Anda di halaman 1dari 12

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Telinga


Secara anatomi telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

a. Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari
tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan
pada sepertiga luar dan terdiri atas tulang pada dua pertiga dalam. Panjangnya kira-kira 2,5 – 3
cm.5

Pada sepertiga luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi
kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang
telinga. Sedangkan pada dua pertiga dalam hanya dijumpai sedikit kelenjar serumen.4,5,7
b. Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas sebagai berikut :
 Batas Luar : membran timpani
 Batas depan : tuba eustachius
 Batas bawah : vena jugularis
 Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
 Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
 Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal,
kanalis fasialis, oval window, round window.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani ini juga terbagi atas dua pars, yaitu
:

- Pars flaksida (membran sharpnell), terletak di bagian atas. Terdiri atas dua lapisan, yaitu
bagian luar yang merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam yang
dilapisi sel kubus bersilia. Pada pars ini terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini
terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan
antrum mastoid.
- Pars Tensa (Membran propria), terletak di bagian bawah. Terdiri dari tiga lapisan, pada
bagian tengahnya terdapat lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan serat elastin yang
berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.4,5,6,7
Pada membran timpani inilah akan tampak refleks cahaya (cone of light), yaitu pada pukul
7 untuk telinga kiri dan pada pukul 5 untuk telinga kanan. Pada telinga tengah juga terdapat
tulang-tulang pendengaran yang saling berhubungan, yaitu maleus, inkus, stapes. Prosesus
longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat
pada stapes. Stapes terletak pada tingkap longjong yang berhubungan dengan koklea.5

c. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) berupa dua setengah lingkaran dan 3 buah
kanalis semi sirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan
perilimfe skala timpani dengan skala vestibuli.5
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran
yang tidak lengkap. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perlimfe, sedangkan skal media
berisi endolimfe. Dasar skala vestibuli disebut membran vestibuli (reissner membrane),
sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti.5

3.2 Fisiologi Pendengaran


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang atau getaran. Getaran kemudian dialirkan ke liang telinga dan mengenai
membran timpani, sehingga akan menggetarkan membran timpani melalui rangkaian tulang
pendengaran (maleus, inkus, stapes) yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit
tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan oval window. Energi
getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang akan menggetarkan oval
window, sehingga perilimfe pada skala vestibuli akan bergerak. Getaran diteruskan melalui
membran reissner yang mendorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerakan relatif
antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan
terjadilah pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan depolarisasi
sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.5

3.3 Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)


Dahulu otitis media supuratif kronis (OMSK) disebut otitis media perforata (OMP) atau
dalam sebutan sehari-hari disebut congek.5
Yang disebut otitis media supuratif kronis (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau
hilang timbul. Secret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.5

3.3.1 Etiologi dan Perjalanan Penyakit


Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis,
rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang
abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan
Down’s syndrom.

OMSK juga merupakan proses lanjutan dari otitis media akut (OMA), dimana
perjalanannya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi
OMSK adalah :5

- Terapi yang tidak adekuat


- Virulensi kuman yang tinggi
- Daya tahan tubuh yang rendah (gizi kurang)
- Higiene yang buruk

3.3.1 Jenis OMSK


Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe/jenis OMSK.
Perforasi dapat ditemukan di daerah sentral, marginal atau atik. Oleh karena itu disebut perforasi
sentral, marginal atau atik.

Pada perforasi sentral, terdapat pada pars tensa, sedangkan seluruh tepi perforasi masih
ada sisa membran timpani. Pada perforasi marginal sebagian tepi perforasi langsung
berhubungan dengan anulus timpanikum. Perforasi atik adalah perforasi yang terdapat pada pars
flaksida.4,5,6

OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu OMSK tipe aman (tipe mukosa = benigna) dan
OMSK tipe bahaya (tipe tulang = maligna).

Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK aktif dan OMSK tenang.
OMSK aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif, sedangkan
OMSK tenang ialah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering.
Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak
mengenai tulang. Perforasi terletak disentral. Umumnya OMSK tipe aman jarang menimbulkan
komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak terdapat kolesteatoma.4,5

Yang dimaksud dengan OMSK tipe maligna ialah OMSK yang disertai dengan
kolesteatoma. OMSK ini dikenal juga dengan OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe tulang.
Perforasi pada OMSK tipe bahaya letaknya marginal atau atik, kadang-kadang terdapat juga
kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya
atau fatal timbul pada OMSK tipe bahaya.5

3.3.2 Diagnosis
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan THT terutama
pemeriksaan otoskopi. Gejala klinis yang mungkin dialami pasien dapat berupa keluarnya sekret
dari liang telinga baik yang bersifat mukus ataupun purulen dan berbau khas, vertigo, tinitus,
rasa penuh di telinga, serta penurunan pendengaran. Pada pemeriksaan otoskopi biasanya akan
ditemukan tanda-tanda berupa adanya sekret yang basah ataupun kering pada kavum timpani,
mukosa kadang menebal, perforasi membran timpani, dan jika kerusakan epitel mencapai
epitimpanum dapat muncul granuloma yang mudah berdarah bila disentuh. Pemeriksaan penala
pada OMSK merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya gangguan
pendengaran. Gangguan pendengaran yang terjadi pada kasus OMSK kebanyakan adalah tuli
konduktif, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi tuli sensorineural jika sel-sel rambut
mengalami kerusakan akibat infeksi bakteri yang berpenetrasi ke telinga dalam.5,8
Pemeriksaan penunjang lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur uji resistensi kuman
dari sekret telinga.5
3.3.3 Tanda Klinis OMSK tipe bahaya

Mengingat OMSK tipe bahaya seringkali menimbulkan komplikasi yang berbahaya, maka
perlu ditegakkan diagnosis dini. Beberapa tanda klinik dapat menjadi pedoman akan adanya
OMSK tipe bahaya, yaitu perforasi pada marginal atau pada atik.tana ini biasanya merupakan
tanda dini dari OMSK tipe bahaya, sedangkan pada kasus yang sudah lanjut dapat terlihat abses
atau fistel retroaurikuler (belakang telinga), polipatau jaringan granulasi di liang telinga luar
yang berasal dari dalamtelinga tengah, terlihat kolesteatoma pada telinga tengah, (sering terjadidi
epitimpanum), secret berbentuk nanah dan berbau khas aroma kolesteatoma) atau terlhat
bayangan kolesteatoma pada foto rontgen mastoid.5

3.4 Komplikasi Otitis Media Supuratif kronis


Otitis media supuratif baik yang akut maupun kronis, mempunyai potensial untuk
menjadi serius karena komplikasinya dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan
kematian. Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan yang menyebabkan otore. Biasanya
komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya, tetapi OMSK tipe aman pun dapat
meyebabkan suatu komplikasi, bila terinfeksi kuman yang virulen. 5

3.4.1 Penyebaran penyakit

Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah
yangnormal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur teling di
sekitarnya.pertahanan pertama ini ialah mukosa kavum timpani. Bila sawar ini runtuh, masih ada
sawar kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh maka
struktur lunak disekitarnya akan terkena. Runtuhnya periosteum menyebabkan terjadinya abses
sub periosteal, suatu komplikasi yang relative tidak berbahaya. Apabila infeksi mengarah ke
dalam, ke tulang temporal, maka akan menyebabkan paresis n. fasialis atau labirintitis. Bila kea
rah kranial akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis dan
abses otak.5

Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu jaringan granulasi
akan terbentuk. Pada otitis media supuratif akut atau suatu eksaserbasi akut penyebaran biasanya
melalui osteotromboflebitis (hematogen). Sedangkan pada kasus yang kronis, penyebaran terjadi
melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya adalah toksin masuk melalui jalan yang sudah ada,
misalnya melalui fenestra rotundum, meatus akustikus internus, duktus perilimfatik dan duktus
endolimfatik.5

3.4.2 Diagnosis komplikasi yang mengancam


Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala klinik dengan
tidak berhentinya otorea dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan berkurangnya
reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan maka harus diwaspadai kemungkinan terjadinya
komplikasi.
Pada stadium akut, naiknya suhu tubuh, nyeri kepala atau adanya tanda toksisitas seperti
malaise, perasaaan mengantuk, somnolen atau gelisah yang menetap dapat merupakan tanda
bahaya. Timbulnya nyeri kepala di daerah parietal atau oksipital dan adanya keluhan mual,
muntah yang proyektil serta kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi diberikan
merupakan tanda komplikasi intrakranial.
Pemeriksaan radiologic dapa membantu memperlihatkan kemungkinan kerusakan
dinding mastoid, tetapi untuk yang lebih akurat diperlukan pemeriksaan CT scan. Erosi tulang
merupakan tanda nyata komplikasi dan memerlkan tindakan operasi segera.5

3.4.3 Klasifikasi komplikasi OMSK

Beberapa penulis mengemukakan klasifikasi komplikasi otots media yang berlain tetapi
dasarnya tetap sama.

Souza dkk (1999) membagi komplikasi otitis media menjadi :5

A. Komplikasi intratemporal
Komplikasi di telinga tengah
 Paresis nervus fasialis
 Kerusakan tulang pendengaran
 Perforasi membrane timpani

Komplikasi ke rongga mastoid

 Petrositis
 Mastoiditis koalesen

Komplikasi ke telinga dalam

 Labirinitis
 Tuli saraf/sensorineural

B. Komplikasi ekstratemporal
Komplikasi intrakranial
 Abses ekstradura
 Abses subdural
 Abses otak
 Meningitis
 Thrombophlebitis sinus lateralis
 Hidrosefalus otikus

Komplikasi ekstrakranial

 Abses retroaurikular
 Abses bezold’s
 Abses zygomatikus

Selain komplikasi tersebut, dapat juga terjadi komplikasi pada perubahan tingkah laku.

3.5 Abses Retroaurikular


3.5.1 Penyebab abses retroaurikular

Seiring dengan luasnya penggunaan antibiotik, abses mastoid, termasuk abses


retroaurikuler lebih sering terjadi pada otitis media supuratif kronik dengan kolesteatoma. 3
Menurut Souza, abses retroaurikuler merupakan salah satu komplikasi ekstrakranial.9 Bila erosi
tulang berlangsung terus, akan terjadi abses subperiosteum. Bila abses ini menembus periosteum,
akan terbentuk abses dan fistula subkutis. Bila proses tersebut mengarah ke posterior dan
inferior, masing-masing akan terjadi abses retroaurikular dan abses Bezold. Abses Bezold adalah
abses yang ruptur ke depan dinding prosesus mastoid menyebabkan perjalanan abses di
sepanjang m. sternokleidomastoideus.3

3.5.2 Epidemiologi

Publikasi terakhir, bagaimanapun, telah mencatat peningkatan kejadian mastoiditis akut


setelah otitis media akut pada anak-anak Sebaliknya, telah terjadi berkurangnya kejadian otitis
media kronis sejak tahun 1990an. Namun, tingkat komplikasi ekstrakranial dan intrakranial tetap
stabil. Telah ada perbaikan sosioekonomi yang signifikan di banyak negara selama masa ini. Hal
ini penting karena faktor risiko yang ada terkait dengan otitis media kronis termasuk kelas
sosioekonomi rendah, malnutrisi, dan kondisi hidup yang padat. Oleh karena itu, terdapat
peningkatan kejadian mastoiditis setelah otitis media akut dibandingkan dengan otitis media
kronis.10

3.5.3 Diagnosis abses retroaurikular

Diagnosis abses retroaurikuler umumnya jelas. Edema jaringan dan abses menyebabkan
daun telinga terdorong ke bawah dan samping karena hanya bagian atas mastoid yang masih
memiliki pneumatisasi. Pada stadium awal, dokter harus melakukan pemeriksaan radiologis atau
ultrasonografi untuk mengkonfirmasi keberadaan udara di dalam jaringan lunak atau kavitas di
dalam kapsul abses jika fluktuasi masih belum jelas. 1 Pemeriksaan radiologi akan menunjukkan
gambaran perselubungan pada pneumatisasi mastoid atau gambaran radiolusen akibat erosi
tulang bila terdapat kolesteatoma.3 CT dengan resolusi tinggi pada tulang temporal dan CT yang
kontras juga dilakukan pada semua pasien. Mastoidektomi dengan drainase abses diindikasikan
saat ada pengumpulan pus secara klinis, bukti CT scan atau pada pasien dengan cholesteatoma.10

Gambar 1. (A) Abses mastoid 1. Abses retroaurikuler/postaurikuler; 2. Abses zigomatikus; 3.


Abses Bezold; (B) Gambaran abses Citelli, abses retroaurikuler/postaurikuler, dan abses Bezold
(tampak dari belakang)2
Gambar 2. Daun telinga terdorong ke lateral dan inferior dijumpai pada kasus abses
retroaurikuler terkait dengan mastoiditis koalesens1,2

Gambar 3. Gambaran CT-scan menunjukkan abses retroaurikula/periaurikula yang menutupi


dehiscence korteks mastoid11

3.3.1 Tatalaksana abses retroaurikular


Pengobatan abses retroaurikular, meliputi pembersihan liang telinga untuk menjamin
drainase yang baik dari pus telinga tengah, medikamentosa, serta insisi abses retroaurikular.
Pembersihan liang telinga harus dilakukan secara teratur, misalnya dengan memberikan larutan
peroksida 3% tetes telinga, kemudian membersihkan pus di liang telinga dengan kapas lidi steril
atau dengan penghisap.3
Pengobatan medikamentosa meliputi antibiotika dosis tinggi dan analgetika. Bila
memungkinkan, sebaiknya diambil dulu sediaan untuk pemeriksaan mikrobiologi sebelum
pemberian antibiotik dapat langsung diberikan tanpa menunggu hasil pemeriksaan tersebut.
Antibiotika tahap awal dapat diberikan ampisilin oral atau penisilin parenteral dosis tinggi.
Pemberian antibiotik tergantung pada berbagai keadaan, misalnya hipersensitivitas pasien
terhadap preparat penisilin, resistensi kuman, beratnya penyakit, dan sebagainya.3
Insisi abses retroaurikula biasanya perlu dilakukan sebelum mastoidektomi. Insisi abses
dilakukan untuk melepaskan tekanan pus di telinga tengah untuk mencegah terjadinya
komplikasi lebih lanjut. Pada pasien dengan prosesus mastoid sudah berkembang, insisi
dilakukan pada tempat fluktuasi paling nyata. Jika keluar pus, sebaiknya diambil swab untuk
pemeriksaan mikrobiologi, kemudian pus dievakuasi sebaik-baiknya bila mungkin dengan alat
penghisap. Di tempat insisi, dipasangkan salir yang adekuat untuk menjamin kelancaran
keluarnya pus. Pada anak kecil dengan prosesus mastoid yang belum berkembang, insisi tersebut
harus hati-hati dengan mengingat bahwa letak nervus fasialis dangkal sehingga insisi dilakukan
agak tinggi dengan menghindari bagian bawah mastoid.3
Pada kasus mastoiditis dengan abses retroaurikuler, insisi dan drainase abses diikuti
dengan mastoidektomi sangat dianjurkan. Pada keadaan tertentu, terapi abses retroaurikuler
hanya meliputi pengunaan antibiotik jangka panjang dan drainase abses tanpa mastoidektomi. 1
Pada otitis media supuratif kronik dengan abses retroaurikuler, terapi medikamentosa harus
diiringi dengan tindakan mastoidektomi.3

Anda mungkin juga menyukai