Anda di halaman 1dari 24

Referat

PELVIC INFLAMMATORY DISEASE (PID)

Oleh:

Safira Ramadhani Alamtaha

210141010226

Masa KKM: 18 April – 26 Juni 2022

Supervisior Pembimbing:

dr. R.A.A. Mewengkang, Sp.OG

Residen Pendamping
dr. Iriawan Indra Putra

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Referat yang berjudul

“Pelvic Inflammatory Disease (PID)”

Telah dikoreksi, disetujui, dan dibacakan pada tanggal

Oleh:
Safira Ramadhani Alamtaha
210141010226
Masa KKM: 18 April – 26 Juni 2022

Residen Pembimbing

dr. Iriawan Indra Putra

Supervisor Pembimbing

dr. R.A.A. Mewengkang, Sp.OG

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 3

2.1 Definisi ........................................................................................................................ 3

2.2 Etiologi dan Faktor Risiko .......................................................................................... 3

2.5 Manifestasi Klinis ....................................................................................................... 5

2.6 Diagnosis..................................................................................................................... 5

2.6 Patofisiologi ................................................................................................................ 9

2.7 Tatalaksana ............................................................................................................... 11

2.8 Prognosis ................................................................................................................... 14

2.9 Komplikasi…………………………………………………………………………14

BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….....16

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Algoritma Diagnosis PID serta untuk menentukan penanganan………….……6

Gambar 2. Kriteria pembantu untuk mendiagnosis PID…………………………...………7

Gambar 3. Penyebaran ascending dari infeksi……………………………………....……10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Pelvic Inflammatory Disease (PID) atau Penyakit radang panggul

merupakan penyakit infeksi pada traktus genital bagian atas wanita, yang

mempengaruhi uterus, tuba fallopi, ovarium, endometrium, miometrium,

parametrium, dan peritonium panggul. Pelvic Inflammatory Disease (PID)

merupakan sebuah spektrum infeksi pada traktus genitalia wanita dengan jalur

penyebaran ascending, dimana penyebarannya dimulai dari traktus genitalia

bawah. Penyakit yang termasuk dalam PID yaitu endometritis, salpingitis, abses

tuboovarium, parametritis, dan peritonitis. Sebagian besar PID terkait dengan

infeksi yang merupakan komplikasi dari infeksi menular seksual. 1,2 Di Amerika

Serikat dari tahun 1995 sampai 2001, 769.859 wanita didiagnosis dengan PID

setiap tahun.3 Namun, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika

Serikat pada tahun 2007 memperkirakan bahwa lebih dari 1 juta wanita mengalami

PID setiap tahun.4 Sebagian besar kehamilan ektopik terjadi setiap tahun

disebabkan komplikasi dari PID.5 Secara epidemiologik di Indonesia insidensinya

sebesar lebih 850.000 kasus baru setiap tahun. PID merupakan infeksi serius yang

paling biasa terjadi pada perempuan usia 16 - 25 tahun. Kurang lebih 15% kasus

PID terjadi setelah tindakan biopsi endometrium, kuretase, histeroskopi dan insersi

alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan 85% kasus terjadi infeksi spontan pada

perempuan usia reproduksi yang secara seksual aktif.6 Sehingga apabila tidak

ditangani dan diabaikan dapat menimbulkan komplikasi. Diagnosis dan

1
pengobatan dini untuk PID sangat berpotensi mencegah komplikasi, mendapatkan

pemulihan serta dapat meningkatkan kualitas hidup.1,2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pelvic Inflammatory Disease (PID) atau Penyakit radang panggul

merupakan penyakit infeksi pada traktus genital bagian atas wanita, yang

mempengaruhi uterus, tuba fallopi, ovarium, endometrium, miometrium,

parametrium, dan peritonium panggul. Pelvic Inflammatory Disease (PID)

merupakan sebuah spektrum infeksi pada traktus genitalia wanita dengan jalur

penyebaran ascending atau naik ke atas, dimana penyebarannya dimulai dari

traktus genitalia bawah. Penyakit yang termasuk dalam PID yaitu endometritis,

salpingitis, tuba-ovarian abses, parametritis, ooforitis, dan peritonitis. Sebagian

besar PID terkait dengan infeksi yang merupakan komplikasi dari infeksi menular

seksual.1,2

2.2 Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi paling umum dari PID ialah Infeksi jalur ascending (menaik) dari

serviks. Dalam 85% kasus, infeksi disebabkan oleh bakteri menular seksual yaitu

bakteri Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia trachomatis merupakan patogen

yang paling umum. Sekitar 10% sampai 15% wanita dengan endoserviks yang

terinfeksi oleh N. gonorrhoeae atau C. trachomatis akan terus berkembang menjadi

PID. Mikroba serviks lainnya, termasuk Mycoplasma genitalium, diduga

berkontribusi terhadap penyakit ini. Selain itu, patogen yang bertanggung jawab

untuk bakteri vaginosis (Peptostreptococcus, spesies Bacteroides), patogen

pernapasan (Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus

aureus), dan patogen enterik (Escherichia coli, Bacteroides fragilis, grup B

3
Streptococci) dapat terlibat pada PID akut. Mereka menyumbang sekitar 15% dari

kasus secara keseluruhan.7,8,9

Faktor risiko PID:

a. Riwayat PID sebelumnya.

b. Banyak pasangan seks, wanita dengan lebih dari 10 pasangan seksual

cenderung memiliki peningkatan resiko sebesar 3 kali lipat.

c. Sekitar 85% kasus terjadi infeksi spontan pada perempuan usia reproduksi

yang aktif secara seksual (usia 25 atau lebih muda; pertamakali coitus

usia <15 tahun). Usia muda juga merupakan salah satu faktor resiko yang

disebabkan oleh kurangnya kestabilan hubungan seksual dan mungkin

oleh kurangnya imunitas. Selain itu, usia muda mengalami peningkatan

resiko akibat dari peningkatan permeabilitas mucosal serviks, zona

servical ektopi yang lebih besar, proteksi antibody chlamidya yang masih

rendah, dan peningkatan perilaku beresiko. 6,10,11

d. Infeksi oleh organisme menular seksual, dan sekitar 15% pasien dengan

gonorea anogenital tanpa komplikasi akan berkembang menjadi PID pada

akhir atau segera sesudah menstruasi.6,12

e. Prosedur pembedahan dapat menghancurkan barier servikal, sehingga

menjadi predisposisi terjadi infeksi. Kurang lebih 15% kasus PID setelah

terjadi tindakan biopsi endometrium, kuretase, histeroskopi, dan

insersi.6,11,12

f. Infeksi bakterial vaginosis. Sering douching vagina telah dianggap

sebagai faktor risiko untuk PID. 10,11

4
2.5 Manifestasi Klinis

PID sering kurang terdiagnosis karena variasinya dan tingkat keparahan

dari gejala yang cukup beragam. Bahkan pasien mungkin tidak menunjukkan

gejala karena masih pada tingkat keparahan yang ringan. Gejala utama PID adalah

timbulnya nyeri perut bagian bawah atau panggul yang tiba-tiba pada wanita yang

aktif secara seksual. Gejala lainnya adalah nyeri bilateral ringan di bawah, nyeri

perut yang memburuk saat koitus, perdarahan uterus abnormal, peningkatan

frekuensi buang air kecil, disuria, atau keputihan abnormal. Demam juga dapat

terjadi, tetapi bukan merupakan gejala yang dominan. Nyeri kuadran kanan atas

yang memburuk dengan gerakan dan pernapasan disebabkan oleh peradangan dan

perlengketan kapsul hati, seperti pada perihepatitis (yaitu, sindrom Fitz-Hugh-

Curtis).13

2.6 Diagnosis

Diagnosis PID harus secara klinis, dengan pencitraan dan pemahaman yang

lebih komprehensif dan luas terlebih khusus untuk kasus yang belum pasti

diagnostiknya atau kekhawatiran akan terjadinya komplikasi (misalnya, abses tubo-

ovarium).13,14 Oleh karena itu, dokter harus membuat diagnosis dan memulai

pengobatan untuk PID jika tidak ada penyakit lain. Diagnosis lebih mungkin pada

wanita yang aktif secara seksual lebih muda dari 25 tahun atau pada wanita yang

lebih tua berisiko IMS dengan nyeri di perut bagian bawah atau panggul dan satu

atau lebih dari hasil temuan dari pemeriksaan klinis (Gambar 1).13

5
Gambar 1. Algoritma Diagnosis PID serta untuk menentukan penanganan13

Kebanyakan wanita dengan PID memiliki hasil dimana telah terjadi infeksi

saluran genital bawah, seperti sekret mukopurulen atau peningkatan sel darah putih

pada mikroskop saline (yaitu, persiapan basah dengan setidaknya satu sel darah

putih per sel epitel).15 Tidak adanya temuan tersebut harus segera

mempertimbangkan kembali diagnosis banding nyeri perut bagian bawah,

diagnosis presumtif cukup untuk memulai pengobatan antibiotik empiris, bahkan

pada pasien dengan gejala ringan. Menambahkan lebih banyak temuan diagnostik

meningkatkan spesifisitas diagnosis, tetapi hal ini berisiko menurunkan

sensitivitas, sehingga berpotensi menghilangkan kasus PID.13 CDC telah

menetapkan kriteria minimal untuk diagnosis PID. Menurut kriteria ini, pengobatan

empiris PID diindikasikan ketika pasien yang berisiko penyakit menular seksual

6
(PMS) mengalami nyeri panggul atau perut bagian bawah, tidak ada penyebab

penyakitnya yang dapat diidentifikasi selain PID dan pada pemeriksaan panggul, 1

atau lebih dari kriteria minimal berikut:16

• Nyeri gerak serviks

• Nyeri tekan uterus

• Nyeri tekan adneksa

Beberapa kriteria tambahan yang membantu mendiagnosis PID:

Gambar 2. Kriteria pembantu untuk mendiagnosis PID13

Pemeriksaan fisik pada PID:

• Pemeriksaan bimanual harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan

PID untuk menilai gerakan serviks, uterus, dan/atau nyeri tekan adneksa;

massa adneksa; atau abses tubo-ovarium.

• Pemeriksaan spekulum harus dilakukan untuk mengidentifikasi sekret

7
serviks yang mukopurulen. Pemeriksaan mikroskop pada keputihan

dengan menggunakan larutan saline dapat mengungkapkan sel darah putih

yang dominan, yang dapat mengindikasikan bacterial vaginosis (BV) dan

trikomoniasis.

Semua pasien yang diduga menderita PID harus menjalani tes kehamilan

serum atau urin; jika positif, kehamilan ektopik harus disingkirkan. Pasien juga

harus diskrining dengan tes amplifikasi asam nukleat untuk klamidia dan gonore

menggunakan swab vagina yang diambil sendiri oleh pasien atau spesimen vagina

atau endoserviks.17 Tes amplifikasi asam nukleat untuk gonore dan klamidia

sangat sensitif (90% hingga 98% dan 88,9% hingga 95,2%), spesifik (masing-

masing 98% hingga 100% dan 99,1% hingga 100%), dan hemat biaya.18 Hasil

negatif tidak menyingkirkan infeksi saluran reproduksi bagian atas, tetapi hasil

positif dalam kombinasi dengan salah satu kriteria minimum mendukung

diagnosis PID. Tes amplifikasi asam nukleat yang digunakan untuk M. genitalium

saat ini tidak direkomendasikan.13 Dalam kasus ketidakpastian diagnostik atau

temuan sugestif abses tubo-ovarium, dokter dapat dipertimbangkan untuk

menggunakan modalitas pencitraan.19 Pada pemeriksaan Magnetic Resonance

Imaging (MRI) dan Ultrasonografi (USG) dapat terlihat cairan pada panggul, dan

abses tubo-ovarium. Pada USG Doppler dapat memperlihatkan hiperemia pada

PID. CT-Scan juga memberikan gambaran adanya cairan bebas pada pelvis,

penumpukan lemak, limfaadenopati reaktif ataupun penebalan dari tuba, serta

peradangan pada kompleks tubo-ovarium atau peradangan perihepatik.20 Pada

pemeriksaan laparoskopi diagnostik juga dapat menunjukkan salpingitis, abses

tubo-ovarium, peritonitis, dan mungkin perihepatitis. Sementara untuk biopsi

8
endometrium dapat menunjukkan endometritis pada histopatologi.

2.6 Patofisiologi

Perjalanan penyakit tergantung kepada jenis (strain) dan virulensi

organisme penyerang maupun resistensi masing-masing penjamu terhadap

organisme.

Organisme dapat menyebar ke seluruh pelvis dengan salah satu dari lima cara

yaitu:21

• Intralumen. Penyakit radang panggul akut non purpuralis (kira-kira 99%)

terjadi akibat masuknya kuman melalui serviks ke dalam kavum uteri.

Infeksi kemudian menyebar ke tuba uterina bahkan sampai ke

peritonium.

• Limfatik. Infeksi yang berhubungan dengan IUD yang menyebar melalui

limfatik seperti parametritis.

• Hematogen. Seperti TBC, meskipun hal ini jarang terjadi.

• Intraperitoneum. Infeksi intraabdomen misalnya apendisitis, divetikulitis,

dan kecelakaan intraabdomen dapat menyebabkan infeksi yang mengenai

sistem genitalia interna.

• Kontak langsung. Infeksi pasca pembedahan ginekologi terjadi akibat

penyebaran infeksi setempat dari daerah infeksi dan nekrosis jaringan.

9
Gambar 3. Penyebaran ascending dari infeksi

PID disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme secara asenden ke

traktus genital atas dari vagina dan serviks. Mekanisme pasti yang bertanggung

jawab atas penyebaran tersebut tidak diketahui, namun aktivitas seksual mekanis

dan pembukaan serviks selama menstruasi mungkin berpengaruh.22

Banyak kasus PID timbul dengan 2 tahap. Tahap pertama melibatkan

akuisisi dari vagina atau infeksi servikal. Penyakit menular seksual yang

menyebabkannya mungkin asimptomatik. Tahap kedua timbul oleh penyebaran

asenden langsung mikroorganisme dari vagina dan serviks. Mukosa serviks

menyediakan barier fungsional melawan penyebaran ke atas, namun efek dari

barier ini mungkin berkurang akibat pengaruh perubahan hormonal yang timbul

selama ovulasi dan mesntruasi. Gangguan suasana servikovaginal dapat timbul

akibat terapi antibiotik dan penyakit menular seksual yang dapat mengganggu

keseimbangan flora endogen, menyebabkan organisme nonpatogen bertumbuh

secara berlebihan dan bergerak ke atas. Pembukaan serviks selama menstruasi

dengan aliran menstrual yang retrograd dapat memfasilitasi pergerakan asenden

dari mikrooragnisme. Hubungan seksual juga dapat menyebabkan infeksi asenden

10
akibat dari kontraksi uterus mekanis yang ritmik. Bakteri dapat terbawa bersama

sperma menuju uterus dan tuba.22

2.7 Tatalaksana

Protokol tatalaksana PID menurut The Centers of Disease Control and Prevention

(CDC):11,12

a. Terapi oral

Terapi oral dapat dipertimbang untuk penderita PID ringan atau sedang karena

kesudahan klinisnya sama dengan terapi parenteral. Pasien yang mendapat

terapi oral dan tidak menunjukkan perbaikan setelah 72 jam harus di

reevaluasi untuk memastikan diagnosisnya dan diberikan terapi parenteral

baik dengan rawat jalan maupun inap.

- Rekomendasi terapi A

• Levofloksasin 500 mg oral 1 kali setiap hari selama 14 hari atau

ofloksasin 400 mg 2 kali sehari selama 14 hari, dengan atau

tanpa

• Metronidazole 500 mg oral 2 kali sehari selama 14 hari

- Rekomendasi terapi B

• Ceftriakson 250 mg im dosis tunggal ditambah doksisiklin oral

2 kali sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazole 500

mg oral 2 kali sehari selama 14 hari atau

• Sefoksitin 2 gr im dosis tunggal dan probenesid ditambah

doksisiklin oral 2 kali sehari selama 14 hari dengan atau tanpa

metronidazole 500 mg oral 2 kali sehari selama 14 hari

11
• Sefalosforin generasi ketiga (misal seftizoksim atau sefotaksim)

ditambah doksisiklin oral 2 kali sehari selama 14 hari dengan

atau tanpa metronidazole 500 mg oral 2 kali sehari selama 14

hari.

b. Terapi Parenteral

• Rekomendasi terapi parenteral A

• Sefotetan 2 gr iv setiap 12 jam atau

• Sefoksitin 2 gr iv setiap 6 jam ditambah

• Doksisiklin 100 mg oral atau parenteral setiap 12 jam

• Rekomendasi terapi parenteral B

• Klindamisin 900 mg setiap 8 jam ditambah

• Gentamisin dosis muatan iv atau im (2 mg/kgbb) diikuti dengan

dosis pemeliharaan (1,5 mg/kgbb) setiap 8 jam. Dapat diganti

dengan dosis tunggal harian.

c. Terapi Parenteral alternatif

Tiga terapi alternatif telah dicoba dan mereka mempunyai cakupan

spektrum yang luas.

• Levofloksasin 500 mg iv 1 kali sehari dengan atau tanpa

metronidazole 500 mg iv setiap 8 jam atau

• Ofloksasin 400 mg iv setiap 12 jam dengan atau tanpa metronidazole

500 mg iv setiap 8 jam atau

• Ampisilin atau sulbaktam 3 gr iv setiap 6 jam ditambah doksisiklin

100 mg oral atau iv setiap 12 jam

12
Beberapa ahli menganjurkan bahwa pasien dengan PID dirawat inap agar

dapat segera dimulai istirahat baring dan pemberian antibiotik parenteral dalam

pengawasan. Akan tetapi, untuk pasien-pasien PID ringan atau sedang rawat jalan

dapat memberikan kesudahan jangka pendek dan panjang yang sama dengan

rawat inap. Keputusan untuk rawat inap ada ditangan dokter yang merawat.

Disarankan memakai kriteria rawat inap sebagai berikut:11,12

a. Kedaruratan bedah seperti appendisitis dan kehamilan ektopik

b. Kehamilan

c. Pasien tidak memberi respon klinis terhadap antimikroba oral

d. Pasien tidak mampu mengikuti atau menaati pengobatan rawat jalan

e. Pasien dengan usia <19 tahun

f. Nyeri perut hebat

g. Pasien menderita sakit berat, mual dan muntah, atau demam tinggi

suhu >38,5 0 C

h. Penyakit yang menyertai seperti diabetes, HIV atau infeksi hepatitis

i. Tidak terdapat perubahan setelah 72 jam setelah rawat jalan.

j. Abses tubo-ovarium

Terapi PID harus ditujukan untuk mencegah kerusakan tuba yang

menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan infeksi kronik.

Banyak pasien yang berhasil dengan rawat jalan dan terapi rawat jalan ini harus

menjadi pendekatan terapeutik permulaan. Pemilihan antibiotik harus ditujukan

pada organisme etiologik utama (N. Gonorrhea atau C. Trachomatis) tetapi juga

harus mengarah pada sifat polimikrobial pada PID. Untuk pasien dengan PID

ringan atau sedang terapi oral dan parenteral mempunyai daya guna klinis yang

13
sama. Sebagian besar klinisi menganjurkan terapi parenteral yang paling tidak

selama 48 jam kemudian dilanjutkan dengan terapi oral 24 jam setelah ada

perbaikan klinis.11,12

Selain pemberian antibiotik diberikan pula terapi untuk mengurangi gejala

yang dirasakan oleh pasien sehingga diperlukan pula pemberian antiemetic,

analgesik, antipiretik, dan pemberian cairan.11,12

2.8 Prognosis

Dengan terapi adekuat 85% dari seluruh kasus terbukti sukses dan 75% pasien

dengan terapi adekuat tidak menimbulkan kekambuhan. Sehingga prognosis dari

PID tergolong baik.23

2.9 Komplikasi

Pengobatan PID yang tertunda dapat memberikan hasil yang buruk dan komplikasi

jangka panjang. Bahkan dengan pengobatan yang tepat waktu, komplikasi jangka

panjang dapat terjadi. Satu studi memperkirakan bahwa wanita usia antara 20 – 24

tahun dengan PID, 18% mengalami nyeri kronis, 8,5% akan berkembang menjadi

kehamilan ektopik, dan 16,8% akan mengalami infertilitas.24,25,26

• Chronic Pelvic Pain (Nyeri panggul kronis)

Nyeri panggul kronis terjadi pada 1/3 wanita dengan PID. Rasa sakit diduga

terkait dengan inflamasi, jaringan parut, perubahan siklus menstruasi, dan

adesi dari proses infeksi. Predictor terkuat berkembangnya nyeri panggul

kronis yang berhubungan dengan PID adalah PID berulang. 24,25,26

14
• Infertilitas

Infertilitas atau gangguan kesuburan merupakan hal yang menjadi perhatian

utama pada wanita dengan riwayat PID. Infeksi dan inflamasi dapat

menyebabkan kerusakan parah pada tuba falopi, termasuk hilangnya sel-sel

epite silia dari tuba falopi dan oklusi tuba, menyebabkan jaringan parut dan

adesi didalam lumen tuba. Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan 5

kali lipat infertilitas pada wanita dengan riwayat PID. Infertilitas terkait

dengan PID lebih mungkin terjadi jika klamidia adalah penyebab infeksi,

jika ada keterlambatan dalam pengobatan untuk PID, jika pasien memiliki

episode berulang PID atau jika kasus PID lebih parah.27

• Kehamilan Ektopik

Risiko kehamilan ektopik meningkat 15-50% pada wanita dengan riwayat

PID. Kehamilan ektopik adalah akibat langsung dari kerusakan tuba falopi.

PID dapat menghasilkan tuboovarian abses (TOA) dan meluas untuk

menghasilkan peritonitis panggul dan sindrom Fitz-Hugh−Curtis

(perihepatitis).28

15
BAB III

PENUTUP

Pelvic Inflammatory Disease (PID) adalah penyakit infeksi pada traktus

genital bagian atas wanita, termasuk endometrium, tuba fallopi, ovarium,

miometrium, parametri, dan peritonium panggul.

Faktor resiko PID adalah riwayat PID sebelumnya, banyak pasangan seks,

perempuan usia reproduksi yang aktif secara seksual (usia 25 atau lebih muda;

pertama kali coitus usia <15 tahun), riwayat Infeksi Menular Seksual (IMS),

tindakan biopsi endometrium, kuretase, histeroskopi, dan insersi AKDR, sering

douching vagina serta coitus saat menstruasi.

Patofisiologi seperti endometritis PID disebabkan penyebaran infeksi

melalui serviks. Meskipun PID terkait dengan infeksi menular seksual alat

genital bawah tapi prosesnya polimikrobial. Tersering disebabkan oleh

N.gonorhea dan C. Trachomatis. Cardinal Sign dari PID adalah nyeri perut

bagian bawah, pemeriksaan bimanual abnormal yang mencakup satu atau

kombinasi dari temuan berikut : nyeri gerak serviks, nyeri tekan uterus, nyeri

tekan adneksa.

Protokol tatalaksana PID menurut The Centers of Disease Control and

Prevention (CDC) dengan pemberian antibiotik. Prognosis pada umumnya baik

jika didiagnosa dan diterapi segera. Sekitar 25% pasien PID mengalami akibat

buruk jangka panjang. Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada PID

yaitu nyeri panggul kronis, infertilitas, kehamilan ektopik.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Woodhall SC, Gorwitz RJ, Migchelsen SJ, Gottlieb SL, Horner PJ, Geisler

WM, Winstanley C, Hufnagel K, Waterboer T, Martin DL, Huston WM,

Gaydos CA, Deal C, Unemo M, Dunbar JK, Bernstein K. Advancing the

public health applications of Chlamydia trachomatis serology. Lancet Infect

Dis. 2018 Dec;18(12):e399-e407.

2. Stevens JS, Criss AK. Pathogenesis of Neisseria gonorrhoeae in the female

reproductive tract: neutrophilic host response, sustained infection, and

clinical sequelae. Curr Opin Hematol. 2018 Jan;25(1):13-21.

3. Sutton MY, Sternberg M, Zaidi A, St Louis ME, Markowitz LE. Trends in

pelvic inflammatory disease hospital discharges and ambulatory visits,

United States, 1985–2001. Sex Transm Dis. 2005;32(12):778–784.

4. CDC. PID Fact Sheet. Atlanta, GA: Department of Health and Human

Services; 2007.

5. Winkosastro Hanifa, Prof, dr, DSOG ; Ilmu Kebidanan YBP-SP, Edisi

ketiga, cetakan ke enam, FKUI,Jakarta ; 2002. Hal:406-410.5.

6. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta : Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. 2010.

7. Molenaar MC, Singer M, Ouburg S. The two-sided role of the vaginal

microbiome in Chlamydia trachomatis and Mycoplasma genitalium

pathogenesis. J Reprod Immunol. 2018 Nov;130:11-17.

8. Di Tucci C, Di Mascio D, Schiavi MC, Perniola G, Muzii L, Benedetti

Panici P. Pelvic Inflammatory Disease: Possible Catches and Correct

Management in Young Women. Case Rep Obstet

17
Gynecol. 2018;2018:5831029.

9. Risser WL, Risser JM, Risser AL. Current perspectives in the USA on the

diagnosis and treatment of pelvic inflammatory disease in

adolescents. Adolesc Health Med Ther. 2017;8:87-94.

10. Shepherd, Suzanne M. Pelvic Inflammatory Disease. 2010. Diunduh

dari : http://emedicine.medscape.com/article/256448-print pada tanggal

27 Mei 2017.

11. Gradison, Margaret. Pelvic Inflammatory Disease. 2012. Diunduh dari:

http://www.aafp.org/afp/2012/0415/p791.html, tanggal 6 Juni 2017.

12. Centre for Disease Control (CDC). Pelvic Inflammatory Disease (PID).

2015. Diunduhdari: http://www.bccdc.ca/resource-

gallery/Documents/Communicable, tanggal 6 Juni 2017.

13. Workowski KA, Bolan GA; Centers for Disease Control and Prevention.

Sexually transmitted diseases treatment guidelines, 2015 [published

correction appears in MMWR Recomm Rep. 2015;64(33):924]. MMWR

Recomm Rep. 2015;64(RR-03):1-137.

14. Gaitán H, Angel E, Diaz R, et al. Accuracy of five different diagnostic

techniques in mild-to-moderate pelvic inflammatory disease. Infect Dis

Obstet Gynecol. 2002;10(4):171-180.

15. Yudin MH, Hillier SL, Wiesenfeld HC, et al. Vaginal polymorphonuclear

leukocytes and bacterial vaginosis as markers for histologic endometritis

among women without symptoms of pelvic inflammatory disease. Am J

Obstet Gynecol. 2003;188(2):318-323.

16. Workowski KA, Bachmann LH, Chan PA, et al. Sexually transmitted

18
infections treatment guidelines, 2021. MMWR Recomm Rep. 2021 Jul 23.

70 (4):1-187.

17. Lunny C, Taylor D, Hoang L, et al. Self-collected versus cliniciancollected

sampling for chlamydia and gonorrhea screening: a systemic review and

meta-analysis. PLoS One. 2015;10(7):e0132776.

18. Van Dyck E, Ieven M, Pattyn S, et al. Detection of Chlamydia trachomatis

and Neisseria gonorrhoeae by enzyme immunoassay, culture, and three

nucleic acid amplification tests. J Clin Microbiol. 2001;39(5):1751-1756.

19. Soper DE. Pelvic inflammatory disease. Obstet Gynecol. 2010;116(2 pt

1):419-428.

20. Revzin MV, Mathur M, Dave HB, et al. Pelvic inflammatory disease:

multimodality imaging approach with clinical-pathologic correlation.

Radiographics. 2016;36(5):1579-1596

21. Benson, Ralph C, Pernoll, Martin L. Buku Saku Obstetri & Ginekologi

Edisi 9. Jakarta: EGC. 2009.

22. Shepherd, Suzanne M. Pelvic Inflammatory Disease. 2010. Diunduh

dari : http://emedicine.medscape.com/article/256448-print pada tanggal

27 Mei 2017.

23. Ehrlich, Steven D. 2012. Pelvic Inflammatory Disease. University of

Maryland Medical Center.

24. Colombel JF, Shin A, Gibson PR. AGA Clinical Practice Update on

Functional Gastrointestinal Symptoms in Patients With Inflammatory

Bowel Disease: Expert Review. Clin Gastroenterol Hepatol. 2019

Feb;17(3):380-390.e1.

19
25. Witkin SS, Minis E, Athanasiou A, Leizer J, Linhares IM. Chlamydia

trachomatis: the Persistent Pathogen. Clin Vaccine Immunol. 2017

Oct;24(10).

26. Park ST, Lee SW, Kim MJ, Kang YM, Moon HM, Rhim CC. Clinical

characteristics of genital chlamydia infection in pelvic inflammatory

disease. BMC Womens Health. 2017 Jan 13;17(1):5.

27. Final Recommendation Statement Chlamydia and Gonorrhea: Screening.

U.S. Preventive Services Task Force. Available

at https://www.uspreventiveservicestaskforce.org/Page/Document/Recom

mendationStatementFinal/chlamydia-and-gonorrhea-screening. September

2014; Accessed: February 27, 2019.

28. Banikarim C, Chacko MR. Pelvic inflammatory disease in

adolescents. Adolesc Med Clin. 2004 Jun. 15 (2):273-85, viii. [QxMD

MEDLINE Link]. Zeger W, Holt K. Gynecologic infections. Emerg Med

Clin North Am. 2003 Aug. 21 (3):631-48.

20

Anda mungkin juga menyukai