Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tic adalah gangguan gerakan yang paling sering terjadi selama masa
kanak-kanak. Prevalensi tertinggi gangguan tic terjadi pada usia sekolah dan
remaja. Kebanyakan tics bersifat sementara tapi beberapa tic dapat menjadi kronis
dan memiliki implikasi negatif terhadap pendidikan, keluarga dan sosial. Terlebih
lagi, beberapa tic berhubungan dengan masalah dengan dampak signifikan, seperti
attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD), gangguan obsesif-kompulsif
(OCD) dan gangguan afektif.1

Tic terisolasi dan transien lebih sering ditemukan pada anak usia sekolah
berkisar dari 11 % sampai 20 % dengan rasio laki-laki dan perempuan diantara 2
banding 1 dan 3.5 banding 1. Pada kebanyakan dari anak-anak ini, tic ditemukan
ringan. Namun, karna kebanyakan studi menggunakan metode cross-sectional,
masih tidak mungkin mengetahui berapa banyak anak dengan tic sementara yang
akan menjadi kasus sindrom tourette atau tic kronis dengan berjalannya waktu.
Karena tidak adanya tes diagnosis untuk gangguan tic, diagnosis bergantung
kepada riwayat pasien dan observasi.2

Gangguan tic pertama kali dimasukkan dalam The Diagnostic and


Statistical Manual (DSM) –III (DSM, edisi ketiga) sebagai diagnosis. Dalam
DSM-IV (DSM, edisi keempat), batas umur kejadian gangguan tic menurun
menjadi 18 dari 21, dan diagnosis hanya terbatas pada kasus yang mempengaruhi
kehidupan normal.3 Berdasarkan DSM-V (DSM, edisi ke lima) terdefinisikan tiga
gangguan tic yaitu gangguan tic sementara, gangguan tic menetap, gangguan
Tourette (juga disebut Sindroma Tourette). Untuk masing-masing kriteria
diagnosis ini, onset tic haruslah sebelum 18 tahun.1

Tic dapat bervariasi dari kedipan mata yang nyaris tidak terlihat sampai
ketidakmampuan sosial yang menyakitkan dan secara subjektif memalukan
2

meliputi beberapa kelompok sel otot. Mereka yang terkena gangguan tic dan juga
keluarganya, mungkin mengalami penderitaan substansial akibat gejalananya,
dapat berasal dari gangguan atau respons yang tidak sesuai dari pemberi
perawatan dapat mengakibatkan disfungsional hubungan orang tua dan anak.
Orang-orang disekitarnya mungkin mengalami iritasi, misalnya, dimana tic vokal
muncul pada keadaan yang tidak sesuai misalnya di bioskop atau ruang kelas.4

Meskipun tic mungkin kronis, tic sering menunjukkan fluktuasi dengan


kecenderungan untuk naik dan turun dalam frekuensi dan intensitas yang dapat
diamati dari waktu ke waktu. Tic dapat ditekan - setidaknya untuk periode waktu
yang singkat.2

Dalam referat ini, kami menjelaskan basis klinis tic, meninjau kembali
studi epidemiologi, diagnosis dan tatalaksana yang lebih representatif serta
membuat sudut pandang kritis dari gangguan tic yang berlaku untuk praktik klinis.
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Tic didefinisikan sebagai kontraksi otot berulang dan cepat yang
menghasilkan gerakan atau vokalisasi yang dirasakan sebagai sesuatu yang
involuntar.5 Tic adalah pergerakan tiba – tiba, mendadak dan cepat yang
melibatkan berbagai kelompok otot, dengan atau tanpa ucapan vokal yang muncul
secara involunter. Tic singkat namun berulang – walaupun tidak ritmik – dan
biasanya muncul dalam rententan yang pendek atau bahkan dalam rangkaian
tertentu.4
Anak dan remaja bisa menunjukkan perilaku tic yang terjadi setelah
suatu stimulus atau sebagai respons terhadap dorongan internal. Gangguan tic
merupakan kelompok ganguan neuropskiatrik yang umumnya dimulai pada masa
kanak atau remaja dan dapat konstan atau memburuk-membaik sepanjang waktu.5

B. Gejala Tic

Tic berbeda dalam hal lokasi, jumlah, frekuensi, kompleksifitas,


intensitas atau kekuatan, serta konsekuensi sosial yang dihasilkan. Interval
diantara tic dapat berkisar dari beberapa detik, jam atau bahkan hari. Kekuatan tic
saat terjadi dapat berkisar dari sedikit dan nyaris tidak terlihat hingga intens dan
jelas.1 Tic dapat diklasifikasikan berdasakan derajat kompleksitasnya (sederhana,
kompleks) dan juga kualitasnya (motor, vokal).4

Tic yang terdiri dari kontraksi satu kelompok otot secara tipikal disebut
sebagai tic sederhana dan tic yang berasal dari kontraksi banyak kelompok otot
secara tipikal disebut tic kompleks. Tic sederhana biasanya memiliki durasi yang
pendek (misal 1 detik) sementara Tic kompleks biasanya memiliki durasi yang
lebih lama dan Terjadi dalam paroksismal dan dapat mencakup hampir semua
pola perilaku orkestrasi yang dinyatakan memenuhi definisi tic.1
4

Tic motor berkisar dari pergerakan sederhana dan tiba-tiba misalnya


kedipan mata atau meringis ke pola perilaku yang kompleks, misalnya berjongkok
atau melompat. Dalam kasus yang ekstrim, tic motor komples dapat ditampilkan
sebagai gerakan cabul (disebut kopropraxia, misalnya menurunkan celana) atau
memiliki elemen pembahayaan diri sendiri (misalnya memukul kepala sendiri).
Dalam beberapa kasus, pasien terdorong untuk mengulangi atau meniru
pergerakan yang diobservasi dari orang lain (ekopraksia).
Tic vokal atau phonic merupakan pengucapan suara, keributan, kata-kata
atau kalimat yang tidak disadari. Tic vokal sederhana dapat berupa batuk,
membersihkan tenggorokan, mengi, mencicit atau teriakan keras. Tic yang lebih
kompleks terdiri dari sillabel, kata-kata atau kalimat. Koprolalia adalah
penyuaraan kata atau kalimat cabul dan agresif. Dalam beberapa kasus, penderita
merasa terdorong untuk mengulangi kata-kata sebelumnya (palilala – disebut
ekolalia jika mengulangi kata-kata yang sebelumnya disebutkan orang lain).4

Tabel 1. Bentuk Tic motor dan vokal.

Jenis Tic Tic Motorik Tic Vokal


Sederhana (pergerakan Berkedip, mengangkat alis, berkedip Menggerutu, membersihkan
involunter tidak bertujuan) atau hidung mengembang, gerakan tenggorokan, batuk,
bibir bagian atas atau bawah, mulut menggonggong, geraman,
ke samping, meringis, mengangkat mendengus, berdecit, menjerit,
bahu, fleksi / ekstensi lengan, lidah suara rendah atau bernada
menonjol, kepala mengangguk, tinggi, pernapasan yang bising
peregangan leher, dagu di dada atau atau tidak biasa, kecupan,
bahu, kontraksi perut, gerakan kaki dengung, bersiul, terengah-
atau tungkai. engah, mendesis, Menyalak,
bersendawa, , berteriak,
mengeluh, suara ugh / ah / eh /
ooh
Kompleks (pergerakan Memaksa menyentuh diri sendiri, Membuat suara seperti binatang,
involunter bertujuan) orang lain atau benda, meniup, nyaris tidak terdengar
menjilat, mencium, meludah, bergumam, mengubah nada atau
melompat, belok, membungkuk, volume suara, membunyikan
5

menendang, memukul, berjalan karakter atau intonasi suara


dengan tidak biasa (berjalan kaki), yang berbeda
memutar-mutar sekitar, Kelompok
otot tegang, gerakan menyodorkan,
rambut berputar-putar, menyesuaikan
pakaian
Perilaku terkait a. Perilaku merugikan diri sendiri: a. Ekolalia: Mengulang apa
Meninju atau menusuk diri yang orang lain katakan
sendiri, menggigit, memetik kulit b. Palilalia: Mengulangi hanya
atau menggores. kata terakhir
b. Kopropraksia: Tindakan cabul c. Koprolalia: mengucapkan
tanpa disengaja, menyentuh kata-kata cabul
bagian pribadi diri sendiri atau d. Tic yang diinduksi stimulus
orang lain : Tics yang disebabkan oleh
c. Koprographia: Menulis kata-kata kejadian di lingkungan
kotor termasuk melihat atau
d. Ekopraksia: Meniru atau membicarakan tics
mengulangi tindakan atau
gerakan orang lain
e. Palipraksia: Pengulangan
tindakan terakhir
f. Perilaku sosial yang tidak biasa
dan tidak pantas (NOSI):
Membuat pernyataan atau
komentar yang tidak pantas
secara sosial; Mencium diri atau
lainnya

Pada usia 10 atau 11 tahun, Anak-anak mulai melaporkan adanya tanda-


tanda mendadak. Tanda Ini bisa berupa sensasi apa pun, biasanya perasaan
menggelitik, gatal atau menusuk, di area kelompok otot yang terlibat, yang
menandakan kejadian tic yang segera terjadi.4
6

Gambar 1. Kemungkinan relatif sensor sensori seumur hidup di wilayah tertentu,


berdasarkan pada laporan pasien dengan sindrom Tourette.

C. Epidemiologi

Secara keseluruhan, gangguan tic muncul lebih sering pada anak-anak


dibandingkan dewasa dan lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan,
dan terlihat adanya frekuensi yang lebih tinggi dalam populasi berpendidikan
khusus.6 Diperkirakan bahwa 4% sampai 12% anak menderita tic dalam masa
perkembangannya. Sejumlah 3-4% menderita gangguan tic kronik dan 1% dengan
sindroma Tourette, diketahui adanya predisposisi keluarga dalam gangguan tic.4

Gangguan tic sementara (bertahan < 1 tahun) ditemukan lebih sering


pada masa kanak-kanak dan terhitung sampai 20% dari anak sekolah dasar.
Gangguan tic kronik (tic motor atau phonic > 1 tahun) muncul lebih jarang,
berdasarkan survei berbasis populasi diindikasikan bahwa prefalensi gangguan tic
kronis sebesar 1% sampai 3%.5,6

Sindroma tourette (tic motorik multipel dan setidaknya satu tic vokal > 1
tahun) memiliki prevalensi berdasarkan populasi sebesar 0.3% sampai 0.9%.
Prevalensi seumur hidup untuk gangguan tourette diperkirakan 4 hingga 5 per
10.000. Prevalensi lebih tinggi pada pria, dengan rasio laki-laki berbanding
perempuan sebesar 3 : 1 dan usia onset pertama adalah diantara 6 dan 7 tahun ;
7

onset komponen motorik terjadi pada usia 7 tahun dan tic vokal muncul rata-rata
pada usia 11 tahun. Sindroma tourette di Amerika didiagnosis lebih banyak pada
orang muda berkulit putih non-hispanik dari pada orang muda hispanik dan kulit
hitam non-hispanik.5,6

D. Etiologi

Walaupun penyebab gangguan tic pimer tidak secara konklusif diketahui,


secara umum diperkirakan tic merupakan hasil dari interaksi faktor-faktor genetik,
neurobiologis, dan psikologis dan juga pengaruh lingkungan. Disregulasi dalam
sirkuit kortiko-striato-thalamo-kortikal dengan deviasi dalam sistem dopaminergik
dan serotonik dipercayai bertanggung jawab terhadap terbentuknya tic.
Overaktifitas sistem dopaminergik di ganglia basal menyebabkan defisiensi
inhibisi subkortikal dan gangguan kontrol pergerakan automatis, yang secara
klinis tampak sebagai tic motorik atau vokal.4

Predisposisi keluarga juga merupakan faktor risiko. Heritabilitas


terhitung sekitar 50%. Faktor prenatal, perinatal dan postnatal diperkirakan
merupakan faktor yang memungkinkan untuk meningkatkan risiko gangguan tic.
Hal ini termasuk kelahiran prematur, hipoksia perinatal, berat badan rendah dan
juga kelebihan konsumsi kafein dan nikotin oleh ibu selama mengandung. Pada
keadaan yang jarang, tic dapat pula muncul sebagai gejala sekunder tumor,
keracunan, infeksi, trauma kepala atau gangguan vaskular.4

Dalam hal faktor psikososial, Teknik child bearing yang buruk telah
dikesampingkan sebagai faktor risiko. Tetapi, pengaruh lingkungan, stress
psikososial tidak diragukan lagi memodulasi beratnya tic. Pengalaman yang
menyebabkan ketakutan, trauma emosional dan tekanan sosial secara umum
menghasilkan eksaserbasi tic.4
Penyebab sekunder untuk tic harus dipertimbangkan jika tic diikuti
dengan gangguan pergerakan lain atau abnormalitas neurologis. Tic sering
mengindikasikan adanya gangguan perkembangan otak global pada kondisi
8

seperti retardasi mental, autisme, dan gangguan perkembangan pervasif.


Keragaman genetik dan kondisi neurodegeneratif dapat menyebabkan tic,
termasuk penyakit wilson, neuroakantosis, neurogenerasi dengan akumulasi besi
otak dan penyakit huntington. Penyebab potensial tic lainnya termasuk lesi yang
mengenai sirkuit frontal-subkortikal misalnya trauma, keracunan karbon
monoksida, ensefalopati hypoxic-iskemik dan stroke, infeksi sistem saraf pusat
dan gangguan imunitas sistem saraf pusat. Tic dapat merupakan manifestasi
diskenia tardive terkait obat neuroleptik atau sindroma withdrawal. Induksi atau
eksaserbasi tic pernah dilaporkan dengan obat-obatan antiepileptik, kokain, kafein
dan stimulan.1

E. Patofisiologi

Pola motorik dihasilkan di korteks serebral dan batang otak. Kinerja


gerakan khusus yang dimaksudkan tidak hanya mencakup pemilihan gerakan yang
diinginkan namun juga menghambat gerakan antagonis dan gerakan serupa dari
bagian tubuh lain. Ganglia basal diatur sedemikian rupa sehingga bisa
menghambat, atau menerapkan "rem" pada program motor yang tidak diinginkan
ini. Biasanya, ganglia basal memungkinkan pelepasan rem secara selektif dari
tindakan yang diinginkan. 8

Dihipotesiskan bahwa gangguan tic terjadi akibat gangguan pada ganglia


basal, yang menyebabkan disinhibisi motor dan sistem limbik. Hipotesis ini
didukung oleh beberapa penelitian neuroimaging dan hewan, yang menunjukkan
bahwa patofisiologi sindrom Tourette melibatkan proyeksi motorik primer, motor
sekunder, dan korteks somatosensori terhadap ganglia basal. Bentuk Tic dapat
ditentukan oleh lokasi disinhibisi fokal dalam organisasi somatotopik striatum,
sedangkan aktivasi kortikal muncul untuk menentukan waktu tics individu.9

Korteks serebral memberikan proyeksi rangsang glutamatergik ke


striatum. Striatum memiliki distribusi topografi sebagai berikut: somatosensorial
9

dorsolateral, intermediate / asosiatif dan centromedial / limbic. Lima sirkuit


paralel yang menghubungkan korteks dengan striatum adalah sebagai berikut :

 Sirkuit motorik : asal tic motorik dan berasal dari area motorik tambahan

 Sirkuit okulomotor : sumber potensial tic okular dan menyambungkan


lapangan pandang frontal dengan nukleus kaudatum

 Sirkuit dorsolateral prefrontal : berhubungan dengan kesulitan dalam


fungsi eksekutif, perencanaan motorik, kognisi dan perhatian.
Berhubungan dengan area brodmann 9 dan 10 dan caput caudatum

 Sirkuit orbitofrontal lateral : berhubungan dengan OCD, irritabilitas dan


mania. berawal dari korteks prefrontal inferolateral dan berproyeksi ke
caudatum ventromedial.

 Sirkuit anterior cingulata : merupakan bagian dari sistem limbik dan


dihubungkan dengan keheningan, apati dan tic. Sirkuit ini berasal dari
girus cingulata anterior dan berhubungan dengan ventral striatum, yang
dibentuk oleh tuberkulum olfaktori, nucleus accumbens, caudate dan
putamen. Selain itu, striatum menerima input tambahan dari
hippocampus, amigdala dan korteks entorhinal.1

Output ganglia basal ke lobus frontalis melalui thalamus menghasilkan


substrat anatomi untuk produksi tic sederhana dan kompleks serta kompulsi.
Sehingga aktifasi abnormal korteks motorik melalui sirkuit thalamokortikal dapat
menyebabkan tic motorik dan vokal. Aktivasi abnormal area tambahan dan girus
cinguli dapat menyebabkan tic kompleks. Aktifasi abnormal korteks orbitofrontal
dapat menyebabkan kompulsi.1

Terdapat dua jalur striatal yang berbeda : langsung (berproyeksi ke globus


palidus internal dan substansia nigra pars reticulata) dan tidak langsung (ke
10

eksternal globus pallidus). Globus pallidus internal berproyeksi ke thalamus


melalui serat GABA inhibitor. Efek fasilitasi oleh jalur langsung atau penekanan
yang dipertahankan oleh jalur tidak langsung thalamus ke korteks mempengaruhi
proses pergerakan dan kognitif. Deinhibisi neuron thalamus menghasilkan
hipereksitabilitas proyeksi dari talamus ke korteks motorik yang menyebabkan
tic.1

Pelepasan dopaminergik striatum memiliki beberapa karakteristik yang


memungkinkan timbulnya periode striatal yang tidak normal; Ini termasuk
modulasi dopamin dari titik setel potensial membran sel pada saat istirahat dan
pengaruh dopamin pada potensiasi jangka panjang atau penekanan jangka panjang
dopamin. Bukti klinis memperkirakan adanya abnormalitas fungsi dopamin pada
Tic terutama Sindrom Tourette. Tetapi tempat keterlibatan dopamin dalam jalur
tersebut masih tidak diketahui8

Mungkin sering, tapi tidak seragam, terjadinya kompleks gejala OCD atau
ADHD pada pasien dengan tics merupakan proses patologi yang sama namun
dengan anatomi yang tumpang tindih.
11

Gambar 2. Skema mekanisme dan jalur tic serta gangguan yang terkait

F. Klasifikasi

Tabel 2. Klasifikasi gangguan tic berdasarkan ICD-10, DSM-V dan PPDGJ III

ICD 10 DSM V PPDGJ III


F96.0 Transient Tic 307.2 Provisionsl tic F95.0 Gangguan tic
Disorder 1 disorder sementara
F96.1 Chronic motor or 307.2 Persistent F95.1 Gangguan ‘tic’
vocal tic disorder 2 (Chronic) motor or motorik atau vokal
vocal tic disorder kronik
F96.2 Combined vocal 307.2 Tourette’s disorder F95.2 Gangguan
and multiple motor 3 campuran ‘tic’
tic disorder (Gilles- motorik dan vokal
de-la-Tourette multipel (sindrom
Syndrome) de la tourette)
F96.8 Other tic disorder 307.2 Other specified and F95.8 Ganguan ‘tic’
0 unspecified Tic lainnya
disorder
F96.9 Unspecified F95.9 Gangguan ‘tic’
YTT

G. Diagnosis

Pendekatan diagnosis gangguan tic dilakukan berdasarkan riwayat dan


pemeriksaan fisik normal. Tidak ada penyelidikan lebih lanjut yang diperlukan
kecuali jika presentasi dan temuan klinis menyarankan diagnosis banding lain
yang mungkin perlu dikesampingkan. Tic adalah suatu gerakan mototrik (yang
lazimnya mencakup suatu kelompok otot khas tertentu) yang tidak dibawah
pengendalian, berlangsung cepat, dan berulang-ulang tidak berirama, ataupun
suatu hasil vokal yang timbul mendadak dan tidak ada tujuannya yang nyata. 7

Ciri khas terpenting yang membedakan “tic” dari gangguan motorik


lainya adalah gerakan yang mendadak, cepat, sekejap dan terbatasnya gerakan,
12

tanpa bukti gangguan neurologis yang mendasari; sifatnya yang berulang-ulang


(biasanya) terhenti saat tidur. Dan mudahnya gejala itu ditimbulkan kembali atau
ditekan dengann kemauan. Kurang beriramanya ‘tic’ itu yang membedakannya
dari gerakan yang stereotipik berulang yag tampak pada beberapa kasus autisme
dan retardasi mendal. Aktivitas mototrik manneristik yang tampak pada gangguan
ini cenderung mencakup gerakan yang lebih rumit dan lebih bervariasi dari pada
gejala “tic”. Gerakan obsesif kompulsi sering menyerupai “tic” yang kompleks
namun berbeda karena bentuknya cenderung ditentukan oleh tujuannya (misalnya
menyentuh atau memutar benda secara berulang) dari pada oleh kelompok otot
yang terlibat; walaupun demikian acapkali sulit juga untuk membedakannya.7

Dalam beberapa kasus, tic dapat berfluktuasi dalam hal lokasi,


kompleksitas, tipe, intensitas dan frekuensi. Fluktuasi sering muncul pada interval
yang tidak beraturan, biasanya setiap enam hingga 12 minggu, tanpa alasan yang
jelas. Perubahan ini merupakan salah satu bentuk pembeda saat membedakan
antara Tourette syndrome dan pergerakan abnormal lainnya yang ditemukan
berhubungan dengan penyakit lain, misalnya distonia atau chorea, yang secara
tipikal tidak berubah atay menunjukkan sangat sedikit kecenderungan untuk
berfluktuasi.4

Gambar 3. Fluktuasi gangguan tic dari waktu-kewaktu

“Tic” seringkali terjadi sebagai fenomena tunggal namun tidak jarang


disertai variasi gangguan emosional yang luas, khususnya fenomena obsesi dan
hipokondrik. Namun, ada pula beberapa hambatan perkembangan khas disertai
‘tic’. Tidak terdapat garis pemisah yang jelas antara gangguan tic dengan berbagai
13

gangguan emosional dan gangguan emosional disertai tic. Diagnosisnya


mencerminkan gangguan utamanya.7

Tabel 3. Diagnosis Gangguan “TIC” menurut PPDGJ

Gangguan “TIC” Gangguan “Tic” Motorik Gangguan Campuran “Tic”


sementara atau Vokal kronik Motorik dan Vokal Multipel
(Sindrom de la Tourrete
Memenuhi kriteria untuk Memenuhi kriteria untuk “Tic” motorik multipel
gangguan ‘tic’, tetapi tidak suatu gangguan ‘tic’ motorik dengan satu atau beberapa
melampaui 12 bulan atau vokal (namun bukan ‘tic’ vokal, yang tidak harus
keduanya) dan berlangsung timbul secara serentak dan
selama lebih dari setahun. dalam riwayatnya hilang
timbul.
Paling sering dijumpai pada “Tic” dapat tunggal atau Onset hampir selalu pada
anak usia 4-5 tahun. Pada multipel (tetapi lebih sering masa kanak atau remaja.
sebagian kasus hanya berupa bersifat multipel) Lazimnya ada riwayat ‘tic’
episode tunggal, namun pada mototrik sebelum timbulnya
beberapa kasus lain hilang ‘tic’ vokal; sindrom ini sering
timbul selama beberapa memburuk pada usia remaja
bulan. dan lazim pula menetap
sampai dewasa
“Tic” motorik dan vokal
mungkin ditekan dengan
kemauan untuk jangka waktu
singkat, bertambah parah
karena stress dan berhenti
saat tidur.

F95.8 Gangguan “Tic” Lainnya

F95.9 Gangguan “Tic: YTT


14

Tabel 4. Diagnosis Gangguan “TIC” menurut DSM-V

Provisional Tic Disorder Persistent (Chronic) Motor Tourette’s Disorder


or vocal tic disorder
Single atau multipel tic motor Single atau multipel tic Baik tic multipel motorik
DAN/ATAU vokal motorik ATAU vokal, tidak DAN satu atau lebih tic vokal
keduanya telah ada dalam beberapa
waktu selama sakit, walaupun
tidak harus bersama-sama
Tic bertahan < 1 tahun sejak Gejala dapat bertambah atau Gejala dapat bertambah atau
onset pertama berkurang frekuensinya tapi berkurang frekuensinya tapi
menetap > 1 tahun sejak menetap > 1 tahun sejak
onset pertama onset pertama
Onset sebelum usia 18 tahun Onset sebelum usia 18 tahun Onset sebelum usia 18 tahun
Gangguan tidak berkaitan Gangguan tidak berkaitan Gangguan tidak berkaitan
dengan efek physiologis dengan efek physiologis dengan efek physiologis
substansi (misal. Kokain) atau substansi (misal. Kokain) atau substansi (misal. Kokain) atau
kondisi medis lainnya (mis. kondisi medis lainnya (mis. kondisi medis lainnya (mis.
Hutington’s Disease) Hutington’s Disease) Hutington’s Disease)
Tidak memenuhi kriteria Tidak memenuhi kriteria
gangguan Tourette atau gangguan Tourette
persesten (Chronic) motor or
vocal tics disorder

H. Diagnosis banding

Keadaan tertentu dapat menyebabkan variasi gejala tic. Keadaan


emosional seperti ketakutan, kegembiraan atau ketegangan sering menyebabkan
peningkatan. Gangguan, pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi tinggi dan
konsumsi ganja atau alkohol dapat menyebabkan penurunan. Tic hampir tidak
pernah mengganggu gerakan yang disengaja seperti bersepeda. Mungkin untuk tic
untuk muncul selama tidur, meskipun dengan frekuensi, intensitas dan
kompleksitas yang rendah. Karena karakteristik yang disebutkan di atas, adalah
mungkin untuk membedakan gejala tic dari kebanyakan gangguan gerakan
lainnya4
15

Tabel 5. Diagnosis Banding Tic Motorik

Aspek Tics Gangguan – Differential Diagnoses


Preokupasi dengan kontrol tic Masalah perhatian
Repetisi Tic Fenomena Obsesif-Kompulsif
Tic berlebihan Asal psikogenik
Tic monotonus Streotipi
“Eye rolling” Absence
Rapid Shuffling Steps Akatisia, parkinson juvenil, kompulsi
Convulsive grimacing Blepharospasme
Tics yang tersentak sentak Chorea
Tic “menggigil” Myoclonus
Tic selama tidur Restless legs, epilespsi, parasomnia

I. Co-morbiditas

Telah diobservasi bahwa anak-anak dan remaja dengan gangguan Tic


memiliki predisposisi besar terhadap komorbiditas psikiatri, dengan sekitar 80%
orang dengan gangguan tic memiliki kondisi komorbid sepanjang hidupnya. 9
Sejumlah 65% anak-anak dan remaja dengan gangguan tic motorik dan vokal
memiliki kondisi komorbid. Sekitar 90% dari orang dengan sindroma Tourette
mengalami satu atau lebih gangguan psikiatri. Kemungkinan memiliki gangguan
comorbid meningkat dengan beratnya tic, onset muda dan turunan keluarga.4

Tabel 6. Persen Penyakit Co-Morbid pada Gangguan Tic

Gangguan komorbid % anak dengan gangguan Tic yang terkena


Attention deficit hyperactivity disorder 40 – 60
(ADHD)
Obsessive-compulsive symptoms 40 – 70
Gangguan cemas 25 - 40
Gejala depresi Sekitar 50
Gangguan tidur 12 - 44
ADHD dapat berkontribusi secara substansial terhadap masalah
psikologis dan proses belajar pada anak dengan gangguan tic. Pengaruh ADHD
terhadap proses belajar misalnya kesulitan dalam menerapkan pelajaran, fungsi
eksekutif (termasuk gangguan dalam membagi waktu, membentuk tujuan,
mengorganisasikan material dan aktivitas, memulai/menyelesaikan tugas dan
menyimpan memori) serta gangguan perhatian dan impulsifitas memediasi
kesulitan dalam pemecahan dan pengurutan masalah. 10
16

Adanya OCD sebagai tambahan sindroma Tourette menempatkan orang


muda pada risiko morbiditas psikologis dan psikososial pada masa kanak-kanak
dan remaja yang dapat secara khusus menganggu proses belajar. Anak yang
cemas dapat merasakan kesulitan dalam belajar dan mereka dengan OCD secara
khusus dapat merasakan “terjebak” secara kognitif untuk belajar. Gejala OCS
dapat menganggu proses memori, menerapkan strategi, dan pemecahan masalah.
Masalah perilaku/emosi misalnya agresi dan masalah kontrol kemarahan,
gangguan tidur, prilaku melukai diri sendiri ditemukan lebih tinggi pada orang
dengan gangguan Tic, khususnya jika terdapat ADHD atau OCD. 10

Pada kohort individu dengan gangguan tic, masalah proses belajar


terdapat dalam 30 – 40% kasus. Penelitian yang lebih baru menemukan bahwa
pada sindroma Tourette tanpa komplikasi (tanpa komorbiditas) hanya 11% anak
yang mengalami kesulitan akademik, dimana jika terdapat ADHD angka ini
meningkat menjadi 31%. Terdapat gangguan penuh dalam disabilitas
pembelajaran yang diobservasi pada anak dengan gangguan tic, dengan kesulitan
dalam membaca dan menulis berada pada urutan teratas. 10

Performa belajar dan kognitif dapat terganggu pada gangguan tic dengan
beberapa cara. Yaitu :

a. Defisit akibat gangguan tic


b. Defisit akibat usaha untuk menekan tic
c. Defisit akibat mekanisme kompensatori (neural)
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi performa tes neuropsikologis, misalnya
fluktuasi dalam performa kognitif akibat perjalanan naik dan turun tic
e. Efek obat-obatan, misalnya sedasi dan perlambatan kognitif
f. Pengaruh komorbiditas.

Semua hal tersebut dapat secara independen dan kolektif berkontribusi terhadap
gangguan fungsi neuropsikologis dan eksekutif yang terlihat pada gangguan tic. 10

J. Tatalaksana
17

Langkah kritis pertama dalam membuat keputusan tatalaksana pada


pasien dengan Tic adalah memilih gejala target yang paling sesuai, yaitu salah
satu yang meyebabkan banyak permasalahan dalam fungsi keseharian pasien.
Pada satu pasien, hal ini mungkin tic itu sendiri namun pada pasien lainnya
mungkin disebabkan komorbid ADHD atau OCD dan pada yang lainnya mungkin
merupakan kombinasi dari beberapa target. Karna stress psikososial dapat
memperburuk gejala, penting untuk menyadari intervensi misalnya konseling
individual atau keluarga. Untuk pasien dengan gejala ringan, intervensi edukasi
dan psikologis mungkin cukup untuk membawa gejala pada tingkat yang dapat di
toleransi. Harus diingat bahwa tic secara karakteristik dapat meningkat dan
menurun dalam hal beratnya, maka kadang-kadang cukup meunggu beberapa saat
dapat menurunkan tic dan menghingari penggunaan obat-obatan. Obat-obatan
penekan tic harus dititrasi dosisnya untuk menentukan dosis paling rendah yang
dapat menghasilkan resolusi disabilitas.1

1. Psikoedukasi

Pendidikan psikososial melibatkan penyediaan informasi rinci kepada


orang-orang yang relevan, dalam hal pasien yang masih muda biasanya
melibatkan orang tua dan guru. Informasi harus diberikan mengenai kelainan,
perjalanan, investigasi dan pilihan pengobatannya. Informasi yang sering
diberikan pada guru adalah agar memberikan rekomendasi untuk memungkinkan
anak tersebut mengikuti ujian sendiri atau diizinkan meninggalkan kelas dalam
waktu singkat - untuk mengurangi keinginan meninggalkan pelajaran dalam kasus
tingkat keparahan ringan dengan mempertimbangkan tingkat remisi spontan yang
tinggi- Untuk alasan ini, masuk akal untuk mengadopsi pendekatan "tunggu dan
lihat", perhatikan terus adanya kekambuhan atau kemungkinan gangguan
komorbiditas

2. Psikoterapi
18

“Metode perilaku kognitif’ adalah intervensi psikoterapeutik yang paling


efektif. Melibatkan hal-hal berikut:

 Untuk pasien yang memiliki motivasi tinggi dan memiliki insight yang baik,
pelatihan pembalikan kebiasaan terbukti efektif. Pelatihan terdiri dari
seperangkat teknik yang dimaksudkan untuk membantu pasien menjadi sadar
akan gejala yang akan datang dan menerapkan respons yang mampu
menghambat atau menghentikan tic. Untuk meningkatkan kesadaran, metode
yang dilakukan seperti:
 Response description (Pasien belajar untuk mendeskripsikan topography
tic dan menggambarkan setiap tic secara detil)
 Response detection (Pasien menerima umpan balik mengenai terjadinya
tic, sampai mereka dapat mendeteksi perilaku target tanpa bantuan)
 Early warning procedures (Pasien berlatih mengidentifikasi tanda-tanda
awal tic, seperti dorongan khusus, sensasi atau pemikiran)
 Situation awareness (Pasien mendeskripsikan orang, tempat atau situasi
dimana tic muncul paling sering)
 Competing response training (Pasien belajar dengan sengaja memulai tic
selama satu sampai tiga menit atau sampai dorongan untuk melakukan
tic telah hilang)
 Pencegahan pajanan dan respons yang didasarkan pada hubungan dorongan
mendesak yang diikuti oleh tic vokal atau motorik, yang menghasilkan relief
dari sensasi mendesak tersebut. Tujuannya adalah untuk memutuskan
hubungan antara dorongan dan tic, yang –berdasarkan teori- menguat seiring
berjalannya waktu.
 Praktik-praktik masif (negatif) melibatkan secara sengaja dan berulang kali
bertindak secara sistematis dengan cara yang penuh usaha dan cepat selama
periode tertentu dengan istirahat singkat di antaranya. Efektivitas jangka
panjang ini tampaknya terbatas namun dapat membantu pasien jika mereka
19

ingin memasuki situasi dimana adanya tic sangat menganggu (misalnya,


pergi ke bioskop).
 Latihan relaksasi diperkirakan dapat membantu menurunkan tic karena
intensitas tic sering meningkat ketika stress dan cemas. Latihan relaksasi
termasuk relaksasi otot progresif, membayangkan sesuatu, pelatihan
autogenik atau bernafas dalam.
 Kadang-kadang, adanya gangguan tic pada anak dapat menyebabkan
gangguan signifikan diantara anggota keluarga. Dalam kasus tersebut, terapi
keluarga harus direkomendasikan.

Diketahui tic berkurang 32% dengan latihan relaksasi, 55% dengan latihan
pembalikan kebiasaan dan 44% dengan teknik monitoring diri sediri

3. Obat-obatan

Tatalaksana farmakologis direkomendasikan ketika tic menyebabkan


ketidaknyamanan subjektif yang signifikan, misalnya nyeri otot atau perlukaan
psikis, masalah sosial berkelanjutan (misalnya isolasi atau bullying), masalah
emosional, atau gangguan fungsi signifikan khususnya pada performa akademik.
Tujuannya adalah untuk mencapai keseimbangan terbaik diantara keuntungan
maksimum dan efek samping minimum. Tidak diharapkan tic akan hilang secara
komplit dengan obat-obatan, tetapi gejala akan membaik.

Obat-obatan harus dimulai perlahan, dengan efektifitas dan tolerabilitas


dinilai pada interval regular. Setelah dosis optimal sudah dipastikan, pengobatan
harus dilakukan secara teratur setidaknya satu tahun sebelum mempertimbangkan
penghentian. Paling lambat, pengobatan harus dikurangi pada akhir masa remaja
untuk memastikan apakah kelanjutan diperlukan, dengan mempertimbangkan
tingginya tingkat remisi spontan. Tabel berikut merangkum rekomendasi Eropa
tentang pengobatan untuk gangguan tic.4

Tabel 7. Obat-obatan yang terbukti efektif untuk gangguan Tic dan sindroma
Tourrete.
20

Obat – obatan Level Dosis Rentang Efek samping


of awal Therapi
eviden (mg) (mg)
ce
Alpha- Clonidin A 0.05 0.1-0.3 Hipotensi ortostatik,
Guanfacin A 0.5-1.0 1.0-4.0
adrenergic sedasi, mengantuk
Agonist
Antipsikotik Haloperidol A 0.25-0.5 0.25-15.0 EPS, Sedasi,
Pimozid A 0.25-0.5 0.25-15.0
generasi peningkatan nafsu
pertama makan dan berat
badan.
Antipsikotik Aripripazol C 2,50 2.5-30 Sedatsi, akatisia, EPS,
Olanzapin C 100-150 100-600
generasi kedua sakit kepala,
Quetiapin C 100-150 100-600
Risperidon A 0.25 0.25-6.0 peningkatan nafsu
Ziprasidon A 5.0-10.0 5.0-10.0 makan dan berat
badan, hipotensi
orthostatik.
Benzamid Sulpiride B 50-100 2-10 Masalah tidur, agitasi,
(2mg/kg mg/kg peningkatan nafsu
makan.
Tiapride B 50-100 2-10 Sedasi, peningkatan
(2mg/kg mg/kg nafsu makan
21

Gambar 4. Alur pengambilan keputusan dalam tatalaksana gangguan tic


(European clinical guideline for Tourette Syndrome and other tic disorders)
22

4. Deep Brain Stimulation Surgery

Deep brain stimulation surgery (DBS) adalah pendekatan yang


digunakan untuk menangani gangguan pergerakan lainnya termasuk tremor dan
kemungkinan efektif terhadap beberapa pasien dengan tic berat, menyebabkan
disabilitas dan refrakter terhadap obat-obatan. Telah ada laporan mengenai
pengurangan tic mengikuti stimulasi magnetik transkranial (TMS) pada area
motor pelengkap. Sampai saat ini, sebagian besar kasus yang dilaporkan
melibatkan penargetan bilateral kompleks parafascicular centro-median dan
ventralis oralis atau nukleus inti thalamus, Globus pallidus internus dan nucleus
accumbens. Dilaporkan manfaat bertahan sampai setidaknya 17 bulan dan
kebanyakan pasien masih melanjutkan obat-obatan untuk tics.1

K. Prognosis

Biasanya terdapat perburukan gejala selama masa remaja. Selagi anak


berkembang menjadi dewasa muda, tic biasanya mengalami remisi. Akibatnya
anak-anak dan dewasa 10 kali lebih sering terkena daripada orang dewasa.
Dengan meningkatnya usia, pasien yang menderita tic juga dapat mengontrol tic
nya dan sering dapat menekan tic untuk beberapa menit sampai beberapa jam.
Tetapi, setelah periode supresi, pasien sering merasa terdorong untuk
menunjukkan tic tersebut dalam intensitas yang tinggi. Karena hal ini, beberapa
anak dapat menekan tic pada saat sekolah, namun segera saat anak sampai di
rumah, tic menjadi lebih intens dan tekanan Perasaan ketegangan tinggi yang
ditimbulkan oleh penekanan tics akan memudar sementara.

Beratnya gangguan tic selama masa kanak-kanak hanya sedikit


memprediksikan tentang gangguan pada masa dewasa. Prognosis yang jelek
biasanya berhubungan dengan :

 Riwayat keluarga
 Adanya tic vokal atau kompleks
23

 Komorbid dengan gangguan hiperkinetik


 Gejala obsesif-kompulsif
 Prilaku agresif terhadap diri sendiri atau orang lain

Remisi spontan terjadi sebanyak 50% sampai 70% kasus tic simpel atau multipel
kronik dan 3% sampai 40% untuk gangguan Tourette.
24

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tic didefinisikan sebagai kontraksi otot berulang dan cepat yang
menghasilkan gerakan atau vokalisasi yang dirasakan sebagai sesuatu yang
involuntar.5 Tic adalah pergerakan tiba – tiba, mendadak dan cepat yang
melibatkan berbagai kelompok otot, dengan atau tanpa ucapan vokal yang muncul
secara involunter. Tic singkat namun berulang – walaupun tidak ritmik – dan
biasanya muncul dalam rententan yang pendek atau bahkan dalam rangkaian
tertentu.4

Secara keseluruhan, gangguan tic muncul lebih sering pada anak-anak


dibandingkan dewasa dan lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan. 6
Diperkirakan bahwa 4% sampai 12% anak menderita tic dalam masa
perkembangannya. Secara umum diperkirakan tic merupakan hasil dari interaksi
faktor-faktor genetik, neurobiologis, dan psikologis dan juga pengaruh
lingkungan. Disregulasi dalam sirkuit kortiko-striato-thalamo-kortikal dengan
deviasi dalam sistem dopaminergik dan serotonik dipercayai bertanggung jawab
terhadap terbentuknya tic.4 Adapun penatalaksanaan yang dianggap efektif untuk
menanganinya adalah ; psikoedukasi, psikoterapi, obat-obatan dan deep brain
stimulation surgery.

B. Saran
Karena tingginya angka kejadian, dokter yang terutama bekerja pada
kelompok dengan disabilitas proses belajar serta edukasi spesial harus sadar
dengan kemungkinan adanya gangguan tic. Kesadaran tic akan menyebabkan
gangguan tic secara sensitif tertangani, yang pada gilirannya akan menghasilkan
penekanan kemungkinan gangguan akibat gangguan tic pada taraf seminimal
mungkin.
25

DAFTAR PUSTAKA

1. Ortiz B, Cornejo W, Blazicevich L. Epidemiology of Tics. In Maria De


Lourdes R.D.S.D.C (ed). Epidemiology Insight. In Tech: Croatia. 2012
2. Scahill L, Specht M, Page C. The Prevalence of Tic Disorders and Clinical
Characteristics in Children. J Obsessive Compuls Relat Disord. 2014
October 1; 3(4): 394–400
3. Dari sumber refrat lain
4. Metzger H, Wanderer S, Veit Roessner V. Tic disorders. In Rey JM (ed),
IACAPAP e-Textbook of Child and Adolescent Mental Health.
International Association for Child and Adolescent Psychiatry and Allied
Professions: Geneva. 2012
5. Sadock Benjamin J dan Sadock Virginia A. Kaplan and Sadock Buku Ajar
Psikiatri Klinis edisi ke 2. Penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta. 2010
6. British Medical Journal. Tic Disorders - Epidemiology. BMJ. 2016
(diakses online tanggal 24 April 2017 pada URL :
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/970/basics/epidemiol
ogy.html )
7. Muslim Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ – III dan DSM – 5. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya : Jakarta. 2013
8. Robertson William C. Tourette Syndrome And Other Tic Disorders.
Medscape. 2017 (diakses online tanggal 24 April 2017 pada URL
http://emedicine.medscape.com/article/1182258-overview#a3 )
9. British Medical Journal. Tic Disorders – Patophysiology. BMJ. 2016
(diakses online tanggal 24 April 2017 pada URL:
26

http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/970/basics/pathophysi
ology.html )
10. Valsamma E, Rudi Č, Sarah McP and Corina S. Tic Disorders and
Learning Disability: Clinical Characteristics, Cognitive Performance and
Comorbidity. Australasian Journal of Special Education. Australia.
2013;37:162-172

Anda mungkin juga menyukai