“VAGINITIS”
Pengampu:
dr. Ratna Trisyani, Sp.OG
Disusun Oleh :
“Vaginitis”
Disusun Oleh :
2
KATA PENGANTAR
Segala pusi dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan referat
berjudul “Vaginitis”. Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Ginekologi di Rumah sakit Umum Daerah dr.
Soeselo Slawi periode 15 Juli 2019 – 21 September 2019. Dalam kesempatan kali
ini penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada dr Ratna Trisyani, Sp.
OG. Selaku pembimbing atas waktu, pengarahan, masukan, serta berbagai ilmu
yang diberikan, sehingga penyusun dapat menyelesaikan referat ini.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Vaginitis adalah sindrom klinik akibat peradangan dari vagina yang
disebabkan oleh pergantian Lactobacillus Spp penghasil hidrogen peroksida
(H2O2) yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri anaerob dalam
konsentrasi tinggi (contoh : Bacteroides Spp, Mobilincus Spp), Gardnerella
vaginalis, dan Mycoplasma hominis. Jadi, Vaginitis bukan suatu infeksi yang
disebabkan oleh suatu organisme, tetapi timbul akibat perubahan kimiawi dan
pertumbuhan berlebih dari bakteri yang berkolonisasi di vagina.
Keseimbangan kompleks dan rumit dari pemeliharaan mikroorganisme
flora vagina normal didominasi oleh genus Lactobacillius, yang secara umum
mempertahankan keasaman pH vagina. Lactobacillus species merupakan
mikroorganime predominant dengan jumlah sekitar 95% dari semua bakteri
yang ada. Lactobacillus dipercaya untuk menyediakan pertahanan melawan
infeksi, dengan mempertahankan keasaman pH vagina dan memproduksi
hidrogen peroksida yang mana menghambat catalase negative dari bakteri dan
memproduksi bacteriocidin, selain itu lactobacillus juga mempengaruhi
perlekatan bakteri ke sel epitel vagina.
Infeksi-infeksi bakteri vagina terjadi ketika bakteri baru diperkenalkan
kedalam area vagina, atau ketika ada peningkatan dalam jumlah bakteri yang
sudah hadir di vagina relatif pada jumlah dari bakteri yang normal.
Contohnya, ketika bakteri yang normal dan melindungi dihapus oleh
antibiotik-antibiotik (diminum untuk merawat infeksi saluran kencing,
pernapasan dan tipe-tipe lain) atau oleh obat-obat penekan imun
(immunosuppressive drugs), bakteri dapat berlipat ganda, menyerang
jaringan-jaringan, dan menyebabkan iritasi dari lapisan vagina (vaginitis).
Infeksi-infeksi bakteri vagina dapat juga terjadi sebagai akibat dari luka
pada vagina bagian dalam, seperti setelah kemoterapi. Juga, wanita-wanita
6
dengan sistim imun yang ditekan (contohnya, yang memakai obat-obat yang
berhubungan dengan cortisone seperti prednisone) mengembangkan infeksi-
infeksi bakteri vagina lebih seringkali daripada wanita-wanita dengan
imunitas yang normal. Kondisi-kondisi lain yang mungkin memberi
kecenderungan berkembangnya infeksi-infeksi ragi vagina termasuk diabetes
militus kehamilan, dan memakai obat-obat kontrasepsi oral. Pengunaan
pancuran-pancuran atau spray-spray kesehatan vagina yang diberi minyak
wangi mungkin juga meningkatkan risiko seorang wanita mengembangkan
infeksi bakteri vagina
2.2 Epidemiologi
Vaginitis biasa terkena wanita pada usia reproduktif. Sebanyak 16%
wanita yang hamil di Amerika Serikat terkena penyakit vaginitis. Vaginitis
juga sering didapatkan pada wanita berkulit hitam dibanding wanita berkulit
putih, wanita homoseksual (lesbian) dan wanita yang merokok. Prevalensi
vaginitis meningkat karena kurangnya skrining dan infeksi ini berlaku
asimptomatik.
Vaginitis adalah gangguan pada vagina yang paling sering ditemukan.
Frekuensi yang dilaporkan mencapai 3,6% hingga 40% dari seluruh populasi
yang berbeda dan menurut observasi di berbagai klinik, pusat layanan primer,
klinik umum dan klinik aborsi. Berbagai kategori pasien yang telah diteliti
meliputi wanita hamil, pasien aborsi, dan pekerja seks. Secara umum,
diperkirakan 1 dari 3 wanita akan mengalami Vaginitis dalam masa hidupnya
dengan prevalensi antara 4,9 – 36% di negara berkembang.
2.3 Etiologi
Penyebabnya bisa berupa:
1. Infeksi
a. Bakteri (misalnya klamidia, gonokokus)
7
b. Jamur (misalnya kandida), terutama pada penderita diabetes, wanita
hamil dan pemakai antibiotik
c. Protozoa (misalnya Trichomonas vaginalis)
d. Virus (misalnya virus papiloma manusia dan virus herpes).
2. Zat atau benda yang bersifat iritatif
a. Spermisida, pelumas, kondom, diafragma, penutup serviks dan spons
b. Sabun cuci dan pelembut pakaian
c. Deodoran
d. Zat di dalam air mandi
e. Pembilas vagina
f. Pakaian dalam yang terlalu ketat, tidak berpori-pori dan tidak
menyerap keringat
g. Tinja
3. Tumor ataupun jaringan abnormal lainnya
4. Terapi penyinaran
5. Obat-obatan
6. Perubahan hormonal.
8
hubungannya dengan Vaginitis. Organisme ini mula-mula dikenal sebagai
H.vaginalis kemudian diubah menjadi genus Gardnerella atas dasar
penyelidikan mengenai fenetopik dan asam dioksi-ribonukleat. Tidak
mempunyai kapsul, tidak bergerak dan berbentuk batang gram negatif atau
variabel gram. Tes katalase, oksidase, reduksi nitrat, indole, dan urease
semuanya negatif.
Gambar 1: Gardnerella vaginalis yang mengelilingi sel epitel vagina
Gambar2. Gardnerella Sp
9
vaginalis berhubungan dengan bacterial vaginalis. Bagaimanapun dengan
media kultur yang lebih sensitive G. Vaginalis dapat diisolasi dalam
konsentrasi yang tinggi pada wanita tanpa tanda-tanda infeksi vagina. Saat
ini dipercaya bahwa G. vaginalis berinteraksi dengan bakteri anaerob dan
hominis menyebabkan Vaginitis.
2. Mycoplasma hominis
Pertumbuhan Mycoplasma hominis mungkin distimulasi oleh
putrescine, satu dari amin yang konsentrasinya meningkat pada Vaginitis.
Konsentrasi normal bakteri dalam vagina biasanya 105 organisme/ml
cairan vagina dan meningkat menjadi 108-9 organisme/ml pada Vaginitis.
Terjadi peningkatan konsentrasi Gardnerella vaginalis dan bakteri anaerob
termasuk Bacteroides, Leptostreptococcus, dan Mobilincus Spp sebesar
100-1000 kali lipat.
10
Mobilincus Spp hampir tidak pernah ditemukan pada wanita normal, 85 %
wanita dengan Vaginitis mengandung organisme ini.
Gambar 4. Bacteroides
11
vagina berhubungan dengan anus yang memiliki patogen intestinal dalam
jumlah besar. Oleh karena itu, vagina sangat butuh mekanisme pertahanan
yang sangat besar untuk mencegah berbagai gangguan akibat proliferasi
dari jenis-jenis patogen yang berbahaya.
Lactobacillus adalah flora normal terbanyak yang dapat ditemukan
di dalam cairan vagina sehat. Hanya 6 spesies Lactobacillus yang benar-
benar memiliki peran besar untuk mempertahankan keseimbangan
ekosistem dalam vagina yaitu L. crispatus, L. gasseri, L. iners, L. jensenii,
L.vaginalis, dan L. buchneri. Spesies Lactobacillus ini, sangat berperan
dalam menjaga keseimbangan ekosistem vagina dengan melalui
pembentukan asam laktat dan menjaga pH vagina untuk tetap dalam
suasana asam (3,5-4,5 ). Melalui mekanisme ini, spesies bakteri ini dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang bervariasi seperti
Bacteriodes fragilis, Eschericia coli, Gardnerella vaginalis, Mobiluncus
spp, Neisseria gonorhoe, Peptostreptococcus anaerobius, dan
Staphylococcus aureus.
Asam laktat sangat berperan dalam mempertahankan pH vagina
sekitar 3,5-4,5 dan hal itu sangat penting untuk menghambat pertumbuhan
fungi, protozoa, Haemophilus dan bakteri yang tidak diinginkan lainnya
yang mana patogen-patogen ini hanya dapat tumbuh pada suasana basah
yaitu pada pH lebih dari 6,0. Berbeda dengan patogen-patogen berbahaya
tersebut, Lactobacillus adalah acidophilic yang sangat membutuhkan
suasana asam untuk tetap bertahan hidup dalam vagina untuk tetap
memaksimalkan proliferasinya.
Sumber nutrisi utama bagi Lactobacillus adalah glycogen.
Metabolisme glycogen dalam vagina dimediasi oleh hormon estrogen
melalui reseptor estrogen yang terletak pada sel epitel yang melapisi
vagina. Aktivitas reseptor estrogen ini sangat tergantung pada siklus
hormonal ovarium. Peningkatan proliferasi sel epitel akan meningkatkan
produksi glikogen. Glikogen ini akan digunakan oleh Lactobacillus
sebagai sumber nutrisi dan akan menghasilkan asam laktat.
12
Selain asam laktat, mekanisme pertahanan ekosistem vagina juga
dilengkapi oleh system pertahanan yang lain yaitu hydrogen peroxide
(H2O2) dan bacteriocins. Sintesis dari hydrogen peroxide juga
berhubungan dengan pembentukan asam laktat karena ion hydrogen dari
asam laktat bereaksi secara enzimatik dengan oxygen untuk memproduksi
hydrogen perokside. Selain itu, substansi yang dihasilkan oleh
lactobacillus dalam suasana asam adalah bacteriocins. Bacteriocins adalah
salah satu antimicrobial spesifik yang dihasilkan lactobacillus di vagina
dengan struktur peptide. Banyak penelitian yang mengatakan bahwa pH
yang rendah sangat efektif untuk bekerjanya bacteriocins yang dapat
membantu melindungi kesehatan lingkungan vagina.
Vaginitis terjadi ketika adanya ketidakseimbangan flora normal di
dalam vagina, sehingga lingkungan vagina yang asam tidak dapat
dipertahankan karena spesies Lactobacillus terkalahkan jumlahnya oleh
patogen-patogen yang sangat berbahaya bagi lingkungan vagina seperti
Gardnerella vaginalis, Mobiluncus sp, M. hominis, bakteri aneorob gram
negative seperti jenis Prevotella, Porphyromoinas, Bacteriodes, dan
Peptostreptococcus sp. Patogen-patogen yang sebagian besar anaerob ini
memproduksi sejumlah besar enzim proteolitic decarboxylase yang
menghancurkan peptida dalam vagina ke dalam bentuk amin yang sangat
mudah menguap, berbau tidak sedap serta meningkatkan transudat vagina
dan eksvoliasi sel epitel squamous yang memberikan gejala klinik pada
pasien penderita Vaginitis. Berdasarkan literature review yang ditulis oleh
Jack et al,. 2015 H2O2 sangat berperan penting dalam patomekanisme
terjadinya Vaginitis. Dalam literatur ini menyatakan bahwa penurunan
konsentrasi hydrogen peroxide yang diproduksi oleh Lactobacillus dan
peningkatan jumlah organisme pathogen dapat memberikan gejala klinis
penyakit Vaginitis. Tetapi ternyata berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh O’Hanlon et al,.2011, peningkatan kadar H2O2 yang terlalu besar
dapat memberikan efek yang sangat toxik bagi vagina dibandingkan
dengan bakteri penyebab Vaginitis itu sendiri , sehingga penelitian itu
13
menyimpulkan bahwa asam laktat, bukan H2O2 yang sangat berperan
dalam menyebabkan Vaginitis.
Penyebab Vaginitis bukan organisme tunggal. Adapun dua penyebab
utama vaginitis selain bakterial vaginosis adalah trikomoniasis, dan
kandidosis vagina.
A. Trikomoniasis
1) Definisi
Trikomoniasis adalah infeksi protozoa yang disebabkan oleh T.
vaginalis dan biasanya ditularkan melalui hubungan kontak seksual
dan dapat menyerang traktus urogenitalis bagian bawah baik pada
wanita maupun pria. Keluhan paling sering dijumpai berupa duh
tubuh pada vagina, gatal, vaginitis, disuria, polakisuria dan
dispareuni. Meskipun banyak juga dijumpai tanpa adanya gejala.
Karena spesifisitas situs, infeksi hanya mengikuti inokulasi
organisme intravaginal atau intraurethral. Pada wanita, infeksi uretra
terjadi pada 90% episode, meskipun saluran kemih merupakan satu-
satunya tempat infeksi pada <5% kasus. Respon inang yang paling
jelas terhadap infeksi adalah peningkatan lokal leukosit
polimorfonuklear.
2) Penyebab
Organisme penyebab trikomoniasis adalah T. vaginalis.
Merupakan protozoa flagellata yang mempunyai 4 flagella di bagian
anterior yang panjangnya hampir sama dengan panjang tubuhnya.
Trichomonas mempunyai bentuk yang bervariasi sesuai dengan
kondisi lingkungan. Dalam biakan in-vitro organisme memiliki
panjang 10μm (5-20 μm) dan lebar 7μm dan cenderung berbentuk
elips atau ovoid, sedangkan pada vagina bentuknya sangat bervariasi
dan sering mengalami elongasi. Gerakan membran undulasi sangat
kuat dikendalikan oleh flagella posterior. Organisme ini berkembang
biak secara belah pasang memanjang dan dapat hidup dalam suasana
14
pH 5-7,5. Pada suhu 50°C akan mati dalam beberapa menit, tetapi
pada suhu 0°C dapat bertahan sampai 5 hari.
B. Kandidiasis Vaginal
1) Definisi Kandidiasis Vulvovaginalis
Kandidiasis adalah infeksi dengan berbagai manifestasi klinis
yang disebabkan oleh kandida, khususnya Candida albicans dan ragi
(yeast) lain dari genus kandida. Kandidiasis pada wanita umumnya
infeksi pertama timbul di vagina yang disebut vaginitis dan dapat
meluas sampai vulva (vulvitis), jika mukosa vagina dan vulva
keduanya terinfeksi disebut kandidiasis vulvovaginalis (KVV).
Tiga dari empat (75%) wanita pernah mengalami episode KVV
sepanjang hidupnya dan 10-20% wanita merupakan karier
asimtomatik untuk spesies Candida. Paling banyak terjadi pada usia
muda 15- 30% (Monalisa, Bubakar, et al., 2012). Spesies Candida
biasa berasal dari endogen dan ditularkan melalui pasangan seksual.
2) Penyebab
Penyebab kandidiasis adalah infeksi oleh genus kandida, yang
merupakan kelompok heterogen dan jumlahnya sekitar 150 spesies
jamur (ragi). Banyak dari spesies kandida merupakan patogen
oportunistik pada manusia, walaupun sebagian besar tidak
menginfeksi manusia. Candida albicans adalah jamur dismorfik yang
bertanggung jawab pada 70-80% dari seluruh infeksi kandida,
sehingga Candida albicans merupakan penyebab tersering dari
infeksi kandida yang superfisial dan sistemik. Kandidiasis vagina
81% disebabkan oleh Candida albicans, 16% oleh Torulopsis
glabarata, sedang 3% lainnya disebabkan oleh Candida tropicalis,
Candida pseudotropicalis, Candida krusei dan Candida stellatoidea.
15
Dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi adalah dua
penyebab vaginitis non infeksi. Hal itu terkait dengan penggunaan
produk-produk kesehatan wanita atau bahan kontrasepsi. Vaginitis atrofi
dapat bermanifestasi secara klinis dengan gejala kekeringan pada vagina,
gatal, keputihan, iritasi, dan dispareunia. Ini mempengaruhi 10 hingga 40
persen wanita yang memiliki kondisi yang berhubungan dengan
defisiensi estrogen. Diagnosis didasarkan pada riwayat dan temuan fisik,
ditambah dengan tingkat pH vagina, sediaan basah vagina (untuk
mengecualikan infeksi sekunder), dan kultur atau sitologi. Perawatan
estrogen sistemik dan topikal efektif dalam menghilangkan gejala.
Estrogen pervaginam topikal lebih sering digunakan karena penyerapan
sistemik yang rendah dan pengurangan risiko efek samping dibandingkan
dengan terapi oral. Krim yang mengandung estrogen, pessari, tablet
intravaginal, dan cincin vagina estradiol tampak sama efektifnya untuk
gejala vaginitis atrofi.
16
pada perempuan usia reproductive sehingga tidak menimbulkan proses
patologik.
b. Kontrasepsi Hormonal
Penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kadar rendah atau tanpa
etinilestradiol dapat menyebabkan hipoestrogenemia relative yang dapat
mengganggu proses pembentukan glycogen dan akhirnya juga dapat
menghambat pembentukam asam laktat sehingga kemungkinan dapat
menyebabkan perubahan pada ekosistem normal vagina.
c. Douching
Douching atau penggunaan prodak-prodak intravagina seperti
shower dengan antibiotic atau sabun, dapat mengubah ekosistem vagina
melalui penghambatan asam laktat dan Lactobacillus acidophilus dengan
menciptakan suasana yang tidak asam lagi dalam vagina. Meskipun zat-zat
kimia dalam sabun pembersih ini tidak secara langsung mengubah
ekosistem normal vagina, tetapi pemakaian yang terlalu sering (lebih dari
2 kali sehari) sangat rentan untuk mengubah kondisi normal vagina ke
keadaan yang tidak sesuai.
d. Penggunaan antibiotic yang tidak sesuai
e. Stress kronik
Stress yang terus-menerus dapat menghasilkan steroid dalam jumlah
besar utamanya kortisol yang dapat memberi dampak negative katika
mencapai vagina karena dapat menghambat pertumbuhan Lactobacillus
acidophilus dan menghambat produksi asam laktat.
2.5 Gejala
Gejala yang paling sering ditemukan adalah keluarnya cairan abnormal
dari vagina. Dikatakan abnormal jika jumlahnya sangat banyak, baunya
menyengat atau disertai gatal-gatal dan nyeri. Cairan yang abnormal sering
tampak lebih kental dibandingkan cairan yang normal dan warnanya
17
bermacam-macam. Misalnya bisa seperti keju, atau kuning kehijauan atau
kemerahan.
Infeksi vagina karena bakteri cenderung mengeluarkan cairan berwarna
putih, abu-abu atau keruh kekuningan dan berbau amis. Setelah melakukan
hubungan seksual atau mencuci vagina dengan sabun, bau cairannya semakin
menyengat karena terjadi penurunan keasaman vagina sehingga bakteri
semakin banyak yang tumbuh. Vulva terasa agak gatal dan mengalami iritasi.
Infeksi jamur menyebabkan gatal-gatal sedang sampai hebat dan rasa
terbakar pada vulva dan vagina. Kulit tampak merah dan terasa kasar. Dari
vagina keluar cairan kental seperti keju. Infeksi ini cenderung berulang pada
wanita penderita diabetes dan wanita yang mengkonsumsi antibiotik.
Infeksi karena Trichomonas vaginalis menghasilkan cairan berbusa yang
berwarna putih, hijau keabuan atau kekuningan dengan bau yang tidak sedap.
Gatal-gatalnya sangat hebat. Cairan yang encer dan terutama jika
mengandung darah, bisa disebakan oleh kanker vagina, serviks (leher rahim)
atau endometrium. Polip pada serviks bisa menyebabkan perdarahan vagina
setelah melakukan hubungan seksual.
Rasa gatal atau rasa tidak enak pada vulva bisa disebabkan oleh infeksi
virus papiloma manusia maupun karsinoma in situ (kanker stadium awal yang
belum menyebar ke daerah lain). Luka terbuka yang menimbulkan nyeri di
vulva bisa disebabkan oleh infeksi herpes atau abses. Luka terbuka tanpa rasa
nyeri bisa disebabkan ole kanker atau sifilis.
Kutu kemaluan (pedikulosis pubis) bisa menyebabkan gatal-gatal di
daerah vulva. Vulvitis dapat juga menyebabkan nyeri lokal sebagai tambahan
pada gejala-gejala diatas. Nyeri pada area vulvar dirujuk sebagai vulvodynia.
Pada sampai dengan 5% dari wanita-wanita, vulvovaginitis bakteri
mungkin menyebabkan persoalan kekambuhan. Infeksi bakteri yang kambuh
terjadi ketika seorang wanita mempunyai empat atau lebih infeksi-infeksi
dalam satu tahun yang tidak berhubungan dengan penggunaan antibiotik.
Infeksi-infeksi bakteri yang kembuh mungkin dihubungkan pada kondisi
18
medik yang mendasarinya dan mungkin memerlukan perawatan yang lebih
agresif.
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Gejala yang khas adalah cairan vagina yang abnormal (terutama
setelah berhubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas
yaitu bau amis (fishy odor). Pasien sering mengeluh rasa gatal, iritasi,
dan rasa terbakar. Biasanya kemerahan dan edema pada vulva.
19
Vaginitis. Untuk mengetahui adanya keganasan, dilakukan
pemeriksaan Pap smear. Pada vulvitis menahun yang tidak
memberikan respon terhadap pengobatan biasanya dilakukan
pemeriksaan biopsi jaringan.
2.6.3 Klasifikasi:
a. Vaginitis bakterialis
i. Vaginitis non spesifik
Sebagian besar (70%) vulvovaginitis pada anak merupakan
vulvovaginitis primer non spesifik dan biasanya terjadi pada pasien
dengan higiene perineum yang buruk. Sekitar 68% vulvovaginitis
pada anak disebabkan oleh bakteri koliform yang berasal dari feses.
Bakteri lain yang juga sering sebagai penyebab vulvovaginitis non
spesifik adalah streptokokus dan stafilokokus koagulase positif.
Pakaian yang ketat seperti jeans, popok dari bahan karet atau
plastik, bahan kimia, kosmetik, sabun atau deterjen yang digunakan
untuk mandi atau laundri dapat menimbulkan iritasi dan
vulvovaginitis non spesifik. Pada pemeriksaan vulva didapatkan
eritema hingga edema, ekskoriasi, dan infeksi sekunder. Dapat
ditemukan sisa tinja di sekitar anus, smegma di sekitar klitoris dan
labia minora. Sekret yang keluar biasanya berwarna coklat atau
kehijauan dan berbau busuk, dengan pH vagina antara 4,7 – 6.4
Adanya iritasi dan kehilangan jaringan atau denudasi vulvovaginal
akan mempermudah absorbsi obat topikal sehingga mempermudah
terjadinya dermatitis kontak terhadap analgesik atau antihistamin
topikal, maupun obat lain seperti neomisin, paraben, dan thime
rosol.
Pada biakan kuman vagina biasanya terdapat gabungan antara
difteroids, stafilokokus, streptokokus, dan organisme koliform. Ada
juga kuman yang biasanya terdapat dalam keadaan normal tetapi
potensial menjadi patogen seperti Gardnerella influenzae dan
20
bakteri anaerob. Vulvovaginitis non spesifik dapat menyebabkan
infeksi kronis yang mengakibatkan gangguan psikologis pada anak
maupun orangtua.
21
Gardnerella vaginalis jarang menyebabkan vaginitis pada
anak. Pada neonatus infeksi biasanya berasal dari jalan lahir dan
jarang berkembang menjadi sistemik. Kuman ini lebih menyukai
vagina estrogenik. Masa inkubasi 5-10 hari. Jumlah sekret vagina
bervariasi dengan pH 5-6. Biasanya ditandai dengan rasa gatal,
seperti terbakar, dan inflamasi vagina.
22
sedangkan pada vagina bentuknya sangat bervariasi dan
sering mengalami elongasi. Gerakan membran undulasi
sangat kuat dikendalikan oleh flagella posterior. Organisme
ini berkembang biak secara belah pasang memanjang dan
dapat hidup dalam suasana pH 5-7,5. Pada suhu 50°C akan
mati dalam beberapa menit, tetapi pada suhu 0°C dapat
bertahan sampai 5 hari.
23
d. Patogenesis
Trichomonas vaginalis mampu menimbulkan
peradangan pada dinding saluran urogenital dengan cara
invasi sampai mencapai jaringan epitel dan subepitel. Masa
tunas rata-rata 4 hari sampai 3 minggu. Pada kasus yang
lanjut terdapat bagian-bagian dengan jaringan granulasi yang
jelas. Nekrosis dapat ditemukan dilapisan subepitel yang
menjalar sampai dipermukaan epitel. Di dalam vagina dan
urethra parasit hidup dari sisa-sisa sel, kuman-kuman dan
benda lain yang terdapat dalam sekret
e. Diagnosa
Diagnosis T. vagina biasanya dilakukan dengan
pemeriksaan mikroskopis hapusan basah sekresi vagina.
Setetes keputihan dikumpulkan dari forniks vagina posterior
dicampur dengan setetes normal saline dan diperiksa segera
di bawah mikroskop gelap tanah untuk protozoa motil aktif.
Tes ini cepat dan memberikan sensitivitas 45-60% yang lebih
sensitif daripada metode pewarnaan lainnya seperti Giemsa
dan oranye acridine.
Kultur tetap yang paling sensitif dan spesifik (> 95%)
untuk mendeteksi T. vaginalis saat ini dan media kultur
tersedia secara komersial. Media kultur umum meliputi
media Diamond dan media Feinberg-Whittington. Metode
kultur memiliki kelemahan karena lebih mahal dan
menyebabkan keterlambatan dalam membuat diagnosis
definitif. Jika laboratorium jauh dari klinik, media
transportasi seperti gel agar-agar Amie dapat digunakan.
f. Pengobatan
Hampir semua obat nitroimidazole yang diberikan
secara oral dalam dosis tunggal atau dalam periode yang
lebih lama menghasilkan penyembuhan parasitologis dalam
24
90 persen kasus. Dosis tunggal metronidazoleis 2 g memadai,
tetapi dapat menyebabkan dispepsia. Metronidazole dalam
dosis 500 mg dua kali sehari selama tujuh hari akan
mengobati bakteri vaginosis dan trikomoniasis. Metronidazol
dalam dosis 2 hingga 4 g setiap hari selama tujuh hingga 14
hari dianjurkan untuk jenis yang resisten terhadap
metronidazol. Centers for Diseases Control and Prevention
(CDC) merekomendasikan regimen untuk mengobati
Trichomoniasis adalah metronidazol 2 gram secara oral
diberikan dalam dosis tunggal.
Tingkat penyembuhan parasitologis krim
nitroimidazole intravaginal adalah 50 persen sangat rendah.
Dalam RCT, perawatan kombinasi oral dan intravaginal lebih
efektif daripada perawatan oral saja. Pasangan seks harus
diperlakukan secara simultan. Untuk mengurangi
kekambuhan, pasangan harus menghindari melanjutkan
kembali hubungan seksual sampai keduanya menyelesaikan
perawatan dan tidak menunjukkan gejala. Tes penyembuhan
tidak diperlukan.
2. Kandidiasis Vaginal
a. Definisi Kandidiasis Vulvovaginalis
Kandidiasis adalah infeksi dengan berbagai manifestasi
klinis yang disebabkan oleh kandida, khususnya Candida
albicans dan ragi (yeast) lain dari genus kandida. Kandidiasis
pada wanita umumnya infeksi pertama timbul di vagina yang
disebut vaginitis dan dapat meluas sampai vulva (vulvitis),
jika mukosa vagina dan vulva keduanya terinfeksi disebut
kandidiasis vulvovaginalis (KVV).
Tiga dari empat (75%) wanita pernah mengalami
episode KVV sepanjang hidupnya dan 10-20% wanita
25
merupakan karier asimtomatik untuk spesies Candida. Paling
banyak terjadi pada usia muda 15- 30% (Monalisa, Bubakar,
et al., 2012). Spesies Candida biasa berasal dari endogen dan
ditularkan melalui pasangan seksual.
b. Penyebab
Penyebab kandidiasis adalah infeksi oleh genus
kandida, yang merupakan kelompok heterogen dan
jumlahnya sekitar 150 spesies jamur (ragi). Banyak dari
spesies kandida merupakan patogen oportunistik pada
manusia, walaupun sebagian besar tidak menginfeksi
manusia. Candida albicans adalah jamur dismorfik yang
bertanggung jawab pada 70-80% dari seluruh infeksi
kandida, sehingga Candida albicans merupakan penyebab
tersering dari infeksi kandida yang superfisial dan sistemik.
Kandidiasis vagina 81% disebabkan oleh Candida albicans,
16% oleh Torulopsis glabarata, sedang 3% lainnya
disebabkan oleh Candida tropicalis, Candida
pseudotropicalis, Candida krusei dan Candida stellatoidea.
c. Faktor risiko
Beberapa faktor yang merupakan predisposisi atau
faktor risiko, khususnya yang berkaitan dengan dua hal, yaitu
meningkatnya karbohidrat, termasuk peningkatan dan
penurunan pH. Hal ini erat hubungannya dengan :
Kehamilan
Obesitas
Lingkungan yang hangat dan lembab
Pakaian atau pakaian dalam yang ketat
Pemakaian oral kontrasepsi
Pemasangan IUD (Intra Uterine Device)
Pemakaian antibiotika spektrum luas
26
Menderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol
Pemakaian obat yang mengandung kortikosteroid
Pemakaian pencuci vagina
Penyakit infeksi dan keganasan yang menekan daya
tahan tubuh.
Beberapa faktor risiko untuk kandidiasis vulvovaginal.
tercantum pada Tabel:
d. Patofisiologi
Mekanisme infeksi Candida albicans sangat komplek
termasuk adhesi dan invasi, perubahan morfologi dari bentuk
sel khamir ke bentuk filamen (hifa), pembentukan biofilm
dan penghindaran dari sel-sel imunitas inang. Kemampuan
Candida albicans untuk melekat pada sel inang merupakan
27
faktor penting pada tahap permulaan kolonisasi dan infeksi.
Perubahan fenotip menjadi bentuk filamen memungkinkan
Candida albicans untuk melakukan penetrasi ke lapisan
epitelium dan berperanan dalam infeksi dan penyebaran
Candida albicans pada sel inang. Candida albicans juga dapat
membentuk biofilm yang dipercaya terlibat dalam
penyerangan sel inang dan berhubungan dengan resistansi
terhadap antifungi.
Proses pertama dari infeksi adalah adhesi, melibatkan
interaksi antara ligand dan reseptor pada sel inang dan proses
melekatnya sel Candida albicans ke sel inang. Selanjutnya
diikuti perubahan bentuk dari khamir ke filament, yang
diketahui berhubungan dengan patogenitas dan proses
penyerangan kandida terhadap sel inang. Tahap selanjutnya
adalah pembentukan lapisan biofilm sebagai salah satu cara
Candida spp untuk mempertahankan diri dari obat-obat
antifungi. Produksi enzim hidrolitik ektraseluler seperti
aspartyl proteinase juga sering dihubungkan dengan
patogenitas Candida albicans.
e. Diagnosa
Meskipun gejala kandidiasis vulvovaginal seperti
pruritus, nyeri vagina, dispareunia, dan keputihan adalah
umum, tidak ada yang spesifik. PH vagina biasanya normal
(4,0 hingga 4,5). Kultur vagina harus dipertimbangkan pada
wanita gejala berulang dan hasil pemeriksaan mikroskop
negatif serta pH vagina normal.
Diagnosis infeksi kandida dapat ditegakkan melalui
anamnesa, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.
Melalui anamnesis dapat diketahui faktor predisposisi dan
gejala klinis pasien. Tergantung dari jenis kandidiasis yang
dialami. Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan manifestasi
28
klinis dari kandidiasis. Pada pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan :
- Pemeriksaan langsung Kerokan kulit atau usapan
mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10% atau
dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastospora,
atau hifa semu.
- Pemeriksaan biakan Bahan yang akan diperiksa
ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Saboroud.
- Pap smear, meskipun spesifik, tidak peka, dengan hasil
positif hanya sekitar 25 persen pasien dengan
kandidiasis vulvovaginal simtomatik.
- Uji deteksi ragi cepat (Savyon Diagnostics) dapat
dilakukan oleh pasien dan biayanya cukup murah.
- Pengujian reaksi rantai polimerase dianggap metode
yang paling sensitif tetapi sangat mahal.
29
menyebabkan dispareunia. Gambaran yang khas adalah
adanya pseudomembran berupa bercak putih kekuningan
pada permukaan vulva atau dinding vagina yang disebut
“vaginal trush”. Bercak putih tersebut terdiri dari gumpalan
jamur, jaringan nekrosis dan sel epitel. Pada pemeriksaan
kolposkopi tampak adanya dilatasi dan meningkatnya
pembuluh darah pada dinding vagina atau serviks sebagai
tanda peradangan
3) Pengobatan
Berdasarkan presentasi klinis, mikrobiologi, faktor
inang, dan respons terhadap terapi, kandidiasis vulvovaginal
dapat diklasifikasikan sebagai kandidiasis vaginal tanpa
komplikasi atau dengan komplikasi. Pasien dengan
kandidiasis vulvovaginal tanpa komplikasi tidak hamil,
dinyatakan sehat, dan memiliki semua hal berikut:
• Penyakit ringan sampai sedang
• Kurang dari empat episode kandidiasis per tahun
• Pseudohyphae atau hifa terlihat pada mikroskop.
Pengobatan kandidiasis vulvovaginal tanpa komplikasi
melibatkan pemberian antijamur secara singkat, persiapan
oral dan topikal sama efektifnya.
Pasien dengan kandidiasis vulvovaginal dengan
komplikasi memiliki satu atau lebih hal berikut ini:
• Penyakit sedang sampai berat
• Empat atau lebih episode kandidiasis per tahun
• Hanya ragi pemula yang terlihat pada mikroskop
• Faktor inang yang merugikan (mis., Kehamilan,
diabetes mellitus, imunokompromi).
Pengobatan kandidiasis vulvovaginal yang rumit
melibatkan antijamur yang lebih lama dan intensif.
30
Regimen yang dianjurkan untuk kandidiasis vagina
Persiapan oral termasuk:
- Flukonazol 150mg sebagai dosis tunggal
- Itrakonazol 200mg dua kali sehari selama satu hari
Perawatan intravaginal termasuk
- Tablet vagina Clotrimazole 500mg sebagai dosis
tunggal atau 200mg sehari sekali selama 3 hari
- Mikonazol vagina 1200mg sebagai dosis tunggal atau
400mg sekali sehari selama 3 hari.
- Econazole pessary vagina 150mg sebagai dosis tunggal
Pengobatan dengan azol menghasilkan penghilangan
gejala dan kultur negatif di antara 80-90% pasien setelah
pengobatan selesai, apakah diberikan secara oral atau
intravaginal. Hanya persiapan topikal yang harus digunakan
selama kehamilan. Secara keseluruhan, perawatan dosis
tunggal standar sama efektifnya dengan kursus yang lebih
lama. Dalam serangan yang sangat simptomatik, terbukti ada
manfaat simptomatik yang lebih baik dalam mengulangi
flukonazol 150mgs setelah 3 hari [92]. Ini tidak
mempengaruhi tingkat kekambuhan. Ada sejumlah sediaan
intravaginal lain yang tersedia yang semuanya merupakan
azole, dengan ketersediaan terbatas, mis. nistatin, atau tidak
berlisensi. Ada data yang terbatas untuk menunjukkan bahwa
pengobatan vulval mungkin bermanfaat bagi perawatan
intravaginal [93]. Dimana gatal adalah gejala signifikan
hidrokortison yang mengandung persiapan topikal dapat
memberikan bantuan gejala yang lebih cepat. Setiap manfaat
mungkin dari efek emollient. Jika antijamur oral digunakan,
maka krim pelembab lebih murah dan mungkin cenderung
memberikan reaksi iritasi.
31
c. Vaginitis oleh cacing
Vulvovaginitis berulang dapat disebabkan cacing Enterobius
vermikularis (pinworms), dan terjadi pada 20% pasien yang
terinfeksi cacing ini. Cacing betina akan meletakkan telurnya di
sekitar anus. Pasien biasanya mengeluh gatal-gatal sehingga
menggaruk daerah yang gatal pada malam hari.
32
menyebabkan infeksi vulva.4 Ruam popok biasanya terjadi pada
umur sekitar 3 bulan. Dalam popok, bakteri dari tinja akan bereaksi
dengan urin membentuk amonia dan iritan lain. Pada vulva tampak
eritema, erosi, vesikulasi, dan infeksi. Kandidiasis sekunder sering
juga terjadi yang tampak berupa papula dan pustula.
33
3. Pemeriksaan Preparat basah
Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9
% pada secret vagina diatas objek glass kemudian ditutup dengan
coverslip. Dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan
kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat clue cell, yang merupakan sel
epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri (terutama Gardnerella
vaginalis). Pemeriksaan preparat basah memiliki sensitivitas 60 % dan
spesifisitas 98% untuk mendeteksi Vaginitis.
4. Kultur Vagina
Kultur dari sampel vagina tidak terbukti berguna untuk
mendiagnosa vaginitis, karena vaginitis berhubungan dengan beberapa
organisme seperti Gardnerella vaginalis, mycoplasma hominis,
Bacteriodes species, normal flora vagina lain, dan juga ada beberapa
organisme yang tidak dapat dikultur.
5. Deteksi Hasil Metabolik
Tes proline aminopeptidase : G. vaginalis dan Mobilincus Spp
menghasilkan proline aminopeptidase, dimana laktobasilus tidak
menghasilkan enzim tersebut.
Suksinat / laktat : batang gram negative anaerob menghasilkan
suksinat sebagai hasil metabolic. Perbandingan suksinat terhadap laktat
dalam secret vagina ditunjukkan dengan analisa kromotografik cairan -
gas meningkat pada Vaginitis dan digunakan sebagai test screening
untuk Vaginitis dalam penelitian epidemiologi klinik.1
34
6. Variety DNA Based Testing Methods
Penggunaan Variety DNA Based Testing Methods seperti Broad
Range dan Quantitative PCR telah mengidentifikasi novel bacteria yang
berhubungan dengan Vaginitis, dan juga lebih objektif, dalam
mengukur kuantitatif bakteri. itu juga memungkinkan pemahaman yang
lebih kompleks terhadap perubahan mikroflora yang mendasari
Vaginitis dan untuk mengembangkan tes diagnostic.
2.8 Komplikasi
Ascending genital tract infection pada Vaginitis berhubungan dengan
postabortion dan postpartum endometritis, pelvic inflammatory disease
(PID), late foetal loss, kelahiran preterm, premature rupture of membranes,
infection of the chorion and amnion. Selain itu Vaginitis juga membuat
wanita lebih rentan untuk terinfeksi Trichomonas vaginalis, Neisseria
gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, HSV-2 dan HIV-1.
Pada penderita Vaginitis yang sedang hamil, dapat menimbulkan
komplikasi antara lain : kelahiran prematur, ketuban pecah dini, bayi berat
lahir rendah, dan endometritis post partum. Oleh karena itu, beberapa ahli
menyarankan agar semua wanita hamil yang sebelumnya melahirkan bayi
prematur agar memeriksakan diri untuk screening Vaginitis, walaupun tidak
menunjukkan gejala sama sekali. Vaginitis disertai peningkatan resiko
infeksi traktus urinarius.
Prinsip bahwa konsentrasi tinggi bakteri pada suatu tempat
meningkatkan frekuensi di tempat yang berdekatan. Terjadi peningkatan
infeksi traktus genitalis atas berhubungan dengan Vaginitis. Lebih mudah
terjadi infeksi Gonorrhoea dan Klamidia. Meningkatkan kerentanan
terhadap HIV dan infeksi penyakit menular seksual lainnya
35
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Terapi Bakterialisis Vaginlis
Karena penyakit Vaginitis merupakan vaginitis yang cukup
banyak ditemukan dengan gambaran klinis ringan tanpa komplikasi,
jenis obat yang digunakan hendaknya tidak membahayakan, dan sedikit
efek sampingnya.
Semua wanita dengan Vaginitis simtomatik memerlukan
pengobatan, termasuk wanita hamil. Setelah ditemukan hubungan
antara Vaginitis dengan wanita hamil dengan prematuritas atau
endometritis pasca partus, maka penting untuk mencari obat-obat yang
efektif yang bisa digunakan pada masa kehamilan. Ahli medis biasanya
menggunakan antibiotik seperti metronidazol dan klindamisin untuk
mengobati Vaginitis.
A. Terapi sistemik
Metronidazol 400-500 mg, 2 x sehari selama 7 hari.
Dilaporkan efektif dengan kesembuhan 84-96%.
Metronidasol dapat menyebabkan mual dan urin menjadi
gelap. Konsumsi alkohol seharusnya dihindari selama
pengobatan dan 48 jam setelah terapi oleh karena dapat
terjadi reaksi disulfiram. Metronidasol 200-250 mg, 3x sehari
selama 7 hari untuk wanita hamil. Metronidazol 2 gram dosis
tunggal kurang efektif daripada terapi 7 hari untuk
pengobatan Vaginitis oleh karena angka rekurensi lebih
tinggi.
Klindamisin 300 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Sama
efektifnya dengan metronidazol untuk pengobatan Vaginitis
dengan angka kesembuhan 94%.
Amoklav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat)
3 x sehari selama 7 hari.
Tetrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari
Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari
36
Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari
Cefaleksia 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari
B. Terapi Topikal
Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1 x sehari
selama 5 hari
Klindamisin krim (2%) 5 gram, 1 x sehari selama 7 hari
Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari
Triple sulfonamide cream.(3,6) (Sulfactamid 2,86%,
Sulfabenzamid 3,7% dan Sulfatiazol 3,42%), 2 x sehari
selama 10 hari, tapi akhir-akhir ini dilaporkan angka
penyembuhannya hanya 15 – 45 %
37
dengan pemberian 7 hari mencapai 86-94%. Pemberian
klotrimazol dosis tunggal atau 3 hari memberikan hasil yang
memuaskan. Pengobatan topical dapat dilakukan dengan
pemberian krim imidazol atau klotrimazol, dan butokonazol
(derivat imidazol).7 Vulvovaginitis trikomoniasis diterapi dengan
metronidazole sebagai obat terpilih dengan dosis 10-30 mg/ kgbb
per hari dibagi 3 dosis selama 5-8 hari.
Jika terdapat benda asing, benda asing tersebut harus segera
dikeluarkan. Benda lembut seperti kain atau kertas dapat
dikeluarkan dengan melakukan irigasi vagina dengan cairan salin
hangat. Meskipun kadang-kadang benda ini dapat dikeluarkan
dengan aplikator khusus, vaginoskopi tetap diperlukan untuk
melihat benda yang lain. Pemberian hidrokortison atau
antihistamin dapat mengurangi proses peradangan. Kadang-
kadang diperlukan antibiotik sistemik terutama jika terjadi infeksi
sekunder.
38
walaupun mungkin lebih disukai gel metronidazol vaginal atau
klindamisin krim. Selain itu, amoklav cukup efektif untuk wanita
hamil dan intoleransi terhadap metronidazole.
Rejimen alternative
Metronidazol oral 2 gram dosis tunggal. Kurang efektif bila
dibandingkan rejimen 7 hari; kesembuhan 84%. Mempunyai
aktivitas sedang terhadap Gardnerella vaginalis, tetapi sangat
aktif terhadap bakteri anaerob, efektifitasnya berhubungan
dengan inhibisi anaerob.
Metronidazol gel 0,75% intravaginal, aplikator penuh (5gr), 2
kali sehari untuk 5 hari.
Klindamisi krim 2% intravaginal, aplikator penuh (5gr),
dipakai saat akan tidur untuk 7 hari atau dua kali sehari untuk
lima hari.
Klindamisi 300mg 2 kali sehari untuk 7 hari.
Augmentin oral (500mg amoksilin + 125 mg asam
clavulanat) 3 kali sehari selama 7 hari.
Sefaleksin 500mg 4 kali sehari semala 7 hari
39
pengobatan selama 3-5 hari dengan metronidazol oral dan anti
jamur yaitu clotrimazol intravaginal atau flukonazol.
2.11 Pencegahan
Kebersihan yang baik dapat mencegah beberapa jenis vaginitis dari
berulang dan dapat meredakan beberapa gejala:
1. Hindari bathtub dan pusaran air panas spa. Bilas sabun dari luar
daerah genital Anda setelah mandi, dan keringkan area itu dengan
baik untuk mencegah iritasi. Jangan gunakan sabun wangi atau kasar,
seperti yang dengan deodoran atau antibakteri.
2. Hindari iritasi. Ini termasuk tampon dan bantalan berparfum.
3. Usap dari depan ke belakang setelah menggunakan toilet. Hindari
penyebaran bakteri dari tinja ke vagina.
41
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Vaginitis adalah peradangan pada vagina yang ditandai dengan adanya
pruritus, keputihan, dispareunia, dan disuria yang disebabkan oleh:
1. Vaginosis bakterialis (bakteri Gardnerella Vaginalis adalah bakteri
anaerob yang bertanggung jawab atas terjadinya infeksi vagina
yang non-spesifik, insidennya terjadi sekitar 23,6%)
2. Trikomonas (kasusnya berkisar antara 5,1-20%)
3. Kandida (vaginal kandidiasis, merupakan penyebab tersering
peradangan pada vagina yang terjadi pada wanita hamil,
insidennya berkisar antara15-42%)
Penatalaksanaan dengan farmakologis dan dengan menjaga kebersihan
diri terutama daerah vagina, menghindari pemakaian handuk secara
bersamaan, menghindari pemakaian sabun untuk membersihkan daerah
vagina yang dapat menggeser jumlah flora normal dan dapat merubah
kondisi pH daerah kewanitaan, menjaga berat badan ideal, dan perlunya
konseling serta edukasi dengan memberikan informasi kepada pasien, dan
pasangan seks mengenai faktor risiko dan penyebab dari penyakit vaginitis
ini sehingga pasien dan suami dapat menghindari faktor risikonya. Dan jika
seseorang wanita terkena penyakit ini maka diinformasikan pula pentingnya
pasangan seks untuk melakukan pemeriksaan dan terapi juga guna
pengobatan secara komprehensif dan mencegah terjadinya kondisi yang
berulang.
42
DAFTAR PUSTAKA
43