Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bayi dengan BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan saat

lahir kurang dari 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan yang

dtimbang 1 jam setelah lahir. Beberapa penyebab terjadinya BBLR pada bayi

antara lain adalah kekurangan energi kronis (KEK), mengalami anemia,

kurangnya suplay zat gizi ibu hamil, paritas ibu atau jumlah anak yang

dilahirkan ibu dan jarak kelahiran antara anak yang satu dengan selanjutnya,

umur ibu yang tidak tepat (< 20 tahun atau > 35 tahun tergolong dalam risiko

tinggi) (Rahfilludin, 2017).

Kurangnya asupan energi yang berasal dari zat gizi makro

(karbohidrat, protein dan lemak) maupun zat gizi mikro terutama vitamin A,

vitamin D, asam folat, zat besi, seng, kalsium dan iodium serta zat gizi miro

lain pada wanita usia subur yang berkelanjutan (dari remaja sampai masa

kehamilan), mengakibatkan terjadinya kondisi Kekurangan Energi Kronis

(KEK) yang ditandai oleh rendahnya cadangan energi dalam jangka waktu

cukup lama. Ibu hamil dengan kondisi KEK akan menyebabkan suplay nutrisi

ke janin akan sedikit sehingga saat lahir bayi akan berpotensi mengalami

kondisi berat badan lahir rendah (BBLR). Disamping itu, status gizi ibu yang

buruk juga akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan otak janin,

anemia, pada bayi baru lahir, bayi baru lahir mudah terinfeksi, abortus dan

sebagainya. (Kemenkes RI, 2020).

1
2

Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2020, angka

kematian bayi (AKB) pada tahun 2019 mencapai 29.322 kematian. Penyebab

AKB tertinggi adalah kondisi BBLR dengan jumlah 7.150 kematian atau

35,3%. Menurut hasil dari Survey Demografi Kesehatan Indonesia atau SDKI

pada tahun 2017 menunjukkan bahwa jumlah AKB sebesar 24 per 1.000

kelahiran hidup. AKB diharapkan akan terus mengalami penurunan melalui

intervensi yang dapat mendukung kelangsungan hidup anak yang ditujukan

untuk dapat menurunkan AKB menjadi 16 per 1000 kelahiran hidup di tahun

2024 (Kemenkes RI, 2020).

Menurut data World Health Organization (WHO) prevalensi

kejadian BBLR di dunia yaitu 20 juta (15,5%) setiap tahunnya, dan negara

berkembang merupakan kontributor terbesar yaitu sekitar 96,5% (WHO,

2018). Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan prevalensi

kejadian BBLR yang masih cukup tinggi. Indonesia menduduki peringkat ke-

9 terkait angka kejadian BBLR, yaitu sekitar 15,5% dari kelahiran bayi setiap

tahunnya. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, proporsi BBLR pada bayi

di Indonesia mencapai 6,2 % (persentase ini merupakan hasil rata-rata dari

seluruh kasus BBLR di Indonesia) (Riskesdas, 2018).

Pada tahun 2017 berdasarkan data dari Badan Pusat Statitik Provinsi

Nusa Tenggara Barat (BPS-NTB) dari total 4.072 kasus, angka kejadian

tertinggi sebanyak 978 bayi dengan BBLR berada di Kabupaten Lombok

Timur. Selanjutnya pada tahun 2019 berdasarkan data dari Dinas Kesehatan

Provinsi Nusa Tenggara Barat angka kejadian bayi dengan BBLR di

Kabupaten Lombok Timur mengalami penurunan yaitu sebanyak 648 kasus.


3

Kemudian pada tahun 2020 jumlah kejadian bayi dengan BBLR juga

mengalami penurunan yaitu sebanyak 469 kasus (Data NTB, 2021).

Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan Lombok Timur,

Puskesmas Lepak merupakan salah satu Puksesmas di Lombok Timur yang

memiliki kasus bayi dengan BBLR paling tinggi pada tahun 2020 yaitu

sebanyak 85 kasus.

Upaya pemerintah dalam menanggulangi terjadinya BBLR pada bayi

yaitu dengan cara meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemenuhan gizi

selama masa kehamilan melalui pemberian Komunikasi Informasi Edukasi

(KIE), memberikan pelayanan gizi dan, pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

(KIA) berupa pemberian tablet Fe melakukan skrining terhadap ibu hamil, dan

dengan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu hamil melalui

bimbingan gizi dan KIA secara berjenjang (Kemenkes RI, 2020).

Selain itu hal yang harus diperhatikan juga adalah bayi dengan

BBLR membutuhkan penanganan yang serius karena sangat rentan terhadap

kondisi hipotermia, infeksi, dan risiko kematian yang tinggi. Pada saat ini,

tatalaksana pertama terhadap bayi dengan BBLR adalah dengan menjaga

keseimbangan suhu tubuh bayi, pemberian nutrisi yang optimal serta

pencegahan terhadap infeksi (Sembiring, 2019).

Kasus BBLR tiap tahun akan mengalami penurunan, karena semakin

baiknya pelayanan kesehatan. Meskipun mengalami penurunan tetapi masih

banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR pada bayi. Faktor-

faktor tersebut sering dianggap remeh oleh masyarakat, salah satunya adalah

faktor gizi yang kurang selama masa kehamilan. Status gizi ibu hamil akan
4

berdampak pada berat badan lahir, keadaan kesehatan perinatal, dan

pertumbuhan bayi setelah kelahiran. Sedangkan faktor penyebab terjadinya

BBLR dari faktor kehamilan antara lain kelainan plasenta janin seperti

penyakit vaskuler, kehamilan premature, kehamilan kembar/ganda, dan

perdarahan antepartum (Humairah, 2017).

Berdasarkan paparan di atas, diketahui bahwa banyak hal yang dapat

menjadi faktor risiko penyebab bayi dengan BBLR. Beberapa penelitian

menyatakan bahwa faktor umur dan tingkat pengetahuan ibu memiliki

pengaruh yang besar terhadap kejadian BBLR. Faktor lainnya yang juga dapat

mempengaruhi kejadian bayi dengan BBLR antara lain tingkat pengetahuan,

dan umur ibu. Menurut penelitian Syarashinta (2019) menunjukkan ada

hubungan tingkat pengetahuan tentang gizi ibu hamil dengan taksiran berat

janin dengan keeratan hubungan sedang. Selanjutnya menurut hasil penelitian

oleh Febrianti (2019), terdapat hubungan antara faktor risiko umur ibu dengan

kejadian bayi BBLR dengan nilai p = < 0,05. Tingkat pengetahuan ibu secara

tidak langsung akan berhubungan dengan kejadian bayi BBLR. Banyaknya

informasi yang didapatkan serta pengetahuan yang dimiliki oleh ibu

mempengaruhi sikap ibu dalam menghadapi masa kehamilan seperti memilih

pelayanan kesehatan, dan pola konsumsi makanan yang baik.

Umur juga sangat berpengaruh dalam kejadian BBLR. Kondisi bayi

dengan BBLR paling banyak ditemukan karena umur ibu yang tidak tepat

dalam masa kehamilan. Jika melahirkan dalam umur terlalu muda atau terlalu

tua dapat membahayakan kondisi ibu maupun bayi. Umur ibu yang optimal

untuk melahirkan adalah sekitar umur 20-35 tahun (Lestari, 2018).


5

Menurut survey (wawancara) yang dilakukan oleh peneliti, dari 12

ibu yang telah bersalin di Puskesmas Lepak diketahui bahwa sebanyak 7 ibu

melahirkan bayi dengan BBLR. Rata-rata mereka memiliki tingkat

pengetahuan yang kurang tentang pemenuhan gizi saat hamil dan terdapat 4

ibu dengan umur < 20 tahun. Berdasarkan faktor-faktor penyebab terjadinya

BBLR yang telah dipaparkan di atas, tingkat pengetahuan tentang pemenuhan

gizi selama hamil dan umur ibu saat hamil merupakan hal yang sangat

berkaitan erat dengan potensi kejadian BBLR. Oleh karena itu, untuk

membuktikan hal tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan

antara Tingkat Pengetahuan dan Umur Ibu dengan Kejadian Bayi BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Lepak”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah ada Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan

Umur Ibu dengan Kejadian Bayi BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Lepak”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat

pengetahuan dan umur ibu dengan kejadian bayi BBLR di wilayah kerja

Puskesmas Lepak tahun 2021.

2. Tujuan Khusus
6

a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu yang melahirkan bayi

dengan BBLR di wilayah kerja Puskesmas Lepak

b. Untuk mengetahui umur ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR di

wilayah kerja Puskesmas Lepak

c. Untuk menganalisa hubungan antara tingkat pengetahuan dan umur

ibu dengan kejadian bayi BBLR di wilayah kerja Puskesmas Lepak

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini sebagai penambah pengetahuan dan wawasan

tentang hubungan faktor tingkat pengetahuan dan umur ibu dengan

potensi kejadian bayi dengan BBLR di wilayah kerja Puskesmas

Lepak

b. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan sebagai salah satu sumber pengembangan

ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kejadian bayi BBLR

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Responden

Bagi ibu sebagai responden, diharapkan dapat memperluas

pengetahuan terhadap pentingnya meningkatkan pengetahuan tentang

gizi pada ibu hamil dan memperhatikan umur saat melahirkan agar

dapat meningkatkan derajat kesehatan ibu dan bayi


7

b. Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan pada institusi

terkait yang berhubungan dengan upaya penanganan masalah bayi

dengan BBLR

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian

selanjutnya yang ingin meneliti tentang penanganan yang efektif dalam

mencegah resiko terjadinya BBLR pada bayi


8

E. Keaslian Penelitian

No Peneliti Judul Metode Hasil Persamaan Perbedaan


1 Fatimah, S Hubungan Metode penelitian yang Terdapat hubungan yang signifikan Terdapat pada Terdapat pada variabel
(2019) Tingkat digunakan adalah deskriptif antara tingkat pengetahuan ibu metode penelitian penelitian yaitu tingkat
Pengetahuan Ibu analitik dengan desain cross hamil tentang anemia dengan risiko yaitu deskriptif pengetahuan ibu
Hamil tentang sectional study. Teknik sampling kejadian BBLR. Hasil uji korelasi analitik sedangkan peneliti
Anemia dengan accidental sampling dengan chi-square diperoleh nilai sebesar menggunakan menggunakan variabel
Risiko Kejadian jumlah sampel sebanyak 15 0,596 dengan nilai p-value sebesar desain cross umur ibu dan tingkat
BBLR orang. 0,016 lebih kecil dari α (0,05). sectional dengan pengetahuan ibu.
uji chi-square.
2 Sujianti Hubungan Usia Desain penelitian ini adalah Dari 89 kasus dan 138 kontrol, Terdapat pada Terdapat pada variabel
(2018) Ibu dengan deskriptif dengan pendekatan diperoleh usia ibu sebagian besar metode penelitian penelitian yaitu usia ibu
Kejadian Bayi waktu cross sectional dengan tidak berisiko (20-35 tahun), pada yaitu deskriptif sedangkan peneliti
Berat Lahir teknik purposive sampling. Uji kelompok kasus 60 orang dan 99 analitik menggunakan variabel
Rendah (BBLR) Chi-Square dan odds rasio untuk orang kelompok kontrol. Nilai P > menggunakan umur ibu dan tingkat
di RSUD mengetahui hubungan faktor usia 0.05, artinya usia ibu tidak desain cross pengetahuan ibu.
Cilacap dengan kejadian BBLR berhubungan dengan kejadian sectional dengan
BBLR uji chi-square.
3 Handayani, Hubungan Penelitian kuantitatif dengan Hasil uji statistik menunjukkan Terdapat pada Terdapat pada metode
F (2019 Umur Ibu dan rancangan case control dengan bahwa tidak ada hubungan antara topik penelitian penelitian yaitu case
Paritas dengan pendekatan retrospektif. Teknik umur dengan kejadian BBLR yaitu meneliti control dengan pendekatan
Kejadian BBLR sampling menggunakan total dengan p-value = 0,310. Sebaliknya tentang kejadian retrospektif, sedangkan
di Wilayah sampling. terdapat hubungan antara paritas BBLR peneliti menggunakan
Puskesmas dengan kejadian BBLR dengan p- metode deskriptif analitik
Wates value = 0,037. dengan desain cross
Kabupaten sectional
Kulon Progo

Anda mungkin juga menyukai