak seksual dan dapat menyerang traktus urogenitalis
bagian bawah baik pada wanita maupun pria. Keluhan paling
sering dijumpai berupa duh tubuh pada vagina, gatal,
vaginitis, disuria, polakisuria dan dispareuni. Meskipun
banyak juga dijumpai tanpa adanya gejala.
Karena spesifisitas situs, infeksi hanya mengikuti
inokulasi organisme intravaginal atau intraurethral. Pada
wanita, infeksi uretra terjadi pada 90% episode, meskipun
saluran kemih merupakan satu-satunya tempat infeksi pada
<5% kasus. Respon inang yang paling jelas terhadap infeksi
adalah peningkatan lokal leukosit polimorfonuklear.
b. Penyebab
Organisme penyebab trikomoniasis adalah T. vaginalis.
Merupakan protozoa flagellata yang mempunyai 4 flagella di
bagian anterior yang panjangnya hampir sama dengan
panjang tubuhnya. Trichomonas mempunyai bentuk yang
bervariasi sesuai dengan kondisi lingkungan. Dalam biakan
in-vitro organisme memiliki panjang 10μm (5-20 μm) dan
lebar 7μm dan cenderung berbentuk elips atau ovoid,

22
sedangkan pada vagina bentuknya sangat bervariasi dan
sering mengalami elongasi. Gerakan membran undulasi
sangat kuat dikendalikan oleh flagella posterior. Organisme
ini berkembang biak secara belah pasang memanjang dan
dapat hidup dalam suasana pH 5-7,5. Pada suhu 50°C akan
mati dalam beberapa menit, tetapi pada suhu 0°C dapat
bertahan sampai 5 hari.

c. Gejala dan tanda


Gejala dan tanda trikomoniasis tidak spesifik, dan
diagnosis dengan mikroskop lebih dapat diandalkan. keluhan
utama yang paling umum di kalangan wanita yang
didiagnosis dengan T. vaginalis adalah keputihan, terlihat
pada lebih dari 50% kasus, diikuti dengan pruritus atau
disuria. Pada pemeriksaan spekulum, duh vagina mungkin
bewarna atau berkarakteristik, dan meskipun duh vagina
bewarna hijau berbusa telah klasik dikaitkan dengan
trikomoniasis. Duh vagina mungkin berbau busuk dengan pH
> 4.5. Serviks yang patologik dapat terlihat pada
trikomoniasis. Kolpitis makularis, atau ''strawberry cervix''
hasil dari pendarahan punctata pada serviks.
Ciri-ciri yang menunjukkan trikomoniasis adalah
trikomonad yang terlihat dalam gambaran mikroskopis,
leukosit lebih banyak daripada sel epitel, uji bau positif, dan
pH vagina lebih besar dari 5,4. Pembuatan sediaan basah
adalah tes yang murah dan cepat dengan sensitivitas variabel
mulai 58-82 persen, dan dipengaruhi oleh pengalaman
pemeriksa dan jumlah parasit dalam sampel cairan vagina
Menambahkan pemeriksaan spesimen urin dapat
meningkatkan tingkat deteksi Trichomonas vaginalis dari 73
menjadi 85 persen.

23
d. Patogenesis
Trichomonas vaginalis mampu menimbulkan
peradangan pada dinding saluran urogenital dengan cara
invasi sampai mencapai jaringan epitel dan subepitel. Masa
tunas rata-rata 4 hari sampai 3 minggu. Pada kasus yang
lanjut terdapat bagian-bagian dengan jaringan granulasi yang
jelas. Nekrosis dapat ditemukan dilapisan subepitel yang
menjalar sampai dipermukaan epitel. Di dalam vagina dan
urethra parasit hidup dari sisa-sisa sel, kuman-kuman dan
benda lain yang terdapat dalam sekret
e. Diagnosa
Diagnosis T. vagina biasanya dilakukan dengan
pemeriksaan mikroskopis hapusan basah sekresi vagina.
Setetes keputihan dikumpulkan dari forniks vagina posterior
dicampur dengan setetes normal saline dan diperiksa segera
di bawah mikroskop gelap tanah untuk protozoa motil aktif.
Tes ini cepat dan memberikan sensitivitas 45-60% yang lebih
sensitif daripada metode pewarnaan lainnya seperti Giemsa
dan oranye acridine.
Kultur tetap yang paling sensitif dan spesifik (> 95%)
untuk mendeteksi T. vaginalis saat ini dan media kultur
tersedia secara komersial. Media kultur umum meliputi
media Diamond dan media Feinberg-Whittington. Metode
kultur memiliki kelemahan karena lebih mahal dan
menyebabkan keterlambatan dalam membuat diagnosis
definitif. Jika laboratorium jauh dari klinik, media
transportasi seperti gel agar-agar Amie dapat digunakan.
f. Pengobatan
Hampir semua obat nitroimidazole yang diberikan
secara oral dalam dosis tunggal atau dalam periode yang
lebih lama menghasilkan penyembuhan parasitologis dalam

24
90 persen kasus. Dosis tunggal metronidazoleis 2 g memadai,
tetapi dapat menyebabkan dispepsia. Metronidazole dalam
dosis 500 mg dua kali sehari selama tujuh hari akan
mengobati bakteri vaginosis dan trikomoniasis. Metronidazol
dalam dosis 2 hingga 4 g setiap hari selama tujuh hingga 14
hari dianjurkan untuk jenis yang resisten terhadap
metronidazol. Centers for Diseases Control and Prevention
(CDC) merekomendasikan regimen untuk mengobati
Trichomoniasis adalah metronidazol 2 gram secara oral
diberikan dalam dosis tunggal.
Tingkat penyembuhan parasitologis krim
nitroimidazole intravaginal adalah 50 persen sangat rendah.
Dalam RCT, perawatan kombinasi oral dan intravaginal lebih
efektif daripada perawatan oral saja. Pasangan seks harus
diperlakukan secara simultan. Untuk mengurangi
kekambuhan, pasangan harus menghindari melanjutkan
kembali hubungan seksual sampai keduanya menyelesaikan
perawatan dan tidak menunjukkan gejala. Tes penyembuhan
tidak diperlukan.

2. Kandidiasis Vaginal
a. Definisi Kandidiasis Vulvovaginalis
Kandidiasis adalah infeksi dengan berbagai manifestasi
klinis yang disebabkan oleh kandida, khususnya Candida
albicans dan ragi (yeast) lain dari genus kandida. Kandidiasis
pada wanita umumnya infeksi pertama timbul di vagina yang
disebut vaginitis dan dapat meluas sampai vulva (vulvitis),
jika mukosa vagina dan vulva keduanya terinfeksi disebut
kandidiasis vulvovaginalis (KVV).
Tiga dari empat (75%) wanita pernah mengalami
episode KVV sepanjang hidupnya dan 10-20% wanita

25
merupakan karier asimtomatik untuk spesies Candida. Paling
banyak terjadi pada usia muda 15- 30% (Monalisa, Bubakar,
et al., 2012). Spesies Candida biasa berasal dari endogen dan
ditularkan melalui pasangan seksual.

b. Penyebab
Penyebab kandidiasis adalah infeksi oleh genus
kandida, yang merupakan kelompok heterogen dan
jumlahnya sekitar 150 spesies jamur (ragi). Banyak dari
spesies kandida merupakan patogen oportunistik pada
manusia, walaupun sebagian besar tidak menginfeksi
manusia. Candida albicans adalah jamur dismorfik yang
bertanggung jawab pada 70-80% dari seluruh infeksi
kandida, sehingga Candida albicans merupakan penyebab
tersering dari infeksi kandida yang superfisial dan sistemik.
Kandidiasis vagina 81% disebabkan oleh Candida albicans,
16% oleh Torulopsis glabarata, sedang 3% lainnya
disebabkan oleh Candida tropicalis, Candida
pseudotropicalis, Candida krusei dan Candida stellatoidea.
c. Faktor risiko
Beberapa faktor yang merupakan predisposisi atau
faktor risiko, khususnya yang berkaitan dengan dua hal, yaitu
meningkatnya karbohidrat, termasuk peningkatan dan
penurunan pH. Hal ini erat hubungannya dengan :
 Kehamilan
 Obesitas
 Lingkungan yang hangat dan lembab
 Pakaian atau pakaian dalam yang ketat
 Pemakaian oral kontrasepsi
 Pemasangan IUD (Intra Uterine Device)
 Pemakaian antibiotika spektrum luas

26
 Menderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol
 Pemakaian obat yang mengandung kortikosteroid
 Pemakaian pencuci vagina
 Penyakit infeksi dan keganasan yang menekan daya
tahan tubuh.
Beberapa faktor risiko untuk kandidiasis vulvovaginal.
tercantum pada Tabel:

d. Patofisiologi
Mekanisme infeksi Candida albicans sangat komplek
termasuk adhesi dan invasi, perubahan morfologi dari bentuk
sel khamir ke bentuk filamen (hifa), pembentukan biofilm
dan penghindaran dari sel-sel imunitas inang. Kemampuan
Candida albicans untuk melekat pada sel inang merupakan

27
faktor penting pada tahap permulaan kolonisasi dan infeksi.
Perubahan fenotip menjadi bentuk filamen memungkinkan
Candida albicans untuk melakukan penetrasi ke lapisan
epitelium dan berperanan dalam infeksi dan penyebaran
Candida albicans pada sel inang. Candida albicans juga dapat
membentuk biofilm yang dipercaya terlibat dalam
penyerangan sel inang dan berhubungan dengan resistansi
terhadap antifungi.
Proses pertama dari infeksi adalah adhesi, melibatkan
interaksi antara ligand dan reseptor pada sel inang dan proses
melekatnya sel Candida albicans ke sel inang. Selanjutnya
diikuti perubahan bentuk dari khamir ke filament, yang
diketahui berhubungan dengan patogenitas dan proses
penyerangan kandida terhadap sel inang. Tahap selanjutnya
adalah pembentukan lapisan biofilm sebagai salah satu cara
Candida spp untuk mempertahankan diri dari obat-obat
antifungi. Produksi enzim hidrolitik ektraseluler seperti
aspartyl proteinase juga sering dihubungkan dengan
patogenitas Candida albicans.
e. Diagnosa
Meskipun gejala kandidiasis vulvovaginal seperti
pruritus, nyeri vagina, dispareunia, dan keputihan adalah
umum, tidak ada yang spesifik. PH vagina biasanya normal
(4,0 hingga 4,5). Kultur vagina harus dipertimbangkan pada
wanita gejala berulang dan hasil pemeriksaan mikroskop
negatif serta pH vagina normal.
Diagnosis infeksi kandida dapat ditegakkan melalui
anamnesa, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.
Melalui anamnesis dapat diketahui faktor predisposisi dan
gejala klinis pasien. Tergantung dari jenis kandidiasis yang
dialami. Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan manifestasi

28
klinis dari kandidiasis. Pada pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan :
- Pemeriksaan langsung Kerokan kulit atau usapan
mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10% atau
dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastospora,
atau hifa semu.
- Pemeriksaan biakan Bahan yang akan diperiksa
ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Saboroud.
- Pap smear, meskipun spesifik, tidak peka, dengan hasil
positif hanya sekitar 25 persen pasien dengan
kandidiasis vulvovaginal simtomatik.
- Uji deteksi ragi cepat (Savyon Diagnostics) dapat
dilakukan oleh pasien dan biayanya cukup murah.
- Pengujian reaksi rantai polimerase dianggap metode
yang paling sensitif tetapi sangat mahal.

f. Gambaran Klinis Kandidiasis Vaginalis


Keluhan yang paling menonjol pada penderita
kandidiasis vagina adalah rasa gatal pada vagina yang disertai
dengan keluarnya duh tubuh vagina (fluor albus). Kadang-
kadang juga dijumpai adanya iritasi, rasa terbakar dan
dispareunia. Pada keadaan akut duh tubuh vagina encer
sedangkan para yang kronis lebih kental. Duh tubuh vagina
dapat berwarna putih atau kuning, tidak berbau atau sedikit
berbau asam, menggumpal seperti “Cottage Cheese” atau
berbutir-butir seperti kepala susu. Pada pemeriksaan dijumpai
gambaran klinis yang bervariasi dari bentuk eksematoid
dengan hiperemi ringan sehingga ekskoriasi dan ulserasi pada
labia minora, introitus vagina sampai dinding vagina
terutama sepertiga bagian bawah. Pada keadaan kronis
dinding vagina dapat atrofi, iritasi dan luka yang

29
menyebabkan dispareunia. Gambaran yang khas adalah
adanya pseudomembran berupa bercak putih kekuningan
pada permukaan vulva atau dinding vagina yang disebut
“vaginal trush”. Bercak putih tersebut terdiri dari gumpalan
jamur, jaringan nekrosis dan sel epitel. Pada pemeriksaan
kolposkopi tampak adanya dilatasi dan meningkatnya
pembuluh darah pada dinding vagina atau serviks sebagai
tanda peradangan

3) Pengobatan
Berdasarkan presentasi klinis, mikrobiologi, faktor
inang, dan respons terhadap terapi, kandidiasis vulvovaginal
dapat diklasifikasikan sebagai kandidiasis vaginal tanpa
komplikasi atau dengan komplikasi. Pasien dengan
kandidiasis vulvovaginal tanpa komplikasi tidak hamil,
dinyatakan sehat, dan memiliki semua hal berikut:
• Penyakit ringan sampai sedang
• Kurang dari empat episode kandidiasis per tahun
• Pseudohyphae atau hifa terlihat pada mikroskop.
Pengobatan kandidiasis vulvovaginal tanpa komplikasi
melibatkan pemberian antijamur secara singkat, persiapan
oral dan topikal sama efektifnya.
Pasien dengan kandidiasis vulvovaginal dengan
komplikasi memiliki satu atau lebih hal berikut ini:
• Penyakit sedang sampai berat
• Empat atau lebih episode kandidiasis per tahun
• Hanya ragi pemula yang terlihat pada mikroskop
• Faktor inang yang merugikan (mis., Kehamilan,
diabetes mellitus, imunokompromi).
Pengobatan kandidiasis vulvovaginal yang rumit
melibatkan antijamur yang lebih lama dan intensif.

30
Regimen yang dianjurkan untuk kandidiasis vagina
Persiapan oral termasuk:
- Flukonazol 150mg sebagai dosis tunggal
- Itrakonazol 200mg dua kali sehari selama satu hari
Perawatan intravaginal termasuk
- Tablet vagina Clotrimazole 500mg sebagai dosis
tunggal atau 200mg sehari sekali selama 3 hari
- Mikonazol vagina 1200mg sebagai dosis tunggal atau
400mg sekali sehari selama 3 hari.
- Econazole pessary vagina 150mg sebagai dosis tunggal
Pengobatan dengan azol menghasilkan penghilangan
gejala dan kultur negatif di antara 80-90% pasien setelah
pengobatan selesai, apakah diberikan secara oral atau
intravaginal. Hanya persiapan topikal yang harus digunakan
selama kehamilan. Secara keseluruhan, perawatan dosis
tunggal standar sama efektifnya dengan kursus yang lebih
lama. Dalam serangan yang sangat simptomatik, terbukti ada
manfaat simptomatik yang lebih baik dalam mengulangi
flukonazol 150mgs setelah 3 hari [92]. Ini tidak
mempengaruhi tingkat kekambuhan. Ada sejumlah sediaan
intravaginal lain yang tersedia yang semuanya merupakan
azole, dengan ketersediaan terbatas, mis. nistatin, atau tidak
berlisensi. Ada data yang terbatas untuk menunjukkan bahwa
pengobatan vulval mungkin bermanfaat bagi perawatan
intravaginal [93]. Dimana gatal adalah gejala signifikan
hidrokortison yang mengandung persiapan topikal dapat
memberikan bantuan gejala yang lebih cepat. Setiap manfaat
mungkin dari efek emollient. Jika antijamur oral digunakan,
maka krim pelembab lebih murah dan mungkin cenderung
memberikan reaksi iritasi.

31
c. Vaginitis oleh cacing
Vulvovaginitis berulang dapat disebabkan cacing Enterobius
vermikularis (pinworms), dan terjadi pada 20% pasien yang
terinfeksi cacing ini. Cacing betina akan meletakkan telurnya di
sekitar anus. Pasien biasanya mengeluh gatal-gatal sehingga
menggaruk daerah yang gatal pada malam hari.

d. Vaginitis oleh faktor fisik


Benda asing pada vulva dapat menyebabkan vulvovaginitis
yang biasanya ditandai dengan perdarahan vagina, sering
ditemukan pada umur 3-8 tahun. Sekitar 1-4% perdarahan vagina
pada anak dan 18% pada umur prapubertas disebabkan benda
asing. Adanya benda asing dicurigai jika terdapat sekret vagina
berdarah disertai bau tidak enak; perdarahan dapat persisten
dengan jumlah yang banyak. Pemeriksaan radiologi dan
ultrasonografi dapat membantu mencari benda asing.
Benda ini tidak dapat dideteksi dengan colok dubur dan foto
X-ray, dan tidak sembuh dengan obat.4 Trauma pada anak sering
terjadi karena terjatuh atau luka saat bermain, dan terlihat dengan
adanya ekimosis pada vulva atau perineum. Meskipun tidak ada
luka luar, dapat ditemukan perdarahan vagina karena laserasi, atau
perdarahan karena luka transvaginal hingga kandung kemih,
rektum, atau rongga peritoneum. Jika terdapat tanda trauma, perlu
dipikirkan kemungkinan kejahatan seksual. Laserasi vulva kecil
dapat ditatalaksana dengan kompres dingin untuk menghentikan
perdarahan. Perdarahan yang persisten atau banyak harus diperiksa
lebih lanjut untuk menghentikan perdarahan.
Kelainan saluran kemih seperti enuresis, prolaps uretra, dan
ureter ektopik akan menyebabkan pengeluaran urin persisten yang
dapat menimbulkan vulvitis. Kelainan kongenital seperti fistula
antara rektum dan vagina atau vesika urinarius dapat juga

32
menyebabkan infeksi vulva.4 Ruam popok biasanya terjadi pada
umur sekitar 3 bulan. Dalam popok, bakteri dari tinja akan bereaksi
dengan urin membentuk amonia dan iritan lain. Pada vulva tampak
eritema, erosi, vesikulasi, dan infeksi. Kandidiasis sekunder sering
juga terjadi yang tampak berupa papula dan pustula.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan pH vagina
Pada pemeriksaan pH, kertas lakmus ditempatkan pada dinding
lateral vagina. Warna kertas dibandngkan dengan warna standart. pH
normal vagina 3,8 – 4,2 pada 80 – 90 % Vaginitis ditemukan pH > 4,5.
2. Whiff test
Whiff test dikatakan positif bila muncul bau amine ketika cairan
vaginal dicampur dengan satu tetes 10 – 20 % potassium hydroxide
(KOH). Bau muncul sebagai pelepasan amine dan asam organik hasil
alkalisasi bakteri anaerob.

33
3. Pemeriksaan Preparat basah
Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9
% pada secret vagina diatas objek glass kemudian ditutup dengan
coverslip. Dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan
kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat clue cell, yang merupakan sel
epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri (terutama Gardnerella
vaginalis). Pemeriksaan preparat basah memiliki sensitivitas 60 % dan
spesifisitas 98% untuk mendeteksi Vaginitis.

4. Kultur Vagina
Kultur dari sampel vagina tidak terbukti berguna untuk
mendiagnosa vaginitis, karena vaginitis berhubungan dengan beberapa
organisme seperti Gardnerella vaginalis, mycoplasma hominis,
Bacteriodes species, normal flora vagina lain, dan juga ada beberapa
organisme yang tidak dapat dikultur.
5. Deteksi Hasil Metabolik
Tes proline aminopeptidase : G. vaginalis dan Mobilincus Spp
menghasilkan proline aminopeptidase, dimana laktobasilus tidak
menghasilkan enzim tersebut.
Suksinat / laktat : batang gram negative anaerob menghasilkan
suksinat sebagai hasil metabolic. Perbandingan suksinat terhadap laktat
dalam secret vagina ditunjukkan dengan analisa kromotografik cairan -
gas meningkat pada Vaginitis dan digunakan sebagai test screening
untuk Vaginitis dalam penelitian epidemiologi klinik.1

34
6. Variety DNA Based Testing Methods
Penggunaan Variety DNA Based Testing Methods seperti Broad
Range dan Quantitative PCR telah mengidentifikasi novel bacteria yang
berhubungan dengan Vaginitis, dan juga lebih objektif, dalam
mengukur kuantitatif bakteri. itu juga memungkinkan pemahaman yang
lebih kompleks terhadap perubahan mikroflora yang mendasari
Vaginitis dan untuk mengembangkan tes diagnostic.

2.8 Komplikasi
Ascending genital tract infection pada Vaginitis berhubungan dengan
postabortion dan postpartum endometritis, pelvic inflammatory disease
(PID), late foetal loss, kelahiran preterm, premature rupture of membranes,
infection of the chorion and amnion. Selain itu Vaginitis juga membuat
wanita lebih rentan untuk terinfeksi Trichomonas vaginalis, Neisseria
gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, HSV-2 dan HIV-1.
Pada penderita Vaginitis yang sedang hamil, dapat menimbulkan
komplikasi antara lain : kelahiran prematur, ketuban pecah dini, bayi berat
lahir rendah, dan endometritis post partum. Oleh karena itu, beberapa ahli
menyarankan agar semua wanita hamil yang sebelumnya melahirkan bayi
prematur agar memeriksakan diri untuk screening Vaginitis, walaupun tidak
menunjukkan gejala sama sekali. Vaginitis disertai peningkatan resiko
infeksi traktus urinarius.
Prinsip bahwa konsentrasi tinggi bakteri pada suatu tempat
meningkatkan frekuensi di tempat yang berdekatan. Terjadi peningkatan
infeksi traktus genitalis atas berhubungan dengan Vaginitis. Lebih mudah
terjadi infeksi Gonorrhoea dan Klamidia. Meningkatkan kerentanan
terhadap HIV dan infeksi penyakit menular seksual lainnya

35
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Terapi Bakterialisis Vaginlis
Karena penyakit Vaginitis merupakan vaginitis yang cukup
banyak ditemukan dengan gambaran klinis ringan tanpa komplikasi,
jenis obat yang digunakan hendaknya tidak membahayakan, dan sedikit
efek sampingnya.
Semua wanita dengan Vaginitis simtomatik memerlukan
pengobatan, termasuk wanita hamil. Setelah ditemukan hubungan
antara Vaginitis dengan wanita hamil dengan prematuritas atau
endometritis pasca partus, maka penting untuk mencari obat-obat yang
efektif yang bisa digunakan pada masa kehamilan. Ahli medis biasanya
menggunakan antibiotik seperti metronidazol dan klindamisin untuk
mengobati Vaginitis.
A. Terapi sistemik
 Metronidazol 400-500 mg, 2 x sehari selama 7 hari.
Dilaporkan efektif dengan kesembuhan 84-96%.
Metronidasol dapat menyebabkan mual dan urin menjadi
gelap. Konsumsi alkohol seharusnya dihindari selama
pengobatan dan 48 jam setelah terapi oleh karena dapat
terjadi reaksi disulfiram. Metronidasol 200-250 mg, 3x sehari
selama 7 hari untuk wanita hamil. Metronidazol 2 gram dosis
tunggal kurang efektif daripada terapi 7 hari untuk
pengobatan Vaginitis oleh karena angka rekurensi lebih
tinggi.
 Klindamisin 300 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Sama
efektifnya dengan metronidazol untuk pengobatan Vaginitis
dengan angka kesembuhan 94%.
 Amoklav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat)
3 x sehari selama 7 hari.
 Tetrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari
 Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari

36
 Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari
 Cefaleksia 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari

B. Terapi Topikal
 Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1 x sehari
selama 5 hari
 Klindamisin krim (2%) 5 gram, 1 x sehari selama 7 hari
 Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari
 Triple sulfonamide cream.(3,6) (Sulfactamid 2,86%,
Sulfabenzamid 3,7% dan Sulfatiazol 3,42%), 2 x sehari
selama 10 hari, tapi akhir-akhir ini dilaporkan angka
penyembuhannya hanya 15 – 45 %

Pada vulvovaginitis nonspesifik persisten atau berulang,


jika vaginoskopi tidak menunjukkan kelainan, perlu
dipertimbangkan pemberian estrogen topikal jika tidak ada
masalah dengan pubertas prekoks. Setelah 2-3 minggu, keadaan
ini akan menyebabkan penebalan dinding vagina, pH yang asam,
dan dapat menyembuhkan vaginitis bakterialis non spesifik.
Pada vulvovaginitis gonorhoe, antibiotik merupakan
pengobatan yang efektif, dan diberikan seftriakson 25-50
mg/kgbb intramuskular atau intravena dosis tunggal.
Vulvovaginitis oleh Gardnerella vaginalis diterapi dengan
metronidazol, ampisilin atau sefalosporin oral, dan dapat juga
dengan sulfonamid vaginal. Terapi terpilih untuk vulvovagintis
oleh Shigela fleksneri dan Shigela sonnei adalah antibiotik
sistemik.
Untuk vulvovaginitis kandidiasis, anti jamur seperti
imidazol, mikonazol, dan klotrimazol lebih efektif dibandingkan
nistatin, sehingga obat ini telah menggantikan nistatin sebagai
obat pilihan pada kandidiasis. Angka kesembuhan (cure rate)

37
dengan pemberian 7 hari mencapai 86-94%. Pemberian
klotrimazol dosis tunggal atau 3 hari memberikan hasil yang
memuaskan. Pengobatan topical dapat dilakukan dengan
pemberian krim imidazol atau klotrimazol, dan butokonazol
(derivat imidazol).7 Vulvovaginitis trikomoniasis diterapi dengan
metronidazole sebagai obat terpilih dengan dosis 10-30 mg/ kgbb
per hari dibagi 3 dosis selama 5-8 hari.
Jika terdapat benda asing, benda asing tersebut harus segera
dikeluarkan. Benda lembut seperti kain atau kertas dapat
dikeluarkan dengan melakukan irigasi vagina dengan cairan salin
hangat. Meskipun kadang-kadang benda ini dapat dikeluarkan
dengan aplikator khusus, vaginoskopi tetap diperlukan untuk
melihat benda yang lain. Pemberian hidrokortison atau
antihistamin dapat mengurangi proses peradangan. Kadang-
kadang diperlukan antibiotik sistemik terutama jika terjadi infeksi
sekunder.

C. Pengobatan Vaginitis pada masa kehamilan


Terapi secara rutin pada masa kehamilan tidak dianjurkan
karena dapat muncul masalah. Metronidazol tidak digunakan pada
trimester pertama kehamilan karena mempunyai efek samping
terhadap fetus. Dosis yang lebih rendah dianjurkan selama
kehamilan untuk mengurangi efek samping (Metronidazol 200-
250 mg, 3 x sehari selama 7 hari untuk wanita hamil). Penisilin
aman digunakan selama kehamilan, tetapi ampisilin dan
amoksisilin jelas tidak sama efektifnya dengan metronidazol pada
wanita tidak hamil dimana kedua antibiotik tersebut memberi
angka kesembuhan yang rendah.
Pada trimester pertama diberikan krim klindamisin vaginal
karena klindamisin tidak mempunyai efek samping terhadap
fetus. Pada trimester II dan III dapat digunakan metronidazol oral

38
walaupun mungkin lebih disukai gel metronidazol vaginal atau
klindamisin krim. Selain itu, amoklav cukup efektif untuk wanita
hamil dan intoleransi terhadap metronidazole.

D. Pengobatan Vaginitis rekuren


Vaginitis yang rekuren dapat diobati ulang dengan:
Rejimen terapi: Metronidazol 500 mg 2x sehari selama 7 hari.
Merupakan obat yang paling efektif saat ini dengan kesembuhan
95%. Penderita dinasehatkan untuk menghindari alkohol selama
terapi dan 24 jam sesudahnya.

Rejimen alternative
 Metronidazol oral 2 gram dosis tunggal. Kurang efektif bila
dibandingkan rejimen 7 hari; kesembuhan 84%. Mempunyai
aktivitas sedang terhadap Gardnerella vaginalis, tetapi sangat
aktif terhadap bakteri anaerob, efektifitasnya berhubungan
dengan inhibisi anaerob.
 Metronidazol gel 0,75% intravaginal, aplikator penuh (5gr), 2
kali sehari untuk 5 hari.
 Klindamisi krim 2% intravaginal, aplikator penuh (5gr),
dipakai saat akan tidur untuk 7 hari atau dua kali sehari untuk
lima hari.
 Klindamisi 300mg 2 kali sehari untuk 7 hari.
 Augmentin oral (500mg amoksilin + 125 mg asam
clavulanat) 3 kali sehari selama 7 hari.
 Sefaleksin 500mg 4 kali sehari semala 7 hari

Jika cara ini tidak berhasil untuk Vaginitis rekuren, maka


dilakukan pengobatan selama seminggu sebelum permulaan
menstruasi dan begitupun pada menstruasi berikutnya, dengan

39
pengobatan selama 3-5 hari dengan metronidazol oral dan anti
jamur yaitu clotrimazol intravaginal atau flukonazol.

Contoh regimen dan dosis obat vaginitis yang


dianjurkan oleh CDC 40
2.10 Prognosis
Vaginitis dapat timbul kembali pada 20-30% wanita walaupun tidak
menunjukkan gejala. Pengobatan ulang dengan antibiotik yang sama dapat
dipakai. Prognosis Vaginitis sangat baik, karena infeksinya dapat
disembuhkan. Dilaporkan terjadi perbaikan spontan pada lebih dari 1/3
kasus. Dengan pengobatan metronidazol dan klindamisin memberi angka
kesembuhan yang tinggi (84-96%).

2.11 Pencegahan
Kebersihan yang baik dapat mencegah beberapa jenis vaginitis dari
berulang dan dapat meredakan beberapa gejala:

1. Hindari bathtub dan pusaran air panas spa. Bilas sabun dari luar
daerah genital Anda setelah mandi, dan keringkan area itu dengan
baik untuk mencegah iritasi. Jangan gunakan sabun wangi atau kasar,
seperti yang dengan deodoran atau antibakteri.
2. Hindari iritasi. Ini termasuk tampon dan bantalan berparfum.
3. Usap dari depan ke belakang setelah menggunakan toilet. Hindari
penyebaran bakteri dari tinja ke vagina.

Hal-hal lain yang dapat membantu mencegah vaginitis meliputi:


1. Jangan gunakan douche. Vagina anda tidak memerlukan pembersihan
lain dari mandi biasa. Berulang menggunakan douche mengganggu
organisme normal yang berada di vagina dan dapat benar-benar
meningkatkan risiko infeksi vagina. Douche tidak menghilangkan
sebuah infeksi vagina.
2. Gunakan kondom lateks laki-laki. Ini membantu mencegah infeksi
yang ditularkan melalui hubungan seksual.
3. Pakailah pakaian katun dan stoking dengan pembalut di
selangkangannya. Jika Anda merasa nyaman tanpa itu, langsung
mengenakan pakaian tidur. Ragi tumbuh subur di lingkungan lembab.

41
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Vaginitis adalah peradangan pada vagina yang ditandai dengan adanya
pruritus, keputihan, dispareunia, dan disuria yang disebabkan oleh:
1. Vaginosis bakterialis (bakteri Gardnerella Vaginalis adalah bakteri
anaerob yang bertanggung jawab atas terjadinya infeksi vagina
yang non-spesifik, insidennya terjadi sekitar 23,6%)
2. Trikomonas (kasusnya berkisar antara 5,1-20%)
3. Kandida (vaginal kandidiasis, merupakan penyebab tersering
peradangan pada vagina yang terjadi pada wanita hamil,
insidennya berkisar antara15-42%)
Penatalaksanaan dengan farmakologis dan dengan menjaga kebersihan
diri terutama daerah vagina, menghindari pemakaian handuk secara
bersamaan, menghindari pemakaian sabun untuk membersihkan daerah
vagina yang dapat menggeser jumlah flora normal dan dapat merubah
kondisi pH daerah kewanitaan, menjaga berat badan ideal, dan perlunya
konseling serta edukasi dengan memberikan informasi kepada pasien, dan
pasangan seks mengenai faktor risiko dan penyebab dari penyakit vaginitis
ini sehingga pasien dan suami dapat menghindari faktor risikonya. Dan jika
seseorang wanita terkena penyakit ini maka diinformasikan pula pentingnya
pasangan seks untuk melakukan pemeriksaan dan terapi juga guna
pengobatan secara komprehensif dan mencegah terjadinya kondisi yang
berulang.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Altchek A. Vulvovaginitis, vulvar skin disease, and pelvic inflammatory


disease. Pediatr Clin N Am, 2004; 2:397-432.
2. Manuaba, Ida Bagus. (2004). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, dan
keluarga berencana untuk pendidikan bidan. Jakarta : EGC.
3. Prawirohardji S. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-6. Jakarta: Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardji. 2008.
4. Rosenfeld WD, Clark J. Vulvovaginitis and cervicitis. Pediatr Clin N Am,
2005; 3:489-511.
5. Sanfilippo JS. Vulvovaginitis. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics, edisi ke-17.
Saunders, Philadelphia, 2004. h. 1828-32
6. Sinklair, C.C.R., Webb,J.B. (1992). Segi praktis ilmu kebidanan dan
kandungan untuk pemula. Jakarta : Binarupa Aksara.
7. Taber, Ben-Zion. (2008). Kapita selekta obstetri dan ginekologi. Jakarta
:EGC.

43

Anda mungkin juga menyukai