Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
I. 1. Skenario
Seorang wanita pekerja, 38 tahun, datang ke poliklinik saraf dengan
keluhan nyeri dan kelemahan pada ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan,
dialami sejak 3 bulan yg lalu, dirasakan makin lama makin berat. Keluhan ini
disertai dengan rasa kram pada jari-jari tersebut terutama pada malam hari,
tidak ada riwayat trauma dan infeksi.
I. 2. Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui anatomi manus dalam hal ini ( musculo, oesteo, dan nervus)
2. Mengetahui penyebab nyeri extremitas
3. Mengetahui patomekanisme nyeri
4. Mengetahui patomekanisme kram
5. Mengetahui DD yang berhubungan dengan skenario
I. 3. Kata Kunci
1. Wanita pekerja, 38 tahun.
2. Nyeri pd ibu jari & jari telunjuk kanan
3. Makin lama makin berat
4. Tdk ada riwayat trauma & infeksi
5. Kram pada malam hari
6. Keluhan sejak 3 bulan lalu
I. 4. Pertanyaan
1. Bagaimana anatomi manus dalam hal ini ( musculo, oesteo, dan nervus) ?
2. Apa penyebab dan bagaimana patomekanisme nyeri extremitas ?
3. Bagaimana patomekanisme kram ?
4. Apa DD yang berhubungan dengan skenario ?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tulang Lengan(1)

Tulang Tangan
Terdiri dari 8 buah tulang dan terletetak dalam 2 baris.

Baris 1 (deretan proximal) : os schapoideum (os naviculare), os lunatum, os

triquetrum dan os pisiforme.


Baris`2 (deretan distal) :`os trapezium (os multangulum

trapezoideum (os mutangulum minus), os capitulum dan os hamatum.


Os schapoideum membentuk tuberculum ossis schapoidea. Os trapezium

majus), os

membentuk tuberculum ossis trapezii. Os hamatum membentuk hammalus


ossis hamati. Tonjolan-tonjolan

ini bersama-sama dengan os pisiforme

membentuk eminentiae carpi yang membatasi sulcus carpi. Sulcus carpi


ditutupi oleh ligamentum carpi transversum dan membentuk canalis carpi.

Ossa metcarpi (metacarpalia) terdiri dari 5 buah os longum. Setiap os

metacarpale mempunyai basis metacarpalis dan caput metacarpalis.


Ossa digitorum (phalanges) setiap jari mempunyai 3 ruas, kecuali ibu jari
yang mempunyai 2 ruas, yaitu phalanx proximal.phalanx media, dan phlanx
distal. Setiap phalanx mempunyai basis phalaangis, corpus phalangis dan
caput phalangis.

2.1.1 Otot Lengan Bawah(1)

Otot Lengan Bawah


Otot-otot lengan

bawah (antebrachium) berperan pada articulatio cubiti, artio

radiocarpalis, articulatio intercarpalis, articulatio carpometacarpalis, articulatio


metacarpophalangealis dan articulatio interphlangealis.

M. BRACHIORADIALIS
Terletak dibagian superficial, menyilang permukaan lateronterior articulatio cubiti.
Mengadakan origo pada margo lateralis ujung distal humerus dan pada septum
intermusculare laterale.
M. PRONATOR TERES
Otot ini relatif pendek, melekat dibagian proximal dengan perantaraan dua buah caput
yaitu caput humerale, besar melekat pada epicondylus medialis humeri dan pada
septum intermusculare mediale dan caput ulnare yang melekat pada processus
coronoideus ulnae.
M. FLEXOR CARPI RADIALIS
Terletak disebelah medial dari m. pronator teres padaa facies ventralis antebrachium.
Berorigi pada epicondylus medial humeri disebelah distal dari origo m. Pronator
teres.
M. PALMARIS LONGUS
Berada disebelah

medial m. Flexor carpi radialis, mengadakan origo pada

epicondylus medialis humeri, berjalan

lurus keedistal pada vacies volaris

antebrachium dan pada pertengahan antebrachium serabut-serabut otot ini dilanjutkan


oleh tendo, yang selanjutnya berjalan ke permukaan ventral ventral wrist joint,
berada disebelah superficialis ligamentum carpi transversum.

M. FLEXOR CARPI ULNARIS

Terletak paling medial dan membentuk sisi medial dan membentuk sisi medialis
antebrachium. Membentuk origo melalui caput humerale dan caput ulnare, yang
dihubungkan satu sama lain oleh suatu arcus tendinosus. Caput humerale melekat
pada epicondylus medialis humeri dan caput ulnare mnegadakan perlekatan pada sisi
medial olecranon dan pada 2/3 bagian cranialis margo posterior ulna, membentuk
suatu tendo yang panjang dan berinsertio pada os pisiforme.
2.1.2 Persarafan(1)

plexus brachialis

2.2 Mekanisme Nyeri


Definisi nyeri
Menurut The International Association for The Study of pain (IASP), nyeri
didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan
yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial akan menyebabkan
kerusakan jaringan. Persepsi yang disebabkan oleh rangsangan yang potensial dapat
menimbulkan kerusakan jaringan disebut nosisepsion.

Klasifikasi nyeri terbagi atas dua yaitu :

Nyeri nosiseptif yang terbagi atas : nyeri somatik dan nyeri visceral
Nyeri non-nosiseptif yang terbagi atas nyeri neuropatik dan nyeri psikogenik.

Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang timbul sebagai akibat perangsangan pada
nosiseptor (oleh serabut a-delta dan serabut-c) oleh rangsang mekanik, termal tau
kemikal. Nyeri somatik adalah nyeri yang timbul pada organ non viseral, misal nyeri
pasca bedah, nyeri metastatik, nyeri tulang, nyeri atritik. Nyeri viseral adalah nyeri
yang berasal dari organ viseral, biasanya akibat distensi organ yang berongga,
misalnya usus,kandung empedu, pankreas dan jantung. Nyeri viseral seringkali
diikuti reffered pain dan sensasi otonom, seperti mual dan muntah.
Nyeri neuropatuk adalah nyeri yang timbul akibat iritasi atau trauma pada saraf.
Nyeri seringkali persisten, walaupun penyebabnya sudah tidak ada. Biasanya pasien
merasakan seperti terbakar, sperti tersengat listrik atau alodinia dan disestesia.Nyeri
psikogenik yaitu nyeri yang tidak memenuhi kriteria nyeri somatik dan nyeri
neuropatik, dan memenuhi kriteria untuk depresi atau kelainana psikosomatik.

Mekanisme Nyeri
Proses nyeri dimulai dari stimulasi nosiseptor oleh stimulus noxious sampai
terjadinya pengalaman subjektif nyeri adalah suatu seri kejadian elektrik dan kimia
yang bisa dikelompokan menjadi 4 proses, yaitu : transduksi, transmisi, modulasi,
dan persepsi.
Secara singkat mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi nosiseptor oleh
stimulus noxious pada jaringan, yang kemudian akan mengakibatkan stimulasi
nossiseptor dimana disini stimulus noxious tersebut akan dirubah menjadi potensial
aksi. Proses ini disebut ransduksi atau aktivasi reseptor. Selanjutnya potensial aksi

tersbut akan ditransmisikan menuju neuron sususnan saraf pusat yang berhubungan
dengan nyeri. Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari neuron aferen
primer ke kornu dorsalis medulla spinalis, pada kornu dorsalis ini neuron aferen
primer bersinap dengan neurun susunan saraf pusat. Darisini jaringan neuron tersebut
akan naik keatas dimedulla spinalis menuju batang otak dan talamus. Selanjutnya
terjadi hub ungan timbal balik antara talamus dan pusat-pusat yang lebih tinggi di
otak yang mengurusi respon persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri.
Pada tahap modulasi, modulasi merupakan sinyal yang mampu mempengaruhi proses
nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yang paling diketahui adalah pada kornu
dorsalis medula spinalis. Proses terakhir adalah persepsi, dimana pesan nyeri di relai
menuju otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan. Berikut
gambar mekanisme terjadinya nyeri.

Aspek perifer nosisepsi


Terdapat 2 tipe serabut saraf aferen primer nosiseptif yaitu serabut A dan
erabut C. Dua fungsi utama serabut saraf aferen primer transduksi stimulus dan
transmisi stimulus menuju susunan saraf pusat. Badan sel dari neuron-neuron ini
terdapat pada ganglion radix dorsalis. Axon dari neuron ini mempunyai dua cabang
yaitu yang menuju perifer, yang bagian terminalnya sensitif terhadap stimulus
noxious dan cababng lainnya yang menuju susunan saraf pusat, dimana kemudian
akan bersinap dengan neuron susunan saraf pusat di kornu dorsalis medulla spinalis.
Medula spinalis
Kornu dorsalis medula spinalis merupakan realy point pertama yang
membawa informasi sensoris ke otak dari perifer. Grayy matter mengandung badan
sel saraf dri neuron-neuron spinalis dan white matter mengandung axon yang naik
atau turun dari otak. Rexed membagi grayy matter menjadi menjadi 10 lamina.
Lamina I-VI terdapat pada kornu dorsalis dan mengandung interneuron yang merelay
informasi menuju ke otak.
Pada kornu dorsalis serabut aferen nosisepsi membentuk hubungan dengan
neuron-neuron proyeksi atau interneuron inhibisi atau eksitasi lokal untuk mengatur
aliran informasi nosisepsi ke pusat yang lebih tinggi.

Neurotransmiter pada kornu dorsalis


Terdapat banyak neurotransmitter

yang berperan pada proses

nosiseptif di kornu dorsalis.


Dari medula spinalis menuju ke otak
Sinyal nosiseptif yang menuju ke kornu dorsalis di relay menuju pusat
yang lebih tinggi di otak melalui beberapa jalur yaitu traktus spinotalamikus ,

yang merupaka jalur nyeri utama; traktus spinoretikularis dan traktus


spinomesencephalic.
Di tingkat otak
Terdapat beberapa nukleus pada talamus lateral yaitu nukleus ventral
posterior lateral, nukleus ventral posterior medial, nukleus ventral posterior
inferior dan bagian posterior dari nukleus ventromedial, serta di daerah medial
talamus yaitu talamus centrolateral, bagian ventrrocaudal dari nukleus dorso
medial dan nukleus parafasikular yang berparan pada proses nyeri. Didaerah
cortex cerebri yang memiliki fungsi nosisepsi adalah korteks somatosensor
primer, somatosensor sekunder, serta daerah disekitarnya di parietal
operculum, insula, anterior cingulate cortex dan kortex prefrontal.
Modulasi nosiseptif
Eksitabilitas neuron-neuron di medula spinalis tergantung dari
keseimbangan dari input yang berasal dari nosiseptor aferen primer, neuron
intrinsik medula spinalis dan descending system yang berasal dari supra
spinal.

Kontrol segmental (spinal)


Modulasi pada tingkat spinal aktivitas nosiseptif melibatkan sistem
opioid endogen, inhibisi segmental, keseimbangan aktivitas antara input
nosiseptif dan input aferen lainnya serta descending control mechanism.
Reseptor opioid merupakan tempat kunci dalam analgesia. Mekanisme
analgesi utama dari opioid adalah melalui inhibisi presinap dari injury evoked
neurotransmitter release dari neuron nosiseptif aferen primer reseptor cite
terdapat pada terminal aferen primer. Opioid endogen tampaknya juga
menyebabkan inhibisi postsinap neuron nociresponsive kornu dorsalis.
Transmisi input dan aktivasi neuron descendens dari pusat supraspinal. GABA
dan glisin berperan penting pada inhibisi segmental nyeri di medula spinalis.
10

GABA memodulasi transmisi aferen informasi nosiseptif melalui mekanisme


presinap an postsinap. Konsentrasi terbesar GABA adalah pada kornu
dorsalis,

dimana

disini

merupakan

neurotransmitter

inhibisi

utama.

Mekanisme modulasi informasi nosiseptif glisin di kornu dorsalis adalah


melalui inhibisi postsinap.
Gate control theory
Aktivitas neuron di medulla spinalis yang menerima input dari serabut
nosiseptif dapat dimodifikasi oleh input dari neuron aferen non-nosiseptif.
Menurut teori ini aktivitas pada serabut A menghambat respon neuron kornu
dorsalis dari input serabut A dan serabut C. Tes untuk menghilangkan nyeri
didasarkan pada teori ini.
Kontrol supraspinal/descending control
Kontrol nyeri supraspinal melalui dua jalur yang berasal dari midbrain
dan medula oblongata. Sistem modulasi nyeri ini menuju medula spinalis
melalui funikulus dorsalateral. Neuron-neuron di rostroventral medula
oblongata membuat koneksi inhibisi pada ornu dorsalis lamina I,II, dan V.
Sehingga stimulasi neuron di rostroventral medula oblongata akan
menghambat

neuron-neuron

kornu

dorsalis,

neuron-neuron

traktus

spinotalamikus yang memberikan respon stimulasi noxious. serabut desenden


lain yang berasal dari medula oblongata dan pons juga berakhir pada kornu
dorsalis superfisial dan menekan aktivitas nosiseptif neuron kornu dorsalis.
Neurotransmitter utama yang berperan pada descending pain control ini
adalah

serotonin

(5-hydroxytryptamine,

HT)

dan

noripineprin

(noradrenalin). Neuron-neuron serotonininergik dan noradrenergik turun


melalui funikulus dorsolateral dari batang otak menuju medula spinalis dan
berakhir pada kornu dorsalis, sangant berperan pada modulasi nyeri. Aktivitas
reseptor +/- 2 adrenergik akan, akan mengakibatkan antinosisepsi. Sejumlah
11

sub tipe reseptor serotoninergik telah diketahui di medula spinalis dan


berperan dalam transmisi nyeri. Stimulasi elektrik pada daerah periaqueductal
dan nukleus raphe magnus akan mengakibatkan analgesian melalui pelepasan
serotonin dan norepineprin endogen.
2.3 Kram/ kesemutan (paresthesia)
Kesemutan atau paresthesia dalam istilah medis merupakan sensasi spontan
yang abnormal pada daerah persarafan tertentu. Secara normal, manusia bisa
merasakan sensasi tertentu setelah ada rangsangan atau stimulus yang sesuai.
Contohnya, merasa, meraba, menyentuh, menekan, nyeri, dan sebagainya. Sensasi
tersebut baru muncul bila ada stimulus. Dan sensasinya, tentu saja, harus sesuai
dengan stimulusnya. Sementara pada paresthesia, sensasinya muncul spontan tanpa
ada stimulus. Bisa berupa rasa panas seperti terbakar, tidak enak, kesemutan, seperti
ditusuk-tusuk.
Paresthesia atau kesemutan adalah terminologi untuk suatu gejala dan bukan
diagnosis penyakit. Itu sebabnya, gejala paresthesia bisa dijumpai pada berbagai
penyakit yang mengenai saraf, terutama saraf di bagian perifer. Selain menjadi gejala
penyakit, kesemutan juga bisa muncul secara fisiologis. Posisi tubuh tertentu yang
tidak berubah dalam waktu cukup lama, seperti duduk bersila, bisa timbul rasa
kesemutan. karena terhambatnya aliran darah ke daerah saraf tertentu akibat
penekanan yang terus-menerus dalam waktu lama. Sehingga saraf mengalami
kekurangan makanan sesaat, yang ditandai rasa kesemutan
Paresthesia atau kesemutan adalah terminologi untuk suatu gejala dan bukan
diagnosis penyakit. Itu sebabnya, gejala paresthesia bisa dijumpai pada berbagai
penyakit yang mengenai saraf, terutama saraf di bagian perifer. Kesemutan pada hawa
dingin merupakan hal yang normal. Pada hawa dingin, badan akan menyesuaikan diri
dengan menghemat pengeluaran panas tubuh dengan kontriksi pembuluh darah di

12

ujung-ujung badan, seperti tangan, kaki, telinga, dan hidung. Dengan menyempitnya
pembuluh darah tersebut, pasokan darah juga akan berkurang. Hal ini dapat
menyebabkan gangguan saraf perifer yang muncul dengan gejala kesemutan
Kesemutan sebagai bagian dari gejala penyakit sebenarnya tahap paling awal dari
suatu proses kehilangan rasa. Proses itu adalah :

paraesthesia (kesemutan)

hypaesthesia (baal)

anaesthesia (hilang rasa sama sekali).

Makna pareshtesa sendiri sebenarnya lebih luas dari kesemutan. Rasa dingin atau
panas setempat, rasa dirambati sesuatu juga masuk dalam kategori paresthesia.
Kesemutan merupakan sebuah gejala gangguan pada fungsi saraf atau aliran
darah seseorang. Jika kesemutan itu dari paha sampai ke ujung kaki, maka yang
paling sering adalah gangguan pada saraf, seperti neuropati atau juga iscialgia (nyeri
pada saraf tungkai, yaitu saraf ischiadicum). Jika kesemutan itu terutama di betis,
biasanya itu akibat gangguan pada pembuluh darah karena betis adalah daerah
predileksi penyakit varises.
Gangguan fungsi saraf bisa disebabkan banyak macam, misalnya kerusakan
atau iritasi serabut saraf. Serabut-serabut saraf yang membawa sensasi kesemutan
dikenal sebagai serabut saraf sensorik. Tidak hanya kesemutan, saraf sensorik juga
menyampaikan sensasi lain seperti panas, dingin, raba, nyeri, tekan, getar dan rasa
posisi.
Mekanisme penerimaan rangsangan sampai terwujudnya apa yang kita rasakan
dimana rangsangan di kulit (misalnya, memegang air dingin, dicubit, disentuh) akan
13

diterima oleh reseptor (penerima rangsangan) yang terletak di bawah permukaan kulit
untuk kemudian diteruskan ke saraf tepi (saraf di luar otak dan sumsum tulang
belakang), lalu masuk ke dalam susunan saraf pusat di sumsum tulang belakang.
Kemudian stimulus diteruskan ke atas sampai ke thalamus (pusat penyebaran utama
impuls-impuls sensoris yang berperan penting dalam memproses/mengolah informasi
sensorik ini). Dari sini, stimulus dikirimkan ke pusat sensorik di otak besar (cerebral
cortex), yang disebut korteks sensorik. Pada saat inilah, apa yang dirasakan tersebut
disadari oleh si individu. Bila ada gangguan dalam jalur sensorik tersebut, misalnya
akibat rangsang listrik di sistem itu tidak tersalur secara penuh, maka timbullah
kesemutan. Bisa juga karena saraf terjepit (karena pengapuran pada tulang belakang)
atau saraf robek/putus akibat kecelakaan.
Kesemutan yang tidak disertai dengan gejala-gejala lain biasanya menandakan
adanya gangguan pada reseptor di kulit atau pada cabang-cabang saraf tepi. Ada pula
karena gangguan aliran darah yang menimbulkan pemberian makanan di saraf
terhambat dan menyebabkan sensasi kesemutan, misalnya karena tangan kita tertekuk
lama atau tertindih sehingga menghambat aliran darah dan menjadi kesemutan.
Meskipun tidak menyebabkan sesuatu yang fatal, biasanya kesemutan dapat
menjadi sebuah pertanda adanya gangguan dalam fungsi saraf dan aliran darah. Jadi,
gejala ini berfungsi sebagai semacam alarm deteksi awal.
Mekanisme kram
Mekanisme kesemutan pada kasus ini terjadi karena adanya jepitan saraf
(n.medianus) karena hiperaktivitas pasien dalam menggunakan tangan(sehingga
menyebabkan menyempitnya terowongan karpal) akan menyebabkan meningkatnya
tekanan intravasikuler pada serabut saraf tersebut. Keadaan ini akan menyebabkan
gangguan vaskularisasi pada saraf dan terjadi anoksia, keadaan patologis seperti ini
menyebabkan membrane sel saraf mengalami hiperpermeabilitas sehingga sangat
14

mudah dilalui impuls saraf dan pada akhirnya,tanpa ada perangsangan pun dapat
terjadi aliran impuls saraf yang akan berakibat timbulnya parestesia.

BAB III
PEMBAHASAN

15

3.1 Sindrom De Quervain


Definisi
Sindrom de quervain adalah inflamasi pada sarung tendon yang menyelubungi
M. ekstensor pollicis dan M. adbuctor pollicis longus yang bersama-sama masuk
dalam satu selubung tendo. Hal ini biasanya dikarenakan gesekan pada tendon akibat
pemakaian yang berulang-ulang pada daerah tersebut. 2,3,4

Tendon yang mengalami inflamasi(2)

Epidemiologi

16

Dalam kajian de quervain, penyakit ini sering terjadi pada usia pertengahan
yaitu 30-50 tahun. Dan perempuan memiliki lebih banyak kasus daripada laki-laki,
yaitu 8-10 kali lebih banyak. Hal ini dikarenakan dari pekerjaan sehari-hari
perempuan yang lebih banyak menggunakan pergelangan tangan seperti mencuci,
memasak, menyetrika, dan mengetik. Sehingga menyebabkan peradangan pada
daerah pergelangan tangan karena penggunaannya yang berulang-ulang.2,3

Etiologi
Sampai saat ini penyebab terjadinya sindroma de Quervain masih belum
diketahui. Beberapa ahli berpendapat, walaupun tenosynovitis dikenal sebagai
kondisi peradangan, yang terjadi pada de Quervain sebenarnya adalah proses
degeneratif pada tenosynovium yang disebabkan oleh penggunaan berlebihan dan
gerakan repetitif dari ibujari pada orang-orangyang melakukan pekerjaan yang
memerlukan aktivitas aktivitas dengan genggaman kuat dan berulang, seperti tukang
cuci, tukang kayu, dan musisi.Halini sesuai dengan evaluasi histologi khusus yang
menunjukkantidak adanya tanda-tanda peradangan melainkan tampak adanya proses
degenerasi myxoid yang konsisten denganproses degenerasi yang kronik.Akan tetapi
sampai saat ini belum ada penelitian ilmiah yang dapat membuktikan spekulasi
tersebut, sehingga sampai saat ini penyebab sindroma de Quervain masih tetap
idiopatik.
Gambaran Klinis
Gejala dan keluhan yang dapat ditimbulkan oleh sindrom ini antara lain rasa
nyeri saat menggerakkan pergelangan tangan, timbul bengkak sekitar pergelangan
tangan, spasme M. abductor pollicis longus dan M. extensor pollicis brevis, serta
adanya nyeri tekan sekitar processus styloideus radii. 2,4
Nyeri dapat timbul tiba-tiba atau diawali dengan rasa kelelahan yang makin
lama makin meningkat menjadi nyeri. Apabila kondisi ini dibiarkan tanpa diobati,

17

nyeri dapat menjalar lebih jauh sampai ke ibu jari, bagian belakang lengan bawah
atau keduanya. 2
Gejala-gejala yang terdapat pada sindroma de Quervain antara lain adalah: 2
1. Nyeri pada pangkal ibu jari
2. Bengkak pada pangkal ibu jari yaitu sekitar 1-2 cm dari processus styloideus
tulang radius
3. Kesulitan menggerakkan ibu jari dan pergelangan tangan pada saat melakukan
aktivitas seperti mencubit atau menggenggam
4. Rasa baal atau kebas pada bagian dorsal ibu jari dan jari telunjuk, disebabkan
oleh penebalan tendon yang mengiritasi saraf

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan pada penyakit ini yaitu tes Finklenstein. Tes ini
dilakukan

dengan

cara,

pemeriksa

memerintahkan

pasiennya

mengepalkan

tangannya arahnya sejajar arah garis mediana. Kemudian pergelangan tangannya


digerakkan ke bawah. 2,3

Tes Finklenstein
Pengobatan

18

Pada kasus ini dapat disembuhkan dengan beberapa cara yaitu : 2,3,4
1. Pada kasus yang masih ringan, pasien harus menghentikan penggunaan tangan
secara berlebihan untuk mengurangi rasa nyeri yang ada dan juga tidak
memperparah daerah yang mengalami pembengkakan.
2. Dapat dilakukan pemasangan bidai khusus lengan bawah dan ibu jari yang
disebut dengan bidai thumb-spica. Bidai ini menjaga pergelangan tangan dan
sendi ibu jari agar tidak bergerak. Bidai ini berguna untuk mengistirahatkan
tendo M.abductor pollicis longus dan M.extensor pollicis brevis.
3. Pemeberian obat anti inflamasi untuk mengurangi pembengkakan yang ada,
4. Injeksi kortikosteroid ke dalam sarung tendo
5. Kasus yang resisten membutuhkan operasi, yang terdiri atas perobekan
penebalan sarung tendo.
3.2 Tringger finger
Defenisi
Trigger finger merupakan kekakuan pada metakarpofalangealis dan
interfalangealis, sehingga jari-jari tidak dapat melakukan gerakan flexi. 5
Penyebab Tringger finger
1. Inflamasi pada sarung tendo flexor digitorum, misalnya infeksi mycobacterium
tuberkulosis.5,6
2. Trauma pada sarung tendo flexor digitorum.6
3. Idiopatik, terbentuknya nodul pada sarung tendo.6

Gejala trigger finger 5,6

19

1. Jari-jari tidak dapat melakukan gerakan flexi, untuk melakukan gerakan flexi
harus dibantu dan akan terdengar klik ketika tangan diflexikan.
2. Nyeri
Penatalaksanaan 6
1.
2.
3.
4.
5.

Imobilisasi jari
OAINS
Fisioterapi
Injeksi kortekosteroid
Operasi

Tringger finger

3.3 Carpal Tunel Syndrome


Pengertian

20

Merupakan penyakit (sindrom) yang disebabkan oleh tertekannya atau


terjepitnya nervus medianus yang melewati terowongan carpal menuju metacarpal
yang berada di bawah retinaculum musculorum flexorum.(8,,9,10,11)

21

Retinakulum (7)
Membentang dari

tulang scapoid, trapezoid (di bag.lat) menuju


pisiformis, hamatum (di bag.med) meluas
+ 3 cm ke arah volar dari lipatan volar distal

terowongan carpal 73)


Terowongan karpal : struktur yang dibentuk oleh konkafitas teulang-tulang
carpal, ditutupi oleh retinakulum flexor.
Carpal tunnel (7)
Berisi :

Tendon m.flexor poll.longus


Tendon m.flexor digitorum long
N.Medianus

22

Nervus medianus (7)

Berasal dari bagian lateral dan medial plexus brachial


Terbentuk dari saraf C6, C7, C8 & T1 ( C5)
Salah satu penyakit yang paling sering mengenai nervus medianus adalah

tekanan atau jebakan (entrapment neuropaty). Dipergelangan tangan nervus medianus


berjalan melalui terowongan carpal (carpa tunnel) dan menginerfasi kulit telapak
tangan dan punggung tangan didaerah ibu jari, telunjuk, jari tengah, dan setengah jari
radial jari manis. Pada saat berjalan melalui terowongan inilah nervus medianus
paling sering mengalami tekanan atau kompensasi yang menyebabkan terjadinya
neuropaty tekanan yang dikenal dengan istilah carpal tunnel syndrome (CTS) .(1)
CTS adalah salah satu syndrome yang menyerang tangan dan sangat potensial
untuk mengurangi aktivitas rutin sehari-hari maupun aktifitas berproduksi. CTS ini
terjadi akibat penekanan nervus medianus dipergelangan tangan karena penyempitan
pada terowongan carpal akibat kelainan pada tulang-tulang kecil tangan dan dapat
menimbulkan syndrome lorong carpal.(1)
Nervus medianus yang berada diterowongan carpal menghantarkan impuls
sensorik dari kulit telapak tangan serta kulit bagian volar yang menutupi jari telunjuk,
jari tengan dan jari manis. Kulit yang menutupi bagian volar separuh ibu jari
terkadang ikut disrafinya. Gejala-gejala yng ditimbulkan dari CTS yaitu jari-jari
terasa baal pada waktu bangun pagi, disertai rasa seperti dibakar, jari-jari yang
terkena adalah jari-jari pada permukaan volar yang disarafi nervus medianus.(2)

Epidemiologi

23

Prevalensi kejadian penyakit carpal tunnel syndrome lebih banyak pada wanita
dibandingkan laki-laki. Pada umumnya mereka yang mengalami adalah orang-orang
yang banyak menggunakan tangan dalam melakukan pekerjaan. Usia yang menjadi
sasaran penyakit ini adalah 29-60 tahun (usia produktif). (8,9,10)
Etiologi
Belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi yang banyak mengalami yaitu orang-orang
yang dalam malakukan pekerjaannya selalu menggunakan tangan. Pekerjaan tersebut
seperti penjahit, penyulam, dokter gigi, pengetik, pemain piano, pekerja bangunan,
dan lain-lain
Patogenesis

Fase Akut
Pada awalnya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler.
Penekanan ini menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan gangguan iskemik
saraf. Sehingga tekanan intravaskular meningkat. Kemudian menyebabkan
gangguan pada aliran darah. Terjadi vasodilatasi pembuluh darah. Vasodilatasi
menyebabkan udema. Mengakibatkan sawar darah dan saraf terganggu.

Akibatnya terjadi kerusakan saraf dan pembuluh darah. (8,9)


Fase Kronis
Pada fase selanjutnya terjadi penebalan retinakulum musculorum
flexorum. Penebalan ini menyebabkan penekanan atau penjepitan nervus
medianus. Penekanan tersebut berulang dan dalam waktu yang lama.
Sehingga tekanan intravasikular meningkat. Meningkatnya tekanan tersebut
menyebabkan aliran darah dan vena melambat. Perlambatan aliran darah ini
mengakibatkan terganggunya nutrisi intravasikular. Sehingga terjadi anoksia
yang pada akhirnya akan merusak endotel. Rusaknya endotel menyebabkan
kebocoran protein. Sehingga udema epineural terjadi. Apabila udema terus
terjadi akan mengakibatkan fibrosis epineural yang merusak serabut saraf.

24

Akibatnya saraf menjadi atrofi dan diganti oleh jaringan ikat. Dan pada
akhirnya fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh. (8,9,10)
Gambaran klinis (7)
Gejala kram-kram, nyeri, baal, parastesia (kesemutan) pada permukaan flexor

jari-jari.
Kram-kram pada ibu jari, telunjuk, jari tengah, setengah jari manis, dan

kelingking jarang terlibat.


Nyeri : tumpul, intermitten pada jari-jari yang sama, kadang-kadang menyebar

keproximal (siku,bahu).
Nyeri dibangkitkan oleh pekerjaan kasar yang banyak menggunakan otot

felexor tangan (mencuci pakaian, mengepel, mencabut rumput dam menyapu).


Nyeri terutama malam hari dan sering terbangun pada malam hari akibat dari
nyeri.

Faktor resiko CTS (7)


Obesitas
Hypothyroidisme
Diabetes
Pregnancy
Penyakit ginjal
Inflammatory arthritis
Acromegaly
Mucopolysaccharidosis
Genetic
Umur /age
Perokok/smoking

Pemeriksaan Fisis
a. Thenar wasting: Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi
otot-otot thenar.
b. Wrist extension test: Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal,
sebaiknya

dilakukan

serentak

pada

25

kedua

tangan

sehingga

dapat

dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes
ini menyokong diagnosa CTS.
c. Phalen's test: Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam
waktu 60 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.
d. Torniquet test: Dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan
tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila
dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
e. Tinel's sign: Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri
pada daerah distribusi nervus medianus apabila dilakukan perkusi pada
terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
f. Pressure test. Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dgn
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala
seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. (8,9,10)

Palen test

tinnels test

pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan LAB dilakukan apabila pd pemeriksaan lainnya belum
menunjukkan hasill yang tepat. Misalnya: pemeriksaan kadar gula darah. (9,10)

Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat
apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. (9,10)

26

Pengobatan
a. Istirahatkan pergelangan tangan.
b. OAINS.
c. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang
terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu.
d. lnjeksi steroid: Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg

atau

metilprednisolon 20 mg (diinjeksikan ke dalam terowongan karpal).


e. Operasi. (8,9,10)
Prognosis
Baik terapi konservatif maupun operatif umumnya baik. Meskipun keduanya
baik, keungkinan untuk timbuknya gejala yang sama dapat terjadi. (10)
Rehabilitasi
Fisioterapi. ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan. (10)

DAFTAR PUSTAKA
1. Buranda t, djayanglangkara h, datu a r, lisal j I, rafiah s, larief nikmatiah.
Anatomi umum. Makassar. Fakultas kedokteran hasanudin 2006.
2. Sindrom de quervain. Diakses dari :
URL : http://www.scribd.com/doc/38672128/4-Sindroma-De-Quervain
3. Apley AG, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem apley. Ed 7.
Jakarta: Widya medika; 1995

27

4. Nurayanai. Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus sindrom de quervain


sindrom dextra dengan modalitas ultrasound dan terapi latihan di RSAL. Dr
Ramelan Surabaya. Diakses dari :
URL:http://etd.eprints.ums.ac.id/6600/1/J100060009.pdf
5. Kale S. Trigger finger. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1244693-overview
6. Kutipan materi dari DR.H. Faridin HP, SpPD,KR. Trigger finger. 2010.
7. Fariddin. Carpal tunnel syndrome. Makassar : universitas hasanuddin; 2010.
(slide).
8. Kutipan materi dr. Jumraeni Tamasse, Sp. S. Penyakit Nyeri Extremitas. 2010.
9. Available from: URL:http//digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/
HASHf6c1/.../doc.pdf
10. Available from: URL:http://library.usu.ac.id/download/fk/penysaraf-aldi2.pdf
11. Avilable from: URL:http://etd.eprints.ums.ac.id/6600/1/J100060009.pdf

28

Anda mungkin juga menyukai