Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Pelvic Inflamatory Diseases (PID) adalah infeksi alat kandungan
tinggi dari uterus, tuba, ovarium, parametrium, peritoneum, yang tidak
berkaitan dengan pembedahan dan kehamilan. PID mencakup spektrum
luas kelainan inflamasi alat kandungan tinggi termasuk kombinasi
endometritis, salphingitis, abses tuba ovarian dan peritonitis pelvis. Biasanya
mempunyai morbiditas yang tinggi. Batas antara infeksi rendah dan tinggi
ialah ostium uteri internum (Marmi,2013)
B. Etiologi
Kebanyakan PID merupakan sekuele dari infeksi serviks karena
penyakit menular seksual yang terutama disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae dan Chlamidia trachomatis. Selain kedua organisme ini,
mikroorganisme yang dapat menyebabkan terjadinya PID adalah:
1. Cytomegalovirus (CMV) : CMV ditemukan di saluran genital bagian atas
pada wanita yang mengalami PID, diduga merupakan penyebab yang
penting untuk terjadinya PID
2. Mikroflora endogenic
3. Gardnerella vaginalis
4. Haemophilus influenza
5. Organisme enteric gram negative (E.coli)
6. Spesies peptococcus
7. Streptococcus agalactia
8. Bacteroides fragilis, yang dapat menyebabkan dekstruksi tuba dan epitel
(Marmi,2013)

C. Manifestasi Klinis
1. Gejala pelvic inflamatory desease :
2. Tegang nyeri abdomen bagian bawah
3. Tegang nyeri adneksa unilateral dan bilateral
4. Tegang nyeri pada pergerakan servik
5. Temperatur di atas 38 0 C
6. Pengeluaran cairan servik atau vagina abnormal
7. Peningkatan C reaktif protein
8. Pada pemeriksaan lendir servik dijumpai clamidia trachomatis atau
neisseria gonorhoe
9. Laju endap darah meningkat
Diagnosis banding penyakit radang panggul adalah:
1. Kehamilan ektopik yang pecah intak
2. Toxis kista ovarium
3. Appendicitis acuta
4. Pervorasi dan typus abdominalis (Yani,2009)
D. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan fisik
1. Suhu tinggi disertai takikardi
2. Nyeri suprasimfisis terasa lebih menonjol dari pada nyeri dikuadran
atas abdomen.
3. Bila sudah terjadi iritasi peritoneum, maka akan terjadi rebound
tenderness, nyeri tekan, dan kekakuan otot perut sebelah bawah.
4. Tergantung dari berat dan lamanya keradangan, radang panggul
dapat pula disertai gejala ileus paralitik.
5. Dapat disertai metroragi, menoragi.

Pemeriksaan ginekologik

Pembengkakan dan nyeri pada labia didaerah kelenjar Bartholini


Bila ditemukan flour albus purulen, umumnya akibat kuman N.
gonore. Sering kali juga disertai perdarahan-perdarahan ringan diluar
haid, akibat endometritis akuta.
Nyeri daerah parametrium, dan diperberat bila dilakukan gerakan-
gerakan pada servik.
Bila sudah terbentuk abses, maka akan teraba masa pada adneksa
disertai dengan suhu meningkat. Bila abses pecah, akan terjadi
gejala-gejala pelvioperitonitis atau peritonitis generalisata, tenesmus
pada rectum disertai diare.
Pus ini akan teraba sebagai suatu massa dengan bentuk tidak jelas,
terasa tebal dan sering disangka suatu subserous mioma
Pemeriksaan inspekulo memberikan gambaran : keradangan akut
serviks, bersama dengan keluarnya cairan purulen.
Pecahnya abses tubo ovarial secara massif, memberikan gambaran
yang khas. Rasa nyeri mendadak pada perut bawah, terutama terasa
pada tempat rupture. Dalam waktu singkat seluruh abdomen akan
terasa nyeri karena timbulnya gejala perioritas generalisata. Bila
jumlah cairan purulen yang mengalir keluar banyak akan terjadi syok.
Gejala pertama timbulnya syok ialah mual dan muntah-muntah,
distensi abdomen disertai tanda-tanda ileus paralitik. Segera setelah
pecahanya abses, suhu akan menuru atau subnormal, dan beberapa
waktu kemudian suhu meningkat tinggi lagi. Syok terjadi akibat
rangsangan peritoneum dan penyebaran endotoksin.
Anemi sering dijumpai pada abses pelvic yang sudah berlangsung
beberapa minggu
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat kenaikan dari sel darah
putih yang menandakan terjadinya infeksi.
2. Kultur untuk GO dan chlamydia digunakan untuk mengkonfirmasi
diagnosis. Ultrasonografi atau USG dapat digunakan baik USG
abdomen (perut) atau USG vagina, untuk mengevaluasi saluran tuba
dan alat reproduksi lainnya.
3. Biopsi endometrium dapat dipakai untuk melihat adanya infeksi.
4. Laparaskopi adalah prosedur pemasukan alat dengan lampu dan
kamera melalui insisi (potongan) kecil di perut untuk melihat secara
langsung organ di dalam panggul apabila terdapat kelainan.
E. Penatalaksanaan
Terapi PID harus ditunjukan untuk mencegah kerusakan tuba yang
menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan infeksi
kronik. Banyak pasien yang berhasil diterapi dengan rawat jalan dan terapi
rawat jalan dini harus menjadi pendekatan terapeutik permulan. Pemilihan
antibiotika harus ditunjukan pada organisme etiologic utama (N. gonorrhea
atau C. trahomatis) tetapi juga harus mengarah pada sifat polimikrobial PID.
Untuk pasien denagn PID ringan atau sedang terapi oral dan parenteral
mempunyai daya guna yang sama. Sebagian besar klinisi menganjurkan
terapi parenteral paling tidak selama 48 jam kemudian dilanjutkan dengan
terapi oral 24 jam setelah ada perbaikan klinis.
1. Terapi Parenteral
a. Rekomendasi terapi parenteral A
- Sefotetan 2 g intravena setiap 12 jam atau
- Sefoksitin 2 g intravena setiap 6 jam ditambah
- Doksisiklin 100 mg oral atau parental setiap 12 jam
b. Rekomendasi terapi parenteral B
- Klindamisin 900 mg setiap 8 jam ditambah
- Gentamisin dosis muatan intravena atau intramuskuler (2 mg/kg
berat badan) diikuti dengan dosis pemeliharaan (1,5 mg/kg berat
badan) setiap 8 jam. Dapat digantikan dengan dosis tunggal
harian.
c. Terapi parenteral alternatif
- Levofloksasin 500 mg intravena 1x sehari dengan atau tanpa
metronidazol 500 mg intravena setiap 8 jam atau.
- Ofloksasin 400 mg intravena setiap 12 jam dengan atau tanpa
metronidazol 500 mg intravena setiap 8 jam.
- Ampisilin/sulbaktam 3 g intravena setiap 6 jam ditambah
doksisiklin 100 mg oral atau intravena setiap 12 jam.
2. Terapi Oral
Terapi oral dapat dipertimbangkan umtuk penderita PID
ringan atau sedang karena kesudahan klinisnya sama dengan terapi
parenteral. Pasien yang mendapat terapi oral dan tidak menunjukkan
perbaikan setelah 72 jam harus dire-evaluasi untuk memastikan
diagnosanya dan diberikan terapi parenteral baik dengan rawat jalan
maupun inap.
a. Rekomendasi terapi A
- Levofloksasin 500 mg oral 1x setiap hari selama 14 hari atau
doksisiklin 400 mg 2x sehari selama 14 hari, dengan atau tanpa
- Metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari.
b. Rekomendasi terapi B
- Seftriaxon 250 mg intramuskuler dosis tunggal ditambah
doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa
metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari, atau
- Sefoksitin 2 g intramuskuler dosis tunggal dan probenesid
ditambah doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau
tanpa metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari, atau
- Sefalosporin generasi ketiga (misal seftizoksin atau sefotaksim)
ditambah doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau
tanpa metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari.
(Sarwono.2011;h.230)
F. Komplikasi
Komplikasi penyakit radang panggul (PID) dapat berupa penyakit
menaun dengan keluhan yang tidak pernah sembuh, terjadinya timbunan
nanah dalam alat genetalia bagian dalam (abses saluran telur dan indung
telur, pernanahan di pelvis bagian bawah ), penyebaran melalui darah
(sepsis), pernanahan pecah sehinggga memerlukan tindakan darurat.
(Ida ayu chandranita manuaba,2006)
a. Infertilitas
b. KET
c. Nyeri Pelvis kronik
d. Pada kehamilan: kelahiran Preterm, angka penyakit penyerta
maternal dan fetal
e. Neonatus: infeksi perinatal C. trachomatis atau N. gonorrhoeae
menyebabkan ophthalmia neonatorum
G. Klasifikasi
Menurut Yani,2009 bentuk-bentuk PID:
1. Endometritis
Endometritis adalah suatu peradangan pada endometrium yang
biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan. Endometritis
paling sering ditemukan terutama:
Setelah seksio sesarea
Partus lama atau pecah ketuban yang lama

Diagnosa banding endometritis meliputi infeksi traktus urinarius,


infeksi pernafasan, septicemia, tromboflebitis pelvis, dan abses
pelvis. Penatalaksanaan pada endometritis:
Pemberian antibotika dan drainase yang memadai
Pemberian cairan intra vena dan elektrolit
Penggantian darah
Tirah baring dan analgesia
Tindakan bedah

Endometritis dibagi 2:
1. Endometritis akut
Pada endometritis akut endometrium mengalami endema dan
hiperemi terutama terjadi pada post partum dan post abortus.
Penyebab :
Infeksi gonorhoe dan infeksi pada abortus dan partus
Tindakan yang dilakukan di dalam uterus seperti pemasangan
IUD, kuretase
Gejala-gejala :
Demam
Lochia berbau
Lochia lama berdarah bahkan metrorhagia
Tidak menimbulkan nyeri jika radang tidak menjalar ke
parametrium atau perimetrium
Penatalaksanaan :
Dalam pengobatan endometritis akut yang paling penting adalah
berusaha mencegah agar infeksi tidak menjalar. Adapun
pengobatannya adalah:
Uterotonik
Istirahat, letak fowler
Antibiotik

2. Endometritis kronika
Endometritis tidak sering ditemukan. Pada pemeriksaan
microscopic ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit
Gejala-gejala klinis endometritis kronika :
Leukorea
Kelainan haid seperti menorhagie dan metrorhagie.

Pengobatannya tergantung pada penyebabnya, endometritis


kronika ditemukan :

Pada tuberculosis
Pada sisa-sisa abortus atau partus yang tertinggal
Terdapat corpus alineum di cavum uteri
Pada polip uterus dengan infeksi
Pada tumor ganas uterus
Pada salpingo ooforitis dan selulitis pelvic
2. Myometritis
Biasanya tidak berdiri sendiri tetapi lanjutan dari endrometritis,
maka gejala-gejala dan terapinya sama dengan endrometritis.
Diagnosa hanya dapat dibuat secara patologi anatomis.
3. Parametritis (celulit pelvica)
Parametritis yaitu radang dari jaringan longgar didalam
ligament latum. Radang ini biasanya unilateral.Diagnose banding
adnexitis lebih tinggi dan tidak sampai kedinding panggul biasanya
bilateral. Etiologi parametritis dapat terjadi:
Dari endometritis dengan 3 cara
Percontinuitatum: endometritis, metritis, paraetritis
Lymphogen
Haematogen: phlebitis, periphelbitis, parametritis.
Dari robekan servik
Perforasi uterus oleh alat-alat (sonde, kuret, IUD).
Gejala:
Suhu tinggi dengan demam menggigil
Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti
muntah, derense dll. Terapi antibiotic.
4. Salpingitis akut
Diagnose banding kehamilan ektopik, tidak ada demam, KED
tidak tinggi, dan leokosite tidak seberapa. Jika tes kehamilan positif,
maka adneksitis dapat dikesampingkan, tetapi jika negative
keduanya mungkin. Etiologi paling sering disebabkan oleh
gonococcus, disamping itu oleh staphylococcus, streptococcus dan
bactery tbc.
Gejala:
Demam tinggi dengan menggigil
Nyeri perut kanan kiri bawah, terutama jika ditekan
Defense kanan dan kiri atas ligament pourpart
Mual dan muntah ada gejala abdomen akut karena terjadi
rangsangan peritoneum
Terkadang ada tendensi pada anus karena proses dekat pada
rectum dan sigmoid
Pada periksa dalam, nyeri jika portio digoyangkan, nyeri kiri
dan kanan dari uterus terkadang ada penebalan dari tuba.
5. Pelvioperitonitis (Perimetritis)
Biasanya terjadi sebagai lanjutan dari salpingoophoritis. Kadang
kadang terjadi dari endometritis.
Etiologi :
Sepsis ( Post partum dan post abortus )
Dari appendicitis.
H. Patofisiologi
Infeksi dapat terjadi pada bagian manapun atau semua bagian
saluran genital atas endometrium (endometritis), dinding uterus (miositis),
tuba uterina (salpingitis), ovarium (ooforitis), ligamentum latum dan serosa
uterina (parametritis) dan peritoneum pelvis (peritonitis). Organisme dapat
menyebar ke dan di seluruh pelvis dengan salah satu dari lima cara.

1.Interlumen

Penyakit radang panggul akut non purpuralis hampir selalu (kira-kira


99%) terjadi akibat masuknya kuman patogen melalui serviks ke dalam
kavum uteri. Infeksi kemudian menyebar ke tuba uterina, akhirnya pus dari
ostium masuk ke ruang peritoneum. Organisme yang diketahui menyebar
dengan mekanisme ini adalah N. gonorrhoeae, C. Tracomatis,
Streptococcus agalatiae, sitomegalovirus dan virus herpes simpleks.

2.Limfatik

Infeksi purpuralis (termasuk setelah abortus) dan infeksi yang


berhubungan denngan IUD menyebar melalui sistem limfatik seperti infeksi
Myoplasma non purpuralis.
3.Hematogen
Penyebaran hematogen penyakit panggul terbatas pada penyakit
tertentu (misalnya tuberkulosis) dan jarang terjadi di Amerika Serikat.
4.Intraperitoneum
Infeksi intraabdomen (misalnya apndisitis, divertikulitis) dan
kecelakaan intra abdomen (misalnya virkus atau ulkus denganperforasi)
dapat menyebabkan infeksi yang mengenai sistem genetalia interna.

5. Kontak langsung

Infeksi pasca pembedahan ginekologi terjadi akibat penyebaran


infeksi setempat dari daerah infeksi dan nekrosis jaringan.
Terjadinya radang panggul di pengaruhi beberapa faktor yang memegang
peranan, yaitu:

1.Terganggunya barier fisiologik

Secara fisiologik penyebaran kuman ke atas ke dalam genetalia eksterna,


akan mengalami hambatan.
a. Diostium uteri internum
b. Di kornu tuba
c. Pada waktu haid, akibat adanya deskuamasi endometrium maka
kuman kuman pada endometrium turut terbuang. Pada ostium uteri
eksternum, penyebaran asenden kuman kuman dihambat secara:
mekanik, biokemik dan imunologik. Pada keadaan tertentu, barier fisiologik
ini dapat terganggu, misalnya pada saat persalinan, abortus, instrumentasi
pada kanalis servikalis dan insersi alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR):

1. Adanya organisme yang berperang sebagai vector.


Trikomonas vaginalis dapat menembus barier fisiologik dan bergerak sampai
tuba fallopi. Beberapa kuman pathogen misalnya E coli dapat melekat pada
trikomonas vaginalis yang berfungsi sebagai vektor dan terbawa sampai
tuba fallopi dan menimbulkan peradangan di tempat tersebut. Spermatozoa
juga terbukti berperan sebagai vektor untuk kuman kuman N gonerea,
ureaplasma ureolitik, C trakomatis dan banyak kuman kuman aerobik dan
anaerobik lainnya.

2. Aktivitas seksual

Pada waktu koitus, bila wanita orgasme, maka akan terjadi kontraksi
utrerus yang dapat menarik spermatozoa dan kuman kuman memasuki
kanalis servikalis.

3. Peristiwa Haid

Radang panggul akibat N gonorea mempunyai hubungan dengan


siklus haid. Peristiwa haid yang siklik, berperan pentig dalam terjadinya
radang panggul gonore. Periode yang paling rawan terjadinya radang
panggul adalah pada minggu pertama setelah haid. Cairan haid dan jaringan
nekrotik merupakan media yang sangat baik untuk tumbuhnya kuman
kuman N gonore. Pada saat itu penderita akan mengalami gejala gejala
salpingitis akut disertai panas badan. Oleh karena itu gejala ini sering juga
disebut sebagai Febril Menses.

DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dkk. 2009. Memahani Kesehatan Reproduksi

Pembentukan asam
Terjadinya proses
Wanita. EGC: Jakarta

Marmi. 2013. Kesehatan Reproduksi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta

Yani W dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya: Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai