Terapi farmakologi
Target manajemen pengobatan untuk rasa nyeri dan depresi adalah analgesia yang
dapat meningkatkan mood. Selain itu, terapi fisik dan okupasi, serta intervensi psikologis,
menulis rencana perawatan manajemen nyeri yang komprehensif. Modulasi nyeri di perifer,
saraf tulang belakang, dan sampai ke otak, jelas merupakan target terapi.
Bermacam obat telah dilaporkan bermanfaat bagi pasien yang menderita nyeri dan
depresi. Obat antidepresan khususnya, mungkin berkhasiat sebagai analgesik. Penggunaan
antidepresan trisiklik (TCA) untuk analgesia telah didukung dalam berbagai uji coba
terkontrol dan meta-analisis.
TCA memiliki sifat analgesik secara independen dari efek antidepresannya. Diduga
sifat analgesik ini adalah melalui penguatan saraf-saraf noradrenergik descending spinal dan
penginhibisi serotonergik. Data dari controlled trials menunjukkan bahwa TCA fektif sebagai
analgesik dalam mengobati neuropati yang menyakitkan pada diabetes, neuralgia
postherpetik, nyeri sentral, nyeri kepala tipe tension, dan migrain. Studi meta-analisis
plasebo-terkontrol menemukan bahwa pasien nyeri kronis lebih mungkin untuk mendapatkan
keuntungan dari pengobatan antidepresan daripada dari plasebo.
Intervensi Psikologis
Terapi psikologis digunakan dalam pengobatan depresi dan mengurangi gejala depresi
yang nyata dengan nyeri kronis. Bukti yang paling kuat penggunaannya dalam pengobatan
depresi berat dari uji coba terkontrol secara acak yang melibatkan populasi umum dan pasien
dengan komorbiditas medis lainnya. Dalam sebuah riset, cognitive behaviour therapy (CBT)
atau terapi interpersonal ditemukan setara dengan imipramine (200 mg) dan lebih efektif
daripada plasebo atau terapi suportif dalam mengobati depresi. Sebuah studi CBT dan terapi
antidepresan pada pasien dengan multiple sclerosis menunjukkan tingkat depresi yang lebih
rendah pada dua kelompok perlakuan, dibandingkan dengan kelompok yang menerima
pengobatan seperti biasa.
Tantangan kognisi negatif pada CBT untuk depresi berhubungan dengan dunia
(pesimisme), masa depan (keputusasaan) dan diri (rendah diri), dan fokus perubahan perilaku
penarikan dan penghentian kegiatan menyenangkan. Tujuan dari CBT untuk depresi adalah
untuk remisi dan pemulihan. CBT merupakan jenis psikoterapi, atau terapi bicara yang
membantu perubahan orang terhadap gaya berpikir negatif dan perilaku yang dapat
berkontribusi terhadap depresi yang terjadi.
Terapi psikologis efektif dalam mengurangi gejala depresi pada pasien dengan
penyakit medis atau nyeri kronis. CBT pada pasien dengan nyeri kronis ditujukan pada
penderita yang mengalami maladaptif kognisi nyeri dan perilaku seperti perasaan menderita
dan rasa takut penghindaran. Tujuan CBT pada nyeri kronis adalah lebih kepada pengurangan
gejala dan perbaikan fungsional daripada mengatasi nyeri sepenuhnya. Dalam program
tatalaksana nyeri multidisiplin, metode ini dapat meningkatkan kontrol perasaan, yang
mengarah ke penurunan rasa sakit dan gejala depresi dan perbaikan fungsi. Terapi kognitif
juga merupakan pengobatan yang telah terbukti pada depresi. Menurut Thorn, terapi kognitif
mengurangi gejala depresi dan kecemasan pada pasien nyeri kronis. Dalam satu studi Thorn
program terapi kognitif selama 10 minggu, didapatkan 95% dari pasien merasa hidup mereka
membaik, dan 50% mengatakan mereka nyeri berkurang, juga menyatakan banyak peserta
juga mengurangi kebutuhan mereka terhadap obat-obatan.
Teknik yang ditujukan untuk perubahan rasa kehilangan, kesulitan dalam hubungan,
penerimaan dan pengaturan diri-sendiri mungkin juga dapat berguna. Pengobatan
farmakologis dan psikologis biasanya dikombinasikan, suatu pendekatan yang telah terbukti
efektif dalam pengelolaan gejala depresi pada pasien dengan nyeri muskuloskeletal dalam
perawatan primer.
Sumber:
Lubis WH, Nasution HH, Sibahariang HE. 2016. Depresi pada Nyeri Kronis. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62818/1/5_698820805743608056.pdf pada
tanggal 26 Maret 2017