Anda di halaman 1dari 5

Rahma Indhytsania Hapsari

04011281823086 – Beta 2018

Nyeri
Fisiologi Nyeri
Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi, sensitisasi
perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik, reorganisasi struktural,
dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri
terdapat empat proses tersendiri : tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen menerjemahkan stimulus
(misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif. Ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat
dalam proses ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan C. Serabut yang berespon secara
maksimal terhadap stimulasi non noksius dikelompokkan sebagai serabut penghantar nyeri,
atau nosiseptor. Serabut ini adalah A-delta dan C. Silent nociceptor, juga terlibat dalam
proses transduksi, merupakan serabut saraf aferen yang tidak bersepon terhadap stimulasi
eksternal tanpa adanya mediator inflamasi. Konduksi merupakan perjalanan aksi potensial
dari akhiran saraf perifer ke sepanjang akson menuju akhiran nosiseptor di sistem saraf pusat.
Kerusakan jaringan menyebabkan pelepasan mediator kimia, seperti prostaglandin,
bradikinin, serotonin, substansi P, dan histamin. Mediator-mediator ini kemudian
mengaktifkan nosiseptor, sehingga terjadilah proses yang disebut transduksi. Pertukaran ion
natrium dan kalium terjadi pada membran sel sehingga mengakibatkan potensial aksi dan
terjadinya impuls nyeri.
Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu dorsalis
medulla spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak. Neuron aferen primer
merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal elektrik dan kimiawi. Aksonnya berakhir
di kornu dorsalis medula spinalis dan selanjutnya berhubungan dengan banyak neuron spinal.
Transmisi merupakan bentuk transfer sinaptik dari satu neuron ke neuron lainnya. Potensial
aksi dari tempat cedera bergerak dari sepanjang serabut saraf afferen ke nosiseptor di medulla
spinalis. Pelepasan substansi P dan neurotransmitter lainnya membawa potensial aksi
melewati celah ke kornu dorsalis pada medulla spinalis, kemudian naik sebagai traktus
spinotalamikus ke thalamus dan otak tengah. Proses yang terjadi setelah potensial aksi
melewati thalamus, yaitu serabut saraf mengirim pesan nosisepsi ke korteks somatosensori,
lobus parietal, lobus frontal, dan sistem limbik setelah melewati talamus, dimana proses
nosiseptif ketiga terjadi.
Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related neural
signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis, dan mungkin juga
terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti mu, kappa, dan delta dapat
ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga mempunyai jalur desending berasal dari
korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula
oblongata, selanjutnya menuju medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini
adalah penguatan, atau bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis.
Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi merupakan hasil
dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi, aspek psikologis, dan karakteristik
individu lainnya. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas
dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secaara potensial merusak.
Rahma Indhytsania Hapsari
04011281823086 – Beta 2018

Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri nociseptor) ada yang
bermiyelin dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen.

Jalur Nyeri di Sistem Syaraf Pusat


Jalur Asenden
Serabut saraf C dan A delta halus, yang masing-masing membawa nyeri akut tajam
dan kronik lambat, bersinap disubstansia gelatinosa kornu dorsalis, memotong medula
spinalis dan naik ke otak di cabang neospinotalamikus atau cabang paleospinotalamikus
traktus spino talamikus anterolateralis. Traktus neospinotalamikus yang terutama diaktifkan
oleh aferen perifer A delta, bersinap di nucleus ventropostero lateralis (VPN) talamus dan
melanjutkan diri secara langsung ke kortek somato sensorik girus pasca sentralis, tempat
nyeri dipersepsikan sebagai sensasi yang tajam dan berbatas tegas. Cabang
paleospinotalamikus, yang terutama diaktifkan oleh aferen perifer serabt saraf C adalah suatu
jalur difus yang mengirim kolateral-kolateral ke formatio retikularis batang otak dan struktur
lain. Serat-serat ini mempengaruhi hipotalamus dan sistem limbik serta kortek serebri.

Jalur Desenden
Salah satu jalur desenden yang telah di identifikasi adalah mencakup 3 komponen
yaitu :
a. Bagian pertama adalah substansia grisea periaquaductus (PAG) dan substansia grisea
periventrikel mesenssefalon dan pons bagian atas yang mengelilingi aquaductus Sylvius.
b. Neuron-neuron di daerah satu mengirim impuls ke nukleus ravemaknus (NRM) yang
terletak di pons bagian bawah dan medula oblongata bagian atas dan nukleus retikularis
paragigantoselularis (PGL) di medula lateralis.
c. Impuls ditransmisikan ke bawah menuju kolumna dorsalis medula spinalis ke suatu
komplek inhibitorik nyeri yang terletak di kornu dorsalis medula spinalis

Neuroregulator Nyeri
Neuroregulator atau substansi yang berperan dalam transmisi stimulus saraf dibagi
dalam dua kelompok besar, yaitu neurotransmitter dan neuromodulator. Neurotransmitter
mengirimkan impuls-impuls elektrik melewati rongga sinaps antara dua serabut saraf, dan
dapat bersifat sebagai penghambat atau dapat pula mengeksitasi. Sedangkan neuromodulator
dipercaya bekerja secra tidak langsung dengan meningkatkan atau menurunkan efek
partokular neurotransmitter.
Beberapa neuroregulator yang berperan dalam penghantaran impuls nyeri antara lain adalah:
1. Neurotransmiter
a. Substansi P (Peptida)
Rahma Indhytsania Hapsari
04011281823086 – Beta 2018

Ditemukan pada neuron nyeri di kornu dorsalis (peptide eksitator) berfungsi untuk
menstranmisi impuls nyeri dari perifer ke otak dan dapat menyebabkan vasodilatasi
dan edema
b. Serotonin
Dilepaskan oleh batang otak dan kornu dorsalis untuk menghambat transmisi nyeri.
c. Prostaglandin
Dibangkitkan dari pemecahan pospolipid di membran sel dipercaya dapat
meningkatkan sensitivitas terhadap sel.
2. Neuromodulator
a. Endorfin (morfin endogen)
Merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh tubuh. Diaktivasi oleh daya
stress dan nyeri. Terdapat pada otak, spinal, dan traktus gastrointestinal. Berfungsi
memberi efek analgesik
b. Bradikinin
Dilepaskan dari plasma dan pecah disekitar pembuluh darah pada daerah yang
mengalami cedera. Bekerja pada reseptor saraf perifer, menyebabkan peningkatan
stimulus nyeri. Bekerja pada sel, menyebabkan reaksi berantai sehingga terjadi
pelepasan prostaglandin.

Respon Tubuh

Respon Tubuh Terhadap Nyeri


Nyeri sebagai suatu pengalaman sensoris dan emosional tentunya akan menimbulkan
respon terhadap tubuh. Respon tubuh terhadap nyeri merupakan terjadinya reaksi endokrin
berupa mobilisasi hormon-hormon katabolik dan terjadinya reaksi imunologik, yang secara
umum disebut sebagai respon stres.
Rangsang nosiseptif menyebabkan respons hormonal bifasik, artinya terjadi pelepasan
hormon katabolik seperti katekolamin, kortisol, angiotensin II, ADH, ACTH, GH dan
Glukagon, sebaliknya terjadi penekanan sekresi hormone anabolik seperti insulin. Hormon
katabolik akan menyebabkan hiperglikemia melalui mekanisme resistensi terhadap insulin
dan proses glukoneogenesis, selanjutnya terjadi katabolisme protein dan lipolisis. Kejadian
ini akan menimbulkan balans nitrogen negatif. Aldosteron, kortisol, ADH menyebabkan
terjadinya retensi Na dan air. Katekolamin merangsang reseptor nyeri sehingga intensitas
nyeri bertambah sehingga terjadilah siklus vitrousus. Sirkulus vitiosus merupakan proses
penurunan tekanan O2 di arteri pulmonalis (PaO2) yang disertai peningkatan tekanan CO2 di
arteri pulmonalis (PCO2) dan penurunan pH akan merangsang sentra pernafasan sehingga
terjadi hiperventilasi. Respon nyeri memberikan efek terhadap organ dan aktifitas. Berikut
beberapa efek nyeri terhadap oragan dan aktifitas:
a. Efek nyeri terhadap kardiovaskular
Pelepasan katekolamin, Aldosteron, Kortisol, ADH dan aktifasi Angiostensin
II akan mennimbulkan efek pada kardiovaskular. Hormonhormon ini mempunyai efek
langsung pada miokardium atau pembuluh darah dan meningkatkan retensi Na dan
Rahma Indhytsania Hapsari
04011281823086 – Beta 2018

air. Angiostensin II menimbulkan vasikontriksi. Katekolamin menimbulkan


takikardia, meningkatkan otot jantung dan resistensi vaskular perifer, sehingga
terjadilah hipertensi. Takikardia serta disritmia dapat menimbulkan iskemia miokard.
Jika retensi Na dan air bertambah makan akan timbul resiko gagal jantung.
b. Efek nyeri terhadap respirasi
Bertambahnya cairan ekstra seluler di paru-paru akan menimbulkan kelainan
ventilasi perfusi. Nyeri didaerah dada atau abdomen akan menimbulkan peningkatan
otot tonus di daerah tersebut
sehingga muncul risiko hipoventilasi, kesulitan bernafass dalam mengeluarkan
sputum, sehingga penderita mudah hipoksia dan atelectasis.
c. Efek nyeri terhadap sistem oragan lain
Peningkatan aktifitas simpatis akibat nyeri menimbulkan inhibisi fungsi
saluran cerna. Gangguan pasase usus sering terjadi pada penderita nyeri. Terhadap
fungsi immunologik, nyeri akan menimbulkan limfopenia, dan leukositosis sehingga
menyebabkan resistensi terhadap kuman patogen menurun.
d. Efek nyeri terhadap psikologi
Pasien yang menderita nyeri akut yang berat akan mengalami gangguan
kecemasan, rasa takut dan gangguan tidur. Hal ini disebabkan karena
ketidaknyamanan pasien dengan kondisinya, dimana pasien menderita dengan rasa
nyeri yang dialaminya kemudian pasien juga tidak dapat beraktivitas. Bertambahnya
durasi dan intensitas nyeri, pasien dapat mengalami gangguan depresi, kemudian
pasien akan frustasi dan mudah marah terhadap orang sekitar dan dirinya sendiri.
Kondisi pasien seperti cemas dan rasa takut akan membuat pelepasan kortisol dan
katekolamin, dimana hal tersebut akan merugikan pasien karena dapat berdampak
pada sistem organ lainnya, gangguan sistem organ yang terjadi kemudian akan
membuat kondisi pasien bertambah buruk dan sikologi pasien akan bertambah parah.
e. Efek nyeri terhadap mutu kehidupan
Nyeri menyebabkan pasien sangat menderita, tidak mampu bergerak, susah
tidur, tidak enak makan, cemas, gelisah, putus asa tidak mampu bernafas dan batuk
dengan tidak baik. Keadaan seperti ini sangat mengganggu kehidupan pernderita
sehari-hari. Mutu kehidupannya sangat rendah, bahkan sampai tidak mampu untuk
hidup mandiri layaknya orang sehat. Penatalaksanaan nyeri pada hakikatnya tidak
tertuju pada mengurangi rasa nyeri melainkan untuk menjangkau peningkatan mutu
kehidupan pasien, sehingga dapat kembali menikmati kehidupannya. Sementara
kualitas hidup pasien menurun karena pasien tidak bisa beristirahat dan beraktivitas.

References
Amalia, I., 2014. Nyeri, Semarang: Undip.

Bachrudin, M., 2017. Patofisiologi Nyeri. Ejournal UMM, 17(1), pp. 7-13.

Ryantama, A. A. w., 2017. Respon Tubuh Terhadap Nyeri, Denpasar: Universitas Udayana
Rahma Indhytsania Hapsari
04011281823086 – Beta 2018

Anda mungkin juga menyukai