Oleh:
Dosen:
PRODI S1 KEPERAWATAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat Nya
penyusun masih diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan
tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN
OTITIS MEDIA AKUT DAN KRONIK” ini disusun untuk memenuhi tugas
mahasiswa dari mata kuliah keperawatan medikal bedah III program studi ilmu
keperawatan.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................................
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
3.1.............................................................................................................................Kesimpulan
23
iii
3.2.................................................................................................................................. Saran
23
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................24
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep dasar teoritis otitis media akut dan kronik.
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan otitis
media akut, kronik dan serosa yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, dan intervensi.
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan keliang telinga dan
mengenai membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini
diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya
stapes menggerakkan tingkap lonjong (foramen ovale) yang juga menggerakkan
perilimf dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membran Reissener yang
mendorong endolimfe dan membran basal kearah bawah, perilimfe dalam skala timpani
akan bergerak sehingga tingkap (forame rotundum) terdorong ke arah luar.
Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimf dan mendorong membran
basal, sehingga menjadi cembung kebawah dan menggerakkan perilimf pada skala
timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok, dan dengan berubahnya
membran basal ujung sel rambut menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi diubah oleh
adanya perbedaan ion Kalium dan ion Natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan ke
cabang-cabang n.VII, yang kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik
pendengaran diotak ( area 39-40) melalui saraf pusat yang ada dilobus temporalis.
2.2 Konsep dasar teori
2.2.1 Penngertian
Otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid (Buku Ajar
Ilmu penyakit THT, 1998:hal.50). atau dalam sebutan sehari-hari disebut
“congek”.
Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu:
1) Otitis media akut merupakan infeksi akut telinga tengah (Keperawatan
Medikal-Bedah Volume 3, 2002:hal.2050).
Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam
telinga tengah dengan tanda dan gejala infeksi (Buku Ajar Ilmu penyakit
THT, 1998)
2) Otitis media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi
jaringan ireversibel dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis
media akut. (Keperawatan Medikal-Bedah Volume 3, 2002:hal.2052).
3
Otitis media kronik ialah infeksi kronik di telinga tengah dengan perforasi
membrane timpani dan secret yang keluat terus menerus atau hilang timbul.
(Buku Ajar Ilmu penyakit THT, 1998)
2.2.2 Etiologi
1) Otitis media akut
Penyebab utama : bakteri Streptococcus pnemoniae, Hemophylus
influenza, dan Moraxella catarrhalis. Paling sering terjadi bila terjadi ISPA,
Inflamasi jaringan sekitarnya, dan reaksi alergi.
Factor resiko: bayi dan anak-anak karena tuba eustachii pada anak-
anak relative luas, lurus dan pendek sehingga radang hidung dan
tenggorokan lebih lekas mencapai telinga tengah
Factor lain: Perforasi membrane timpani bisa akibat trauma akibat
ledakan, pukulan, dan kesalahan dalam penggunaan pengorek kuping
sampai menyebabkan luka dan pecahnya membrane timpani (gendang
telinga), sehingga bakteri mudah masuk ke dalam telinga tengah.
2) Otitis media kronik
Disebabkan karena infeksi berulang otitis media akut.
2.2.3 Patofisiologi
1) Otitis media akut
Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah
bakteri Streptococcus pnemoniae, Hemophylus influenza, dan Moraxella
catarrhalis. Paling sering terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi
yang diakibatkan oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), inflamasi
jaringan sekitarnya (eg: sinusitis, hipertropi adenoid), atau reaksi alergi (eg:
rhinitis alergika). Bakteri tersebut menyebar ke telinga tengah yang
normalnya steril melewati tuba eustachii sehingga menyebabkan obstruksi
tuba eustachii dan terjadi disfungsi tuba eustachii. Kita ketahui bahwa tuba
eustachii merupakan penghubung daerah nasofaring di rongga mulut dengan
rongga telinga yang fungsinya adalah :
Menjaga keseimbangan tekanan udara di dalam telinga dan
menyesuaikan dengan tekanan udara di luar.
Sebagai sawar kuman yang mungkin akan masuk ke dalam telinga
tengah.
4
Karena fungsi tuba eustachius terganggu , pencegahan invasi kuman ke
dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga bakteri menyebar ke dalam
telinga tengah dan terjadi infeksi, respon inflamasi yang ditandai dengan
pembengkakan dan kemerahan di sekitar tuba eustachii menyebabkan tuba
eustachii semakin tersumbat, lalu sel-sel darah beraksi melawan bakteri
dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah
eksudat purulen (nanah) dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan
jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-
sel di telinga tengah terkumpul di belakang membrane timpani (gendang
telinga). Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat
terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung
gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat
bergerak bebas. Dan juga bisa menyebabkan perforasi pada membrane
timpani (gendang telinga) akibat tekanan yang berlebihan.
Penyakit ini sering ditemukan pada bayi dan anak-anak, karena tuba
eustachii pada anak-anak relative luas, lurus dan pendek, sehingga radang
hidung dan tenggorokan lebih lekas mencapai telinga tengah dan menyebar
ke tuba eustachii sehingga menyebabkan otitis media akut.
Bakteri juga mudah masuk ke telinga tengah bila ada perforasi
membrane timpani (terbentuknya lubang yang abnormal pada membrane
timpani). Perforasi membrane timpani bisa diakibatkan trauma akibat
ledakan, pukulan, dan kesalahan dalam penggunaan pengorek kuping
sampai menyebabkan luka dan pecahnya membrane timpani (gendang
telinga).
6
2.2.4 WOC
8
Tujuan: untuk melihat berkurangnya atau tidak ada sama sekali gerakan
gendang telinga.
Timpanogram è untuk mengukur kesesuaian dan kekuatan membran
timpani.
Kultur dan uji sensitifitas dilakukan timpano sintesis (aspirasi jarum dari
telinga tengah melalui membran timpani).
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi yang serius adalah :
Infeksi pada tulang sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis).
Labirinitis (infeksi pada kanalis semisirkuler).
Tuli
Peradangan pada selaput otak (meningitis).
Abses otak.
2.2.8 Penatalaksanaan
Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung pada efektivitas terapi
(mis: dosis antibiotika oral yang diresepkan dan durasi terapi), virulensi
bakteri, dan status fisik pasien. Dengan terapi antibiotika spectrum luas yang
tepat dan awal, otitis media dapat hilang tanpa gejala sisa yang serius. Bila
terjadi pengeluaran cairan, biasanya perlu diresepkan preparat, otik antibiotika.
Kondisi bisa berkembang menjadi subakut (mis: berlangsung 3 minggu sampai
3 bulan), dengan pengeluaran cairan purulen menetap dari telinga. Jarang
sekali terjadi kehilangan pendengaran permanen. Komplikasi sekunder
mengenai mastoid dan komplikasi intracranial serius, seperti meningitis atau
abses otak, dapat terjadi meskipun jarang. Insisi pada membrane timpani
dikenal sebagai miringotomi atau timpanotomi. Membrane timpani dianastesi
menggunakan anestesi local seperti fenol atau menggunakan iontoforesis. Pada
iontoforesis suatu arus elektris mengalir melalui larutan lidokain-epinefrin
untuk membuat liang telinga dan membrane timpani kebas. Prosedur ini tidak
menimbulkan nyeri dan berlangsung tidak sampai lima belas menit. Di bawah
mikroskop kemudian dibuat insisi melalui membrane timpani untuk
mengurangi tekanan dan mengalirkan cairan serosa atau purulen dari telinga
tengah. Normalnya, prosedur ini tidak diperlukan untuk otitis media akut;
9
namun, perlu dilakukan bila nyeri menetap. Miringotomi juga memungkinkan
identifikasi organism infeksi dan menentukan sensitivitasnya terhadap agens
antibiotika. Insisi akan menyembuh dalam 24 atau 72 jam. Bila episode otitis
media akut terjadi berulang dan tidak ada kontraindikasi, dapat dipasang
tabung ventilasi atau penyeimbang tekanan (PE, Pressure equalizing). Tabung
ventilasi secara temporer mengambil alih tugas tuba eustachii dalam
menyeimbangkan tekanan dan dipertahankan selama 6 sampai 18 bulan.
Tabung ventilasi lama kelamaan akan diekstrusi oleh migrasi kulit normal
membrane timpani, dan lubang dapat menyembuh pada hampir setiap kasus.
Tabung ventilasi lebih sering digunakan untuk menangani episode otitis media
akut berulang pada anak daripada dewasa.
Pada otitis media kronik, penanganan local meliputi pembersihan hati-
hati telinga menggunakan mikroskop dan alat pengisap. Pemberian tetes
antibiotika atau pemberian bubuk antibiotika sering membantu bila ada cairan
purulen. Antibiotika sistemik biasanya tidak diresepkan kecuali pada kasus
infeksi akut. Berbagai prosedur pembedahan dapat dilakukan bila dengan
penanganan obat tidak efektif. Yang paling sering adalah timpanoplasti-
rekonstruksi bedah membrane timpani dan osikulus. Tujuan timpanoplasti
adalah mengembalikan fungsi telinga tengah, menutup lubang perforasi telinga
tengah, mencegah infeksi berulang, dan memperbaiki pendengaran. Dalam
sejarah ada 5 tipe timpanoplasti. Prosedur bedah yang paling sederhana, tipe I
(Miringoplasti), dirancang untuk menutup lubang perforasi pada membrane
timpani. Prosedur lain, tipe II sampai V, meliputi perbaikan yang lebih intensif
struktur telinga tengah. Struktur dan derajat keterlibatannya bisa berbeda,
namun bagian semua prosedur timpanoplasti meliputi pengembalian
kontinuitas mekanisme konduksi suara. Timpanoplasti dilakukan melalui
kanalis auditorius eksternus, baik secara transkanal atau melalui insisi
postaurikuler. Isi telinga tengah diinspeksi secara teliti, dan hubungan antara
osikulus dievaluasi. Terputusnya rantai osikulus adalah yang paling sering
pada otitis media, namun masalah rekonstruksi juga akan muncul dengan
adanya malformasi telinga tengah dan dislokasi osikuler akibat cedera kepala.
Perbaikan dramatis pendengaran dapat terjadi setelah penutupan lubang
perforasi dan perbaikan kembali osikulus. Pembedahan biasanya dilakukan
pada pasien rawat jalan dengan anesthesia umum. Selanjutnya mastoidektomi,
tujuan pembedahan mastoid adalah untuk mengangkat kolesteatoma, mencapai
10
struktur yang sakit, dan menciptakan telinga yang aman, kering dan sehat. Bila
mungkin, osikulus direkonstruksi selama prosedur pembedahan awal. Namun,
kadang beratnya penyakit mengharuskan hal ini dilakukan sebagai bagian
operasi kedua yang terencana. Mastoidektomi biasanya dilakukan melalui
insisi post-aurikuler, dan infeksi dihilangkan dengan mengambil secara
sempurna sel udara mastoid. Nervus fasialis berjalan melalui telinga tengah
dan mastoid dan dapat mengalami bahaya selama pembedahan mastoid,
meskipun jarang mengalami cidera. Begitu pasien bangun dari pembiusan,
harus diperhatikan setiap tanda paresis fasialis yang harus segera dilaporkan ke
dokter. Bila terjadi kelemahan fasial, balutan mastoid harus dilonggarkan dan
pasien dikembalikan ke meja operasi, luka dibuka, dan nervus fasialis
didekompresi untuk melonggarkan kanalis tulang yang mengelilingi nervus
fasialis. Mastoidektomi kedua mungkin diperlukan 6 bulan setelah yang
pertama untuk mengecek kekambuhan kolesteatoma. Mekanisme pendengaran
dapat direkonstruksi pada saat ini bila kolesteatoma telah dieradikasi
sempurna. Angka keberhasilan untuk mengkoreksi kehilangan pendengaran
konduktif ini sekitar 50% sampai 60%.
2.3 Konsep dasar Askep
2.3.1 Pengkajian teoritis
1. Identitas klien
(Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam masuk RS, no register dan diagnosis medis).
2. Keluhan utama
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
13
4) Gangguan citra diri berhubungan dengan paralysis nervus fasialis (nervus
kranialis VII)
5) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri
6) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai
pengobatan dan pencegahan kekambuhan.
2.3.3 Rencana Asuhan Keperawatan (NCP)
Diagnosa Kriteria
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1 Nyeri Setelah Nyeri Dorong pasien Mencoba untuk
berhubungan dilakukan berkurang. untuk melaporkan mentoleransi
dengan inflamasi intervensi Meminta nyeri nyeri
pada jaringan keperawatan analgetik Kaji laporan Perubahan pada
tengah telinga selama 3 x sesuai nyeri, catat lokasi, karakteristik
24 jam kebutuhan lamanya, nyeri dapat
diharapkan TTV DBN: intensitas (0-10). menunjukkan
nyeri - TD: Selidiki dan penyebaran
berkurang 110/70- laporkan penyakit/
120/80 perubahan terjadinya
mmHg karakteristik nyeri komplikasi.
- ND: 60- MANDIRI
100 x/i kaji ulang factor- Dapat
- RR: 16-24 faktor yang menunjukkan
x/i meningkatkan dengan tepat
- S: 36,5- atau pencetus atau
37,5°C menghilangkan factor pemberat
nyeri atau
mengidentifikas
i terjadinya
komplikasi.
izinkan pasien
untuk memulai
posisi nyaman
berikan tindakan Meningkatkan
nyaman relaksasi,
memfokuskan
14
kembali
perhatian, dan
meningkatkan
kemampuan
koping.
kompres dingin Meredakan
sekitar area nyeri
telinga
KOLABORASI
Berikan analgetik Untuk
meredakan
nyeri
18
individu.
Ulangi jika klien
tidak memahami
seluruh isi
pembicaraan.
Gunakan rabaan
dan isyarat untuk
meningkatkan
komunikasi.
Validasi
pemahaman
individu dengan
mengajukan
pertanyaan yang
memerlukan
jawaban lebih dari
ya dan tidak.
BAB III
PENUTUP
2.2 Kesimpulan
Otitis media akut merupakan infeksi akut telinga tengah yang disebabkan oleh
masuknya bakteri Streptococcus pnemoniae, Hemophylus influenza, dan Moraxella
22
catarrhalis ke dalam telinga tengah yang normalnya steril. Paling sering terjadi bila
terjadi ISPA, Inflamasi jaringan sekitarnya, dan reaksi alergi. Dengan gejala Otalgia
(nyeri telinga), Keluarnya cairan dari telinga, Demam, Kehilangan pendengaran, Tinitus
(bising telinga), Pada pemeriksaan otoskopis, kanalis auditorius eksternus sering tampak
normal dan tak terjadi nyeri bila aurikula digerakkan, Membrane timpani tampak merah
dan sering menggelembung.
Otitis media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan
ireversibel dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media akut.
3.2 Saran
Diharapkan kepada mahasiswa dapat mempelajari dan memahami tentang
penyakit otitis media akut dan kronik dan pencegahannya.
Dalam bidang keperawatan, mempelajari suatu penyakit itu penting, dan
diharapkan kepada mahasiswa mampu membuat konsep teoritis suatu penyakit tersebut
beserta asuhan keperawatannya
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddart. 2002. Keperawatan Medical-Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Volume 3.
23
Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. 1998. Buku Ajar Ilmu penyakit THT.
FKUI:Jakarta.
Herawati, sri, dkk. 2003. Buku ajar Ilmu penyakit telinga hidung tenggorok untuk mahasiswa
Fakultas Kedokteran Gigi. EGC : Jakarta
Iskandar, Nurbaiti. 2006. Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok untuk perawat, edisi 2.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
Doenges Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3 . EGC : Jakarta.
Dorlan W.A. Nawman. 2002. Kamus Kedokteran Darkin. Edisi 29. EGC : jakarta.
http://moveamura.wordpress.com/medical-surgical-nursing/askep-otitis-media/
24