Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
Defenisi
Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau edema akibat
dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan, bahkan
setelah 24 jam post partum.
Sebelumnya, edema termasuk ke dalam salah satu kriteria diagnosis preeklampsia,
namun sekarang tidak lagi dimasukkan ke dalam kriteria diagnosis, karena pada wanita
hamil umum ditemukan adanya edema, terutama di tungkai, karena adanya stasis
pembuluh darah.
Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Kenaikan
tekanan sistolik > 30 mmHg dari nilai normal atau mencapai 140 mmHg, atau kenaikan
tekanan diastolik > 15 mmHg atau mencapai 90 mmHg dapat membantu ditegakkannya
diagnosis hipertensi. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak
waktu 6 jam pada keadaan istirahat.
Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam yang kadarnya
melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1
gram/liter atau lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang
diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya proteinuria timbul lebih
lambat, sehingga harus dianggap sebagai tanda yang serius.
Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis pre-eklampsia, namun
adanya penumpukan cairan secara umum dan berlebihan di jaringan tubuh harus teteap
diwaspadai. Edema dapat menyebabkan kenaikan berat badan tubuh. Normalnya, wanita
hamil mengalami kenaikan berat badan sekitar 0.5 kg per minggu. Apabila kenaikan berat
badannya lebih dari normal, perlu dicurigai timbulnya pre-eklampsia.
Preeklampsia pada perkembangannya dapat berkembang menjadi eklampsia, yang
ditandai dengan timbulnya kejang atau konvulsi. Eklampsia dapat menyebabkan
terjadinya DIC (Disseminated intravascular coagulation) yang menyebabkan jejas iskemi
pada berbagai organ, sehingga eklampsia dapat berakibat fatal.
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau
edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

Epidemiologi
Angka kejadian preeklampsia eklampsia berkisar antara 2% dan 10% dari
kehamilan di seluruh dunia. Kejadian preeklampsia merupakan penanda awal dari
kejadian eklampsia, dan diperkirakan kejadian preeklampsia menjadi lebih tinggi di
negara berkembang. Angka kejadian preeklampsia di negara berkembang, seperti di
negara Amerika Utara dan Eropa adalah sama dan diperkirakan sekitar 5-7 kasus per
10.000 kelahiran.
Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini merupakan
bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian nomor dua di Indonesia
bagi ibu hamil, sedangkan no.1 penyebab kematian ibu di Indonesia adalah akibat
perdarahan.
Etiologi/Faktor resiko
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,
sehingga penyakit ini disebut dengan The Diseases of Theorie. Beberapa faktor yang
berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah :
1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan terjadinya
Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini
didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik
setelah plasenta lahir.
2. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan
pertama pembentukan Blocking Antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap
Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan berikutnya, pembentukan Blocking
Antibodies akan lebih banyak akibat respon imunitas pada kehamilan sebelumnya,
seperti respons imunisasi.

3. Faktor Hormonal

Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron antagonis,


sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang menyebabkan retensi air
dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.
4. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat
diturunkan melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang menunjukkan peran
faktor genetik pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia
pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.
c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak dan
cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan bukan pada ipar
mereka.
5. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua.
Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada wanita
hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten
6. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam lemak
essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan
menyebabkan Loss Angiotensin Refraktoriness yang memicu terjadinya
preeklampsia.
7. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga
terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal
meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti
trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi
deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan
serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

Patofisiologi

Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi perubahan
dan gangguan vaskuler dan hemostatis.
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik
uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat
dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.9
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi penurunan
kadar 1 -25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan
absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada
janin, terjadi perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon
(PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi
kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar
kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah.
Teori

vasospasme

dan

respons

vasopresor

yang

meningkat

menyatakan

prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler. Penurunan sintesis


prostaglandin dan peningkatan pemecahannya akan meningkatkan kepekaan vaskuler
terhadap Angiotensin II. Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang
resistensinya terhadap efek vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme.
Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan hambatan
aliran darah yang menyebabkan tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan
pembuluh darah karena gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia
dan kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin 1
yang merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar sel
endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit dan fibrinogen
tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke berbagai sistem
organ.
Fungsi organ-organ lain
Otak
Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-eklampsia terjadi
spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan suplai oksigen otak sampai 20%.
Spasme menyebabkan hipertensi serebral, faktor penting terjadinya perdarahan otak dan
kejang / eklampsia.

Hati
Terjadi

peningkatan

aktifitas

enzim-enzim

hati

pada

pre-eklampsia,

yang

berhubungan dengan beratnya penyakit.


Ginjal
Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi glomerulus
berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia, sampai nekrosis tubular akut
dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga
peningkatan pengeluaran protein (sindroma nefrotik pada kehamilan).4
Sirkulasi uterus , koriodsidua
Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi yang
terpenting pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil akhir
kehamilan.
1.

Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara massa


plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang.

2.

hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang


mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan
kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron)
sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi.

3.

karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen dan
nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin sampai
hipoksia dan kematian janin.
Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan
laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi 2
golongan yaitu :
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a) Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat
tekanan darah normal.
b) Proteinuria kuantitatif 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter
atau midstearm.

Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:


a)

Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

b) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+


c)

Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.

d) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.


e)

Terdapat edema paru dan sianosis

f)

Trombositopeni

g) Gangguan fungsi hati


h) Pertumbuhan janin terhambat
Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, yaitu :
1. Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
2. Hipofibrinogenemia
3. Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati
pada penderita pre-eklampsia.
4. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
5. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi. Perdarahan pada
retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang menunjukkan adanya
apopleksia serebri.
6. Edema paru
7. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol umum.
Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.
8. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
9. Prematuritas
10. Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma
sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi
anuria atau gagal ginjal.
11. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah mencapai
tahap eklampsia.

Penatalaksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia berat
selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan
medisinal.
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan
medisinal.
Perawatan Aktif
Perawatan aktif yang dilakukan, yaitu :
a. Indikasi
-

Keadaan Ibu:

Kehamilan aterm ( > 37 minggu)


Adanya gejala-gejala impending eklampsia
Perawatan konservatif gagal ( 6 jam setelah pengobatan medisinal terjadi kenaikan TD, 24
jam setelah pengobatan medisinal gejala tidak berubah)
Adanya Sindrom Hellp
-

Keadaan Janin

Adanya tanda-tanda gawat janin

Adanya pertmbuhan janin terhambat dalam rahim

b. Pengobatan Medisinal
-

Segera MRS.

Tirah baring miring ke satu sisi.

Infus D5 : RL 2:1 (60-125 ml/jam)

Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.

Antasida.

Obat-obatan :
Anti kejang:
i.

Sulfas Magnesikus (MgSO4)


Syarat-syarat pemberian MgSO4

a) Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10%


dalam 10 cc) diberikan I.V pelan dalam 3 menit.
b) Refleks patella positif kuat
c) Frekuensi pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress pernafasan (-)
d) Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).
Cara Pemberian:
a) Jika ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV + IM, jika tidak
ada, dosis awal cukup IM saja. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 %
dalam 20 cc) selama 4 menit (1 gr/menit) atau kemasan 20% dalam 25 cc
larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di bokong kiri dan
4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang
3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang
tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
b) Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis awal, dosis ulangan
4 gram MgSO4 40% diberikan secara intramuskuler setiap 6 jam, bergiliran
pada bokong kanan/kiri dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
Penghentian MgSO4 :
1. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks
fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan
dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot
pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah
4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter.
Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15
mEq/liter terjadi kematian jantung.
2. Setelah 24 jam pasca persalinan
3. 6 jam pasca persalinan normotensif, selanjutnya dengan luminal 3x30-60
mg
Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat
a) Hentikan pemberian magnesium sulfat
b) Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV
dalam waktu 3 menit.
c) Berikan oksigen.
d) Lakukan pernapasan buatan.
ii.

Diazepam

Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak
dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam.
Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada perbaikan, rawat di ruang ICU.
iii.

Diuretika
Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka, serta kelainan fungsi ginjal. Diberikan
furosemid injeksi (Lasix 40mg/im).

iv.

Anti hipertensi
Indikasi pemberian antihipertensi bila TD sistolik >160 mmHg diastolik > 110
mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis < 105 mmHg (bukan
kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta. Dosis
antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
-

Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat


antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres (clonidine) injeksi 1
ampul = 0,15 mg/ml 1 amp + 10 ml NaCl flash/ aquades masukkan 5 ml IV
pelan 5 mnt, 5 mnt kemudian TD diukur, tak turun berikan sisanya (5ml
pelan IV 5 mnt). Pemberian dapat diulang tiap 4 jam sampai TD
normotensif.

Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet


antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah nifedipin
yang diberikan 4 x 10 mg sampai diastolik 90-100 mmHg

v.

Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi
cepat dengan cedilanid.

vi.

Lain-lain :
-

Konsul bagian penyakit dalam / jantung, dan mata

Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat dibantu
dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM.

Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV/hari.

Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus.


Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2
jam sebelum janin lahir.

Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari.


Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm)

c. Pengobatan obstetrik
Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :
i.

Induksi persalinan :
-

amniotomi

tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart
monitoring.

ii.

Seksio sesaria bila :


-

Fetal assesment jelek

Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau adanya
kontraindikasi tetesan oksitosin.

12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif.

Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio


sesaria.

Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu :


Kala I
i.

Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.

ii.

Fase aktif :
-

Amniotomi saja

Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan
seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).

Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan
vakum ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurangkurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medisinal. Pada kehamilan <37
minggu; bila keadaan memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi
paru janin dengan memberikan kortikosteroid.
2. Perawatan Konservatif
a. Indikasi perawatan konservatif
-

bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu

tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia

keadaan janin baik.

b. Pengobatan medisinal :

Awal diberikan 8 g SM 40% IM bokong kanan- bokong kiri dilanjutkan dengan 4


g IM setiap 6 jam

Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam

Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka pengobatan diteruskan


sbb : beri tablet luminal 3 x 30 mg/p.o

Anti hipertensi oral bila TD masih > 160/110 mmHg.

c. Pengobatan obstetri :
-

Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan


aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.

MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia ringan,
selambat-lambatnya dalam 24 jam.

Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan konservatif
gagal dan harus diterminasi.

Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu MgSO4
20% 2 gram intravenous.

d. Penderita dipulangkan bila :


-

Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan telah


dirawat selama 3 hari.

Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan : penderita
dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan lama
perawatan 1-2 minggu).

Anda mungkin juga menyukai