Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit radang panggul (PID) adalah infeksi rahim ,saluran tuba dan organ
reproduksi lainnya yang menyebabkan gejala seperti nyeri perut bawah. Ini merupakan
komplikasi serius dari beberapa penyakit menular seksual (PMS). Terutama klamidia
dan gonore. PID dapat merusak tuba dan jaringan di dekat uterus dan ovarium.PID
dapat menyebabkan kemandulan, kehamilan ektopik, pembentukan abses dan nyeri
panggul kronis.

Gambar 1.1 Pelvic inflammatory desease


Sumber : www.google.com
Setiap tahun di Amerika Serikat. diperkirakan bahwa lebih dari 750.000 wanita
mengalami PID akut. Insidensi PID pada pengguna alat kontrasepsi dalam rahim
(AKDR) adalah sekitar 9,38 per 1000 wanita di 20 hari setelah pemasangan. Namun,
angka kejadian PID pada pengguna AKDR akan menurun menjadi 1,39 per 1000
wanita pada satu tahun setelah pemasangan Angka PID pada pemakaian AKDR adalah
sebanyak 1,4 – 1,6 kasus per 1000 wanita selama tahun pemakaian.
Beberapa faktor merupakan risiko untuk penyebab PID antara lain hubungan
seksual, prosedur kebidanan/kandungan (misalnya pemasangan AKDR, persalinan,

1
aborsi), aktivitas seksual, berganti-ganti pasangan seksual, riwayat PID sebelumnya,
proses menstruasi, dan kebiasaan menggunakan pembersih kewanitaan, dan lain-lain.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Krisnadi menyebutkan bahwa sebagian besar
PID disebabkan akibat hubungan seksual. Terdapat peningkatan jumlah penyakit ini
dalam 2-3 dekade terakhir berkaitan dengan beberapa faktor, termasuk diantaranya
adalah peningkatan jumlah Penyakit Menular Seksual (PMS) dan penggunaan AKDR.
Risiko terkena PRP pada pemakaian AKDR 1,5 – 10 kali lebih besar dibandingkan
pemakaian kontrasepsi lain atau yang bukan pemakai sama sekali. 15% kasus penyakit
ini terjadi setelah tindakan operasi seperti biopsi endometrium, kuret, histeroskopi.

1.2. Rumusan Masalah


1. Definisi Radang panggul

2. Etiologi radang panggul

3. Faktor resiko radang panggul

4. Patofisiologi radang panggul

5. Jenis-Jenis Pelvic inflammatory desease

6. Gejala dan diagnosis radang panggul

7. Klasifikasi klinik pelvic inflammatory desease

9. Penatalaksanaan radang panggul

10. Cara pencegahan radang panggul

1.3. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

1. Dapat mengetahui definisi, etiologi, faktor resiko, patofisiologis dari radang panggul

2. Dapat mengetahui jenis, gejala, klasifikasi penatalaksanaan, dan cara pencegahan


dari radang panggul.

3. Kita dapat memahami lebih lanjut dari radang panggul.

2
3
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP MEDIS
A.1 Definisi
Penyakit Radang Panggul (PID: Pelvic Inflammatory Disease) adalah infeksi pada
alat genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi endometrium, tuba fallopi,
ovarium, myometrium, parametria, dan peritonium panggul. PID merupakan infeksi
genetalia bagian atas Wanita, yang Sebagian besar sebagai akibat hubungan seksual.
Penyakit radang panggul dapat bersifat akut atau menahun atau akhirnya menimbulkan
berbagai penyulit ikatan yang berakhir dengan terjadinya perlekatan dan pasangan
yang telah menikah akan mengalami kemandulan (Manuaba, 1998).

A.2 Etiologi
PID merupakan infeksi polimikrobial dan biasanya disebabkan oleh infeksi
memular seksual oleh mikroorganisme N.gonorhoea, C.trachomatis, M.hominis,
bakteri fakultatif gram negative, bakteri anaerob dan streptokokus. Bakteri masuk
melalui vagina an servis (kolonisasi pada endoserviks) dan menjalar ke rahim lalu ke
tuba fallopi. Jamur (Actynomyces israeli) an parasite (Skistosomiasis) yang juga dapat
menjadi penyebab.

A.3 Patofisiologi
Infeksi dapat terjadi pada bagian manapun atau semua bagian saluran genital atas
endometrium (endometritis), dinding uterus (miositis), tuba uterine (salpingitis),
ovarium (ooforitis), ligamentum latum dan serosa uterine (parametritis) dan
peritoneum. Organisme yang diketahui menyebar ke dan di seluruh pelvis dengan
salah satu dari lima cara.
1. Interlumen
Penyakit radang panggul akut non purpuralis hampir selalu (kira-kira 99%) terjadi
akibat masuknya kuman patogen melalui serviks ke dalam kavum uteri. Infeksi
kemudian menyebar ke tuba uterine, akhirnya pus dari ostium masuk ke ruang
peritoneu. Organisme yang diketahui menyebar dengan mekanisme ini adalah

4
N.gonorrhoea, C.Tracomatis, Streptococcus agalatine, sitomegalovirus dan virus
herpes simpleks
Referensi harus 10 tshun terakhir dari jurnal atau buku

A.4 Patway

A.5 Faktor Resiko


 Banyak pasangan seks, idfinisikan sebagai lebih dari dua pasangan dalam waktu
30 hari, sedangkan pada pasangan monogami serial tidak didapatkan resiko yang
meningkat
 Infeksi oleh organisme menular seksual, dan sekitar 15% pasien dengan gonorea
anogenital tanpa komplikasi akan berkembang menjadi PID pada akhir atau
segera sesudah menstruasi.
 Pemakaian AKDR dapat meningkat resiko PID tiga sampai lima kali. Resiko
PID terbesar terjadi pada waktu pemasangan AKDR dan dalam 3 minggu
pertama setelah pemasangan

A.6 Manifestasi Klinis

5
Kriteria minimun untuk diagnosis klinis adalah sebagai berikut (ketiga-tiganya
harus ada)
 Nyeri gerak serviks
 Nyeri tekan uterus
 Nyeri tekan adneksa
Kriteria tambahan seperti berikut dapat dipakai untuk menambah spesifitas kriteria
minimum dan mendukung diagnosis PID. Gejalanya bisa muncul pada awal atau
segera setelah siklus menstruasi. Tingkat progesterone yang rendah pada saat itu,
mengakibatkan penipisan mukosa pertahanan pada serviks. Keluhan atau gejala
yang paling sering muncul adalah
 Nyeri menusuk dibagian bawah abdomen. Biasanya sifat nyerinya tumpul,
sakit atau kram, bilateral dan tetap. Dimaulai hari setelah permulaan siklus
menstruasi terakhir
 Pendarahan vagina pasca koitus
 Mengeluarkan keputihan dapat bercampur nanah
 Demam dengan suhu tubuh > 38,3 C merupakan gejala-gejala diakhir
perjalanan klinis penyakit
 Bila infeksi menyumbat tuba falopi maka tuba yang tersumbat bisa
membengkak dan berisi cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri
menahun, pendarahan menstruasi yang tidak teratur dan kemandulan
 Nadi meningkat, pernapasan bertambah dan tekanan darah mungkin dalam
bisa normal.

A.7 Pemeriksaan Diagnostik


1. Laboratorim
Tidak ada tes tunggal yang spesifik dan sensitive untuk penyakit radang
panggul. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain:
 Tes kehamilan, jika hasilnya positif perlu di pertimbangkan
kemungkinan aborsi septik dan kehamilan ektopik. Pilihan terapi
antibiotic yang diberikan dapat mempengaruhi kehamilan
 Sediaan apusan serviks yang diberi pewarnaan gram dengan
diplokokus gram-negatif intraseluler (gonorea)
 Laju endap darah (LED) > 15 mm/jam

6
 Spesimen serviks untuk gonorea dan enzym immunoassay (EIA)
chlamydia
 Hitung sel darah putih menunjukkan leukositosis
 Pemeriksaan untuk hepatitis dan HIV
 Peningkatan protein C-reaktif dan laju endap darah

2. Pemeriksaan penunjang lainnya:


 USG transvaginal
Pemeriksaan ini sangat berguna dalam mengevaluasi diagnosis
banding seperti kehamilan ektopik, kista ovarium hemoragik.torsi
ovarium,endometrioma,dan usus buntu serta abses tuba ovarium.
 Computerized tomography (CT)
Penemuan gambaran CT pada PID antara lain linea fasia pelvis tidak
jelas,servitis,ooforitis,salpingitis,penebalan ligament uterosakral, dan
terdapat cairan/abses panggul sederhana atau komplek
 MRI
MRI dapat menunjukkan gambaran antara lain dindingnya menebal,
saluran tuba berisi cairan dengan atau tanpa cairan bebas pada
panggul atau tuba ovarium kompleks. Pemeriksaan MRI ini relative
mahal dan jarang dilakukan pada PID akut. Spesifitas dan sensitifitas
yaitu 95%.
 Kuldosentesis
Dapat dilakukana dengan cepat dalam keadaan gawat
darurat.Caranya yaitu dengan memasukkan sebuah jarum nomor 18
secara transvaginal dan diarahkan kebagian cul-de-sac untuk
mendapatkan cairan bernanah atau darah dari peritoneum. Temuan
positif yang di dapat antara lain leukosit, bakteri non spesifik dan
mungkin di dapat produk dari proses peradangan
 Biopsy endometrium
Dapat digunakan untuk menentukan diagnosis histopatologi
endometritis. Memiliki spesifitas dan sensitifitas 90%
 Laparaskopi

7
Merupakan kriteria standar untuk diagnosis PID, jauh lebih spesifik
dan sensitive dibandingkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya.
Indikasi dilakukan laparaskopi adalah pasien sakit dengan
kecurigaan tinggi apendisiti, pasien dengan PID akut yang gagal
dengan pengobatan rawat jalan dan pasien dengan PID yang tidak
membaik setelah 72 jam diberikan pengobatan rawat inap.

A.8 Penatalaksanaan
Sasaran pengobatan adalah untuk menghilangkan gejala akut, pemberantasan
infeksi yang sedang terjadi dan meminimalisasi resiko berulang untuk jangka panjang
Pemilihan antibiotic harus di tujukan pada mikroorganisme etiologi utama.Biasanya
tidak ada agen tunggal yang cukup efektif.
 Terapi
Klien dengan penyakit akut yang menderita abses dalam panggul atau
tubaovarium dan sindrom fitz-hugh-curtis, seringkali membutuhkan
perawatan.Duduk rendam dengan air hangat dapat menurunkan nyeri dan
meningkatkan kenyamanan serta penyembuhan.Klien sebaiknya
ditidurkan pada posisi semi fowler untuk memungkinkan pengeluaran
cairan rabas mukopurulen.
 Terapi antibiotic rawat jalan terdiri atas cefoxitin 2 gram Intramuskuler
ditambah probenecid 1gr per oral atau ceftriaxone 250 mg intramuskuler.
Terapi ini dikombinasikan dengan doksisiklin 100 mg per oral 2 kali
sehari selama 14 hari. Pengobatan alternative meliputi ofloxacin 400 mg
per oral 2 kali sehari selama 14 hari yang ditambah dengan klindamicin
hidroclorida 450 mg per oral 4 kali sehari selama 14 hari atau dengan
metronidazole 500 mg per oral 2 kali sehari selama 1 hari (Bowie et al
1994)
 Terapi antibiotic spectrum luas diberikan secara intra vena saat klien di
rawat Inap yaitu:
 Regimen A: cefoxitin 2 gr IV setiap 6 jam atau cefotetan 2 gr IV
setiap 12 jam. Dilanjutkan minimal selama 48 jam setelah klien
tidak demam. Obat ini dikombinasikan dengan doksisiklin 100
mg setiap 12 jam per oral atau per IV selama 10-14 hari.

8
 Regimen B: clindamicyn 900 mg IV setiap 8 jam minimal selama
48 jam setelah klien tidak demam. Obat ini dikombinasikan
dengan gentamisin, dosis pembebanan (loading dose) 2 mg/kg
berat bada melalui IV atau IM, kemudian 1,5 mg/kg berat badan
setiap 8 jam sampai pulang. Setelah pulang berikan doksisiklin
100 mg per oral setiap 12 jam selama 10- 14 hari.

Anda mungkin juga menyukai