Anda di halaman 1dari 10

Rinitis Alergi dan Nonalergi pada Anak : Peranan Nasal Sitologi

Maria Cristina Provero1, Alberto Macchi2, Sara Antognazza1, Maddalena


Marinoni1, Luigi Nespoli1*
1
Department of Clinical and Experimental Medicine, University of Insubria, c/o Ospedale Filippo del Ponte,
Varese, Italy
2
Otorhinolaringology Clinic University of Insubria Varese, AICNA, c/o Ospedale di Circolo, Varese, Italy
Email: *luigi.nespoli@uninsubria.it

Abstrak

Nasal sitologi adalah alat diagnosis yang digunakan pada bidang rinologi saat ini
untuk mempelajari baik gangguan rinitis alergi dan vasomotor atau rinitis infeksi dan
inflamasi. Sejak beberapa tahun belakangan, nasal sitologi jarang digunakan pada
bidang pediatrik meskipun aplikasi klinis dan ilmiahnya sangat berpotensi.
Keuntungan tehnik ini antara lain : Mudah saat dilaksanakan, tidak invasif sehingga
memungkinkan pengulangan dan biayanya rendah. Kami mengevaluasi 100 anak-
anak, dari usia 2 tahun hingga 15 tahun, yang dirujuk pada poli rawat jalan untuk
anak-anak dengan alergi dengan suspek rinitis alergi (AR). Setelah test skin prick
(SPT) atau Radio Allergo Sorbent Test (RAST), 59/100 subjek diklasifikasikan
sebagai AR, sementara 8 anak menolak untuk diuji. Menurut panduan ARIA, 59 anak
dengan AR (4-15 tahun) dibagi menjadi 56 anak dengan AR persisten dan 3 dengan
bentuk intermiten. Sembilan dari 59 anak dengan AR memiliki jumlah neutrofil dan
eosinofil yang besar pada pemeriksaan nasal sitologi, hal ini membuktikan adanya
"inflamasi persisten minimal". Sebelas dari 59 pasien dengan AR menunjukan hasil
swab positif untuk bakteri. Anak dengan Rinitis non-alergi (NAR) adalah sebanyak
33/100 (2-15 tahun). Setelah nasal sitologi, 17/33 anak dikasifikasikan sebagai
NARES (rinitis non-alergi dengan eosinofil), termasuk satu anak X-linked
agammaglobulinemia (XLA), 1/33 anak sebagai NARESMA (rinitis non-alergi
dengan eosinofil dan sel mast). Sebagai kesimpulannya, nasal sitologi mengizinkan
kami untuk mengklasifikasikan dengan benar anak dengan NAR dan menilai kondisi
anak dengan AR menjadi lebih baik.

Kata kunci : Rinitis Alergi; Anak; Nasal Sitologi; Rinitis Non-Alergi, X-Linked
Agammaglobulinemia
1. PENGENALAN
Nasal sitologi merupakan alat diagnosis yang sekarang digunakan pada
bidang rinologi untuk mempelajari baik gangguan rinitis alergi dan vasomotor
atau rinitis inflamasi dan infeksi [1-3].
Dasar metode ini adalah berdasarkan yang diketahui bahwa mukosa hidung
dari individu yang sehat terdiri dari 4 cytotypes (cliata, mucipara, striata dan
basalis) dan tidak menunjukan sel-sel lain, kecuali sangat jarang, berupa neutrofil
dan, amat sangat jarang, bakteri. Sehingga terdeteksinya eosinofil, sel mast,
bakteri dan hifa jamur merupakan tanda adanya kemungkinan patologi. [4]
Nasal sitologi dapat mendeteksi perubahan sel dari epitel yang terpapar pada
inflamasi fisiko-kimia [5,6], maka infeksi akut atau kronik dapat diketahui dari
berbagai etiologi (virus, bakteri, jamur atau parasit)[7]. Tes ini telah menjadi
subjek perhatian klinis maupun ilmiah dalam dekade belakangan ini [4,8]. Secara
khusus, tes ini memberikan kontribusi penting terhadap definisi dan pemahaman
dari mekanisme patofisiologi rinitis alergi dan non-alergi serta untuk
mengidentifikasi bentuk patologis baru [9], seperti rinitis non-alergi (NAR)
dengan eosinofil (NARES), dengan sel mast (NARMA), bentuk neutrofil
(NARNE) dan dengan eosinofil serta sel mast (NARESMA) [10,11]/
Masih sangat sedikit laporan tentang nasal sitologi pada populasi pediatrik
[7,12] dan kebanyakan dari laporan tersebut sudah sangat lama [3,4].
Sampel dapat didapatkan dengan biopsi, namun biopsi hidung tidak praktis
untuk dikerjakan sebagai metode rutin dan kebanyakan orangtua tidak setuju [13].
Sekarang, materi dapat diperoleh tanpa intervensi traumatis pada anak dan
tehnik ini (sraping dan sampling swab) telah membuka sebuah jalan diagnosis.
Mempertimbangkan anak dengan alergi musiman atau persisten, kami
biasanya menguji keberadaan IgE spesifik (Skin prick test dan/atau Radio Allergo
Sorbent Test), namun diagnosis rinitis alergi ini merupakan cara tidak langsung,
yang disimpulkan dari keberadaan IgE dan riwayat medisnya.
Pemeriksaan mikroskopis dari sel Konka inferior dapat secara langsung
menggambarkan etiologi alergi (keberadaan eosinofil) dan kemudian lebih lanjut
dapat menunjukan kebeadaan mikroba dan neutrofil.
Kejadian yang tidak terduga pada anak alergi ditemukan pada anak yang
rentan terhadap infeksi sehingga memungkinkan kami untuk merancang
pengobatan dengan menambahkan antibiotik kepada obat-obatan anti alergi yang
biasanya berupa steroid hidung. Steroid lokal yang mengontrol inflamasi alergi
dapat mendukung infeksi oleh karena efek immunosupresinya dan menyebabkan
sebuah lingkaran setan.
Kemungkinan untuk secara langsung memvisualisasikan apa yang terjadi
dapat memberikan informasi tentang patofisiologi dari gangguan dan oleh karena
itu sangat penting dan membantu untuk memberikan pengobatan efektif.
Khususnya penting pada anak usia pre-sekolah dimana IgE spesifik sulit
untuk ditentukan karena infeksi saluran pernafasan atas sangan umum terjadi.

2. MATERI DAN METODE


Merujuk kepada poli rawat jalan untuk anak alergi dengan suspek rinitis alergi
(AR), 100 anak (usia 2-15 tahun) dievaluasi: 58 orang laki-laki dan 42 orang
perempuan. Anak dengan gejala asma berat dieksklusi dari penelitian ini.
Kami mengumpulkan data medis dengan sebuah kuesioner (appendix 1) untuk
menginvestigasi keberadaan rinitis, kualitas serta episode berulangnya. Anak,
dengan bantuan orang tua, harus memilih skor dengan rentang 0 sampai 10
tergantung intensitas dari setiap gejala subjektif (bersin, rasa gatal, gejala mata,
sumbatan hidung, bernafas melalui mulut, sakit kepala, ngorok, defisit penciuman
serta asma).
Setiap anak dilakukan pemeriksaan telinga, hidung, tenggorok (ENT), nasal
sitologi, skin prick test (SPT) atau radio allergo sorbent test (RAST). Kami
menguji beberapa alergen yaitu, berdasarkan serbuk sari: Velvet grass (holcus
lannatus), Bermuda grass (Cynodon dactylon), short ragweed (Ambrosia sp.)
lichwort (Parietaria officinalis), olive tree (Olea europea), birch tree (Betula
verrucosa), nut tree (Corylus avellana), berdasarkan paparan alergen pada suatu
daerah: tungau debu (Dermatophagoides pteronyssimus dan Dermatophagoides
firinae), Berdasarkan hewan : Anjing dan kucing, berdasarkan alergen makanan,
kami menguji a-lactalbumin, lactocasein, telur dengan putih dan kuning, serta
kacang.
Berdasarkan hasil positif maupun negatif test SPT dan/atau RAST, individual
dibagi menjadi kelompok AR dan NAR. Kelompok AR kemudian dibagi lagi
menjadi "intermiten" dan "persisten" berdasarkan panduan ARIA [14]; kami juga
menghubungkan gejala dengan alergen musiman ataupun sepanjang tahun.
Kelompok NAR dibagi berdasarkan hasil smear sitologis menjadi NARES,
NARESMA, NARMA dan rinitis idiopatik.
Nasal sitologi dilaksanakan setelah bebas dari obat-obatan paling tidak 1
minggu; terkecuali pada 10 anak dengan immunoterapi sublingual (SLIT).
Scrapings dikumpulkan dari Konka inferior dengan rinoskopi anterior
menggunakan spekulum hidung dan pencahayaan yang baik. Material ini
ditransfer menggunakan kaca objek, dikeringkan dan kemudian diberi perwarnaan
dengan metode May Grunwald-Giemsa. Observasi dilakukan menggunakan
mikroskop dengan perbesaran optik 1000x. Kami membagi slide menjadi 10
bidang untuk mendeteksi neutrofil, eosinofil, sel mas dan limfosit. Perhitungan
sel berdasarkan tiap bentuk sebagai persentasi total leukosit.

3. HASIL
Kami mengevaluasi 100 anak yang dirujuk ke poli rawat jalan untuk penyakit
alergi dengan suspek AR.
Berdasarkan hubungan antara riwayat medis, pemeriksaan fisik serta hasil
SPT dan/atau RAST, 59/100 subjek diklasifikasikan sebagai AR, sementara
33/100 anak memiliki SPT dan/atau RAST negatif dan diklasifikasikan sebagai
NAR. Kami memiliki seorang anak yang dipengaruhi X-Linked
agammaglobulinemia (XLA), yang mana SPT negative dan terkena rinitis
berulang. Kami melaksanakan nasal sitologi untuk mengidentifikasi penyebab
dari gelaja hidungnya.
Delapan dari 100 anak tidak dapat diklasifikasikan karena menolak
pemeriksaan SPT dan/atau RAST, sehingga hanya didiagnosis secara klinis
dengan rhinitis.

Berdasarkan petunjuk ARIA, 49 anak dengan AR (usia antara 4-15 tahun)


dibagi menjadi 56 orang dengan persisten AR dan 3 orang dengan bentuk
intermiten: 26/46 anak memiliki gejala musiman yang berhubungan dengan alergi
terhadap serbuk rumput, sementara 30/66 anak alergi terhadap tungau rumah dan
jamur dan menunjukan gejala perennial, 12/59 anak alergi terhadap Betula V. dan
Corylus A. Dan sisanya 28.49 anak memiliki polialergi. Sepuluh dari 59 anak
dengan AR sedang dalam pengobatan SLIT: 5 untuk alergen perennial dan 5
untuk serbuk rumput.
Anak dengan NAR sebanyak 33/100 (usia antara 2-15 tahun)
Hasil smear hidung dari 59 anak alergi dipaparkan pada tabel 1
Eosinofil ditemukan pada 38/59 pasien dengan AR; 17 pasien dari 38 ini juga
mengalami hipertrofi dan Konka inferior yang pucat, yang merupakan gejala khas
AR. Nasal sitologi menunjukan neutrofil dan eosinofil pada 11/59 anak dengan
AR; 9/11 alergi terhadap alergen perennial, meskipun asimptomatis pada
pemeriksaan. Hasil ini koheren dengan teori "inflamasi persisten minimal" [7].
pada 6/38 anak alergi, kami menemukan bakteri pada pemeriksaan rhinoctogram,
sehingga kami dapat menambahkan pengobatan antibiotik. pada 21 smear pasien
AR, eosinofil tidak ditemukan: 16 memiliki sitologi normal, karena kami
melakukan pemeriksaan diluar musim alergi, sementara 4 dari mereka memiliki
beberapa neutrofil, namun dalam batas normal. 5 subjek memiliki sitologi normal
namun ditemukan bakteri pada smear yang mengindikasikan terjadinya infeksi.
Cytogram hidung dari anak dengan SLIT menunjukan eosinofil pada 5 pasien
yang alergi terhadap tungau rumah, sementara 4 smear dari anak dengan alergi
serbuk rumput normal, meskipun pemeriksaan dilakukan pada musim semi (April
dan Juni).
Hasil swab dari 33 anak non-alergi dipaparkan pada Tabel 2.
Cytogram nasal dari 17/33 anak dengan NAR menunjukan eosinofil dengan
penyakit yang persisten, sehingga kami dapat membuat diagnosis NARES. Satu
dari pasien ini merupakan anak dengan XLA. Enam dari 17 Anak ini pada
pemeriksaan THT menunjukan hipertrofi dan konka inferior yang pucat.
NARESMA didiagnosis pada 1/33 pasien dan NARMA juga ditemukan pada 1/33
pasien.
Tabel 3 menunjukan hasil dari pasien yang tidak diperiksa 8 SPT/RAST

Satu anak memiliki beberapa neutrofil pada smear, hal ini mengindikasikan
rinitis infeksi. Tujuh dengan eosinofil tidak dapat diklasifikasikan sebagai AR
atau NARES oleh karena mereka tidak di test untuk alergi tipe 1. Meskipun
demikian satu anak memiliki respon yang baik terhadap antihistamin
Kesimpulan dari hasil akhir pada pasien kami setelah SPT dan/atau RAST
serta sitologi nasal dilaporkan pada Gambar 2
4. DISKUSI
Nasal sitologi terbukti sangat efektif pada orang dewasa dengan rinosinusitis
[5-7], namun tes ini jarangan digunakan pada anak. Oleh karena itu sulit
membandikan hasil kami dengan referensi ilmiah karena kurangnya penelitian
sebelumnya. Grup sampel yang dianalisis merupakan salah satu grup yang
terbanyak diantara literatur yang dilaporkan tersebut [7,12,15]
Kami harus menekankan bahwa tehnik ini tidak untuk digunakan secara rutin,
namun sangat membantu dan informatif ketika mengobati anak dengan tes alergi
dan/atau riwayatnya tidak sesuai. Salah satunya adalah anak dengan XLA yang
rentan terhadap infeksi bakteri pada bagian THT seperti yang dilaporkan pertama
kali oleh Bruton pada tahun 1952 [16]. Hasil swab menunjukan prevalensi
eosinofil yang tidak terduga.
XLA merupakan immunodeficiency primer yang ditandai dengan kurangnya
immunoglobulin, sel B, dan sel plasma, yang merupakan akibat sekunder dari
mutasi pada gen Bruton's tyrosine kinase (Btk). Kami mengharapkan dapat
menemukan rinitis infeksi, namun smear hidung menunjukan infiltrasi eosinofil
yang memungkinkan kami untuk mendiagnosis sebagai NARES. Hal ini
mengindikasikan pengobatan dengan antibiotik sistemik tidak dapat mengontrol
rinosinusitis berulang karena sel alergi ini [11] dan steroid hidung memperparah
situasi tersebut.
Pengamatan ini mendukung spesifisitas diagnosis NARES, yang mana tidak
boleh dipertimbangkan oleh karena alergi terhadap alergen yang tidak diketahui
namun merupakan sebuah bentuk alergen yang baru.
Cytogram hidung membantu kami dalam menegakan diagnosis AR.
Pada 9/59 anak asimptomatis dengan AR terhadap alergen perennial kami
mengharapkan hasil yang normal, namun kami menemukan neutrofil dan
eosinofil menunjukan adanya "inflamasi persisten minimal" [7].
Cytogram hidung dari 38/59 anak dengan AR (gejala dan hasil postif pada
SPT dan/atau RAST) menunjukan eosinofil, hal ini memastikan bentuk alergi
terisolasi pada pasien ini. Pada 21/59 pasien alergi, hasil smear hidung adalah
normal. Hal ini mengkonfirmasi keefektifan pengobatan khususnya pada mereka
dengan SLIT. Sementara itu, beberapa bagian proporsi anak alergi (11/59 anak)
juga menunjukan adanya bakteria. Ketidakadaan dari hasil ini akan menghasilkan
terapi yang tidak efektif karena tidak ditambahkannya terapi yang benar dengan
antibiotik pada terapi anti-alergi.
Menggunakan nasal sitologi kami dapat mengidentifikasi rinitis seluler (17
NARES, 1 NARESMA, dan 1 NARMA) pada kelompok pasien, yang mana tanpa
tes ini akan tetap tanpa diagnosis dan terapi spesifik.
Meskipun niat kami untuk menggunakan nasal sitologi hanya pada pasien
alergi, nasal sitologi juga dapat memberikan diagnosis yang spesifik pada rinitis
non-alergi

5. KESIMPULAN
Nasal sitologi berguma baik dari sudut pandang secara patofisiologis maupun
klinis untuk memahami lebih baik penyakit dan mendiagnosis anak yang mana
hasil tes alergi dan/atau riwayatnya tidak sesuai.
Keuntungan nasal sitologi antara lain: Mudah dalam pengerjaan, serta
prosedur non-invasif yang memungkinkan pengulangan serta harganya yang
murah.
Penting untuk mengikuti penyakit dalam pengobatan medis dengan kontrol
sitologi periodik, tes ini dapat menunjukan, sebagai contoh, pengurangan
signifikan dari sel inflamasi dan hilangnya bakteria.
Ketika mempertimbangkan anak alergi dengan hasil SPT positif, etiologi dari
rinitis yang telah ada dapat tidak terkira sebagai sebuah alergi: hanya nasal
sitologi yang dapat secara langsu mengkonfirmasi etiologi dengan menunjukan
keberadaan infiltrat eosinofil. Pada sisi lain, anak alergi yang renta terhadap
infeksi bakteri jangka panjang dan pada kasi ini nasal sitologi dapat menunjukan
keberadaan infeksi bakteri sekunder (infiltrat neutrofil ± bakteri)
Keefektifan daru SLIT dapat dilihat dengan tehnik ini sehingga
memungkinkan kami menunjukan hilangnya infiltrat eosinofil. Kepatuhan
terhadap SLIT juga dapat dinilai menggunakan nasal sitologi.
Hal ini memberikan kontribusi penting untuk mengidentifikasi bentuk
patologis baru, seperti NARES atau NARESMA
Meskipun telah dibuktikan kegunaan nasal sitologi, kami mengusulkan tidak
menggunakan tehnik ini secara rutin, namun untuk pasien tertentu atau survey
ilmiah.

6. PENGAKUAN
Kami berterimakasih kepada tehnisi dan koleha dari klinik THT dan Pediatrik
untuk kolaborasinya yang efektif dan baik

Anda mungkin juga menyukai