PENDAHULUAN
Defenisi
Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau edema akibat
dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan, bahkan
setelah 24 jam post partum.
Sebelumnya, edema termasuk ke dalam salah satu kriteria diagnosis preeklampsia,
namun sekarang tidak lagi dimasukkan ke dalam kriteria diagnosis, karena pada wanita
hamil umum ditemukan adanya edema, terutama di tungkai, karena adanya stasis
pembuluh darah.
Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Kenaikan
tekanan sistolik > 30 mmHg dari nilai normal atau mencapai 140 mmHg, atau kenaikan
tekanan diastolik > 15 mmHg atau mencapai 90 mmHg dapat membantu ditegakkannya
diagnosis hipertensi. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak
waktu 6 jam pada keadaan istirahat.
Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam yang kadarnya
melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1
gram/liter atau lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang
diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya proteinuria timbul lebih
lambat, sehingga harus dianggap sebagai tanda yang serius.
Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis pre-eklampsia, namun
adanya penumpukan cairan secara umum dan berlebihan di jaringan tubuh harus teteap
diwaspadai. Edema dapat menyebabkan kenaikan berat badan tubuh. Normalnya, wanita
hamil mengalami kenaikan berat badan sekitar 0.5 kg per minggu. Apabila kenaikan berat
badannya lebih dari normal, perlu dicurigai timbulnya pre-eklampsia.
Preeklampsia pada perkembangannya dapat berkembang menjadi eklampsia, yang
ditandai dengan timbulnya kejang atau konvulsi. Eklampsia dapat menyebabkan
terjadinya DIC (Disseminated intravascular coagulation) yang menyebabkan jejas iskemi
pada berbagai organ, sehingga eklampsia dapat berakibat fatal.
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau
edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
Epidemiologi
Angka kejadian preeklampsia eklampsia berkisar antara 2% dan 10% dari
kehamilan di seluruh dunia. Kejadian preeklampsia merupakan penanda awal dari
kejadian eklampsia, dan diperkirakan kejadian preeklampsia menjadi lebih tinggi di
negara berkembang. Angka kejadian preeklampsia di negara berkembang, seperti di
negara Amerika Utara dan Eropa adalah sama dan diperkirakan sekitar 5-7 kasus per
10.000 kelahiran.
Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini merupakan
bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian nomor dua di Indonesia
bagi ibu hamil, sedangkan no.1 penyebab kematian ibu di Indonesia adalah akibat
perdarahan.
Etiologi/Faktor resiko
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,
sehingga penyakit ini disebut dengan The Diseases of Theorie. Beberapa faktor yang
berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah :
1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan terjadinya
Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini
didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik
setelah plasenta lahir.
2. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan
pertama pembentukan Blocking Antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap
Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan berikutnya, pembentukan Blocking
Antibodies akan lebih banyak akibat respon imunitas pada kehamilan sebelumnya,
seperti respons imunisasi.
3. Faktor Hormonal
Patofisiologi
Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi perubahan
dan gangguan vaskuler dan hemostatis.
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik
uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat
dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.9
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi penurunan
kadar 1 -25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan
absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada
janin, terjadi perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon
(PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi
kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar
kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah.
Teori
vasospasme
dan
respons
vasopresor
yang
meningkat
menyatakan
Hati
Terjadi
peningkatan
aktifitas
enzim-enzim
hati
pada
pre-eklampsia,
yang
2.
3.
karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen dan
nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin sampai
hipoksia dan kematian janin.
Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan
laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi 2
golongan yaitu :
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a) Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat
tekanan darah normal.
b) Proteinuria kuantitatif 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter
atau midstearm.
f)
Trombositopeni
Penatalaksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia berat
selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan
medisinal.
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan
medisinal.
Perawatan Aktif
Perawatan aktif yang dilakukan, yaitu :
a. Indikasi
-
Keadaan Ibu:
Keadaan Janin
b. Pengobatan Medisinal
-
Segera MRS.
Antasida.
Obat-obatan :
Anti kejang:
i.
Diazepam
Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak
dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam.
Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada perbaikan, rawat di ruang ICU.
iii.
Diuretika
Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka, serta kelainan fungsi ginjal. Diberikan
furosemid injeksi (Lasix 40mg/im).
iv.
Anti hipertensi
Indikasi pemberian antihipertensi bila TD sistolik >160 mmHg diastolik > 110
mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis < 105 mmHg (bukan
kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta. Dosis
antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
-
v.
Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi
cepat dengan cedilanid.
vi.
Lain-lain :
-
Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat dibantu
dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM.
c. Pengobatan obstetrik
Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :
i.
Induksi persalinan :
-
amniotomi
tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart
monitoring.
ii.
Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau adanya
kontraindikasi tetesan oksitosin.
Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.
ii.
Fase aktif :
-
Amniotomi saja
Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan
seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).
Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan
vakum ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurangkurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medisinal. Pada kehamilan <37
minggu; bila keadaan memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi
paru janin dengan memberikan kortikosteroid.
2. Perawatan Konservatif
a. Indikasi perawatan konservatif
-
b. Pengobatan medisinal :
c. Pengobatan obstetri :
-
MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia ringan,
selambat-lambatnya dalam 24 jam.
Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan konservatif
gagal dan harus diterminasi.
Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu MgSO4
20% 2 gram intravenous.
Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan : penderita
dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan lama
perawatan 1-2 minggu).