Anda di halaman 1dari 32

PAPER GINEKOLOGI

PELVIC INFLAMMATORY DISEASE (PID)


Paper ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Mengikuti Kepaniteraan
Klinis Senior Bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Haji Medan

DISUSUN OLEH :
Byan Anggara
20360004

PEMBIMBING :
dr. Ahmad Khuwalid, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN OBGYN

RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MALAHAYATI
2021KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Puji dan syukur saya ucapkan atas kehadirat ALLAH SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga pembuatan karya tulis berupa paper di
Departemen Ilmu Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit Umum Haji Medan
yang berjudul “PELVIC INFLAMMATORY DISEASE (PID)” dapat tersusun
dan terselesaikan tepat pada waktunya.
Terima kasih saya ucapkan kepada dr. Ahmad Khuwalid, Sp.OG selaku
pembimbing saya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih
banyak terdapat kekurangan di dalam penulisannya, baik dalam penyusunan
kalimat maupun di dalam teorinya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Agustus 2021

Penulis

2
3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................6
2.1 DEFINISI...........................................................................................................6
2.2 ETIOLOGI.........................................................................................................7
2.3 FAKTOR RESIKO.............................................................................................8
2.4 PATOFISIOLOGIS.............................................................................................9
2.5. KLASIFIKASI PID...............................................................................................11
2.6. GEJALA DAN DIAGNOSIS................................................................................12
2.7. KLASIFIKASI KLINIK PID................................................................................14
2.8. DEFERENSIAL DIAGNOSA...............................................................................14
2.9. PENATALAKSANAAN.......................................................................................15
2.10. CARA PENCEGAHAN......................................................................................18
LAPORAN KASUS........................................................................................................19
BAB III...........................................................................................................................30
3.1. KESIMPULAN.....................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................32

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pelvic inflammatory disease (PID) atau Penyakit radang panggul adalah
infeksi rahim ,saluran tuba dan organ reproduksi lainnya yang menyebabkan
gejala seperti nyeri perut bawah. Ini merupakan komplikasi serius dari
beberapa penyakit menular seksual (PMS). Terutama klamidia dan gonore.
PID dapat merusak tuba dan jaringan di dekat uterus dan ovarium.PID dapat
menyebabkan kemandulan, kehamilan ektopik, pembentukan abses dan nyeri
panggul kronis.

Gambar 1.1 Pelvic inflammatory desease

Setiap tahun di Amerika Serikat. diperkirakan bahwa lebih dari 750.000


wanita mengalami PID akut. Insidensi PID pada pengguna alat kontrasepsi
dalam rahim (AKDR) adalah sekitar 9,38 per 1000 wanita di 20 hari setelah
pemasangan. Namun, angka kejadian PID pada pengguna AKDR akan
menurun menjadi 1,39 per 1000 wanita pada satu tahun setelah pemasangan
Angka PID pada pemakaian AKDR adalah sebanyak 1,4 – 1,6 kasus per 1000
wanita selama tahun pemakaian.

5
Beberapa faktor merupakan risiko untuk penyebab PID antara lain
hubungan seksual, prosedur kebidanan/kandungan (misalnya pemasangan
AKDR, persalinan, aborsi), aktivitas seksual, berganti-ganti pasangan seksual,
riwayat PID sebelumnya, proses menstruasi, dan kebiasaan menggunakan
pembersih kewanitaan, dan lain-lain. Penelitian yang pernah dilakukan oleh
Krisnadi menyebutkan bahwa sebagian besar PID disebabkan akibat hubungan
seksual. Terdapat peningkatan jumlah penyakit ini dalam 2-3 dekade terakhir
berkaitan dengan beberapa faktor, termasuk diantaranya adalah peningkatan
jumlah Penyakit Menular Seksual (PMS) dan penggunaan AKDR. Risiko
terkena PRP pada pemakaian AKDR 1,5 – 10 kali lebih besar dibandingkan
pemakaian kontrasepsi lain atau yang bukan pemakai sama sekali. 15% kasus
penyakit ini terjadi setelah tindakan operasi seperti biopsi endometrium, kuret,
histeroskopi.

6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Penyakit Radang Panggul (PID: Pelvic Inflammatory Disease) adalah
infeksi pada alat genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi endometrium,
tubafalopi, ovarium, miometrium, parametria, dan peritonium panggul. PID
adalah infeksi yang paling peting dan merupakan komplikasi infeksi menular
seksual yang paling biasa. (Sarwono,2011)
Pelvic Inflamatory Disease adalah suatu kumpulan radang pada saluran
genital bagian atas oleh berbagai organisme, yang dapat menyerang
endometrium, tuba fallopi, ovarium maupun miometrium secara
perkontinuitatum maupun secara hematogen ataupun sebagai akibat hubungan
seksual. (Yani,2009)
Gambar 2.1
Peradangan yang terjadi
pada panggul

Penykit radang panggul


atau pelvic
inflamatory disease (PID)
merupakan infeksi genetalia
bagian atas wanita yang
sebagian besar
disebabkan hubungan seksual.(manuaba)
Pelvic Inflamatory Diseases (PID) adalah infeksi alat kandungan tinggi
dari uterus, tuba, ovarium, parametrium, peritoneum, yang tidak berkaitan
dengan pembedahan dan kehamilan. PID mencakup spektrum luas kelainan
inflamasi alat kandungan tinggi termasuk kombinasi endometritis,
salphingitis, abses tuba ovarian dan peritonitis pelvis. Biasanya mempunyai
morbiditas yang tinggi. Batas antara infeksi rendah dan tinggi ialah ostium
uteri internum (Marmi, 2013; h.198)

7
Penyakit radang panggul adalah infeksi saluran reproduksi bagian atas.
Penyakit tersebut dapat mempengaruhi endometrium (selaput dalam rahim),
saluran tuba, indung telur, miometrium (otot rahim), parametrium dan rongga
panggul. Penyakit radang panggul merupakan komplikasi umum dari Penyakit
Menular Seksual (PMS). 

2.2 ETIOLOGI
Penyakit radang panggul terjadi apabila terdapat infeksi pada saluran
genital bagian bawah, yang menyebar ke atas melalui leher rahim. Butuh
waktu dalam hitungan hari atau minggu untuk seorang wanita menderita
penyakit radang panggul. Bakteri penyebab tersering adalah N. Gonorrhoeae
dan Chlamydia trachomatis yang menyebabkan peradangan dan kerusakan
jaringan sehingga menyebabkan berbagai bakteri dari leher rahim maupun
vagina menginfeksi daerah tersebut. Kedua bakteri ini adalah kuman penyebab
PMS. Proses menstruasi dapat memudahkan terjadinya infeksi karena
hilangnya lapisan endometrium yang menyebabkan berkurangnya pertahanan
dari rahim, serta menyediakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri
(darah menstruasi).
Gambar 2.2
Penyakit radang
panggul
Bakteri fakultatif
anaerob dan flora juga
diduga berpotensi
menjadi penyebab
PID. yang termasuk
dantaranya adalah
Gardnerella vaginalis,
streptokokus
agalactiae, peptostreptokokus, bakteroides dan mycoplasma genetalia.
patogen genetalia lain yang menyebabkan PID adalah haemaphilus influenza
dan haemophilus parainfluenza.

8
actinomices diduga menyebabkan PID yang dipicu oleh penggunaan
AKDR. PID mungkin juga disebabkan oleh salpingitis granulomatosa yang
disebabkan Mycobakterium tuberkulosis dan Schistosoma.

2.3 FAKTOR RESIKO


Terdapat beberapa faktor resiko PID , namun yang utama adalah aktivitas
seksual. PID yang timbul setelah periode menstruasi pada wanita dengan
aktivitas seksual berjumlah sekitar 85% sedangkan 15% di sebabkan karena
luka pada mukosa misalnya AKDR atau kuretase
Resiko juga meningkat berkaitan dengan jumlah pasangan seksual. Wanita
dengan lebih banyak dari 10 pasangan seksual cenderung memiliki pningkatan
resiko sebesar 3 kali lipat.
Usia muda juga salah satu faktor resiko yang di sebabkan oleh kurangnya
kestabilan hubungan seksual dan mungkin oleh kurangnya imunitas.
.
Gambar 2.3. Resiko
radang panggul
Faktor resiko lainnya
yaitu pemasangan alat
kontrasepsi, etnik, status
postmaterial dimana
resiko meningkat 3 kali di
banding yang tidak menikah,
infeksi bacterial vaginosis,
dan merokok.
Peningkatan resiko PID di
temukan pada etnik berkulit
putih dan pada golongan sosio ekonomi rendah. PID sering muncul pada usia
15 – 19 tahun dan pada wanita yang pertama kali berhubungan seksual.
Pasien yang digolongkan memiliki faktor resiko tinggi untuk PID adalah
wanita di usia 25 tahun, menstruasi, memiliki pasangan seksual yang multiple,
tidak menggunakan kontrasepsi, dan tinggal di daerah yang tinggi prevelensi

9
penyakit menular seksual. PID juga sering timbul pada wanita yang pertama
kali berhubungan aseksual. Pemakain AKDR meningkatkan resiko PID 2 – 3
kali lipat pada 4 bulan pertama setelah pemakaian, namun kemudian resiko
kembali menurun. Wanita yang tidak berhubungan seksual secara aktif dan
telah menjalani sterilisasi tuba, memiliki resiko yang sangat rendah untuk PID.

2.4 PATOFISIOLOGIS
PID di sebabkan oleh penyebaran mikroorganisme secara asenden ke
traktus genital atas dari vagiana dan serviks. Mekanisme pasti yang
bertanggung jawab atas penyebaran tersebut tidak diketahui, namun aktifitas
seksual mekanis dan pembukaan serviks selama menstruasi mungkin
berpengaruh.
Banyak kasus PID timbul dengan 2 tahap :
 Tahap Pertama : melibatkan akuisisi dari vagiana atau infeksi servikal.
Penyakit menular seksual yang menyebabkan mungkin asimptomatik
 Tahap Ke dua : Timbul oleh penyebaran asenden langsung
mikroorganisme dari vagina dan serviks.
Mukosa serviks menyediakan barrier fungsional melawan penyebaran ke
atas, namun efek dari barrier ini mungkin berkurang akibat pengaruh
perubahan hormonal yang timbul selama ovulasi dan menstruasi. Gangguan
suasana servikovaginal dapat timbul akibat terapi antibiotic dan penyakit
menular seksual yang dapat menggagu keseimbangan flora
endogen.Menyebabkan organisme nonpatogen bertumbuh secara berlebihan
dan bergerak ke atas. Pembukaan serviks selama menstruasi dengan aliran
menstrual yang retrograd dapat memfasilitasi pergerakan asenden dari
mikroorganisme. Hubungan seksual juga dapat menyebabkan ifeksi asenden
akibat dari kontraksi uterus mekanis dan ritmik. Bakteri dapat terbawa
bersama sperma menuju uterus dan tuba.

10
Gambar 2.4 patofisilogi radang panggul

Faktor resiko meningkat pada wanita dengan pasangan seksual multiple ,


punya riwayat penyakit seksual sebelumnya, pernah PID, Riwayat pelecehan
seksual usia muda, dan mengalami tindakan pembedahan. Usia muda
mengalami peningkatan resiko akibat dari peningkatan permeabilitas mucosal
serviks, zona servical ektopi yang lebih besar, proteksi antibody chalamidya
yang masih rendah, dan peningkatan berlaku beresiko. Prosedur pembedahan
dapat menghancurkan barrier servical, sehingga menjadi predisposisi terjadi
infeksi.
AKDR telah di duga merupakan predisposisi terjadinya PID dengan
memfasilitasi transmisi mikroorganisme ke traktus genitalia atas. Kontrasepsi
oral justru mengurangi resiko PID secara simptomatik. Mungkin dengan
meningkatkan viskositas mukosa oral, menurunkan aliran menstrual
antegrade dan retrograde, dan memodifikasi respon imun local.
Pada traktus bagian atas, jumlah mikroba dan fakrot host memiliki peneran
terhadap derajat inflamasi dan parut yang dihasilkan. Infeksi uterus biasanya
terbatas pada endometrium, namun dapat lebih invasive pada uterus yang
gravid aytau postpartum. Infeksi tuba awalnya melibatkan mukosa, tapi
inflamasi transmural yang di mediasi komplimen yang bersifat akut dapat
timbul cepat dan intensitas terjadinya infeksi lanjutan pun meningkat.
Inflamasi dapat meluas ke struktur parametrial termasuk usus. Infeksi dapat
pula meluas oleh tumpahnya materi purulrn dari tuba fallopi atau fia
penyebaran limfatik dalam pelvis menyebabkan peritonitis akut atau
perihepatitis akut.

11
2.5. KLASIFIKASI PID
Beberapa jenis inflamasi yang termasuk PID yang sering ditemukan
adalah :
1. Salpingitis
mikroorganisme yang menyebabkan salpingitis adalah N. Gonorhea
dan C trachomatis. Salpingitis timbul pada remaja yang memiliki
pasangan seksual yang multiple dan tidak menggunakan kontrasepsi
Gambar 2.5

Salpingitis
2. Abses tuba ovarium
Abses ini sering muncul setelah salfingitis namun lebih sering karena
infeksi adnexa yang berulang.pasian dalam keadaan asimtomatik atau
dalam keadaan septic syok, bitemukan 2 minggu setelah menstruasi
denga nyeri pelvis dan abdomen, mual, muntah, demam dan takikardi.
Seluruh abdomen tegang dan nyeri

12
Gambar 2.5 abses tuba ovarium

2.6. GEJALA DAN DIAGNOSIS


Keluhan atau gejala yang paling sering di kemukakan adalah nyeri
abdominopelvik. Keluhan lain berfariasi, antar alin keluarnya cairan vagina,
atau perdarahan, demam, menggigil, serta mual dan disuria. Demam terlihat
pada 60% – 80% kasus. Daignosis PID sulit karena kaluhan dan gejala-gejala
yang di kemukanan sangat berfariasi.Pada pasien dengan nyeri tekan serviks,
uterus, dan adneksa, PID di diagnosis dengan akurat hanya 65%. Karena
kaibat buruk PID terutama infertilitas dan nyeri panggul kronik, maka PID
harus di curigai pada perempuan beresiko dan diterapi secara agresif. Kriteria
diagnosis diagnostic dari CDC dapat membantu akurasi diagnosis dan
ketepatan terapi..
Gambar 2.6 penyakit
radang panggul

Kriteria
minimum untuk
diagnosis klinis adalah
sebagai berikut :
(ketiga tiganya harus ada)
 Nyeri gerak serviks
 Nyeri tekan uterus

13
 Nyeri tekan adneksa
Kriteria tambahan seperti berikut adalah dapat di pakai untuk menambah
spesifisitas kriteria minimum dan mendukung diagnosis PID.
 Suhu oral < 38,3Oc
 Cairan serviks atau vagina tidak normal mukokurulen.
 Leukosit dalam jumlah banyak pada pemeriksaan mikroskop sekter
vagina dengan salin
 Kenaikan laju endap darah
 Protein reaktif – C meningkat
 Dokumentasi laboraturium infeksi serviks oleh N. gonorrhoeae
atau C. trachomatis
Pada pemeriksaan dalam dapat dijumpai :
 Tegang di bagian bawah
 Nyeri serta nyeri gerak pada serviks
 Dapat teraba tumor karena pembentukan abses
 Di bagian belakang Rahim terjadi penimbunan nanah
 Dalam bentuk menahun mungkin teraba tumor, perasaan tidak enak
(Discomfort) di bagain bawah abdomen (Manuaba, 2010)
Keiteria diagnosis PID sangat spesifik meliputi :
 Bipsi endometrium desertai bukti histopatologis endometritis
 USG transvaginal atau MRA memperlihatkan tuba menebal penuh
berisi cairan dengan atau tanpa cairan bebas di panggul atau
kompleks tubo – ovarial atau pemeriksaan dopler menyarankan
infeksi panggul (missal hiperemi tuba)
 Hasil pemeriksaan laporoskopi yang konsisten dengan PID
Beberapa ahli menganjurkan bahwa pasien dengan PID di rawat
inap agar dapat segera di mulai istirahat baring dan pemberian
antibiotika parenteral dalam pengawasan akan tetapi, untuk pasien
pasien PID ringan atau sedang rawat jalan dapat memberikan
kesudahan jangka pendek dan panjang yang sama dengan rawat
inap. Keputusan untuk rawat inap ada di tangan dokter yang
merawat. Di sarankan memakai kriteria rawat inap sebagai berikut :

14
 Kedaruratan bedah (mial apensisitis) tidak dapat di kesampingkan.
 Pasien sedang hamil
 Pasien tidak memberi respons klinis terhadap antimikrobia oral
 Pasien tidak mampu mengikuti atau menaati pengobatan rawat
jalan
 Pasien menderita sakit berat mual dan muntah, atau demam tinggi
 Ada akses tubo ovarial

2.7. KLASIFIKASI KLINIK PID


SINDROM KLINIS PENYEBAB
PID akut (Durasi ≤ 30 Patogen servikal (N.gonorrhoeae, C. trachomatis,
hari) dan M. genitalium)
Patogen bakteri vaginosis (Peptostreptococcus.sp,
M. hominis dan Clostridia.sp)
Ptogen respiratori (H, influenza, S. pneumonia,
streptococcus grup A, dan S. aureus)
Patogen enteric (E. Coli, Bracteroides fragilis,
Streptococcus grup B, dan Campylobacter.sp)
PID Subklinis C.trachomatis dan N. gonorrhoeae
PID kronik (durasi > 30 Mycobacterium tuberculosis dan Actinomyces.sp
hari)

2.8. DEFERENSIAL DIAGNOSA


1. Tumor adnexa
2. Apendicitis
3. Servicitis
4. Kista ovarium
5. Tersio ovarium
6. Aborsi spontan
7. Infeksi saluran kemih
8. Kehamilan ektopik
9. Endometriosis

2.9. PENATALAKSANAAN
A. PADA WANITA TIDAK HAMIL

15
Terapi PID harus ditujukan untuk mencegah kerusakan tuba yang
menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan ektopik
infeksi kronik.Banyak pasien yang berhasil di terapi dengan rawat jalan dan
terapi rawat jalan dini harus menjadi pendekatan terapiotik permulaan.
Pemilihan antibiotika harus ditujuakan pada organisme etiologi utama (N.
Gonorrhoeae atau C. Trachomatis) tetapi juga harus mengarah pada sifat
pilimik krobial PID.
Untuk pasien dengan PID ringan atau sedang terapi oral dan perenteral
mempunyai daya guna klinis yang sama.
Rekomendasi terapi dari CDC
a. Terapi perenteral
 Rekomendasi terapi parenteral A
- Sevotetan 2 g intavena setiap 12 jam atau
- Sevoksitin 2 g intravena setiap 6 jam di tambah
- Doksisiklin 100 mg oral atau parenteral setiap 12 jam
 Rekomendasi terapi parenteral B
- Klindamisin 900 mg setiap 8 jam di tambah
- Gentamicin dosis muatan intravena atau intramuskuler ( 2mg / kg BB)
diikuti dengan dosis pemeliharaan ( 1,5 mg / kg BB) Setiap 8 jam.
Dapat di ganti denagn dosis tunggal harian.
 Terapi parenteral alternative
Tiga terapi alternatif telah di coba dan mereka mempunyai cakupan
spektrum yang luas
- Levofloksasin500 mg intravena 1X sehari dengan atau tanpa
metronidazole 500 mg intravena setiap 8 jam atau
- Ofloksasin 400 mg intravena stiap 12 jam dengan atau tanpa
metronidazole 500 mg intraven setiap 8 jam atau
- Ampisilin/sulbaktam 3 mg intavena setiap 6 jam di tambak Doksisiklin
100 mg oral atau intravena etiap 12 jam.
b. Terapi oral
Terapi oral dapat di pertimbangkan untuk penderita PID atau sedang
karena kesudahan klinisnya sama dengan terapi parenteral. Pasien yang

16
mendapat terapi dan tidak menunjukkan perbaikan setelah 72 jam harus
dire-evaluasi untuk memastikan diagnosisnya dan diberikan terapi
parenteral baik dengan rawat jalan maupun inap.
 Rekomendasi terapi A
- Levofloksasin 500 mg oral 1X setiap hari selama 14 hari atau
ofloksasin 400 mg 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa
- Metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari
 Rekomendasi terapi B
- Seftriakson 250 mg intramuscular dosis tunggal di tambah doksisiklin
oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazole 500 mg
oral 2x sehari selama 14 hari atau
- Sefoksitin 2 g intramuscular dosis tunggal dan probenosid di tambah
doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa
metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari atau
- Sefalosporin generasi ketiga (missal seftizoksim atau sefotaksim) di
tambah doksisiklin oral 2x sehari selam 14 hari dengan atau tanpa
metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari
B PADA WANITA HAMIL
Pada ibu hamil yang terkena radang panggul tidak boleh di berikan
antibiotic.Dan kemungkinan akan di lakukan terminasi.
C. PADA IBU MENYUSUI
Pada ibu menyusui yang terkena radang panggul boleh di berikan
antibiotic, seperti 1. Ceftriaxone : Di anggap aman untuk digunakan
selama menyusui oleh American Academy of pediatric.
2. Doksisiklin : Dapat menyebabkan noda gigi atau menghambat
pertumbuhan tulang. Produsen obat klaim serius potensi efek samping.
3. Metromidazol : Potensi resiko pertumbuhan tulang.
 BILA UNTUK MENGURANGI RASA SAKIT PERUT DAN
PANGGUL, bisa diberikan seperti penghilang rasa sakit
ibuprofen dan paracetamol dan bersamaan dengan pemberian
antibiotic

17
 Infeksi radang panggul karena IUD, dilakukan pemberian
antibiotic dulu dan dilakukan observasi beberapa hari dan jika
tidak ada perbaikan maka dilakukan pelepasan IUD karena
kemungkinan infeksi disebabkan oleh IUD .
KOMPLIKASI PADA KEHAMILAN
Penelitia telah menunjukkan bahwa menunda pengobatan sedikitnnya 2-3 hari
dapat menyebabkan peningkatan resiko infertilitas. Pengobatan segera dilakukan
terkait dengan PID dan tingkat keparahannya
 Infertilitas : resiko infertile setelah terkena PID jumlah dan tingkat
keparahannya
 Kehamilan ektopik
 Nyeri panggul kronis
 Perihepatitis ( sindrom fitz- hugh Curtis ) : menyebabkan nyeri kuadran
kanan atas
 Abses tubo ovarium
 Reiter’s syndrome ( reaktif arthritis )
 Pada kehamilan : PID dikaitkan dengan peningkatan persalinan prematur,
dan morbiditas ibu dan janin
 Neonatal : transmisi perinatal C. trachomatis atau N. gonorrhoeae dapat
menyebabkan ophthalmia neonatorum pneumonitis clamidia juga bisa
terjadi

2.10. CARA PENCEGAHAN


Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pencegahan dapat di lakukan dengan mencegah terjadi infeksi yang di
sebabkan oleh kuman penyebab penyakit menular seksual. Terutama
chalamidya. Peningkatan edukasi masyarakat, penapisan rutin, diagnosis
dini, serta penanganan yang tepat terhadap infeksi chlamidya berpengaruh
besar dalam menurunkan angka PID. Edukasi hendaknya focus pada
metode pencegahan penyakit menular seksual, termasuk setiap terhadap

18
satu pasangan, menghindari aktifitas seksual yang tidak aman, dan
menggunakan pengamanan secara rutin.
2. Adanya progam penapisan penyakit menular seksual dapat mencegah
terjadinya PID pada wamita. Mengadakan penapisan terhadap pria perlu di
lakukan untuk mencegah penularan kepada wanita.
3. Pasien yang telah di diagnosa dengan PID atau penyakit menular
seksual harus di terapi hingga tuntas, dan terapi juga di lkukan terhadap
pasangannya untuk mencegah penularan kembali.
4. Wanita usia remaja harus menghindari aktivitas seksual hingga usia 16
tahun atau lebih.
5. Kontrasepsi oral dilakukan dapat mengurangi resiko PID
6. Semua wanita berusia 25 tahun ke atas harus di lakukan penapisan
terhadap chlamidya tanpa memandang faktor resiko.

19
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 44 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMP
Alamat : DSN IV. Gang Baharu, Sei Rotan

IDENTITAS SUAMI
Nama : Tn.H
Umur : 48 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Alamat : DSN IV. Gang Baharu, Sei Rotan

ANAMNESA
Ny. D, 44 th, P3A0, Islam, IRT, SMP i/d Tn. H, 48 th, Islam, Wiraswasta,
SMA, datang ke RS Haji Medan .
Keluhan Utama : Perdarahan sejak 1 bulan yang lalu
Telaah : Pasien datang ke IGD RS Haji Medan dengan
keluhan perdarahan yang di alami kurang lebih 1 bulan yang lalu, perut terasa
mules (+), sakit perut (+), keputihan (-).Riwayat keluar lendir bercampur darah
(-), Riwayat bercampur dengan suami beberapa hari ini (-), Riwayat Trauma (-),
Riwayat perut di kusuk (-), BAB dan BAK dalam batas normal.

20
RIWAYAT MENSTRUASI :

• Menarche : 12 tahun

• Lama haid : 2-3 hari

• Siklus Haid : 28 hari

• Volume : 2x ganti duk (pembalut) /hari

• Dysmenorrhea : (-)

• Metrorrhagia : (-)

• Menorrhagia : (-)

• Spotting : (-)

• Darah beku : (-)

• Contact bleeding : (-)

• Climacterium : (-)

• Menopause : (-)

Kehamilan dan persalinan yang lalu :

P3A0

1. Perempuan/3000 gr/Rumah/ Bidan/ 21th/ Sehat


2. Laki-laki/4000 gr/Rumah/ Bidan/ 19 th/ Sehat
3. Laki-laki/3700 gr/Rumah/ Bidan/ 13th/ Sehat
Keputihan
- Jumlah : sedikit / sedang / banyak
- Warna : kekuningan
- Bau : -
- Konsistensi : encer / kental / berlendir
- Gatal (pruritus vulvae) :+

21
Seksual / Perkawinan :

Umur Kawin Istri : 22 tahun Suami : 24 tahun

Lama Kawin : 22 tahun

Kemandulan :-

Frigiditas / Vaginismus :-

Libido : kurang / sedang / kuat / hiperseksull.

Frekuensi koitus : Tidak ditanyakan

Orgasmus :-

Dispareuni :-

Kelurga Berencana :-

RIWAYAT PENYAKIT TERDAULU:

Tuberculosis :(-) Penyakit hati :(-)


Peny.Jantung / pemb. Darah : ( - ) Penyakit ginjal : ( - )
Penyakit endokrin :(-) Peny. Kelamin : ( - )
Hipertensi :(-) Diabetes Melitus: ( - )

PEMERIKSAAN FISIK

a. Status present

Keadaan umum : Compos Mentis Dyspnoe :-

Keadaan Gizi : Baik Edema :-

TD :120/70 mmHg Cyanose :-

Suhu : 36,80 C Anemi :+

HR : 80x Icterus :-

22
RR : 20x Cor : DBN

Tinggi badan : 155 cm Pulmo : DBN

Berat Badan : 59 kg THT : DBN

b. Status Generalisata

• Kepala : Dalam batas normal


• Leher : Dalam batas normal
• Thorax :
– Cor : Bunyi Jantung normal, reguler, Bunyi Jantung Tambahan
(-)
– Pulmo : Suara pernapasan vesikuler, suara tambahan (-)
– Kelenjar-kelenjar supra / intra clavikula : tidak teraba
– Mamae : DBN
• Abdomen :
– Membesar : (+)
– Simetris / Asimetris : Asimetris
– Soepel : (+)
– Defense Musculare : (-)
– Hepar : Tidak Teraba
– Lien : Tidak Teraba
– Shifting Dullness : (-)
– Meteorismus : (-)
– Ascites : (-)
– Peristaltik Usus : (+) Normal
– Tumor : (-)
– Besarnya : sebesar tinju dewasa
– Batas-batasnya : 3 jari dibawah pusat, selentang symphysis
pubis
– Konsistensi : solid
– Permukaan : rata
– Nyeri tekan : (+)

23
c. Status Ginekologi
Pemeriksaan Dalam

Inspekulo :

- Portio : licin
- Erosi :-
- Polip :-
- Ectropion :- - Bunga kol (exophytik) : -
- Laserasi :- - Leukoplakia :-
- Ovula naboti :- - Schiller test :-
- Tampak gumpalan darah di fornix posterior, dibersihkan tidak
mengalir
Vaginal Toucher

Uterus

– Posisi : Anteflexi

– Besarnya : Sebesar tinju dewasa

– Mobilitas : Mobile

– Konsistensi : Lunak

– Sakit waktu digerakkan : (-)

– Nyeri tekan : (+)

Parametrium Kanan/Kiri : Lemas

Adnexa Kanan/Kiri : adnexa kanan dan kiri tidak teraba

Cavum douglas : Tidak menonjol

Douglas crise : (-)

Vagina

24
- Dinding : Normal
- tanda-tanda peradangan : (-)
- sekret : (-)
- massa : (-)
Pemeriksaan sekret vagina
Langsung : tidak dilakukan pemeriksaan
Kultur : tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan rectal toucher :spingter ani ketat, mukosa rectum licin (tidak
teraba massa, ampulla recti kosong
PAP’S SMEAR
Diambil tanggal : (-)
Hasil : (-)
Anjuran : (-)
DIAGNOSA BANDING
 Leiomioma
 Karsinoma endometrium
 Abortus inkomplit
 Hiperplasi endometrium
 Polip endometrium

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Radiologi

• Thorax :Tidak dilakukan pemeriksaan

• Abdomen :Tidak dilakukan pemeriksaan

• BNO-IVP :Tidak dilakukan pemeriksan

USG-TAS:

- KK terisi baik
- UT : Sulit dinilai tampak penebalan pada dinding rahim 1,75 cm.
- Cairan bebas (-)
- Kesan : hiperplasia endometrium

25
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 11/01/ 2020 jam 10.45

Hematologi
Darah rtin Nilai Nilai Rujukan satuan
Hemoglobin 10,5 12 – 16 g/dl
Hitung eritrosit 4,3 3,9 - 5,6 106/µl
Hitung leukosit 11.820 4,000- 11,000 /µl
Hematokrit 34.5 36-47 %
Hitung trombosit 492.000 150,000-450,000 /µl

Index eritrosit
MCV 77,0 80 – 96 fL
MCH 244,4 27 – 31 pg
MCHC 31.7 30 – 34 %

Hitung jenis leukosit


Eosinofil 5 1–3 %
Basofil 0 0–1 %
N.Stab 0 2– 6 %
N. Seg 68 53–75 %
Limfosit 22 20–45 %
Monosit 4 4–8 %
Laju Endap Darah - 0-20 mm/jam

Kimia Klinik
GDS 91 <140 mg/dL

DIAGNOSA

Leiomioma

26
RENCANA

- Lapor supervisor : dr. Ahmad Khuwailit, Sp. OG


- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Cefataxim 2gr/iv
- Rencana kuretase tanggal 28 Februari 2019 jam 10.00 wib

FOLLOW UP PRE-OP Tanggal 11 Januari 2020


- S : perdarahan (+), nyeri perut (+)
- O : sensorium : CM
- TD : 120/90mmHg
- HR : 70x/i
- RR : 24x/i
- T : 36oC
- Status Lokalisata
- Abdomen : soepel, peristaltik (+) N
- TFU : tidak teraba ballottement
- P/V :-
- BAB dan BAK : (+) N
- A : hiperplasia endometrium
- P : IFVD RL 20 gtt/i
- Inj. Cefotaxime 2 gr/8 jam
- Rencana : kuretase hari ini

27
LAPORAN DILATASI DAN KURETASE

Langkah-langkah dilatasi dan kuretase

1) Tindakan untuk memperlebar kanalis servikalis dilakukan dengan


pemasangan batang laminaria sebelum tindakan kuretase, dalam kanalis
servikalis dalam waktu maksimum 12 jam sebelum tindakan kuretase.
2) Setelah persiapan operator dan pasien selesai, pasien diminta untuk
berbaring pada posisi lithotomi setelah sebelumnya mengosongkan vesica
urinaria.
3) Dibawah general anastesidilakukan tindakan antiseptic pada permukaan
vagina dengan larutan betadin dan alkohol
4) Dilakukan pemeriksaan dalam ulangan untuk menentukan posisi servik,
arah dan ukuran uterus serta keadaan adneksa
5) Spekulum dipasang dan bibir depan porsio dijepit dengan 1 atau 2 buah
cunam servik.
6) Dilatasi juga dapat dilakukan dengan dilatator Hegar yang terbuat dari
logam dari berbagai ukuran (antara 0.5 cm sampai 1.0 cm)
7) Gagang sonde dipegang antara ibu jari dan telunjuk tangan kanan dan
kemudian dilakukan sondage untuk menentukan arah dan kedalaman uterus
8) Sendok kuret dipegang diantara ujung jari dan jari telunjuk tangan kanan
(hindari cara memegang sendok kuret dengan cara menggenggam), sendok
dimasukkan ke kedalam uterus dalam posisi mendatar dengan lengkungan
yang menghadap atas.
9) Pengerokan uterus dikerjakan secara sistematik ( searah dengan jarum jam
dan kemudian berlawanan arah dengan jarum jam ). Dokter kemudian
melakukan tindakan kuret dengan alat kuret atau dengan alat hisap.
10) Spekulum di lepaskan kembali.
11) Keadaan umum ibu post kuret baik.
Terapi : IVFD RL 20 gtt/i

28
Ceftriaxone 1 gr/12 jam

Asam mefenamat 3 x 1

Neurodex 2 x 1

Rencana : Awasi perdarahan, vital sign

Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi

- Makroskopi
Diterima jaringan endometrium compang-camping sekitar 6 cc, warna
cokelat kehitaman, konsistensi padat kenyal.

- Mikroskopi
Jaringan telah diproses seluruhnya menunjukkan endometrium dengan
gambaran kelenjar dilatasi sedikit stroma endometrium, pola dan
formasi kelenjar regular

- Kesan : simple hyperplasia endometrium

29
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Penyakit Radang Panggul (PID: Pelvic Inflammatory Disease) adalah
infeksi pada alat genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi endometrium,
tubafalopi, ovarium, miometrium, parametria, dan peritonium panggul. PID
adalah infeksi yang paling peting dan merupakan komplikasi infeksi menular
seksual yang paling biasa. (Sarwono,2011)
Pelvic Inflamatory Diseases (PID) adalah infeksi alat kandungan tinggi
dari uterus, tuba, ovarium, parametrium, peritoneum, yang tidak berkaitan
dengan pembedahan dan kehamilan. PID mencakup spektrum luas kelainan
inflamasi alat kandungan tinggi termasuk kombinasi endometritis,
salphingitis, abses tuba ovarian dan peritonitis pelvis. Biasanya mempunyai
morbiditas yang tinggi. Batas antara infeksi rendah dan tinggi ialah ostium
uteri internum (Marmi, 2013)
Terdapat beberapa faktor resiko PID , namun yang utama adalah aktivitas
seksual. PID yang timbul setelah periode menstruasi pada wanita dengan
aktivitas seksual berjumlah sekitar 85% sedangkan 15% di sebabkan karena
luka pada mukosa misalnya AKDR atau kuretase
Resiko juga meningkat berkaitan dengan jumlah pasangan seksual. Wanita
dengan lebih banyak dari 10 pasangan seksual cenderung memiliki pningkatan
resiko sebesar 3 kali lipat.
Keluhan atau gejala yang paling sering di kemukakan adalah nyeri
abdominopelvik. Keluhan lain berfariasi, antar alin keluarnya cairan vagina,
atau perdarahan, demam, menggigil, serta mual dan dysuria. Demam terlihat
pada 60% – 80% kasus. Daignosis PID sulit karena kaluhan dan gejala-gejala
yang di kemukanan sangat berfariasi.Pada pasien dengan nyeri tekan serviks,
uterus, dan adneksa, PID di diagnosis dengan akurat hanya 65%. Karena
kaibat buruk PID terutama infertilitas dan nyeri panggul kronik, maka PID
harus di curigai pada perempuan beresiko dan diterapi secara agresif. Kriteria
diagnosis diagnostic dari CDC dapat membantu akurasi diagnosis dan
ketepatan terapi.

30
Terapi PID harus ditujukan untuk mencegah kerusakan tuba yang
menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan ektopik
infeksi kronik.Banyak pasien yang berhasil di terapi dengan rawat jalan dan
terapi rawat jalan dini harus menjadi pendekatan terapiotik permulaan.
Pemilihan antibiotika harus ditujuakan pada organisme etiologi utama (N.
Gonorrhoeae atau C. Trachomatis) tetapi juga harus mengarah pada sifat
pilimik krobial PID.
Untuk pasien dengan PID ringan atau sedang terapi oral dan perenteral
mempunyai daya guna klinis yang sama. Sebagian besar klinis menganjurkan
terapi parenteral paling tidak selama 48 jam kemudian dilanjutkan dengan
terapi oral dengan 24 jam setelah ada perbaikan klinis

31
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. PT Bina Pustaka.


Jakarta. 2011.
Manuaba, IBG, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan
KB.Jakarta : EGC 
Helen, Varney. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4, Volume 2.
Jakarta: EGC
Marmi, Retno. A.M.S., Fatmawati. E. 2011. Asuhan Kebidanan Patologi.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

32

Anda mungkin juga menyukai