PANGGUL
Oleh kelompok 3
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya
sehingga makalah ini dapat kami selesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan
dengan mengambil judul “Infeksi Penyakit Radang Panggul ”.
Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca dan khususnya profesi perawat, supaya kedepannya dapat
diterapkan di dunia keperawatan. Kami yakin masih banyak kekurangan dalam
makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya.
.
Denpasar, 5 Oktober 2021
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit radang panggul (PID) adalah infeksi rahim ,saluran tuba dan organ
reproduksi lainnya yang menyebabkan gejala seperti nyeri perut bawah. Ini merupakan
komplikasi serius dari beberapa penyakit menular seksual (PMS). Terutama klamidia
dan gonore. PID dapat merusak tuba dan jaringan di dekat uterus dan ovarium.PID
dapat menyebabkan kemandulan, kehamilan ektopik, pembentukan abses dan nyeri
panggul kronis.
1
pemakaian kontrasepsi lain atau yang bukan pemakai sama sekali. 15% kasus penyakit
ini terjadi setelah tindakan operasi seperti biopsi endometrium, kuret, histeroskopi.
1.3. TUJUAN
1. Dapat mengetahui definisi, etiologi, faktor resiko, patofisiologis dari radang panggul
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
2
Penyakit Radang Panggul (PID: Pelvic Inflammatory Disease) adalah infeksi pada
alat genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi endometrium, tuba falopi, ovarium,
miometrium, parametria, dan peritonium panggul. PID adalah infeksi yang paling
peting dan merupakan komplikasi infeksi menular seksual yang paling biasa.
(Sarwono,2011; h.227)
Penyakit Radang Panggul adalah suatu kumpulan radang pada saluran genital
bagian atas oleh berbagai organisme, yang dapat menyerang endometrium, tuba fallopi,
ovarium maupun miometrium secara perkontinuitatum maupun secara hematogen
ataupun sebagai akibat hubungan seksual. (Yani,2009;h.45)
Gambar 2.1 Peradangan yang terjadi pada panggul
Sumber :www.google.com
Penyakit radang panggul merupakan infeksi genetalia bagian atas wanita yang
sebagian besar disebabkan hubungan seksual.(manuaba)
Pelvic Inflamatory Diseases (PID) adalah infeksi alat kandungan tinggi dari uterus,
tuba, ovarium, parametrium, peritoneum, yang tidak berkaitan dengan pembedahan dan
kehamilan. PID mencakup spektrum luas kelainan inflamasi alat kandungan tinggi
termasuk kombinasi endometritis, salphingitis, abses tuba ovarian dan peritonitis
pelvis. Biasanya mempunyai morbiditas yang tinggi. Batas antara infeksi rendah dan
tinggi ialah ostium uteri internum (Marmi, 2013; h.198)
Penyakit radang panggul adalah infeksi saluran reproduksi bagian atas. Penyakit
tersebut dapat mempengaruhi endometrium (selaput dalam rahim), saluran tuba,
indung telur, miometrium (otot rahim), parametrium dan rongga panggul. Penyakit
radang panggul merupakan komplikasi umum dari Penyakit Menular Seksual (PMS).
3
2.2 ETIOLOGI
Penyakit radang panggul terjadi apabila terdapat infeksi pada saluran genital bagian
bawah, yang menyebar ke atas melalui leher rahim. Butuh waktu dalam hitungan hari
atau minggu untuk seorang wanita menderita penyakit radang panggul. Bakteri
penyebab tersering adalah N. Gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis yang
menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan berbagai
bakteri dari leher rahim maupun vagina menginfeksi daerah tersebut. Kedua bakteri ini
adalah kuman penyebab PMS. Proses menstruasi dapat memudahkan terjadinya infeksi
karena hilangnya lapisan endometrium yang menyebabkan berkurangnya pertahanan
dari rahim, serta menyediakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri (darah
menstruasi).
Gambar 2.2 Penyakit radang panggul
Sumber :www.google.com
Bakteri fakultatif anaerob dan flora juga diduga berpotensi menjadi penyebab PID.
yang termasuk dantaranya adalah Gardnerella vaginalis, streptokokus agalactiae,
peptostreptokokus, bakteroides dan mycoplasma genetalia. patogen genetalia lain yang
menyebabkan PID adalah haemaphilus influenza dan haemophilus parainfluenza.
actinomices diduga menyebabkan PID yang dipicu oleh penggunaan AKDR. PID
4
Terdapat beberapa faktor resiko PID , namun yang utama adalah aktivitas seksual.
PID yang timbul setelah periode menstruasi pada wanita dengan aktivitas seksual
berjumlah sekitar 85% sedangkan 15% di sebabkan karena luka pada mukosa misalnya
AKDR atau kuretase
Resiko juga meningkat berkaitan dengan jumlah pasangan seksual. Wanita dengan
lebih banyak dari 10 pasangan seksual cenderung memiliki pningkatan resiko sebesar 3
kali lipat.
Usia muda juga merupakan salah satu faktor resiko yang di sebabkan oleh
kurangnya kestabilan hubungan seksual dan mungkin oleh kurangnya imunitas.
5
tidak berhubungan seksual secara aktif dan telah menjalani sterilisasi tuba, memiliki
resiko yang sangat rendah untuk PID.
2.4 PATOFISIOLOGIS
PID disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme secara asenden ke traktus genital
atas dari vagiana dan serviks. Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas
penyebaran tersebut tidak diketahui, namun aktifitas seksual mekanis dan pembukaan
serviks selama menstruasi mungkin berpengaruh.
Banyak kasus PID timbul dengan 2 tahap :
• Tahap Pertama : melibatkan akuisisi dari vagiana atau infeksi servikal.
Penyakit menular seksual yang menyebabkan mungkin asimptomatik
• Tahap Kedua : Timbul oleh penyebaran asenden langsung mikroorganisme
dari vagina dan serviks.
Mukosa serviks menyediakan barrier fungsional melawan penyebaran ke atas,
namun efek dari barrier ini mungkin berkurang akibat pengaruh perubahan hormonal
yang timbul selama ovulasi dan menstruasi. Gangguan suasana servikovaginal dapat
timbul akibat terapi antibiotik dan penyakit menular seksual yang dapat menggagu
keseimbangan flora endogen. Menyebabkan organisme nonpatogen bertumbuh secara
berlebihan dan bergerak ke atas. Pembukaan serviks selama menstruasi dengan aliran
menstrual yang retrograd dapat memfasilitasi pergerakan asenden dari
mikroorganisme. Hubungan seksual juga dapat menyebabkan infeksi asenden akibat
dari kontraksi uterus mekanis dan ritmik. Bakteri dapat terbawa bersama sperma
menuju uterus dan tuba.
6
Gambar 2.4 patofisilogi radang panggul
Sumber :www.google.com
Faktor resiko meningkat pada wanita dengan pasangan seksual multiple , punya
riwayat penyakit seksual sebelumnya, pernah PID, Riwayat pelecehan seksual usia
muda, dan mengalami tindakan pembedahan. Usia muda mengalami peningkatan
resiko akibat dari peningkatan permeabilitas mucosal serviks, zona servical ektopi
yang lebih besar, proteksi antibodi chalamidya yang masih rendah, dan peningkatan
berlaku beresiko. Prosedur pembedahan dapat menghancurkan barrier servical,
sehingga menjadi predisposisi terjadi infeksi.
AKDR telah diduga merupakan predisposisi terjadinya PID dengan memfasilitasi
transmisi mikroorganisme ke traktus genitalia atas. Kontrasepsi oral justru
mengurangi resiko PID secara simptomatik. Mungkin dengan meningkatkan viskositas
mukosa oral, menurunkan aliran menstrual antegrade dan retrograde, dan
memodifikasi respon imun lokal.
Pada traktus bagian atas, jumlah mikroba dan faktor host memiliki peranan
terhadap derajat inflamasi dan parut yang dihasilkan. Infeksi uterus biasanya terbatas
pada endometrium, namun dapat lebih invasive pada uterus yang gravid aytau
postpartum. Infeksi tuba awalnya melibatkan mukosa, tapi inflamasi transmural yang
di mediasi komplimen yang bersifat akut dapat timbul cepat dan intensitas terjadinya
infeksi lanjutan pun meningkat. Inflamasi dapat meluas ke struktur parametrial
termasuk usus. Infeksi dapat pula meluas oleh tumpahnya materi purulen dari tuba
fallopi atau fia penyebaran limfatik dalam pelvis menyebabkan peritonitis akut atau
perihepatitis akut.
7
2.5. JENIS JENIS PID
Beberapa jenis inflamasi yang termasuk PID yang sering ditemukan adalah :
1. Salpingitis
mikroorganisme yang menyebabkan salpingitis adalah N. Gonorhea dan C
trachomatis. Salpingitis timbul pada remaja yang memiliki pasangan seksual
yang multiple dan tidak menggunakan kontrasepsi
8
2.6. GEJALA DAN DIAGNOSIS
Keluhan atau gejala yang paling sering di kemukakan adalah nyeri
abdominopelvik. Keluhan lain bervariasi, antara lain keluarnya cairan vagina, atau
perdarahan, demam, menggigil, serta mual dan disuria. Demam terlihat pada 60% –
80% kasus. Diagnosis PID sulit karena keluhan dan gejala-gejala yang ditemukan
sangat bervariasi. Pada pasien dengan nyeri tekan serviks, uterus, dan adneksa, PID di
diagnosis dengan akurat hanya 65%. Karena akibat buruk PID terutama infertilitas dan
nyeri panggul kronik, maka PID harus dicurigai pada perempuan beresiko dan diterapi
secara agresif. Kriteria diagnosis diagnostic dari CDC dapat membantu akurasi
diagnosis dan ketepatan terapi..
9
Pada pemeriksaan dalam dapat dijumpai :
• Tegang di bagian bawah
• Nyeri serta nyeri gerak pada serviks
• Dapat teraba tumor karena pembentukan abses
• Di bagian belakang Rahim terjadi penimbunan nanah
• Dalam bentuk menahun mungkin teraba tumor, perasaan tidak enak
(Discomfort) di bagain bawah abdomen (Manuaba, 2010)
10
Patogen bakteri vaginosis (Peptostreptococcus.sp, M.
hominis dan Clostridia.sp)
Ptogen respiratori (H, influenza, S. pneumonia,
streptococcus grup A, dan S. aureus)
Patogen enteric (E. Coli, Bracteroides fragilis,
Streptococcus grup B, dan Campylobacter.sp)
PID Subklinis C.trachomatis dan N. gonorrhoeae
PID kronik (durasi > 30 hari) Mycobacterium tuberculosis dan Actinomyces.sp
2.9.PENATALAKSANAAN
A. PADA WANITA TIDAK HAMIL
Terapi PID harus ditujukan untuk mencegah kerusakan tuba yang
menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan ektopik infeksi
kronik. Banyak pasien yang berhasil diterapi dengan rawat jalan dan terapi rawat
jalan dini harus menjadi pendekatan terapeutik permulaan. Pemilihan antibiotika
harus ditujuakan pada organisme etiologi utama (N. Gonorrhoeae atau C.
Trachomatis) tetapi juga harus mengarah pada sifat pilimik krobial PID.
Untuk pasien dengan PID ringan atau sedang terapi oral dan perenteral
mempunyai daya guna klinis yang sama.
Rekomendasi terapi dari CDC
a. Terapi perenteral
• Rekomendasi terapi parenteral A
11
- Sevotetan 2 g intavena setiap 12 jam atau
- Sevoksitin 2 g intravena setiap 6 jam di tambah
- Doksisiklin 100 mg oral atau parenteral setiap 12 jam
• Rekomendasi terapi parenteral B
- Klindamisin 900 mg setiap 8 jam di tambah
- Gentamicin dosis muatan intravena atau intramuskuler ( 2mg / kg BB)
diikuti dengan dosis pemeliharaan ( 1,5 mg / kg BB) Setiap 8 jam. Dapat di
ganti denagn dosis tunggal harian.
• Terapi parenteral alternative
Tiga terapi alternatif telah di coba dan mereka mempunyai cakupan
spektrum yang luas
- Levofloksasin500 mg intravena 1X sehari dengan atau tanpa metronidazole
500 mg intravena setiap 8 jam atau
- Ofloksasin 400 mg intravena stiap 12 jam dengan atau tanpa metronidazole
500 mg intraven setiap 8 jam atau
- Ampisilin/sulbaktam 3 mg intavena setiap 6 jam di tambak Doksisiklin 100
mg oral atau intravena etiap 12 jam.
b. Terapi oral
Terapi oral dapat di pertimbangkan untuk penderita PID atau sedang karena
kesudahan klinisnya sama dengan terapi parenteral. Pasien yang mendapat
terapi dan tidak menunjukkan perbaikan setelah 72 jam harus dire-evaluasi
untuk memastikan diagnosisnya dan diberikan terapi parenteral baik dengan
rawat jalan maupun inap.
• Rekomendasi terapi A
- Levofloksasin 500 mg oral 1X setiap hari selama 14 hari atau ofloksasin 400
mg 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa
- Metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari
• Rekomendasi terapi B
- Seftriakson 250 mg intramuscular dosis tunggal di tambah doksisiklin oral
2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazole 500 mg oral 2x
sehari selama 14 hari atau
12
- Sefoksitin 2 g intramuscular dosis tunggal dan probenosid di tambah
doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazole
500 mg oral 2x sehari selama 14 hari atau
- Sefalosporin generasi ketiga (missal seftizoksim atau sefotaksim) di tambah
doksisiklin oral 2x sehari selam 14 hari dengan atau tanpa metronidazole
500 mg oral 2x sehari selama 14 hari
B PADA WANITA HAMIL
Pada ibu hamil yang terkena radang panggul tidak boleh diberikan
antibiotik. Dan kemungkinan akan dilakukan terminasi.
C. PADA IBU MENYUSUI
Pada ibu menyusui yang terkena radang panggul boleh di berikan antibiotik,
seperti
1. Ceftriaxone : Di anggap aman untuk digunakan selama menyusui oleh
American Academy of pediatric.
2. Doksisiklin : Dapat menyebabkan noda gigi atau menghambat pertumbuhan
tulang. Produsen obat klaim serius potensi efek samping.
3. Metronidazol : Potensi resiko pertumbuhan tulang.
• BILA UNTUK MENGURANGI RASA SAKIT PERUT DAN
PANGGUL, bisa diberikan seperti penghilang rasa sakit ibuprofen dan
paracetamol dan bersamaan dengan pemberian antibiotik
• Infeksi radang panggul karena IUD, dilakukan pemberian antibiotik
dulu dan dilakukan observasi beberapa hari dan jika tidak ada perbaikan
maka dilakukan pelepasan IUD karena kemungkinan infeksi disebabkan
oleh IUD .
D. KOMPLIKASI PADA KEHAMILAN
Penelitian telah menunjukkan bahwa menunda pengobatan sedikitnnya 2-3
hari dapat menyebabkan peningkatan resiko infertilitas. Pengobatan segera
dilakukan terkait dengan PID dan tingkat keparahannya
• Infertilitas : resiko infertil setelah terkena PID jumlah dan tingkat
keparahannya
• Kehamilan ektopik
• Nyeri panggul kronis
13
• Perihepatitis ( sindrom fitz- hugh Curtis ) : menyebabkan nyeri kuadran
kanan atas
• Abses tubo ovarium
• Reiter’s syndrome ( reaktif arthritis )
• Pada kehamilan : PID dikaitkan dengan peningkatan persalinan prematur,
dan morbiditas ibu dan janin
• Neonatal : transmisi perinatal C. trachomatis atau N. gonorrhoeae dapat
menyebabkan ophthalmia neonatorum pneumonitis clamidia juga bisa terjadi.
14
a. Biodata
d. Pemeriksaan fisik
e. Pemeriksaan penunjang
1) Periksa darah lengkap : Hb, Ht, dan jenisnya, LED.
2) Urinalisis
3) Tes kehamilan
4) USG panggul
2. Diagnosa Keperawatan
15
e. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
(D.0111)
3. Intervensi
a. Diagnosa : Hipertermia b/d proses infeksi (D.0130)
Kriteria hasil : Pengaturan suhu tubuh membaik.
Intervensi:
Observasi
- Identifikasi penyebab hipertermi
- Monitor suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor haluaran urine
- Monitor komplikasi akibat hipertermi
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan kulit
- Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
- Lakukan pendinginan eksternal
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberan cairan dan elektrolit intravena
- Kolaborasi pemberian antipiretik
16
- Monitor stress, kecemasan, depresi dan penyebab disfungsi
seksual
Terapeutik
- Berikan kesempatan untuk bertanya
- Fasilitasi komunikasi antara pasien dan pasangan
Edukasi
- Jelaskan perkembangan seksualitas sepanjang siklus kehidupan
- Jelaskan resiko tertular penyakit menular seksual dan AIDS akibat
seks bebas
- Jelaskan efek pengobatan, kesehatan, dan penyakit terhadap
disfungsi seksual
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan spesialis seksiologi, jika perlu
Intervensi ;
Observasi
Terapeutik
17
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Edukasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
18
e. Diagnosa : Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar
informasi (D.0111)
Kriteria hasil : Tingkat pengetahuan membaik.
Intervensi
Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
- Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
Terapeutik
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan ntuk bertanya
Edukasi
- Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat
4. Implementasi
• Memanatau kecenderungan pada tekanan darah, mencatat
perkembangan hipotensi, dan perkembangan pada denyut.
• Memantau frekuensi & irama jantung perhatikan disritmia.
19
1. Klien dapat meningkatkan kesehatan dibuktikan dengan
bertambahnya kemampuan dan pemahaman klien dalam
berperilaku hidup bersih dan sehat.
2. klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang.
20
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Penyakit Radang Panggul (PID: Pelvic Inflammatory Disease) adalah infeksi pada
alat genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi endometrium, tubafalopi, ovarium,
miometrium, parametria, dan peritonium panggul. PID adalah infeksi yang paling
penting dan merupakan komplikasi infeksi menular seksual yang paling biasa.
(Sarwono,2011; h.227)
Pelvic Inflamatory Diseases (PID) adalah infeksi alat kandungan tinggi dari uterus,
tuba, ovarium, parametrium, peritoneum, yang tidak berkaitan dengan pembedahan dan
kehamilan. Biasanya mempunyai morbiditas yang tinggi. Batas antara infeksi rendah
dan tinggi ialah ostium uteri internum (Marmi, 2013; h.198)
Terdapat beberapa faktor resiko PID , namun yang utama adalah aktivitas seksual.
PID yang timbul setelah periode menstruasi pada wanita dengan aktivitas seksual
berjumlah sekitar 85% sedangkan 15% di sebabkan karena luka pada mukosa misalnya
AKDR atau kuretase.
Resiko juga meningkat berkaitan dengan jumlah pasangan seksual. Wanita dengan
lebih banyak dari 10 pasangan seksual cenderung memiliki pningkatan resiko sebesar 3
kali lipat.
Keluhan atau gejala yang paling sering di kemukakan adalah nyeri
abdominopelvik. Keluhan lain bervariasi, antar lain keluarnya cairan vagina, atau
perdarahan, demam, menggigil, serta mual dan dysuria. Demam terlihat pada 60% –
80% kasus. Daignosis PID sulit karena kaluhan dan gejala-gejala yang di kemukanan
sangat bervariasi. Akibat buruk PID terutama infertilitas dan nyeri panggul kronik,
maka PID harus di curigai pada perempuan beresiko dan diterapi secara agresif.
Kriteria diagnosis diagnostic dari CDC dapat membantu akurasi diagnosis dan
ketepatan terapi.
Terapi PID harus ditujukan untuk mencegah kerusakan tuba yang menyebabkan
infertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan ektopik infeksi kronik. Pemilihan
antibiotika harus ditujuakan pada organisme etiologi utama (N. Gonorrhoeae atau C.
Trachomatis) tetapi juga harus mengarah pada sifat pilimik krobial PID.
Untuk pasien dengan PID ringan atau sedang terapi oral dan perenteral mempunyai
daya guna klinis yang sama. Sebagian besar klinis menganjurkan terapi parenteral
21
paling tidak selama 48 jam kemudian dilanjutkan dengan terapi oral dengan 24 jam
setelah ada perbaikan klinis
3.2 SARAN
Dengan penyusunan makalah ini, semoga dapat memberi manfaat bagi para
pembaca khususnya bagi mahasiswa keperawatan. Penulis berharap pembaca dapat
lebih memahami tentang penyakit infeksi radang panggul, sehingga ilmu yang didapat
bermanfaat di masa yang akan datang.
22
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/doc/53420488/Pelvic-Inflammatory-Disease
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. PT Bina Pustaka. Jakarta. 2011.
Manuaba, IBG, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan KB.Jakarta : EGC
Helen, Varney. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4, Volume 2. Jakarta: EGC
23