Anda di halaman 1dari 8

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Pengetahuan tentang jalur nyeri pada tingkat perifer dan sentral masih merupakan
suatu hal yang kompleks, kenyataan bahwa reseptor nyeri (nociseptor) berupa serat saraf
akhir bebas (free nerve ending) bukan suatu bentukan benda nyeri (pain bodies). Serat-serat
saraf ini tidak spesifik dapat bereaksi terhadap bermacam-macam stimuli yang berupa suhu,
kimiawi, mekanik, listrik, dan lain-lain.

Nociseptor yang merupakan saraf aferen primer (axon afferen primer) dengan bantuan
substansi mediator nyeri yang dihasilkan oleh kerusakan jaringan, dapat bereaksi terhadap
berbagai stimuli yang berbahaya. Nociseptor aferen primer ini memiliki dua fungsi utama,
yakni transduksi dan transmisi. Mediator nyeri tersebut berupa bahan-bahan Algogenik
seperti ion H+, ion K+, Histamin, Bradikinin, Plasmakinin, Serotonin, Prostaglandin,
Angiotonin, ATP, dan Asetil Cholin.

JALUR NYERI PERIFER (PERIPHERAL PAIN PATHWAY)

Adapun sistem transmisi nyeri, dimulai dari nociseptor axon aferen primer pada saraf
perifer, yang pada pemeriksaan histopatologi saraf perifer tersebut didapatkan adanya
diameter axon yang bervariasi, axon yang bermielin, dan yang tidak mempunyai sarung
mielin. Pembagian nociseptor utama yaitu:

1. Serat bermielin A alfa dengan diameter 6-22 µM


2. Serat bermielin A delta dengan diameter 2-5 µM
3. Serat tidak bermielin C dengan diameter 0,3-3,0 µM

Pada axon yang bermielin didapatkan konduksi yang cepat dengan kecepatan hantar
saraf 5-100 m/detik, sedangkan serat axon C yang tidak bermielin didapatkan konduksi yang
lambat dengan kecepatan kurang dari 2 m/detik tetapi mempunyai ambang rangsang elektrik
yang tinggi. Hanya sedikit nociseptor yang dikonduksi melalui serat bermielin A alfa, dan
konduksi maksimal kebanyakan melalui nociseptor A delta. Pada peningkatan intensitas
rangsang terhadap A delta akan mengakibatkan discharge dan menyebabkan kerusakan
jaringan (vasodilatasi, eritema, edema, dan hiperlagesia). Pada manusia, semua axon C
merupakan nociseptor yang dapat bereaksi terhadap rangsangan berbahaya seperti suhu,
mekanik, kimiawi, dan listrik.

Transduksi

Proses transduksi terjadi akibat adanya rangsangan berbahaya yang menyebabkan


terjadinya aktivitas elektrokimiawi pada akhiran saraf bebas, diubah menjadi energi (kimiawi,
mekanik, dan suhu) menjadi bentuk lain yang merupakan impuls saraf yang dapat dihayati
oleh jaringan otak.
Transmisi

Adalah suatu proses yang menyalurkan aktivitas neural yang berkode ke struktur
sentral. Ada 3 komponen saraf pada transmisi nyeri, yaitu:

Komponen I, terjadi akibat impuls saraf dari nociseptor aferen primer menuju medula
spinalis.

Komponen II, terjadi aktivitas neuron spinal untuk menyampaikan pesan nyeri ke
struktur sentral.

Komponen III, terjadinya jawaban refleks withdrawal dari sentral dengan persepsi
subyektif yang bersifat individual.

Gambar I: Transmisi Nyeri

Modulasi

Modulasi adalah proses pengontrolan penyaluran aktivitas persarafan pada neuron-


neuron transmisi nyeri, dan juga terjadi hambatan selektif terhadap neuron transmisi nyeri
mulai dari tingkat medula spinalis. Apabila sistem ini aktif maka didapatkan aktivitas jalur
transmisi nyeri yang menjadi kurang aktif.
Persepsi

Aktivitas neuron dalam proses transmisi nyeri, menghasilkan suatu sensasi persepsi
yang sifatnya subyektif. Sampai saat ini belum ada kesepakatan bagian mana proses persepsi
ini berlangsung, kemungkinan korteks area somatosensoris memegang peranan penting. Pada
penelitian didapatkan bahwa pengangkatan seluruh area somatosensoris, gyrus sentralis
posterior lobus parietalis, tidak merusak kemampuan untuk mengetahui adanya sensasi nyeri,
demikian juga rangsangan listrik pada area tersebut menyebabkan timbulnya rasa nyeri
ringan. Karena hal itu dapat dipercaya peran korteks serebri sebagai diskriminator intensitas
nyeri dan penentu lokasi nyeri, sedangkan persepsi nyeri dipengaruhi oleh pengalaman
subyektif masa lampau.

JALUR NYERI SENTRAL (CENTRAL PAIN PATHWAY)

Anatomi dan fisiologi jalur transmisi nyeri susunan saraf pusat lebih kompleks
dibandingkan dengan sistem nyeri perifer. Neuron sentral menerima input yang bersifat
konvergensi dari sejumlah nociseptor aferen primer. Impuls-impuls dari nociseptor yang
dibawa oleh axon aferen primer sebagian besar menuju ganglion radiks dorsalis, kemudian ke
radiks dorsalis, dan selanjutnya diproyeksikan ke medula spinalis. Axon neuron spinal yang
diaktivasi oleh nociseptor aferen primer akan menyilang ke kwadran anterolateral medula
spinalis kemudian berjalan ascenden menuju daerah serebral bagian rostral (formatio
retikularis, batang otak, thalamus, dan korteks).

Pada radiks dorsalis axon dengan diameter kecil, bermielin (A delta) dan axon yang
tidak bermielin (C), memisahkan diri dari axon yang berdiameter besar, bermielin (A alfa),
meneruskan ke bagian medial dan bercabang menjadi ascenden dan desenden pada kolumna
dorsalis. Axon dengan diameter kecil juga bercabang menjadi ascenden dan desenden
melampaui 1-2 segmen di atas levelnya. Cabang ascenden dan desenden terutama dari axon
diameter kecil aferen primer, menjadi bagian dari traktus Lissauer yang terletak pada
dorsolateral substansia abu-abu medula spinalis. Pada primata, diperkirakan 80% axon pada
traktus Lissauer adalah aferen primer.

Rexed (1952), menyusun secara lengkap 10 lamina dasar yang tersusun secara
rostrocaudal pada substansia abu-abu medula spinalis, yang berdasarkan ukuran dan densitas
neuronnya. Aferen dengan diameter kecil bermielin (A delta) akan berakhir pada lamina
I&V, aferen yang tidak bermielin akan berproyeksi pada lamina I&II, sedangkan aferen yang
berdiameter besar dan bermielin (A alpha) masuk ke medula spinalis pada bagian medial dari
radiks dorsalis dan berakhir di lamina III atau lamina yang lebih dalam.

Nociseptor aferen primer bersinaps langsung pada sel-sel kornu dorsalis medula
spinalis, sel-sel tersebut dibagi dalam 3 kategori utama:
1. Neuron-neuron proyeksi yang mengalirkan pesan nocisepsi ke pusat yang lebih
tinggi.
2. Neuron-neuron eksitasi yang bertugas menyalurkan input nocisepsi ke interneuron
lainnya atau ke motor neuron yang mendasari timbulnya refleks spinal.
3. Neuron-neuron penghambat yang berperan dalam modulasi pengontrolan
transmisi nocisepsi.

Pada kolumna anterolateral terdapat 3 sistem traktus yang disebut sebagai sistem
anterolateral, yaitu:

1. Sistem spinoretikulothalamus terdapat bilateral dan berjalan ke formatio


retikularis batang otak dan berakhir pada nuklei kompleks thalamus intra laminer.
2. Sistem paleospinothalamusyang berjalan langsung ke thalamus dan berakhir sama
di nuklei kompleks thalamus intra laminer.
3. Sistem neospinothalamus yang berjalan ke lemniskus medialis dan berakhir di
korteks.

Sampai saat ini belum dapat dipastikan neurotransmiter apa yang mempunyai efek
terhadap nocisepsi aferen primer pada neuron-neuron medula spinalis, bilamana terdapat
stimuli yang berbahaya maupun tidak berbahaya. Dengan menggunakan teknik sitokimiawi,
telah didapatkan beberapa peptida pada sel-sel ganglion radiks dorsalis yang berperan sebagai
neurotransmitter, yaitu:

1. Substansi P, terutama pada lamina I & II.


2. Somatostatin, terutama terdapat pada lamina II.
3. Vasoaktif intestinal polipeptida.

Pada pemotongan radiks dorsalis, akan didapatkan kadar ketiga polipeptida yang menurun.

Beberapa sarjana juga mendapatkan neurotransmiter yang berpengaruh terhadap


neuron-neuron di kornu dorsalis, seperti:

1. Glisin, GABA, Serotonin, Noradrenalin, Enkefalin yang semuanya mempunyai


pengaruh inhibisi.
2. Glutamat, Neurotensin, Substansi P, Kholesistokinin yang mempunyai pengaruh
eksitasi.

Helzak & Casey (1971) menyatakan bahwa impuls akan berjalan melalui traktus
spinothalamikus dan kemudian diproyeksikan pada sistem sentral yaitu:

1. Melalui serat neospinothalamikus ke thalamus ventrobasal dan posterolateral yang


kemudian berakhir pada korteks somatosensoris (sensory discriminative systems).
2. Melalui serat yang berjalan di sebelah medial membentuk serat para medial yang
ascenden menuju ke formatio retikularis kemudian ke thalamus intralaminer dan
berakhir pada daerah limbik (motivational afective system). Dalam menentukan
bahasa nyeri, sistem tersebut dipengaruhi oleh proses-proses neokorteks atau
susunan saraf pusat yang lebih tinggi, yaitu komponen kognitif, misalnya:
perhatian dan emosi penyertanya.

Pada lamina V, impuls nocisepsi dari permukaan tubuh dan organ vegetatif akan
bertemu, hal ini penting untuk menjelaskan gejala klinis lokasi referred pain pada dermatom
yang bersamaan. Pada daerah thalamokorteks, impuls-impuls yang berasal dari traktus
spinothalamikus menuju nukleus thalamoventralis, posterolateralis dan nukleus posterior
sedangkan impuls-impuls yang berasal dari nukleus Trigeminus menuju ke nukleus ventralis
posteromedialis yang kemudian diproyeksikan menuju ke sel-sel thalamokortikal sebagai
modalitas spesifik. Informasi ini mungkin hanya untuk perasaan nyeri tajam dan penentuan
lokasi nyeri yang jelas. Untuk nyeri yang baur mungkin terletak pada nukleus thalamus
medial intra laminer.

Pada leukotomi prefrontal akan didapatkan tumpulnya afek, sehingga penderita dapat
merasakan nyeri, tetapi tidak dapat menderita karena nyeri tersebut. Sistem limbik yang
terdiri dari struktur kortikal dan subkortikal pada bagian medial hemisfer berperan penting
dalam mekanisme motivasi dan proses pembelaan diri terhadap rangsangan nyeri.

Mekanisme Persepsi Nyeri

Beberapa teori yang dianggap dapat menjelaskan proses persepsi nyeri yaitu:

1. Spesificity Theory / Teori spesifik


Rasa nyeri yang diterima oleh reseptor nyeri yang spesifik di jaringan tubuh, akan
diteruskan ke pusat nyeri di otak, tanpa interaksi dengan serat saraf yang besar.
2. Summation Theory / Teori sumasi dari Goldscheider
Dimana serabut-serabut saraf kecil akan mengumpul/konvergen ke sel-sel kornu
posterior, yang akan dikumpulkan dan akan diteruskan ke otak sebagai rasa nyeri
dan serabut saraf yang besar berfungsi sebagai rasa raba.
3. Pattern Theory / Teori pola dari Weddell
Terdapatnya suatu pola aktivitas tertentu untuk nyeri.
4. Sensory Interaction Theory (Noordenbos, 1959)
Serabut-serabut besar (L) akan menghambat, dan serabut-serabut kecil (S) akan
merangsang rasa nyeri dan kemudian membentuk sistem neuron aferen yang multi
sinaps.
5. Teori Kontrol Gerbang Tunggul (Melzack & Wall, 1965)
Sel-sel substansia gelatinosa (SG) bekerja sebagai sistem kontrol gerbang
yang mengubah pola aferen di sistem kolumna dorsalis sebelum mempengaruhi
sel transmisi sentral pertama (sel T) yang terletak di kornu dorsalis. Pola aferen di
sistem kolumna dorsalis bekerja sebagai kontrol sentral yang berpengaruh sebagai
sistem kontrol gerbang. Sel T akan memacu sistem saraf yang terdiri atas sistem
aksi dan bertanggung jawab atas respons dan persepsi nyeri. Impuls saraf besar
A-alfa mula-mula merangsang sel SG dan sel T, kemudian sel SG akan menutup
gerbang sinaps, sehingga transmisi terhambat, sebaliknya saraf kecil A-delta dan
C menghambat sel SG dan membuka gerbang sinaps, serta merangsang sel T.

Gambar 2: Diagram Teori Kontrol Gerbang Tunggal

6. Revisi Teori Kontrol Gerbang oleh Fields


Revisi yang dikemukakan oleh Fields terutama ditunjukkan pada interaksi
pada kornu dorsalis medula spinalis. Ada 4 unsur utama neuron yang berperan
yakni serabut-serabut tanpa mielin atau suatu aferen nosiseptif primer (U),
serabut yang bermielin atau suatu aferen nonnociseptif (M), sel-sel Transmisi (T)
yang aktivitasnya biasanya menyebabkan rasa nyeri dan interneuron penghambat
yang secara spontan aktif dan aktivitasnya menghambat T sel, dan dengan
sendirinya mengurangi intensitas rasa nyeri. Interneuron penghambat ini
dirangsang oleh serabut bermielin aferen yang non nociseptif, sedangkan serabut
tanpa mielin yang nociseptif menghambat interneuron penghambat dan secara
sekunder merangsang T sel. Jadi serabut tanpa mielin mempunyai pengaruh
perangsangan langsung dan tidak langsung terhadap T sel.

Afferent I Cell T Cell T-Cell Output


Input Effect Effect (T-I)
M + + O
U - + ++
M+U O + +

Gambar 3: Diagram revisi Gate Control


Diagram di atas menunjukkan bagaimana luaran T sel sebagai keseimbangan
antara masukan dari serabut bermielin (M) dan tanpa mielin (U). Di sini stimulus
yang hanya mengaktifkan aferen M mempunyai fungsi ganda sebagai perngsang
langsung dan penghambat tidak langsung pada T sel. Dan akibatnya apabila tidak
ada aktivitas pada sel, tidak timbul rasa nyeri. Rangsangan yang hanya akan
mengaktifkan aferen U akan menyebabkan letupan-letupan yang besar pada T sel
dan karena keduanya berpengaruh langsung atau tidak langsung sebagai
perangsangdan tidak ada pengaruh penghambat, sehingga menimbulkan rasa
nyeri yang hebat. Kebanyakan rangsangan yang mengaktifkan baik serabut aferen
M maupun U sehingga menimbulkan sensasi nyeri yang sedang.

7. Teori Kontrol Gerbang Ganda (Melzack dan Casey, 1968)


Teori ini lebih menekankan pada aspek motivasi dan kognitif dari pengalaman
nyeri. Terdapat interaksi antara sistem neospinothalamik dan paleospinothalamik
serta neokorteks.
a. Melalui serat neospinothalamik ke thalamus ventrobasal dan posterolateral,
kemudian berakhir pada korteks somatosensoris. Sistem ini bekerja untuk
memproses informasi sensoris, mengenai lokasi, intensitas, dan lamanya
stimulus.
b. Melalui serat paleospinothalamik yang naik ke atas menuju formatio
retikularis, kemudian ke thalamus intra laminerdan berakhir di daerah depan
limbik. Sistem ini bekerja untuk motivasi dan afek.
Sistem susunan pusat neokorteks bekerja sebagai evaluasi dari pengalaman
lalu, dan mengadakan kontrol terhadap sistem diskriminasi dan motivasi.

Aspek Neurofarmakologi dari Nyeri

Dari riset faal ternyata didapat suatu polipeptida yang disebut sebagai Substansi P
yang mempunyai peran penting sebagai neurotransmitter serabut saraf aferen primer
nosiseptor yang nonmielin. Substansi P dibuat di ganglion radiks dorsalis dan
ditransportasikan di aferen primer. Pelepasan Substansi P di aferen primer menjadikannya
sebagai modulator dari respons inflamasi yang mempunyai pengaruh vasodilator yang kuat
dan bersama-sama dengan Bradikinin, Histamin, dan Prostaglandin F2 mencetuskan
timbulnya sindroma gejala nyeri, seperti artritis dan migren. Ditemukan Calcitonin Gene
Related Polipeptida (CGRP), dan keberadaannya bersama substansi P dalam darah akan
menyebabkan vasodilatasi dan edema, yang akan menimbulkan rangsangan nyeri.
Serotonin dan Norepinefrin juga sebagai neurotransmitter yang penting untuk jaras
modulasi desenden dari nukleus raphe magnus dan locus ceruleus. Beberapa serabut saraf
yang berasal dari periventrikuler dan periaquaductal, grey matter mensekresi Enkefalin.
Sedangkan nukleus raphe magnus dan inti-inti di sekitarnya yang berakhir di medula spinalis
mensekresi serotonin. Enkefalin dan serabut saraf di lamina I sampai V di kornu dorsalis.
Demikian juga sejumlah endorfin peptida yang terdapat dalam mekanisme penghambat
sensasi nyeri. Penurunan kadar serotonin sentral diduga berperan penting dalam timbulnya
nyeri kronis terutama yang berhubungan dengan depresi.

Aspek Psikologik dari Nyeri


Kenyataan bahwa pada nyeri kronik seringkali ada interaksi yang kompleks antara
faktor fisik dan psikologik. Sensasi nyeri oleh masing-masing individu dirasakan berbeda
oleh karena bergantung pada suasana hati dan pengalaman lampau dari individu tersebut.
Formatio retikularis batang otak juga berperan dalam modulasi sensasi nyeri. Dari formatio
retikularis dikirimkan sinyal aferen ke sistem limbik dan menerima serabut eferen dari nukeli
Talamus. Sistem limbik yang secara anatomis terdiri dari Hipokampus, Girus Singuli,
Nukleus Amigdala, dan berhubungan erat dengan Hipotalamus yang berpengaruh terhadap
sistem kontrol endokrin dan sistem otonom.
Fungsi limnik merupakan substrat anatomis untuk emosi dan ekspresinya berupa
ungkapan marah, takut, dan agresi. Sedangkan Hipokampus adalah bagian dari sirkuit untuk
belajar dari pengalaman lampau, sehingga dapat dimengerti adanya hubungan erat antara
lintasan nyeri dan struktur-struktur tersebut, sehingga sangat berpengaruh pada psikis
seseorang penderita dalam keadaan nyeri. Sebaliknya faktor psikis, pengalaman masa lampau
berpengaruh pada persepsi nyeri. Sensasi nyeri diidentifikasi oleh korteks parietalis. Keadaan
panik dan takut menunjukkan hubungan impuls nyeri yang diterima oleh formatio retikularis,
korteks parietalis, lewat girus singguli, nukleus anterior thalami dan traktus mamilotalamikus.

Sumber: Buku ijo nyeri kronik

Anda mungkin juga menyukai