Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI RADANG PANGGUL

A. DefInisi
Penyakit radang panggul atau pelvic inflammatory disease (PID) adalah infeksi pada
alat genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi endometrium,tuba
falopi,ovarium,myometrium,parametria dan peritoneum panggul. (wiknjosastro, 2011).
Penyakit radang panggul atau pelvic inflammatory disease (PID) merupakan infeksi
genitalia bagian atas wanita, yang sebagian besar sebagai akibat hubungan seksual. Penyakit
radang panggul dapat bersifat akut atau menahun atau akhirnya menimbulkan berbagai
penyulit ikatan yang berakhir dengan terjadinya perlekatan dan pasangan yang telah
menikah akan mengalami kemandulan (Manuaba,1998)

B. Etiologi
PID merupakan infeksi polimikrobial dan biasanya disebabkan infeksi menular
seksual oleh mikroorganisme N.gonorhoea,C.trachomatis, M .hominis, bakteri fakultatif
gram negative, bakteri anaerob dan streptokokus. Bakteri masuk melalui vagina dan
serviks (kolonisasi pada endoserviks) dan menjalar ke rahim lalu ke tuba fallopi. Jamur
(Actynomyces israeli) dan parasite (Skistosomiasis) yang juga dapat menjadi penyebab.

C. Faktor Resiko
1. Banyak pasangan seks, didefinisikan sebagai lebih dari dua pasangan dalam waktu 30
hari, sedangkn pada pasangan monogami serial tidak didapatkan resiko yang meningkat
2. Infeksi oleh organisme menular seksual, dan sekitar 15 % pasien dengan gonorea
anogenital tanpa komplikasi akan berkembang menjadi PID pada akhir atau segera
sesudah menstruasi.
3. Pemakaian AKDR dapat meningkatkan resiko PID tiga sampai lima kali. Resiko PID
terbesar terjadi pada waktu pemasangan AKDR dan dalam 3 minggu pertama setelah
pemasangan.

D. Manifestasi Klinis
Kriteria minimum untuk diagnosis klinis adalah sebagai berikut (ketiga-tiganya
harus ada):
1. Nyeri gerak serviks
2. Nyeri tekan uterus
3. Nyeri tekan adneksa
Kriteria tambahan seperti berikut dapat dipakai untuk menambah spesifitas kriteria
minimum dan mendukung diagnosis PID.Gejalanya biasa muncul pada awal atau segera
setelah siklus menstruasi. Tingkat progesterone yang rendah pada saat itu , mengakibatkan
penipisan mukosa pertahanan pada serviks. Keluhan atau gejala yang paling sering muncul
adalah:
1. Nyeri menusuk dibagian bawah abdomen. Biasanya sifat nyerinya tumpul, sakit atau
kram,bilateral dan tetap. Dimulai beberapa hari setelah permulaan siklus menstruasi
terakhir.
2. Perdarahan vagina pasca koitus
3. Mengeluarkan keputihan dapat bercampur nanah
4. Demam dengan suhutubuh > 38,30C merupakan gejala-gejala diakhir perjalanan klinis
penyakit
5. Bila infeksi menyumbat tuba falopi maka tuba yang tersumbat bisa membengkak dan
berisi cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri menahun, perdarahan menstruasi yang
tidak teratur dan kemandulan.
6. Nadi meningkat, pernapasan bertambah dan tekanan darah mungkin dalam batas normal

E. Patofisiologi
Sebagian besar kasus PID terjadi dalam 2 tahap.Tahap pertama adalah infeksi pada
vagina atau serviks.Tahap kedua adalah infeksi mikroorganisme menyebar secara langsung
ke saluran genital bagian atas.Infeksi uterus biasanya terbatas pada endometrium, tetapi
mungkin dapat lebih invasif pada uterus yang matang atau setelah melahirkan. Peradangan
dapat meluas ke struktur parametrium yang tidak terinfeksi , termasuk usus besar. Infeksi
dapat menyebar melalui purulen yang pecah dari saluran tuba atau menyebar melalui aliran
limfatik kebagian luar pelvis yang dapat menyebabkan peritonitis akut dan perihepatitis
akut.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorim
Tidak ada tes tunggal yang spesifik dan sensitive untuk penyakit radang panggul.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain:
a. Tes kehamilan, jika hasilnya positif perlu di pertimbangkan kemungkinan aborsi
septik dan kehamilan ektopik. Pilihan terapi antibiotic yang diberikan dapat
mempengaruhi kehamilan
b. Sediaan apusan serviks yang diberi pewarnaan gram dengan diplokokus gram-
negatif intraseluler (gonorea)
c. Laju endap darah (LED) > 15 mm/jam
d. Spesimen serviks untuk gonorea dan enzym immunoassay (EIA) chlamydia
e. Hitung sel darah putih menunjukkan leukositosis
f. Pemeriksaan untuk hepatitis dan HIV
g. Peningkatan protein C-reaktif dan laju endap darah
2. Pemeriksaan penunjang lainnya:
a. USG transvaginal
Pemeriksaan ini sangat berguna dalam mengevaluasi diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, kista ovarium hemoragik,torsi ovarium,endometrioma,dan usus
buntu serta abses tuba ovarium.
b. Computerized tomography (CT)
Penemuan gambaran CT pada PID antara lain linea fasia pelvis tidak jelas,
servitis,ooforitis,salpingitis,penebalan ligament uterosakral, dan terdapat
cairan/abses panggul sederhana atau kompleks
c. MRI
MRI dapat menunjukkan gambaran antara lain dindingnya menebal, saluran tuba
berisi cairan dengan atau tanpa cairan bebas pada panggul atau tuba ovarium
kompleks. Pemeriksaan MRI ini relative mahal dan jarang dilakukan pada PID akut.
Spesifitas dan sensitifitas yaitu 95% .
d. Kuldosentesis
Dapat dilakukana dengan cepat dalam keadaan gawat darurat.Caranya yaitu dengan
memasukkan sebuah jarum nomor 18 secara transvaginal dan diarahkan kebagian
cul-de-sac untuk mendapatkan cairan bernanah atau darah dari peritoneum. Temuan
positif yang di dapat antara lain leukosit, bakteri non spesifik dan mungkin di dapat
produk dari proses peradangan
e. Biopsy endometrium
Dapat digunakan untuk menentukan diagnosis histopatologi endometritis. Memiliki
spesifitas dan sensitifitas 90 %
f. Laparaskopi
Merupakan kriteria standar untuk diagnosis PID, jauh lebih spesifik dan sensitive
dibandingkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya. Indikasi dilakukan
laparaskopi adalah pasien sakit dengan kecurigaan tinggi apendisiti, pasien dengan
PID akut yang gagal dengan pengobatan rawat jalan dan pasien dengan PID yang
tidak membaik setelah 72 jam diberikan pengobatan rawat inap.

G. Penatalaksanaan
Sasaran pengobatan adalah untuk menghilangkan gejala akut, pemberantasan
infeksi yang sedang terjadi dan meminimalisasi resiko berulang untuk jangka
panjang.Pemilihan antibiotic harus di tujukan pada mikroorganisme etiologi
utama.Biasanya tidak ada agen tunggal yang cukup efektif.
1. Terapi
a. Klien dengan penyakit akut yang menderita abses dalam panggul atau tuba- ovarium
dan sindrom fitz-hugh-curtis, seringkali membutuhkan perawatan.Duduk rendam
dengan air hangat dapat menurunkan nyeri dan meningkatkan kenyamanan serta
penyembuhan.Klien sebaiknya ditidurkan pada posisi semi fowler untuk
memungkinkan pengeluaran cairan rabas mukopurulen.
b. Terapi antibiotic rawat jalan terdiri atas cefoxitin 2 gram intramuskuler ditambah
probenecid 1gr per oral atau ceftriaxone 250 mg intramuskuler. Terapi ini
dikombinasikan dengan doksisiklin 100 mg per oral 2 kali sehari selama 14 hari.
Pengobatan alternative meliputi ofloxacin 400 mg per oral 2 kali sehari selama 14
hari yang ditambah dengan klindamicin hidroclorida 450 mg per oral 4 kali sehari
selama 14 hari atau dengan metronidazole 500 mg per oral 2 kali sehari selama 1
hari (Bowie et al 1994)
c. Terapi antibiotic spectrum luas diberikan secara intra vena saat klien di rawat inap
yaitu:
 Regimen A: cefoxitin 2 gr IV setiap 6 jam atau cefotetan 2 gr IV setiap 12 jam.
Dilanjutkan minimal selama 48 jam setelah klien tidak demam. Obat ini
dikombinasikan dengan doksisiklin 100 mg setiap 12 jam per oral atau per IV
selama 10-14 hari.
 Regimen B: clindamicyn 900 mg IV setiap 8 jam minimal selama 48 jam
setelah klien tidak demam. Obat ini dikombinasikan dengan gentamisin, dosis
pembebanan (loading dose) 2 mg/kg berat badan melalui IV atau IM,
kemudian 1,5 mg/kg berat badan setiap 8 jam sampai pulang. Setelah pulang
berikan doksisiklin 100 mg per oral setiap 12 jam selama 10- 14 hari.

H. Pencegahan
Penelitian menunjukkan bahwa dengan mencegah infeksi chlamydia dapat
mengurangi insiden PID. Peningkatan pendidikan, skrining rutin, dan pengobatan pada
infeksi dapat mengurangi insiden dan prevalensi dari proses dan gejala sisa jangka panjang
Pathway
Kontrasepsi AKDR, Kadar Aktivitas Seksual
Estrogen Meningkat

Gonorhoe Tracomatis
Gangguan Flora Normal di Vagina

Penurunan system Imunologik


Vagina
Disfungsi Sexual
Infeksi Asenden
Kurang Pengetahuan Gangguan Dlm Berhubungan

Merangsang Mediator Kimia (Bradikinin)


Menyebar ke Vagina, Serviks, dan Traktus Genitalis Atas

Ansietas Resiko Infeksi


Nocyseptor
Sistem Imun Tdk Adekuat Pelvic Inflamatory Disease (PID)

Spinal Cord
Vagina Discharge (Patologi)
Gejala Inflamasi
Thalamus

Merangsang Hypotalamus Menyerang Tuba Fallopy dan Ovarium Nyeri Akut


Hipertermi
I. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
b. Riwayat penyakit dahulu : KET, abortus septikus, endometriosis
c. Riwayat penyakit sekarang: metroraghia, menoragia
d. Pemeriksaan fisik
e. Status kesehatan ibu selama kehamilan : harus dikaji terutama pemeliharaan
kesehatan, manajemen kesehatan diri seperti melakukan seks bebas, penggunaan
pembalut dan perawatan perineum. Penggunaan fasilitas kesehatan selama sakit.
f. Nutrisi
Makanan yang dikonsumsi, mual muntah, kebutuhan minum air per hari.Jenis- jenis
konsumsi makanan yang di konsumsi oleh ibu selama ini.
g. Eliminasi
BAB lancar, konstipasi, BAK yang menimbulkan nyeri, volume urine, keadaan,
warna dan bau urine¸ oliguria atau dysuria, sering berkemih.
h. Aktivitas dan istirahat
Aktivitas yang dilakukan oleh pasien selama ini dan olahraga yang dilakukan yang
berguna bagi kesehatan.
i. Persepsi /kognisi
Pengetahuan pasien terhadap penyakit , penyebab , tanda dan gejala serta pengobatan
penyakit radang panggul. Adanya kebingungan atau cemas dalam menghadapi
masalah kesehatan
j. Seksualitas
Adanya nyeri saat melakukan hubungan seksual, nyeri tekan abdomen bawah,
menstruasi yang tidak teratur dan karakteristik yang abnormal
k. Koping / toleransi terhadap stress
Respon pasien terhadap masalah kesehatan yang dialaminya selama ini
 Prinsip- prinsip hidup
Harapan pasien untuk meningkatkan kesehatan setelah mengetahui penyakit
yang dialaminya.
l. Kenyamanan Adanya rasa nyeri yang dialami di bagian bawah , nyeri yang
semakin meningkat ketika di goyang ataupun di tekan

2. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermi b/d proses penyakit
b. Nyeri akut b/d agen cedera biologic
c. Disfungsi seksual b/d gangguan fungsi tubuh
d. Ansietas b/d perubahan status kesehatan
e. Resiko infeksi

3. Intervensi
No NANDA NOC NIC
1. Hipertermi Setelah dilakukan Perawatan demam
b/d proses perawatan selama 1x 24  Pantau suhu dan
penyakit jam temperature suhu tanda tanda vital
dalam batas normal (360- lainnya
370C) dengan kriteria  Monitor warna kulit
hasil: dan suhu
 Klien tidak menggigil  Monitor asupan
 Tidak terjadi dan keluaran.
peningkatan  Dorong konsumsi
suhu tubuh cairan
 TTV dalam batas  Tutup pasien dengan
normal ( TD: 100- selimut atau pakaian
120/80 mmhg, N: ringan tergantung
70- 80 x/mnt, P: pada fase demam.
16-20 x/mnt, SB:  Fasilitasi istirahat,
36-370C) terapkan
pembatasan
aktivitas
 Pantau komplikasi
komplikasi yang
berhubungan dengan
demam serta tanda
dan
gejala kondisi
penyebab
demam.
 Tingkatkan
sirkulasi udara
 Beri obat /
cairan
intravena.

Manajemen cairan
 Jaga
intake/asupan
cairan yang
adekuat
 Monitor status hidrasi
 Monitor hasil
laboratorium yang
relevan dengan
retensi cairan.
 Berikan cairan
dengan tepat
 Dukung pasien dan
keluarga untuk
membantu dalam
pemberian
makanan dengan
baik.
2. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
b/d agen perawatan selama 1x24 jam  Lakukan pengkajian
cedera nyeri berkurang atau hilang nyeri komprehensif
biologis dengan kriteria hasil: yang meliputI lokasi,
 Mampu karakteristik, durasi,
mengontrol nyeri frekuensi,kualitas dan
 Melaporkan intensitas nyeri serta
bahwa nyeri faktor pencetus.
berkurang  Observasi reaksi
 Mampu mengenali nonverbal dari
nyeri(skala,intensit ketidaknyamana
as frekuensi dan n
tanda  Berikan informasi
nyeri)
 Menyatakan rasa mengenai nyeri
nyaman setelah  Kurangi faktor yang
nyeri berkurang dapat mencetuskan
atau meningkatkan
nyeri
 Pilih dan
implementasikan
tindakan
farmakologi dan
nonfarmakologi
untuk memfasilitasi
penurunan nyeri
 Ajarkan metode
farmakologi
untuk
menurunkan
nyeri
 Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
 Evaluasi
keefektifan
control nyeri
 Dukung
istirahat/tidur yang
adekuat untuk
membantu
penurunan nyeri.

Pemberian analgesic
 Tentukan lokasi,
karakteristik,kualita
s, dan keparahan
nyeri sebelum
mengobati pasien
 Cek
perintah
pengobatan
 Tentukan pilihan
obat analgesic
berdasarkan tipe dan
keparahan
penyakit
 Kolaborasikan
dengan dokter.

3. Disfungsi Setelah dilakukan Konseling seksual


seksual b/d perawatan selama 2x24 jam  Bangun hubungan
gangguan klien menunjukkan fungsi terapeutik
fungsi tubuh seksual meningkat dengan  Berikan privasi dan
kriteria hasil: jaminan kesehatan
 Mengespresikan  Tetapkan lamanya
kenyamanan dengan konseling
tubuh  Dorong pasien untuk
 Mengkomunikasikan mengungkapkan
kenyamanan dengan ketakutan dan untuk
pasangan. bertanya mengenai
 Mengespresikan fungsi seksual
minat seksual  Kumpulkan riwayat
seksualitas pasien
 Monitor timbulnya
stress, kecemasan dan
depresi sebagai
kemungkinan
penyebab dari
disfungsi seksual
 Tentukan tingkat
pengetahuan pasien
mengenai seksual
secara umum
 Bantu pasien
mengespresikan
kesedihan dan
kemarahan mengenai
perubahan dalam
fungsi tubuh
 Diskusikan efek
kesehatan dan
penyakit terhadap
seksualitas
 Libatkan pasangan
pasien pada saat
konseling
 Beri rujukan untuk
berkonsultasi pada
petugas tim kesehatan
lainnya sesuai
kebutuhan
4. Ansietas b/d Setelah dilakukan Pengurangan kecemasan
perubahan perawatan selama 2x 24  Kaji tanda verbal
status jam tingkat kecemasan dan nonverbal
kesehatan berkurang dengan kriteria kecemasan
hasil:  Gunakan
 Dapat beristirahat pendekatan yang
 Perasaan tidak tenang dan
gelisah meyakinkan
 Menyampaikan rasa  Nyatakan dengan
takut dan cemas jelas harapan
secara lisan terhadap perilaku
 Tidak mengalami klien
gangguan tidur  Berikan informasi
 TTV dalam batas faktual terkait
normal diagnosis, perawatan
dan prognosis
 Berada di sisi klien
untuk meningkatkan
rasa aman
 Dangarkan klien
 Dorong
verbalisasi
perasaan
 Identifikasi pada saat
terjadi perubahan
tingkat kecemasan
 Atur penggunaan obat
obat untuk
mengurangi
kecemasan secara
tepat.

Tekhnik menenangkan
 Pertahankan
sikap yang
tenang dan hati-
hati
 Pertahankan
kontak mata
 Kurangi stimuli
yang menciptakan
perasaan takut
maupun cemas
 Berada disisi klien
 Duduk dan
bicara dengan
klien
 Instruksikan klien
untuk
menggunakan
metode
mengurangi
kecemasan (mis:
teknik bernafas
dalam)
 Berikan obat
anti kecemasan
jika di perluka
5. Resik Setelah dilakukan Control infeksi
o perawatan infeksi tidak  Ganti peralatan
infeksi terjadi dengan kriteria hasil: perawatan per
 Tidak ada tanda pasien sesuai
tandainfeksi(kemera protocol
h an, demam ,nyeri  Batasi
dan jumlah
pengunjung
 Cuci tangan sebelum
dan
bengkak) sesudah
kegiatan
perawatan
 Dorong
untuk
beristirahat
 Berikan terapi
antibiotic yang sesuai

Perlindungan infeksi
 Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan local
 Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
 Monitor hitung
mutlak granulosit,
WBC dan hasil hasil
diferensiasi
 Tingkatkan
asupan nutrisi
yang cukup
 Anjurkan istirahat
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M, dkk (2016), Nursing Intevensions Classification Edisi Bahasa


Indonesia. Jakarta: ISBN
Bobak, loudernil, Jensen (2012), Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Jakarta : EGC
Herman, T. Heather (2015), Nursing Diagnoses Definitions and Classification 2015-
2017. Jakarta : EGC
Moorhead, Sue, dkk (2016), Nursing Outcomes Classification Edisi Bahasa Indonesia.
Jakarta : ISBN
Rasjidi, Imam (2014), Panduan Penatalaksanaan Infeksi pada Traktus Genitalis dan
Urinarius. Jakarta: EGC
Reader, Sharon J (2013), Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi dan
Keluarga Edisi 18. Jakarta : EGC
Wiknjosastro, Hanifa(2011), Ilmu Kandungan Edisi Ketiga.Yogyakarta : PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai