Anda di halaman 1dari 11

RANGKUMAN TBR

Clinical Neurology Robert J. Joynt : Bab 1, Hal 9-12, Anamnesis dan Pemeriksaan Neurologis

Latar Belakang Fungsi sensorik tubuh manusia berfungsi untuk menghubungkan manusia
dengan dunia luar. Setiap reseptor pada sistem sensorik memiliki fungsi sesuai
modalitas sensoriknya, seperti sensasi nyeri, suhu, raba, dan propioseptif. Keluhan
terkait gangguan sistem sensorik yang dialami pasien bersifat subjektif, sehingga
pemeriksaan sistem sensorik sangat diperlukan untuk mengurangi unsur subjektivitas
ini. Pemeriksaan sistem sensorik dilakukan sebagai penapisan gangguan sistem
sensorik dan bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut serta mengonfirmasi keluhan
gangguan sensorik yang didapat dari anamnesis pasien. Dalam praktiknya, akurasi
hasil pemeriksaan sensorik bergantung salah satunya pada teknik pemeriksaan. Teknik
pemeriksaan yang kurang tepat akan memberikan hasil yang kurang akurat
Aksis Aksis serebrospinal terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer yang melibatkan
Serebrospinal otak dan medulla spinalis.
a. Sistem Saraf Pusat  meliputi otak dan medulla spinalis
 Otak
Otak memiliki empat bagian: serebrum (otak besar), diensefalon
batang otak (brainstem), dan serebelum (otak kecil). Hemisfer serebri berisi
massa jaringan otak yang terbesar. Setiap hemisfer dibagi lagi menjadi lobus
frontalis, parietalis, temporalis, dan oksipitalis. Kesadaran kita bergantung
pada interaksi antara kedua hemisfer serebri yang intak dan struktur penting
di dalam diensefalon serta batang otak bagian atas, yaitu sistem pengaktifan
(pembangkitan) retikular.
Serebelum (otak kecil) yang berada pada dasar otak, mengoordinasikan
semua gerakan dan membantu mempertahankan agar tubuh kita tetap tegak
dalam ruang.

 Medula spinalis
Medula spinalis merupakan massa jaringan saraf berbentuk silinder
yang ter- selubung di dalam tulang kolumna vertebra; struktur ini
membentang dari medula oblongata hingga vertebra lumbalis pertama atau
kedua. Massa ja- ringan saraf tersebut berisi lintasan saraf motorik dan
sensorik yang penting yang berjalan keluar dan masuk medula spinalis
melalui radiks saraf anterior serta posterior dan saraf spinal serta perifer.
Medula spinalis juga memper- antarai aktivitas refleks pada refleks tendon
dalam (atau refleks saraf spinal).
Medula spinalis dibagi menjadi lima segmen: servikal (C1-8), torakal (T1-
12), lumbal (L1-5), sakral (S1-5), dan koksigeal.

b. Sistem saraf perifer


 Nervus Kranialis
Kedua belas pasang serabut saraf khusus yang dinamakan nervus kranialis
muncul dari dalam tengkorak atau kranium.

 Nervus Perifer  Serabut saraf yang membawa impuls dari dan ke medula
spinalis.
Terdiri dari 31 pasang yang melekat pada medula spinalis, yakni:
o 8 pasang saraf servikal
o 12 pasang saraf torakal
o 5 pasang saraf lumbal,
o 5 pasang saraf sakral, dan
o 1 pasang saraf koksigeal.
Setiap saraf memiliki radiks anterior (ventralis) yang mengandung serabut
saraf motorik dan radiks posterior (dorsalis) yang mengandung serabut saraf
sensorik

Lintasan Motorik
Lintasan motorik berisi upper motor neuron, sinaps dalam batang otak atau medula
spinalis, dan lower motor neuron.
Lower motor neuron  badan sel saraf di dalam medula spinalis yang dinamakan sel-
sel kornu anterior; aksonnya mentransmisikan impuls melewati radiks anterior serta saraf
spinal ke saraf tepi dan kemudian berakhir pada neuromuscular junction.
Upper motor neuron  badan sel saraf berada di dalam daerah motorik pada korteks
serebri dan beberapa nukleus pada batang otak; akson sel saraf ini bersinaps dengan
nukleus motorik dalam batang otak (untuk nervus kranialis) dan dalam medula spinalis
(untuk saraf tepi).
Lintasan motorik utama terdiri dari :
1. Traktus kortikospinalis (piramidalis).

a. memperantarai gerakan volunter dan mengintegrasikan gerakan yang


terampil, rumit, atau halus dengan menstimulasi kerja otot tertentu serta
menghambat kerja otot lain.

b. Jaras saraf ini juga membawa impuls yang menghambat tonus otot, yaitu
tegangan (tension) ringan yang dipertahankan oleh otot – pada keadaan
normal bahkan saat otot tersebut berada dalam keadaan rilek

2. Sistem ganglia basalis

a. Ganglia basalis membantu mempertahankan tonus otot dan mengendalikan


gerakan tubuh, khususnya gerakan otomatis nyata seperti berjalan.

3. Sistem serebelar

a. mengoordinasikan akivitas motorik, mempertahankan keseimbangan, serta


membantu pengendalian postur tubuh.

Lintasan Sensorik
• Selain berperan dalam aktivitas refleks, serabut sensorik mengurus fungsi sensasi
seperti nyeri, suhu, posisi dan sentuhan (raba) -- berjalan melalui saraf tepi serta
radiks posterior dan kemudian masuk ke dalam medula spinalis.

• Dari medula spinalis, impuls sensorik akan mencapai korteks sensorik otak melalui
salah satu dari dua lintasan: traktus spinotalamikus atau kolumna posterior.
Serabut saraf yang menghantarkan impuls untuk Posisi serta Getaran (vibrasi) akan
berjalan langsung ke dalam kolumna posterior medula spinalis, kemudian ke atas ke dalam
medula oblongata bersama-sama dengan serabut saraf yang mentransmisikan impuls untuk
raba halus, yaitu sentuhan yang lokasinya dapat ditentukan secara akurat dan bisa
dibedakan dengan halus. Serabut-serabut saraf ini bersinaps dalam medula oblongata
dengan neuron sensorik sekunder. Serabut-serabut yang diproyeksikan dari neuron
sekunder tersebut akan menyilang ke sisi yang berlawanan pada level medula oblongata
untuk kemudian meneruskan perjalanannya sampai ke thalamus.
Pada level talamus akan dipersepsikan kualitas sensasi yang umum (mlsalnya, rasa
nyeri, dingin, perasaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan), tetapi pembedaan
yang halus tidak dapat dilakukan. Untuk mendapatkan persepsi yang lengkap, kelompok
neuron sensorik yang ketiga akan mengirimkan impuls dari talamus ke korteks sensorik
dalam otak. Di sini semua stimulus akan dilokalisasi dan kemudian dilakukan pembedaan
di antara stimulus-stimulus tersebut.

Lesi pada Aksis Lesi pada aksis serebrospinal adalah area jaringan yang telah rusak karena cedera
Serebrospinal atau penyaki di dalam otak. Lesi ini dapat berkisar dari kecil hingga besar, dari sedikit
hingga banyak, dari yang relatif tidak berbahaya hingga mengancam jiwa. Pada lesi pada
batang otak dan medulla spinalis (aksis serebrospinal), distribusi manifesteasi anestesia
lebih bersifat segmental daripada peripheral. Letak lesi yang terkena dapat ditentukan
dengan marker-marker seperti: (1) garis interaural atau garis yang menghubungkan vortex
dan mental membentuk batas antara area yang dipersarafi oleh nervus trigeminal dan area
yang dipersarafi oleh segmen servikal kedua, (2) segmen servikal lima dan enam
menginervasi sisi radial dari lengan dan tangan, (3) segmen servikal delapan dan segmen
torakal satu mempersarafi sisi ulnar dari lengan dan tangan, (4) segmen torakal empat
mempersarafi daerah mammae, (5) segmen torakal sepuluh mempersarafi daerah umbilicus,
(6) segmen torakal dua belas dan lumbal satu mempersarafi daerah inguinal dan sisi
anterior kaki, (7) segmen sacral satu dan dua mempersarafi telapak kaki dan sisi posterior
kaki dan paha, dan (8) segmen sakral empat dan lima mempersarafi area perianal.

Gambar 3. Distribusi Kulit dari Nervus Perifer pada Bagian Posterior Tubuh

Gambar 4. Inervasi Segmental pada Ekstremitas Superior


Gambar 5. Inervasi Segmental pada Ekstremitas Inferior
Gambar 6. Inervasi Segmental pada Anterior dan Inferior dari seluruh badan
Lesi pada aksis serebrospinal dapat disebabkan oleh cedera, infeksi, paparan bahan kimia
tertentu, masalah dengan sistem kekebalan tubuh, dan banyak lagi. Biasanya, penyebabnya
tidak diketahui.
Pada hysteria (conversion reaction), terdapat perubahan pada persepsi sensoris dimana
letak manifestasinya tidak sesuai dengan distribusi saraf yang sebenarnya dan dapat
dipengaruhi oleh suatu sugesti. Akibatnya, anestesia dapat dirasakan meluas ke garis tengah
atau bahkan melebihinya dan perubahan lain yang tidak sesuai dengan saraf perifer, radiks,
atau inervasi segmental seperti yang terjadi pada glove and stocking anesthesia. Hal ini
mengindikasikan terdapat perubahan histerikal. Batas antara area anestesia dengan yang
normal dapat jelas teridentifikasi, namun dapat berubah-rubah dari pemeriksaan pertama ke
pemeriksaan selanjutnya. Walaupun terdapat anestesia, individu dengan hysteria dapat
mengidentifikasi objek yang diletakkan pada tangannya dan dapat melakukan gerakan
motorik kasar maupun halus. Sensasi postural masih baik walaupun dapat terjadi perubahan
pada sensasi getar pada garis tengah seperti pada tulang kepala dan sternum, sehingga dapat
menunjukkan bahwa kondisi tersebut tidak disebabkan oleh penyebab organic.
Berikut adalah berbagai lesi pada otak:
1. Abses
Abses otak adalah area infeksi, termasuk nanah dan jaringan yang meradang.
Mereka tidak umum, tetapi mereka mengancam jiwa. Abses otak sering terjadi
setelah infeksi, biasanya di area terdekat, seperti infeksi telinga, sinus, atau gigi. Hal
ini juga dapat muncul setelah cedera atau operasi pada tengkorak.
2. Malformasi arteriovenosa (AVM)
AVM adalah jenis lesi otak yang terjadi selama perkembangan awal. Arteri dan
vena di otak tumbuh menjadi kusut dan dihubungkan oleh struktur seperti tabung
yang disebut fistula. Arteri tidak sekuat arteri normal. Vena sering membesar karena
aliran darah yang konstan langsung dari arteri melalui fistula ke vena. Pembuluh
yang rapuh ini bisa pecah, membocorkan darah ke otak. Selain itu, jaringan otak
mungkin tidak menerima cukup darah untuk berfungsi dengan baik. Kerusakan otak
dapat menyebabkan kejang sebagai gejala pertama AVM.
3. Infark serebral
Infark mengacu pada kematian jaringan. Infark serebral, atau stroke, adalah lesi otak
di mana sekelompok sel otak mati ketika mereka tidak mendapatkan cukup darah
4. Tumor
Tumor adalah gumpalan sel yang tumbuh secara tidak normal dari jaringan normal.
Beberapa tumor di otak tidak bersifat kanker, atau jinak. Lainnya bersifat kanker.
Mereka mungkin mulai di otak, atau mereka mungkin menyebar dari tempat lain di
tubuh (metastasis).
Metode yang digunakan untuk menemukan dan mendiagnosis lesi otak tergantung pada
gejalanya. Dalam banyak kasus, studi pencitraan CT dan MRI membantu menentukan
lokasi, ukuran, dan karakteristik lesi. Tes darah dan laboratorium lainnya juga dapat
dilakukan untuk mencari tanda-tanda infeksi.

Sensasi Sensasi propioseptif adalah sensasi yang muncul dari jaringan tubuh yang lebih dalam,
Propioseptif yaitu dari otot, ligament, tulang, tendon, dan persendian. Kinestesia merupakan kondisi
dimana seseorang dapat merasakan sensasi pergerakan dan lokasi otot. Batiestesia
merupakan sensibilitas dalam, berasal dari otot dan persendian. Miestesia adalah sensasi
otot atau sensibilitas yang berasal dari otot.
Pada anamnesis dalam menilai sensasi proprioseptif, dapat dilakukan sebagai berikut:
A. Anamnesis
1. Riwayat penyakit sekarang
a. Keluhan Utama, yaitu apa yang dikeluhkan pasien yang membawahnya
datang memeriksakan diri. Keluhan dapat berupa:
 kesemutan atau baal (parestesi)
 rangsang yang tidak nyeri dirasakan sebagai nyeri
(disestesi/painful parestesi)
 kurang peka (hipestesi)
 terlalu peka (hiperestesi)
 gangguan keseimbangan dan gait (gaya berjalan)
 modalitas sensorik normal tetapi tidak bias mengenal benda
pada perabaan tangan (astereognosis)
 lain-lain.
b. Onset, yaitu kapan timbulnya keluhan.
c. Lokasi keluhan.
Keluhan positif semacam parestesi, disestesi dan nyeri biasanya dapat
dilokalisir, tetapi gejala-gejala negative seperti hipestesi dan anogsia
sulit dilokalisir.
d. Sifat keluhan.
Penderita diminta menggambarkan sifat keluhan. Pada keluhan nyeri
perlu juga diketahui derajat rasa nyeri yang timbul.
e. Kejadian-kejadian tertentu yang berkaitan.
Apakah ada kejadian-kejadian yang memicu terjadinya keluhan.
Misalnya pada HNP, penderita merasakan ischialgia pada waktu
mengangkat benda berat, dan nyeri meningkat pada keadaankeadaan
yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, misalnya batuk,
mengejan, bersin), dan lain-lain.
f. Kelainan neurologis yang menyertai.
Dapat berupa kelemahan/gangguan motorik, gangguan bahasa, kejang,
gangguan defekasi dan miksi, dan gangguan saraf otonom.
2. Riwayat penyakit dahulu
3. Riwayat penyakit keluarga
4. Riwayat sosial ekonomi

Pemeriksaan sensasi proprioseptif meliputi:


1. Pemeriksaan vibrasi
2. Pemeriksaan sensasi nyeri tekan dalam
3. Pemeriksaan sensasi gerak dan posisi

Kesimpulan Pemeriksaan sensibilitas dapat menentukan letak lesi dengan mengetahui letak
persarafan yang terlibat. Sensasi propioseptif terdiri dari sensasi gerak dan posisi, sensasi
getaran, sensasi tekanan, dan sensasi nyeri profunda. Sensasi gerak dan posisi dapat
diperiksa dengan memposisikan anggota tubuh pasien secara pasif dengan mata pasien
tertutup. Sensasi getaran diperiksa menggunakan garpu tala yang digetarkan dan diletakkan
pada penonjolan-penonjolan tulang. Sensasi tekanan diperiksa dengan menekankan jari atau
objek tumpul hingga jaringan subkutan (otot, tendon, dan saraf). Sedangkan sensasi nyeri
profunda diperiksa dengan mencubit otot atau tendon maupun penekanan pada saraf.
Sensasi kombinasi merupakan suatu sensasi yang membutuhkan komponen kortikal.
Pemeriksaan sensasi ini terdiri dari pemeriksaan stereognosis, pemeriksaan barognosis,
pemeriksaan topognosis, pemeriksaan graphestesia, dan diskriminasi dua titik,

Anda mungkin juga menyukai