Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AGREGAT DENGAN MASALAH

KESEHATAN POPULASI PENYAKIT INFEKSI DALAM KOMUNITAS

MATA PELAJARAN

Keperawatan Komunitas

Dosen Pembimbing :
Achmad Wahdi

Disusun Oleh :
1. Nisdhani Alfaj (20181420146007)
2. Samsu Rizal (20191420146003)
3. Dewi Suryawati (20191420146002)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES BAHRUL ULUM TAMBAK – BERAS JOMBANG
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang mana atas karunia dan rahmat
nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas. Adapun askep ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan Komnitas II. Penyusun
menyadari bahwasanya tugas ini masih jauh dari kata sempurna dan perlu kajian
yang lebih lama lagi. Oleh karena itu penyusun dengan senang hati menerima
keritik dan saran pada pembaca yang di tujukan pada tugas ini.
DAFTAR ISI

Cover......................................................................................................

Kata Pengantar......................................................................................

Daftar Isi................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................
C. Tujuan .........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Apa definisi agregat?...................................................................


B. Bagaimana masalah kesehatan populasi penyakit infeksi dalam komunitas

BAB III KONSEP DASAR MEDIS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN


GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN DENGAN DIAGNOSA STRIKTUR
URETRA

A. Definisi........................................................................................
B. Etiologi........................................................................................
C. Patofisiologi................................................................................
D. Manifestasi Klinis.......................................................................
E. Penatalaksanaan..........................................................................
F. Pemeriksaan Penunjang...............................................................
G. Komplikasi .................................................................................

BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIAGNOSA


STRIKTUR URETRA

A. Pengkajian...................................................................................
B. Diagnosa......................................................................................
C. Intervensi ....................................................................................
D. Implementasi...............................................................................
E. Evaluasi ......................................................................................

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................
B. Saran ...........................................................................................

Daftar Pustaka ........................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Striktur uretra adalah penyempitan uretra disebabkan akibat
jaringan parut yang mengarah pada obstruktif disfungsi saluran
berkemihdengan konsekuensi yang berpotensi serius untuk saluran
berkemih. Prevelensi yang didapatkan dari kalangan pria di negara-negara
industri diperkirakan sebesar 0,9%. Striktur uretra dapat memberikan
gejala urin obstruktif dan iritatif dan pada akhirnya dapat merusak fungsi
ginjal.
Striktur adalah penyakit yang relatif umum pada pria dengan
prevalensi terkait 229-27 per 100.000 laki-laki, atau 0,6% dari populasi
beresiko, yang biasanya pria yang lebih tua. Santucci dkk, menganalisa
penyakit striktur uretra dalam sepuluh set data publik dan pribadi di
amerika serikat hasilnya bahwa penyakit striktur uretra umum terjadi pada
lansia dengan peningkatan pada usia > 55 tahun. Data dari Medicare dan
Medicaid Services (untuk pasien yang lebih tua dari 65 tahun)
mengkonfirmasi peningkatan insiden penyakit penyempitan pada 9.0 /
100.000 untuk tahun 2001 dibandingkan dengan 5.8 / 100.000 pada pasien
yang lebih muda dari 65 tahun.
Studi yang dilakukan di Jerman menyebutkan penyebab dari
striktur uretra meliputi trauma pelvis (54%), post-kateterisasi (21,1%),
infeksi (15,2%), dan postinstrument (5,6%). Study ini menunjukkan
kesimpulan bahwa etiologi diatas menentukan prognosis dari
penatalaksanaan striktur uretra. Studi yang dilakukan oleh Tritschler, et all
juga mendapatkan hasil sebanyak 30 % idiopatik, dan 20 % karena
uretritis bakteri, 45 % striktur uretra disebabkan iatrogenik yang
didalamnya termasuk reseksi transuretral, kateterisasi uretra, cystoscopy,
prostatectomy, brachytherapy, dan pembedahan hypospadi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi agregat?
2. Bagaimana masalah kesehatan populasi penyakit infeksi dalam
komunitas
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengatahui agregat dan masalah kesehatan populasi
penyakit infeksi saluran kemih striktur uretra dalam komunitas
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Konsep Agregat Dengan Masalah Kesehatan Populasi Penyakit


Infeksi Dalam Komunitas
Infeksi komunitas (IK) yang disebut juga sebagai infeksi luar
rumah sakit (ILRS) atau Community Acquired infection adalah infeksi
yang ada pada saat seorang penderita masuk rumah sakit. Hal ini berbeda
dan berlawanan dengan infesksi nosokomial (IN) yang merupakan infeksi
yang di dapat penderita selama di rumah sakit. Insiden IK di negara maju
antara 5,6% - 10,5% sedangkan insiden bakteremia komunitas berkisar
antara 1,4% - 1,9%, dengan angka kematian kasus antara 23,5% - 40,1%.
Di Indonesia belom ada data tentang IK. Di RSKPM telah
dilakukan survei infeksi nosokomial (IN), yang bertujuan untuk mencari
data dasar. Hasil hasil penelitian tentang survei IK tersebut dilaporkan
dalam tulisan ini.
Dari kelompok pertama, empat penderita pertama berurut urut tiap
hari dengan diare berat yang mendapat terapi intravena/infus yang masuk
rumah sakit antara hari minggu jam 12.00 dan sabtu 08.00 dari kelompok
kedua, semua penderita dengan panas (tanpa diare atau dengan diare) yang
masuk rumah sakit antara hari minggu jam 12.00 dan hari jumat 08.00.
B. Proses keperawatan agregat dengan masalah kesehatan populasi
penyakit infeksi dalam komunitas
Survei IK dilakukan secara prospektif selama satu tahun antara 14
Maret 1982 sampai dengan 17 Maret 1983,di Rumah Sakit Khusus
Penyakit Menular (RSKPM)/RS. Karantina Tanjung Priok, Jakarta.
Rumah sakit dengan kapasitas 70 tempat tidur ini merawat
penderita-penderita penyakit menular, yang dapat dibagi dalam dua
kelompok utama, yaitu:
a. Kelompok pertama, kelompok penyakit dengan diare.
b. Kelompok kedua, kelompok penyakit dengan panas (tanpa
diare atau dengan diare).
Selama satu tahun tersebut telah dirawat 2.288
penderita berumur antara 5-70 tahun, yang terbagi atas 1721
(75,2%) penderita kelompok penyakit denga diare berat dan
567 (24,8%) penderita kelompok penyakit dengan panas,
yang sebagian besar adalah demam typoid dan sisanya
adalah penderita-penderita dengan pneumonia, morbili,
meningitis demam berdarah, hepatitis, dan lain-lain.
BAB III

KONSEP DASAR MEDIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN GANGGUAN PERKEMIHAN DENGAN DIAGNOSA
STRIKTUR URETRA

A. Definisi
Striktur uretra adalah kondisi dimana suatu bagian dari uretra
menyempit namun berbeda dengan obstruksi pada uretra yang disebabkan
oleh batu, striktur uretra merupakan adanya oklus dari diri meatus uretralis
karena adanya jaringan yang fibrotik dengan hipertrofi. Jaringan fibrotik
yang tumbuh dengan abnormal akan menutupi/ mempersempit meatus
uretralis,sehingga aliran urine (urine flow) akan menurun.( Prabowo &
Pranata, 2014:144).
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada
dindingnya. Penyempitan lumen ini disebabkan karena dindingnya
mengalami fibrosis dan pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis
korpus spongiosum.(Purnomo, 2011:153). Striktur uretra adalah
penyempitan luemen uretra akibat adanya jaringan parut dan kontriksi.
( Suharyanto & Madjid, 2013:271).
B. Etiologi
Sriktur uretra dibagi menjadi 3 janis :
1. Striktur uretra kongenital
Sriktur ini biasanya sering terjadi di fossa navikularis dan pars
membranase, sifat striktur ini adalah stationer dan biasanya timbul terpisah
atau bersamaan dengan anomalia saluran kemih yang lain.
2. Striktur uretra traumatik
Trauma ini akibat trauma sekunder seperti kecelakaan, atau karena
instrumen, infeksi, spasmus otot, atau tekanan darah luar, atau tekanan
oleh struktur sambungan atau oleh tumor dari luar serta biasanya terjadi
pada daerah kemaluan dapat menimbukan ruftur uretra, timbul striktur
traumatik dalam waktu 1 bulan. Striktur akibat trauma lebih progresif
daripada striktur akibat infeksi. Pada ruftur ini ditemukan adanya
hematuria gross.
3. Striktur akibat infeksi
Striktur ini biasanya disebabkan oleh infeksi veneral dan timbul
lebih lambat daripada striktur traumatik.
C. Patofisiologi
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanyan
jaringan perut dan kontraksi. Striktur uretra lebih serring terjadi pada pria
daripada wanita terutama kaarena perbedaan panjangnya uretra. Striktur
uretra dapat terjadi secara terpisah ataupun bersamaan dengan anomali
saluran kemih yang lainnya. Adapun cedera uretral (akibat insersi
peralatan bedah selama operasi transuretral, kateter, indwelling, atau
prosedur sitoskopi), cedera akibat peregangan, cedera akibat kecelakaan,
uretritis gonorrheal yang tidak ditangani, infeksi, spasmus otot dan
tekanan dari luar misalnya pertumbuhan tumor.
D. Manifestasi Klinis
1. Kekuatan pancaran dan jumlah urin berkurang
2. Gejala infeksi
3. Retensi urinarius
4. Adanya aliran balik dan mencetus sistitis, prostatitis dan pielonefritis( C.
Smeltzer, Suzanne;2002 Hal 1468).
Derajat penyempitan uretra :
a. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen.
b. Sedang : oklusi 1/3 s.d ½ diameter lumen uretra.
c. Berat : oklusi lebih besar dari ½ diameter lume uretra.
Ada derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus
spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.( Basuki B.
Purnomo;2000 hal 126).
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat di lakukan yaitu penatalaksanaan
farmakologis dan non farmakologis :
1. Terapi Farmakologis
a. Bougie (Dilatasi)

Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin


pasien dan periksa adanya glukosa dan protein dalam urin. Tersedia
beberapa jenis bougie. Bougie bengkok merupakan satu batang logam
yang ditekuk sesuai dengan kelengkungan uretra pria; bougie lurus,
yang juga terbuat dari logam, mempunyai ujung yang tumpul dan
umumnya hanya sedikit melengkung; bougie filiformis mempunyai
diameter yang lebih kecil dan terbuat dari bahan yang lebih lunak.

Berikan sedatif ringan sebelum memulai prosedur dan mulailah


pengobatan dengan antibiotik, yang diteruskan selama 3 hari. Bersihkan
glans penis dan meatus uretra dengan cermat dan persiapkan kulit
dengan antiseptik yang lembut. Masukkan gel lidokain ke dalam uretra
dan dipertahankan selama 5 menit. Tutupi pasien dengan sebuah duk
lubang untuk mengisolasi penis.

Apabila striktur sangat tidak teratur, mulailah dengan


memasukkan sebuah bougie filiformis; biarkan bougie di dalam uretra
dan teruskan memasukkan bougie filiformis lain sampai bougie dapat
melewati striktur tersebut. Kemudian lanjutkan dengan dilatasi
menggunakan bougie lurus.

Apabila striktur sedikit tidak teratur, mulailah dengan bougie


bengkok atau lurus ukuran sedang dan secara bertahap dinaikkan
ukurannya. Dilatasi dengan bougie logam yang dilakukan secara hati-
hati. Tindakan yang kasar tambah akan merusak uretra sehingga
menimbulkan luka baru yang pada akhirnya menimbulkan striktur lagi
yang lebih berat. Karena itu, setiap dokter yang bertugas di pusat
kesehatan yang terpencil harus dilatih dengan baik untuk memasukkan
bougie. Penyulit dapat mencakup trauma dengan perdarahan dan
bahkan dengan pembentukan jalan yang salah (false passage). Perkecil
kemungkinan terjadinya bakteremi, septikemi, dan syok septic dengan
tindakan asepsis dan dengan penggunaan antibiotik.

b. Uretrotomi interna

Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi


yang memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan
pisau Sachse, laser atau elektrokoter. Otis uretrotomi dikerjakan pada
striktur uretra anterior terutama bagian distal dari pendulans uretra dan
fossa navicularis, otis uretrotomi juga dilakukan pada wanita dengan
striktur uretra.

Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse


adalah striktur uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun
kecil dan panjang tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter
dipasang selama 2- 3 hari pasca tindakan. Setelah pasien dipulangkan,
pasien harus kontrol tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2 minggu
sekali selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Pada waktu
kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran urinnya <
10 ml/det dilakukan bouginasi.

c. Uretrotomi eksterna

Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis


kemudian dilakukan anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra
yang masih sehat, cara ini tidak dapat dilakukan bila daerah strikur
lebih dari 1 cm. Cara Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang
dan banyak jaringan fibrotik.

a) Stadium I: daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan


sedikit jaringan sehat di proksimal dan distalnya, lalu jaringan
fibrotik dieksisi. Mukosa uretra dijahit ke penis pendulans dan
dipasang kateter selama 5-7 hari.

b) Stadium II: beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah


melunak, dilakukan pembuatan uretra baru.
d. Uretroplasty
Dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih
dari 2 cm atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur
pasca Uretrotomi Sachse. Operasi uretroplasty ini bermacam-macam,
pada umumnya setelah daerah striktur di eksisi, uretra diganti dengan
kulit preputium atau kulit penis dan dengan free graft atau pedikel graft
yaitu dibuat tabung uretra baru dari kulit preputium/kulit penis dengan
menyertakan pembuluh darahnya.
2. Penatalaksanaan Non Farmakologis
a) Menghindari terjadinya trauma pada uretra dan pelvis.
b) Tindakan transuretra dengan hati-hati, seperti pada pemasangan kateter.
c) Menghindari kontak langsung dengan penderita yang terinfeksi penyakit
menular seksual seperti gonorrhea, dengan jalan setia pada satu pasangan
dan memakai kondom.
d) Pengobatan dini striktur uretra dapat menghindari komplikasi seperti
infeksi dan gagal ginjal.
F. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a) Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi
b) Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang,
penampilan keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria.
Kultur urin: adanya staphylokokus aureus. Proteus, klebsiella,
pseudomonas, e. coli.
2) BUN/ eratin : meningkat
3) Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan
pancaran urin. Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi
dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada pria
adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran
kurang dari harga normal menandakan ada obstruksi
4) Radiologi
Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak
penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Teknik pemeriksaan
uretrogram adalah pemeriksaan radiografi ureter dengan bahan kontras
uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang striktur adalah
dengan membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara memasukkan
bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari
uretra. Dengan pemeriksaan ini panjang striktur dapat diketahui sehingga
penting untuk perencanaan terapi atau operasi
5) Instrumentasi
Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan
memasukkan kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba
dengan kateter dengan ukuran yang lebih kecil sampai dapat masuk ke
buli- buli. Apabila dengan kateter ukuran kecil dapat masuk menandakan
adanya penyempitan lumen uretra.
6) Uretroskopi
Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra.Jika
diketemukan adanya striktur langsung diikuti dengan uretrotomi interna
(sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse.
G. Komplikasi

Adapun komplikasi dari Striktur Uretra jika adalah:

a) Trabekulasi, sakulasi dan divertikel

Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat,


maka otot kalau diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada
suatu saat kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli
mula-mula akan menebal terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, setelah
itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan
antara sakulasi dan divertikel adalah penonjolan mukosa buli pada sakulasi
masih di dalam otot buli sedangkan divertikel menonjol di luar buli-buli,
jadi divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa
dinding otot.
b) Residu urine

Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin


kuat tidak timbul residu. Pada fase dekompensasi maka akan timbul residu.
Residu adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam
kandung kencing.Dalam keadaan normal residu ini tidak ada.

c) Refluks vesiko ureteral

Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine


dikeluarkan buli-buli melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat
tekanan intravesika yang meninggi maka akan terjadi refluks, yaitu
keadaan dimana urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter bahkan
sampai ginjal.

d) Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal

Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu


cara tubuh mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan
jalan setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam
keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli
mudah terkena infeksi. Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli
dan timbul refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut maupun kronik
yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya.

e) Infiltrat urine, abses dan fistulas

Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi


maka bisa timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari
striktur. Urine yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra
menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak diobati infiltrat urine
akan timbul abses, abses pecah timbul fistula di supra pubis atau uretra
proksimal dari striktur.
.
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA


STRIKTUR URETRA

1. Pengkajian
A. Identitas Umum Keluarga
a. Identitas Kepela Keluarga
Nama :
Umur :
Agama :
Suku :

b. Type Keluarga
a) Jenis type keluarga : Nuctear family
b) Masalah yang terjadi dengan type tersebut : Tidak ada
c. Suku Bangsa
a) Asal suku bangsa: Jawa
b) Budaya yang berhubungan dg kesehatan: Klien mengatakan
tidak ada
c) Agama dan kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan: Klien
mengatakan tidak ada
d. Status Sosial Ekonomi Keluarga:
a) Anggota keluarga yang mencari nafkah: Suami berkerja
sebagai petani
b) Penghasilan: Klien mengatakan penghasilan suaminya tidak
tertentu
c) Kebutuhan yang dikeluarkan tiap bulan: Listrik, Makan, dll.

RIWAYAT DAN TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA a.


a. Tahap perkembangan keluarga saat ini (ditentukan dengan anak
tertua): Anak pertama sudah menikah dan mempunyai 2 orang.
b. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi dan
kendalnya: Tahap perkembangan keluarga saat ini adalah tahan
VIII keluarga usia lanjut.
c. Riwayat kesehatan keluarga inti:
a) Riwayat kesehatan keluarga saat ini:
Klien mengatakan nyeri pada saat BAK dan itu biasa nya
sekitar sampai 15 menit, pasien mengatakan pernah terbentur
benda tumpul pada bagian tersebut dan juga pernah
meminum obat yang dibeli di apotik..
b) Riwayat penyakit keturunan: Klien mengatakan tidak
memiliki riwayat penyakit turunan
c) Riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga
Daftar Pustaka

Anderson, Elizabeth. 2007. Buku Ajar Keperawatan Komunitas: Teori dan Praktek Ed.
3. Jakarta : EGC Tim Penyusun LPM UNG. 2014. Panduan Pelaksanaan KKS

Pengabdian. Gorontalo: LPM UNG Tim Teaching Community Nursing Department.


2013. Panduan Praktik Profesi Keperawatan Komunitas. Gorontalo

Anda mungkin juga menyukai