Anda di halaman 1dari 35

SKENARIO 3

SAKIT KEPALA MENAHUN

Perempuan 35 tahun berkonsutasi dengan dokter keluarga dengan keluhan sakit


kepala berulang sejak 2 tahun lalu. Sakit kepala seperti tertimpa beban berat dan nyeri
pada tengkuknya. Sakit kepala ini disertai dengan insomnia. Sakit kepala berawal
sejak pasien diceraikan oleh suaminya 2 tahun yang lalu dan harus berpisah dari
kedua anaknya. Oleh dokter pasien disarankan untuk berkonsultasi lebih lanjut ke
neurolog dan psikiater. Neurolog mengatakan bahwa pasien mengalami nyeri kepala
tipe tegang,sedangkan psikiater menyimpulkan bahwa pasien mengalami nyeri
somatoform (psikogenik). Walaupun ia sudah bercerai,tapi ia tetap bertanggung jawab
untuk membimbing anaknya sesuai dengan prinsip keluarga sakinah, mawaddah,
warrahmah.

1
PBL Langkah 1

A. Kata-kata sulit :
1. Somatoform : Nyeri yang diakibatkan rangsangan psikis dan tanpa ada
etiologi medis
2. Insomnia : Gangguan waktu tidur
3. Nyeri kepala tipe tegang : Manifestasi dari reaksi tubuh terhadap stress,
depresi dan cemas. Sensasi nyeri/rasa tidak nyaman didaerah kepala yang
berhubungan dengan ketegangan otot

B. Finding Problem
1. Penyebab nyeri somatoform ?
2. Macam-macam tipe nyeri kepala ?
3. Apa hubungan nyeri kepala tipe tegang dengan nyeri somatoform ?
4. Apa hubungan sakit kepala dengan insomnia ?
5. Apa yang membuat dokter mendiagnosis nyeri kepala tipe tegang ?
6. Mengapa pasien mengeluh nyeri pada tengkuk ?
7. Megapa dokter menyarankan pasien harus ke psikiater dan neurologis ?
8. Apakah sistem sensorik yang menyampaikan rasa nyeri ?
9. Mengapa stress bisa menyebabkan sakit kepala ?
10. Apakah hukum islam yang mengatur tentang perceraian ?
11. Adakah hal-hal yang memperberat atau memperingan sakit kepala ?
12. Apa penanganan untuk nyeri kepala tipe tegang ?

C. Brain Storming
1) Karena terdapat gangguan psikis
2) Nyeri kepala terbagi 2
 Primer : migraine, tth, cluster headache
 Sekunder : akibat infeksi, trauma, tumor
3) Nyeri kepala tipe tegang disebabkan oleh nyeri somatoform
4) Karena sakit kepala jadinya susah tidur
5) Gejala tth : bilateral, nyeri ringan-sedang, tumpul seperti diikat, lokasinya
dikulit kepala sampai ke belakang leher, tidak disertai mual dan muntah
6) Karena pada manifestasinya di occipital atau belakang leher
7) Karena pada kelainan fisik setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut tidak
ditemukan kelainan jadinya dirujuk
8) Spinotalamicus lateral
9) Ketika stress ada hormone yang keluar yang memicu vasokontriksi pembulu
darah
10) Memperbolehkan tetapi Allah tidak menyukainya
11) - Memperberat : stress, depresi, cemas, makanan dan minuman
-Memperingan : mengurangi factor yang memicu stress, aktivitas bisa
dikurangi, istirahat
12) NSAID, anti depresan, muscle relaxan

2
D. Hipotesis
Terdapat factor pencetus seperti stress, depresi, cemas, maupun makanan dan
minuman yang bisa menyebakan nyeri kepala. Nyeri kepala sendiri bisa terbagi
dua yaitu tension type headache dan nyeri somatoform. Lalu dokter memberikan
tatalaksana baik medikamentosa (NSAID, anti depresi) dan non medikamentosa
(terapi keluarga, dll).

3
Sasaran Belajar

LI 1 Memahami dan Menjelaskan tentang Penghantaran fisiologis nyeri


1.1 Memahami dan Menjelaskan Jaras spesifik nyeri
1.2 Memahami dan Menjelaskan Mekanisme penghantaran nyeri

LI 2 Memahami dan Menjelaskan Nyeri Kepala


2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Nyeri Kepala
2.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Nyeri Kepala
2.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Nyeri Kepala
2.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Nyeri Kepala
2.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Nyeri Kepala
2.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Nyeri Kepala
2.7 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Nyeri Kepala
2.8 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Nyeri Kepala
2.9 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Nyeri Kepala
2.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Nyeri Kepala

LI 3 Memahami dan Menjelaskan Nyeri Somatoform


3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Nyeri Somatoform
3.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Nyeri Somatoform
3.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Nyeri Somatoform
3.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Nyeri Somatoform
3.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Nyeri Somatoform
3.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Nyeri
Somatoform
3.7 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Nyeri Somatoform
3.8 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Nyeri Somatoform
3.9 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Nyeri Somatoform
3.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Nyeri Somatoform

LI 4 Memahami dan Menjelaskan keluarga sakkinah,mawaddah,warrahmah.

4
LI 1 Memahami dan Menjelaskan tentang Penghantaran Fisiologis Nyeri
1.1 Memahami dan Menjelaskan Jaras spesifik nyeri
Neuroanatomi Nyeri
Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E, 2007). Ketika suatu
jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan-
bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion
kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan
respon nyeri. Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti
pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri.

Sistem saraf manusia mengandung lebih dari 10 10 saraf atau neuron. Neuron
merupakan unit structural dan fungsional system saraf. Sel saraf terdiri dari badan
sel yang di dalamnya mempunyai inti sel, nukleus, mitokondria, retikulum
endoplasma, dadan golgi, di luarnya banyak terdapat dendrit, kemudian bagian
yang menjulur yang menempel pada badan sel yang di sebut akson. Dendrit
menyediakan daerah yang luas untuk hubungan dengan neuron lainnya. Dendrit
adalah serabut aferen karena menerima sinyal dari neuron-neuron lain dan
meneruskannya ke badan sel. Pada akson terdapat selubung mielin, nodus ranvier,
inti sel Schwan, butiran neurotransmiter

Akson dengan cabang-cabangnya (kolateral), adalah serabut eferen karena


membawa sinyal ke saraf-saraf otot dan sel-sel kelenjar. Akson akan berakhir
pada terminal saraf yang berisi vesikel-vesikel yang mengandung
neurotransmitter. Terminal inilah yang berhubungan dengan badan sel, dendrit
atau akson neuron berikutya.

a. Neuroanatomi sentuhan ringan dan tekanan


Nama jalan: Tractus Spinothalamicus Anterior
a) Pada medulla spinalis:
 Axon dari neuron orde pertama (ganglion spinalis) memasuki ujung
cornu posterior medulla spinalis dan bercabang dua : serabut yang naik
dan serabut yang turun. Sesudah memasuki satu atau dua segmen
medulla spinalis membentuk Tractus posterolateral (Lissaueri). Lalu
bersinaps dengan neuron orde kedua yang terletak pada kelompok sel
substantia gelatinosa cornu posterior substansia grissea.
 Axon dari neuron orde ke dua jalan menyilang pada comissura anterior
substansia grissea dan substansia alba, kemudian naik keatas pada sisi
anterolateral substantia alba sebagai tractus neurospinotalamicus
anterior.
b) Pada medulla oblongata : pada medulla oblongata tractus tersebut jalan
beriringan dengan tractus spinotalamicus lateralis dan tractus spinotectalis,
semuanya disebut Lesminicus Spinalis.
c) Pada pons, mesencephalon dan diencephalon : beriringan dengan
Lemniscus medialis untuk akhirnya bersinaps pada neuron orde ketiga
yaitu nucleus posterolateral dari kelompok ventral thalamus (bagian

5
kelompok nuclei lateralis thalamus) à disini tekanan dan sentuhan mulai
diinterpretasikan.
d) Pada cortex cerebri : axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus
posterior interna dan corona radiata berakhir pada gyrus poscentralis (area
brodmann 3,2,1) à menafsirkan sensasi sentuhan dan tekanan sehingga
timbul kesadaran akan sensasi tersebut.
(Stephen, 2007)
b. Neuroanatomi sensasi sakit dan suhu
Nama jalan: Tractus Spinothalamicus Lateralis
a) Pada medulla spinalis:
 Axon dari neuron orde pertama (ganglion spinalis) memasuki ujung
cornu posterior substansia grissea medulla spinalis dan segera
bercabang dua: serabut yang naik dan serabut yang turun. Sesudah
memasuki satu atau dua segmen medulla spinalis membentuk tractus
posterolateral (Lissaueri). Lalu bersinaps dengan neuron orde kedua
yang terletak pada kelompok sel substantia gelatinosa pada cornu
posterior. (Jurnalis, 2009)
 Axon dari neuron orde ke dua jalan menyilang pada comissura anterior
substansia grissea dan substansia alba, kemudian naik keatas pada sisi
kontralateral sebagai tractus neurospinotalamicus lateralis.
b) Pada medulla oblongata : pada medulla oblongata tractus tersebut terletak
pada dataran lateral antara nucleus olivarius inferius dengan nucleus
tractus spinalis N. Trigeminus. Disini bergabung dengan: tractus
spinotalamicus anterius, tractus spinotectalis. Ketiga tractus tersebut
disebut Lemnicus Spinalis.
c) Pada pons : lemniscus spinalis naik keatas dibagian belakang pons.
d) Pada mesencephalon: lemniscus spinalis jalan pada tegmentum, lateralis
dari lemniscus medialis.
e) Pada diencephalon : serabut saraf tractus spinotalamicus lateralis akan
bersinaps dengan neuron orde ketiga yaitu nucleus posterolateral dari
kelompok ventral thalamus (bagian dari nucleus lateralis thalamus) à
disinilah terjadi penilaian kadar sensasi sakit dan suhu juga reaksi emosi
mulai timbul.
f) Pada cortex cerebri : axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus
posterior interna dan corona radiata berakhir pada gyrus poscentralis (area
brodmann 3,2,1) à menafsirkan suhu dan sakit sehingga timbul kesadaran
akan sensasi tersebut. (Price, 2006)

Neurofisiologi Nyeri
Nociceptor diaktivasi oleh stimulus yang berpotensi untuk merusak sel jaringan.
Kerusakan jaringan tersebut dapat disebabkan oleh stimulasi mekanis yang kuat,
temperatur yang ekstrim, kekurangan oksigen, dan paparan oleh zat kimia. (Barry,
2007)
Sel-sel jaringan yang rusak tersebut dapat pula mengeluarkan substansi yang
mampu membuka channel ion pada membran nociceptor, seperti :

6
 Protease
Enzim pengurai protein ini dapat mengurai peptida kininogen yang berada di
extra selular sehingga terbentuklah bradikinin. Bradikinin ini kemudian akan
terikat dengan molekul reseptor spesifik untuk mengaktivasi konduksi ion
pada nociceptor.
 ATP
ATP dapat berikatan langsung dengan ATP Gated Ion Channel sehingga
terjadi depolarisasi pada nociceptor.
 K+
Peningkatan K+ extraselular berperan langsung pada depolarisasi membran
neuronal.

(Price, 2006)
Jenis Nociceptor
Transportasi stimulus nyeri terjadi pada ujung saraf bebas (FNE), yaitu serat C
tanpa myelin (unmyelinated C Fiber) dan serat Aδ myelin tipis Nociceptor terbagi
menjadi empat jenis, yaitu :
a. Polymodal Nociceptor : merespon terhadap stimulus mekanis, suhu, dan
kimia.
b. Mechanical Nociceptor : hanya merespon terhadap tekanan yang kuat.
c. Thermal Nociceptor : hanya merespon terhadap suhu panas atau dingin.
d. Chemical Nociceptor : merespon terhadap histamin dan zat kimia lainnya.
Serat C terkecil (kecepatan konduksi <0.5 m/s) merespon selektif terhadap
histamin dan mempersepsikan rasa gatal.

Hyperalgesia
Nociceptor biasanya hanya merespon saat terjadi stimulus yang cukup kuat
untuk merusak jaringan. Hiperalgesia adalah keadaan dimana kulit, sendi, atau
otot yang sudah terluka menjadi sangat sensitif terhadap stimulus. Sebagai
contoh, pada kulit yang sehat, rasa sentuhan tidak terasa sakit, namun pada kulit
yang melepuh rangsang tersebut terasa sakit.
Hiperalgesia dapat berupa penurunan ambang nyeri, peningkatan intensitas
stimulus nyeri, atau nyeri spontan. Hiperalgesia juga dibedakan menjadi dua,
yaitu :
a. Primer : hanya terjadi pada daerah jaringan yang terluka.
b. Sekunder : jaringan yang berada di sekitar jaringan yang terluka juga ikut
menjadi sensitif.

Beberapa zat kimia yang berperan dalam hiperalgesia:


 Bradikinin
Selain menghasilkan rasa nyeri, bradikinin juga menstimulasi perubahan
intracellular yang berlangsung lama, sehingga channel ion nociceptor menjadi
lebih sensitif.
 Prostaglandin

7
Prostaglandin tidak menyebabkan nyeri, melainkan meningkatkan sensitivitas
nociceptor lain.
 Substance P
Merupakan substansi yang dihasilkan oleh nociceptor sendiri. Aktivasi salah
satu cabang axon nociceptor dapat menyebabkan sekresi substance P di
cabang axon lainnya. Substance P menyebabkan vasodilatasi dan pelepasan
histamin oleh sel mast, sehingga dapat juga menyebabkan hiperalgesia
sekunder.

Aferen Primer dan Mekanisme Spinal


Terdapat dua jenis persepsi
nyeri, yaitu :
a. First pain : cepat dan tajam,
diaktivasi oleh serat Aδ
b. Secon pain : nyeri yang
mengikuti first pain dan
berlangsung lama,
diaktivasi serat C

Perhubungan spinalis axon nociceptif


Neurotransmitter nyeri diduga adalah glutamat, namun neuron-neuron juga
mengandung substance P pada axon terminalis. Transmisi sinaps yang
diperantarai oleh substance P dibutuhkan untuk menghasilkan rasa nyeri. (Barry,
2007)

Nyeri Alih (Referred Pain)


Merupakan fenomena dimana aktivasi nociceptor organ dalam (viseral)
dipersepsikan sebagai sensasi luar (cutaneus). Disebabkan karena axon
nociceptor dari organ dalam memiliki rute yang sama dengan nociceptor kutan
dalam memasuki corda spinalis, sehingga terjadilah pencampuran informasi dari
kedua input tersebut.

Rasa nyeri merupakan suatu mekanisme perlindungan, yang dicetuskan oleh


suatu kerusakan jaringan , yang akan memnyebabkan individu untuk bereaksi
memindahkan stimulus nyeri.

Rasa nyari dapat dibagi atas

• Rasa nyeri cepat = Rasa nyeri tertusuk, tajam, akut, dan tersetrum
• Rasa nyeri lambat = Rasa nyeri terbakar lambat, pegal, berdenyut, mual
dan kronik. Rasa nyeri ini umumnya dikaitkan dengan kerusakan jaringan.

8
LI 2 Memahami dan Menjelaskan Nyeri Kepala

2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Nyeri Kepala

Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang
berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit. Neurology and neurosurgery
illustrated Kenneth).

2.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Nyeri Kepala

Klasifikasi nyeri kepala menurut International Headache Society (HIS) membagi


nyeri kepala menjadi dua kategori utama.
 Nyeri kepala primer : migren, nyeri kepala tension, nyeri kepala cluster, nyeri
kepala yang tidak berhubungan lesi struktural.
 Nyeri kepala sekunder : nyeri kepala berhubungan dengan cedera kepala, gangguan
vaskuler, gangguan intrakranial non-vaskuler, infeksi non cephalic, gangguan
metabolik, gangguan tengkorak, leher, mata, hidung, gigi, mulut, atau struktur-
struktur wajah kranium, neuralgia cranialis, nyeri batang syaraf dan nyeri deafness.

Tension Type Headache (TTH)


Definisi nyeri kepala tipe tegang menurut kriteria Internatinal Headache Society (IHS)
adalah episode yang berulang dari nyeri kepala yang berlangsung bermenit menit
sampai berhari-hari. Nyerinya khas, menekan atau ketat dalam kualitas, ringan atau
sedang intensitasnya, umumnya bilateral lokasinya dan tidak memberat dengan
aktivitas fisik rutin, nausea biasanya tidak ada, tetapi fotofobi bisa ditemukan.
Istilah lain yang pernah digunakan untuk menyingkatkan gambaran klinis dari tension
headache adalah psychomyogenic headache, stress headache, ordinary headache,
idiopathic headache, dan psychogenic headache
TTH dibagi 2 macam:

1. Episodik , jika serangan yang terjadi kurang dari 1 hari perbulan (12 hari
dalam 1 tahun).
a. Nyeri kepala tipe tegang episodik disertai oleh gangguan otot perikranial.
b. Nyeri kepala tipe tegang episodik tidak disertai oleh gangguan otot perikranial

Ciri-ciri TTH episodik:


 Paling tidak terjadi 10 kali nyeri kepala yang memenuhi criteria berikut;
dimana nyeri kepala terjadi kurang dari 15 kali per bulan
 Nyeri kepala berdurasi sekitar 30 menit – 7 hari
 Paling tidak dua dari karakteristik nyeri berikut terpenuhi:
o kualitas nyeri menekan (nonpulsatil)
o intensitas ringan atau sedang
o lokasi bilateral
o Tidak diperberat dengan aktivitas fisik rutin
 Tidak ada mual atau muntah
 Tidak terjadi Fotofobia dan fonofobia atau hanya ada satu di antaranya
 tidak ada dugaan nyeri kepala tipe sekunder

9
2. Kronik, jika serangan minimal 15 hari perbulan selama paling sedikit 3 bulan
(180 hari dalam 1 tahun).
a. Short-duration, jika Serangan terjadi kurang dari 4 jam.
b. Long-duration, jika Serangan berlangsung lebih dari 4 jam.

Ciri-ciri TTH kronik:


 Frekuensi rata-rata nyeri kepala lebih dari 15 hari per bulan selama lebih dari
6 bulan dan memenuhi criteria berikut
 Paling tidak 2 dari karakteristik nyeri berikut terpenuhi
o kualitas nyeri menekan (nonpulsatil)
o intensitas ringan atau sedang
o lokasi bilateral
o Tidak diperberat dengan aktivitas fisik rutin
 Tidak ada mual atau muntah
 Tidak terjadi Fotofobia dan fonofobia atau hanya ada satu di antaranya
 tidak ada dugaan nyeri kepala tipe sekunder

Migren
Migren adalah nyeri kepala dengan serangan nyeri yang berlansung 4 ± 72 jam.
Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat
dan diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan
fonofobia. Migren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura,
dan migren kronik (transformed).
1. Migren dengan aura adalah migren dengan satu atau lebih aura reversibel
yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi
batang otak, paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur ± angsur
lebih dari 4 menit, aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, dan sakit kepala
mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit.
2. Migren tanpa aura adalah migren tanpa disertai aura klasik, biasanya bilateral
dan terkena pada periorbital.
3. Migren kronik adalah migren episodik yang tampilan klinisnya dapat berubah
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun dan berkembang menjadi sindrom
nyeri kepala kronik dengan nyeri setiap hari.

Nyeri Kepala Cluster


Nyeri kepala cluster merupakan sindroma nyeri kepala yang lebih sering terjadi pada
pria dibanding wanita. Nyeri kepala cluster ini pada umumnya terjadi pada usia yang
lebih tua dibanding dengan migraine. Nyeri pada sindrom ini terjadi hemikranial pada
daerah yang lebih kecil dibanding migraine, sering kali pada daerah orbital, sehingga
dikatakan sebagai klaster. Jika serangan terjadi, nyeri ini dirasakan sangat berat, nyeri
tidak berdenyut konstan selama beberapa menit hingga 2 jam. Namun pada penelitian
yang dilakukan oleh Donnet, kebanyakan pasien mengalami serangan dengan durasi
30 hingga 60 menit.
1. Nyeri kepala klaster episodik
Periode nyeri (klaster) terjadi sepanjang 7 hari sampai 1 tahun, klaster
dipisahkan oleh interval bebas nyeri yang berlangsung selama paling tidak 2
minggu. Umumnya, satu klaster berlangsung selama 2 minggu sampai 3 bulan.

2. Nyeri kepala klaster kronik

10
Terjadi lebih dari satu tahun tanpa remisi, atau remisi bertahan kurang dari 2
minggu. Nyeri kepala klaster kronik dibagi lagi menjadi nyeri kepala klaster
kronik sejak awitan dan nyeri kepala klaster kronik yang berkembang dari
episodik

Nyeri kepala klaster kronik sulit ditangani dan resisten terhadap agen
profilaksis standar. Sebagai etiologi terjadinya nyeri kepala klaster, dipikirkan
adanya predisposisi genetic pada keluarga. Namun tidak ditemukan adanya
pola pewarisan tertentu.

2.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Nyeri Kepala

Sebagian besar nyeri kepala terjadi karena tegangan (kontraksi otot) dapat disebabkan
oleh (Price, 2006):
 Stres emosional, kelelahan, menstruasi, rangsangan dari lingkungan (bunyi
berisik,kerumunan banyak orang, cahaya yang terang).
 Keadaan lain yang dapat menjadi penyebab: glaukoma, inflamasi pada mata atau
mukosanasal atau sinus paranasal, penyakit pada kulit kepala, gigi, arteri
ekstrakranial, pemakaian obat-obat vasodilator (nitrat, alkohol dan histamin),
penyakit sistemik, hipertensi, peningkatantekanan intracranial, trauma/tumor
kepala, perdarahan, abses atau aneurisma intrakranial.
Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis
kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik.
Etiologi berdasarkan lokasi:
 Intrakranial
1. Inflamasi:Meningismus; Meningitis; Ensefalitis; Poliomielitis; Malaria;
Abses Serebral; ArtritisKrania.
2. Non-Inflamasi:Migrain; Nyeri Kepala Kluster; Gegar Otak; Perdarahan
Ekstra Dural; Perdarahan Subdural; Perdarahan Subarakhnoid; Stroke;
Neoplasma; Hipertensi Benigna Intrakranial.
 Kranial: Penyakit Gigi; Otitis dan Mastoiditis; Sinusitis; Penyakit pada
tengkorak.
 Ekstrakranial:Trauma; Spondilosis servikalis; Glaukoma; Ulkus Kornea;
Iritis; Skleritis; NeuralgiaTrigeminus; Neuralgia temporo mandibularis.
 Umum: Febris; Hipertensi; Obat-obatan; Penyebab Psikogenik.
Ray dan Wolf (1940) menyimpulkan nyeri kepala disebabkan oleh:
1. Traksi vena-vena dengan displacement sinus venosus besar
2. Traksi arteri meningea media
3. Traksi arteri besar pada dasar otak
4. Distensi dan dilatasi arteri intra dan ekstrakranial
5. Inflamasi pada struktur peka nyeri dikepala atau daerah sekitarnya
6. Penekanan langsung oleh tumor pada saraf cranial dan servikal yang
mengandung serabut aferen nyeri dari kepala.

2.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Nyeri Kepala

11
Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri
kepala adalah sebagai berikut(Lance,2000) : (1) peregangan atau pergeseran
pembuluh darah; intrakranium atau ekstrakranium, (2) traksi pembuluh darah, (3)
kontraksi otot kepala dan leher ( kerja berlebihan otot), (3) peregangan periosteum
(nyeri lokal), (4) degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus
servikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak
mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).

2.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Nyeri Kepala

Tipe Tanda dan Gejala


Migrain tanpa aura ( migrain biasa)
Durasi 4 sampai 72 jam apabila  Gejala prodromal yang meliputi rasa
tidak diobati lelah, nausea, vomitus, dan
ketidakseimbangan cairan yang
mendahului serangan sakit kepala.

12
 Sensitive terhadap cahaya dan bunyi
berisik.
 Nyeri tipe sakit kepala (rasa pegal atau
nyeri berdenyut yang bias unilateral
atau bilateral).
Migrain dengan aura (klasik)
Biasanya terjadi pada  Gejala prodromal yang meliputi
kepribadian kompulsif. gangguan penglihatan seperti
penampakan garis zig zag dan cahaya
yang terang, gangguan sensorik
(kesemutan pada wajah, bibir serta
tangan), gangguan motorik.
 Sakit kepala yang periodik dan rekuren.
Migrain hemiplegik dan oftalmoplegik
Biasanya terjadi pada dewasa  Nyeri unilateral
muda  Kelumpuhan otot ekstraokuler (N.
cranial III) dan psitosis.
 Migrain hemiplegic terdapat gangguan
neurologi (hemiparesis, hemiplagia)
yang dapat bertahan meskipun sakit
kepala sudah mereda.
Migrain arteri basilaris
Terjadi pada wanita muda  Gejala prodromal yang meliputi
periode haid gangguan penglihatan parsial dengan
keluhan vertigo, ataksia, tinnitus,
kesemutan jari-jari tangan serta kaki.
 Nyeri kepala yang berupa nyeri
berdenyut di daerah oksipital dn
vomitus.

Membedakan Nyeri Kepala


Jenis atau Ciri Khas Pemeriksaan Diagnostik
Penyebab
Sakit kepala sering terjadi, nyeri Pemeriksaan untuk
Ketegangan hilang timbul, tidak terlalu berat menyingkirkan penyakit
otot dan dirasakan di kepala bagian fisik serta penilaian faktor
depan dan belakang atau psikis & kepribadian.
dirasakan kekakuan menyeluruh.
Nyeri dimulai di dalam dan di Jika diagnosisnya masih
sekitar mata atau pelipis, meragukan dan sakit kepala
Migren menyebar ke satu atau kedua sisi baru terjadi, dilakukan CT
kepala, biasanya mengenai scan atau MRI/diberikan
seluruh kepala, berdenyut dan obat migren untuk melihat
disertai dengan hilangnya nafsu efeknya.
makan, mual dan muntah.
Serangannya singkat (sekitar 1 Obat migren diberikan untuk

13
jam), dirasakan di satu sisi melihat efeknya
Nyeri Kepala kepala, serangan terjadi secara (sumatriptan,
Cluster periodik, menyerang pria yang metisergid/obat
disertai dengan pembengkakan vasokonstriktor,
mata, hidung meler & mata berair kortikosteroid, indometasin)
pada sisi yang sama dengan atau menghirup O2.
nyeri.
Hipertensi Nyerinya berdenyut dan Analisa kimia darah dan
dirasakan di kepala bagian pemeriksaan ginjal.
belakang atau di puncak kepala.
Nyeri dirasakan di kepala bagian
Kelainan depan atau di dalam dan di Pemeriksaan mata.
mata (iritis, seluruh mata, bersifat sedang
sampai berat dan seringkali
glaukoma).
memburuk jika mata dalam
keadaan lelah.
Nyeri bersifat akut atau subakut,
dirasakan di kepala bagian depan,
Kelainan bersifat tumpul atau berat, Rontgen sinus
biasanya memburuk di pagi hari,
sinus
membaik di siang hari dan
memburuk dalam keadaan dingin
atau lembab.
Nyeri hilang-timbul, bersifat
ringan sampai berat, dirasakan di
Tumor otak satu titik atau di seluruh kepala. MRI atau CT scan
Kelemahan di salah satu sisi
tubuh semakin meningkat,
kejang, gangguan penglihatan,
kemampuan berbicara hilang,
muntah dan perubahan mental.
Nyeri hilang-timbul, bersifat
ringan sampai berat, dirasakan di
Infeksi otak satu titik atau di seluruh kepala. MRI atau CT scan
Sebelumnya penderita pernah
mengalami infeksi telinga, sinus
atau paru-paru, penyakit jantung
rematik atau penyakit jantung
bawaan.
Nyeri baru dirasakan, menetap,
berat dan dirasakan di seluruh
Meningitis kepala serta menjalar ke leher. Pemeriksaan darah, pungsi
Sakit disertai demam, muntah dan lumbal.
sebelumnya mengalami nyeri
tenggorokan atau infeksi
pernafasan dan leher sulit
ditekuk.
Nyeri hilang-timbul atau terus
Hematoma menerus, bersifat ringan sampai
berat, bisa dirasakan di satu titik MRI atau CT scan.

14
subdural atau di seluruh kepala, menjalar
ke leher. Biasanya sebelumnya
telah terjadi cedera pada
penderita yang disertai penurunan
kesadaran.
Nyeri baru dirasakan, menyebar, MRI atau CT scan, jika
Perdarahan hebat dan menetap, kadang hasilnya negatif maka
subaracnoid dirasakan di dalam dan di sekitar dilakukan pungsi lumbal.
mata, kelopak mata turun.
Nyeri bersifat tumpul sampai
Sifilis, berat dan dirasakan di seluruh
tuberculosis, kepala atau di puncak kepala, Pungsi lumbal.
menderita demam meski tidak
kriptococcus
terlalu tinggi dan terdapat riwayat
, kanker. sifilis, tuberkulosis,
kriptokokosis, sarkoidosis atau
kanker pada pasien.
(The International Classification of Headache Disorders, 2004)

2.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Nyeri Kepala

 Tension Type Headache (TTH)


Anamnesis
Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang ± kurangnya
dua dari berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan
± sedang, (3) lokasi bilateral, (4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak
dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia.

PF dan PP
Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache (TTH) Tidak ada uji spesifik
untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan pemeriksaa neurologik
tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak memerlukan
pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.

 Migren
Anamnesis
Migren dengan aura 3 dr 4 kriteria berikut: (1) migren dengan satu atau lebih
aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau
tanpa disfungsi batang otak, (2) paling tidak ada satu aura yang terbentuk
berangsur ± angsur lebih dari 4 menit, (3) aura tidak bertahan lebih dari 60
menit, (4) sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak
mencapai 60 menit.

Migren tanpa aura sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang
memenuhi kriteria berikut :
a) berlangsung 4 - 72 jam,
b) paling sedikit memenuhi dua dari :
(1) unilateral , (2) sensasi berdenyut, (3) intensitas sedang berat, (4)
diperburuk oleh aktifitas, (3) bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan
fonofobia.

15
PF dan PP
Pemeriksaan Penunjang Migren Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit
lain ( jika ada indikasi) adalah pencitraan ( CT scan dan MRI) dan punksi
lumbal.

 Sakit Kepala Cluster


Anamnesis
Diagnosis nyeri kepala klaster menggunakan kriteria oleh IHS adalah sebagai
berikut : (IHS,2005)
a. Paling sedikit 5 kali serangan dengan kriteria seperti di bawah
b. Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau nyeri
temporal selama 15 – 180 menit bila tidak di tatalaksana.
c. Sakit kepala disertai satu dari kriteria dibawah ini :
 Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakriimasi
 Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea
 Edema ipsilateral kelopak mata
 berkeringat pada bagian depan dan wajah ipsilateral
 Ipsilateral miosis dan atau ptosis
 Sensasi agitasi
d. Serangan mempunyai frekuensi dari 1 kali setiap hari berbeda hingga 8
kali pada hari yang sama
e. Tidak berhubungan dengan kelainan yang lain

Diagnosis Banding

Gejala Tension Cluster Migren Tumor


Headache Headache Otak
Gender PR:LK=1,4:1 LK:PR=5:1 PR:LK=5:1 ???
Usia Semua usia Semua usia 20-50 tahun 20-40
tahun
Kronis/Akut Akut dan Akut dan Akut Kronis
Kronis Kronis
Lokasi Nyeri Leher, Mata, sisi Sisi sebelah Seluruh
rahang wajah atau semua kepala,
sisi memberat
Waktu Timbul Pagi hari Setiap waktu Pagi hari Pagi hari
Nyeri
Muntah - - + +
Mual - - + +
Sakit Kepala saat - - - +
mengedan, BAB,
batuk

2.7 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Nyeri Kepala


Sasaran penatalaksanaan tergantung lama dan intensitas nyeri, gejala penyerta, derajat
disabilitas serta respon awal dari pengobatan dan mungkin pula ditemukan penyakit

16
lain seperti epilepsi, ansietas, stroke, infark miokard. Karena itu harus hati-hati
memberikan obat. Bila ada gejala mual/muntah, obat diberikan rektal, nasal, subkutan
atau intra vena.

Tatalaksana pengobatan migren dapat dibagi kepada 4 kategori


A. Langkah Umum
Perlu menghindari pencetus nyeri, seperti perubahan pola tidur, makanan, stres
dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap kelip, perubahan cuaca, berada
ditempat yang tinggi seperti gunung atau di pesawat udara.

B. Terapi Abortif
Pada serangan ringan sampai sedang atau serangan berat. Analgesik ringan
aspirin (drug of choice). Bila tidak respon terhadap NSAIDs, dipakai obat
spesifik. seperti: Triptans (naratriptans, rizatriptan, sumatriptan, zolmitriptan),
Dihydro ergotamin (DHE), obat kombinasi (aspirin dengan asetaminophen dan
kafein), obat golongan ergotamin.

Tabel obat spesifik


Jenis obat
1. Ergotamin Dosis : 1-2 mg oral/jam, maksimal 3 dosis sehari,
gunakan dosis efektif terkecil.
Suppos : 1 mg, dosis maks, 2-3/ hr dan 12/bulan
Kontra indikasi : pengguna triptans, hamil, menyusui,
hipertensi, sepsis, coronary, cerebral, peripheral
vascular disease.
Adverse react: Increased incidence of migraines, daily
headaches, tachycardia,arterial spasm, numbness and
tingling, vomiting, diarrhea, dizziness, abdominal
cramps.
2. Caffeine Dosis: 2 tablet (100 mg caffeine/1mg ergot) pada saat
plus onset, kemudian 1 tab tiap 30 menit, dapat naik sampai 6
Ergotamine tab.(jangan lebih
10 tab/minggu nya).
Suppos (2 mg ergot/100 mg caff).

3. Dihydroerg Dosis: 1 mg IM, SC Max initial dose: 0.5 to 1.0 mg;


otamine dapat diulang tiap jam sampai dosis max 3 mg IM atau 2
(DHE) mg IV per hari, dan 6 mg per minggu.
Intranasal: 0.5-mg spray pada tiap nostril, dosis
maksimal 4 spray (2 mg) per hari.
Triptans
1. Sumatriptan Dosis: 6 mg SC, dapat diulang dalam 1 jam, dosis
maksimal 12 mg/hr. 25 -100 mg oral /2 jam, dosis maks:
200 mg/hari
Max initial dose: 100 mg.
Intranasal: 5 -10 mg (1-2 spray) pada satu nostril; dapat
diulang sesudah 2 jam, dosis maksimal 40 mg/hari.
Kontraindikasi : Ergotamine, hemiplegic atau basilar
migraine, hamil, gangguan fungsi hepar, CAD, MAOI

17
Adverse react : vomiting, vertigo, headache, chest
pressure and heaviness.
2. Naratriptan Dosis: 1.0 - 2.5 mg ooral/4 jam, dosis max 5 mg per hari.
Kontra indikasi : Ergot-type medications, kontrasepsi
oral, merokok, CAD.
Adverse react : Dizziness, nausea, fatigue.
3. Rizatriptan Dosis: 5 - 20 mg oral/2jam, dosis maks 30 mg per hari.
Kontra indikasi : Ergot-type medications, other triptans,
propranolol, cimetidine, CAD
Adverse react : Tachycardia, throat tightness.
4. Zolmitriptan Dosis: 2.5-5.0 mg oral/2 jam, dosis maks 10 mg per hari.
Kontra indikasi: Ergot-type medications, other triptans,
CAD.
(Gunawan, 2007)

C. Langkah Menghilangkan Rasa Nyeri


Terapi abortif mungkin belum mengatasi nyeri secara komplit,
dibutuhkan analgesik NSAIDs. Obat OTCs yang direkomendasikan FDA ialah
kombinasi aspirin 250 mg, acetaminophen 250 mg dan caffein 65 mg.
Ketoralac tromethamin “non narcotic, non habituating” dapat dipakai, efek
sampingnya minim, dosis 60 mg i.m.

Analgesik narkotik, antiemetik, pheno-tyhiazines, dan kompres dingin


bisa mengurangi nyeri. Analgesik narkotik (codein, meperidine HCL ,
methadone HCL) diberikan parenteral, efektif menghilangkan nyeri. Anti
emetik diberikan parenteral atau suppositoria (phenergan, chlopromazine dan
prochlorperazine) mempunyai efek sedatif dan anti mual. Transnasal
butorphanol tartrate diberikan parenteral. Pemberian nasal efektif karena sifat
mukosa hidung lebih cepat mengabsorbsi. (Price, 2006)

D. Terapi preventif
Prinsip umum terapi preventif :
 Mengurangi frekuensi berat dan lamanya serangan.
 Meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan.
 Meningkatkan aktivitas sehari-hari, serta pengurangan disabilitas.

Formula Prevensi Migren.


 Pemakaian obat: dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan sampai
dosis efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan.
 Pendidikan terhadap penderita: teratur memakai obat, perlu diskusi
rasional tentang pengobatan, efek samping.
 Evaluasi : “Headache diary” merupakan suatu gold standart evaluasi
serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan respon obat.

18
 Kondisi penyakit lain : pedulikan kelainan yang sedang diderita seperti
stroke, infark myocard, epilepsi dan ansietas, penderita hamil (efek
teratogenik), hati-hati interaksi obat-obat.

Tabel Obat profilaksis Migren

Jenis Obat Dosis Efek Samping Kontraindikasi


β-blokers
Atenolol 50-150mg/hr Fatigue, bronchospasm, Pasien asma, DM,
Metaprolol 100-200 bradikardi, hipotensi, peny.
Nadolol mg/hr depresi, congestive vaskuler perifer, heart
Propanolol 20-160 mg/hr heart failure, impotensi, block, ibu hamil.
40-240 mg/hr gangguan tidur.
Calcium channel
blockers
Flunarizine 5-10 mg/hr Fatigue, depresi, ibu hamil, hipertensi,
Verapamil 240-320 bradikardi, hipotensi, aritmia.
mg/hr konstipasi, nausea,
edema.
Serotonin receptor
antagonists
Methysergide
2 mg (max Retroperitoneal,cardia hipertensi, kehamilan,
8mg/hr) c and tromboflebitis.
pulmonary fibrosis
Pizotyline 0.5 mg (max Weight gain, Fatigue.
(pizotifen) 3-6 mg/hr)
Tricyclic
analgesics 10-150 mg Mulut kering, kelainan liver, ginjal,
Amitriptiline 10-150 mg konstipasi, weight gain, paru, jantung,
Nortriptiline drowsiness, glaukoma, hipertensi.
reduced seizure
threshold,
cardiovascular effects.
Anti-epileptik
Divalproex 500-1500 Nausea, tremor, weight
Sodium mg/d gain,
valproate 500-1500 alopecia, increased
Valproic acid mg/d liver enzyme levels.
500-1500
mg/d
Gabapentin 900-1800 Dizzines, fatique,
mg/hr (max ataxia, nausea, tremor.
2400)
(Kenneth, 2004)

19
Tatalaksana Nyeri Kepala Tension
Terapi Non-farmakologi
 Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20 sampai 30
menit.
 Perubahan posisi tidur.
 Pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang lain.
 Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah.
 Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja, menggunakan komputer,
atau saat menonton televisi.
 Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising.
 Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari.
(Price, 2006)

Terapi farmakologi
 Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat nyeri. Seperti
obat-obat OTC: aspirin, acetaminophen, ibuprofen atau naproxen sodium.
Produk kombinasi dengan kafein dapat meningkatkan efek analgesik.
 Untuk sakit kepala kronis, perlu assesment yang lebih teliti mengenai
penyebabnya, misalnya karena anxietas atau depresi.
 Pilihan obatnya adalah antidepresan, seperti amitriptilin atau antidepresan
lainnya. Hindari penggunaan analgesik secara kronis à memicu rebound
headache.
(Kowalak, 2011)

Tatalaksana Cluster headache


 Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah serangan
(profilaksis).
 Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor cerebral.
 Obat terapi abortif: oksigen, ergotamin, sumatriptan (dosis sama dengan dosis
migren).
 Obat terapi profilaksis: verapamil, litium, ergotamin, metisergid, kortikosteroid,
topiramat.

2.8 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Nyeri Kepala


 Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang
disebabkan oleh penggunaan obat - obatan analgesia seperti aspirin,
asetaminofen, dllyang berlebihan. Tension type headache episodik dapat
berkembang menjadi tipe kronik, dan depresi akibat gejalanya dapat terjadi
sebagai suatu komplikasi pada pasien.
 Komplikasi Migren adalah rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan
oleh penggunaan obat-obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang
berlebihan.

2.9 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Nyeri Kepala

20
Terapi Perilaku merupakan pencegahan yang baik pada pasien, mengingat ini adalah
suatu kelainan psikogenik, diharapkan,d engan adanya suatu terapi psikologis, pasien
dapat mengenali jika sakit kepalanya mulai timbul dan mulai melakukan perubahan-
perubahan sikap agar sakit kepalanya mereda.

2.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Nyeri Kepala


Prognosis dari sakit kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya. Kelainan tipe
episodik jauh lebih mudah ditangani daripada tipe kronik. Sedangkan indikasi
merujuk adalah sebagai berikut: (1) sakit kepala yang tiba ±tiba dan timbul kekakuan
di leher, (2) sakit kepala dengan demam dan kehilangan kesadaran, (3) sakit kepala
setelah terkena trauma mekanik pada kepala, (4) sakit kepala disertai sakit pada
bagian mata dan telinga, (5) sakit kepala yang menetap pada pasien yang sebelumnya
tidak pernah mengalami serangan, (6) sakit kepala yang rekuren pada anak.

LI 3 Memahami dan Menjelaskan Nyeri Somatoform

3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Nyeri Somatoform

Kata somatoform ini di ambil dari bahasa Yunani soma, yang berarti“tubuh”. Dalam
gangguan somatoform, orang memiliki simptom fisik yangmengingatkan pada
gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan
penyebabnya. Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok
gangguan ditandai oleh keluhan tentangmasalah atau simptom fisik yang tidak dapat
dijelaskan oleh penyebab kerusakan fisik (Oyama et al., 2007) .
Pada gangguan somatoform, orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada
gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan sebagai
penyebabnya. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan
emosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial
atau pekerjaan. Gangguan somatoform berbeda dengan malingering,atau kepura-
puraan simtom yang bertujuan untuk mendapatkan hasil yang jelas. Gangguan ini juga
berbeda dengan gangguan factitious yaitu suatu gangguan yang ditandai oleh
pemalsuan simtom psikologis atau fisik yang disengaja tanpa keuntungan yang jelas.
Selain itu gangguan ini juga berbeda pula dengan sindrom Muchausen yaitu suatu
tipe gangguan factitious yang ditandai oleh kepura- puraan mengenai simptom medis
(Mayou et al., 2006; Oyama et al., 2007).

3.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Nyeri Somatoform

Ada 5 gangguan somatoform yang spesifik yaitu :

1. Gangguan konversi
Merupakan bentuk perubahan yang mengakibatkan adanya perubahan fungsi
fisik yang tidak dapat dilacak secara medis. Gangguan ini muncul dalam
konflik atau pengalaman traumatik yang memberikan keyakinan akan adanya
penyebab psikologis.
2. Hipokondriasis
Terpaku pada keyakinan bahwa dirinya menderita penyakit yang serius.
Ketakukan akan adanya penyakit terus ada meskipun secara medis telah

21
diyakinkan. Sensasi atau rasa nyeri fisik biasanya sering diasosiasikan dengan
gejala penyakit kronis tertentu.
3. Gangguan somatisasi
Keluhan fisik yang muncul berulang mengenai simptom fisik yang tidak ada
dasar organis yang jelas. Gangguan ini menyebabkan seseorang untuk
melakukan kunjungan medis berkali-kali atau menyebabkan hendaya yang
signifikan dalam fungsi.
4. Gangguan dismorfik tubuh
Terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau berlebih-lebihan.
Menganggap orang tidak memperhatikannya karena kerusakan tubuh yang
dimilikinya (dipersepsikannya). Gangguan ini akan membawa seseorang pada
perilaku komplusif seperti berulang-ulang berdandan, dll.
5. Gangguan nyeri
Gejala utamanya adalah adanya nyeri pada satu atau lebih tempat yang tidak
sepenuhnya disebabkan oleh kondisi medis atau neurologis nonpsikiatris,
disertai oleh penderitaan emosional dan gangguan fungsional dan gangguan
memiliki hubungan sebab yang masuk akal dengan factor psikologis.

3.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Nyeri Somatoform

Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang


mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam
transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan
metabolism (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non
dominan. Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut :

a. Faktor-faktor Biologis
Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada
gangguan somatisasi).

b. Faktor Lingkungan Sosial


Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti “peran
sakit” yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.

c. Faktor Perilaku
Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:
 Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari
situasi yang tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan
sekunder).
 Adanya perhatian untuk menampilkan “peran sakit”
 Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau
gangguan dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan
kecemasan yang diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran
akan kesehatan atau kerusakan fisik yang dipersepsikan.

d. Faktor Emosi dan Kognitif

22
Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab
ganda yang terlibat adalah sebagai berikut:
 Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda
dari adanya penyakit serius (hipokondriasis).
 Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari
impuls-impuls yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam
simtom fisik (gangguan konversi).
 Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin
merupakan suatu strategis elf-handicaping (hipokondriasis).

3.4 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Nyeri Somatoform

Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali
terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokter bahwa tidak ada kelainan
yang mendasari keluhannya (Kapita Selekta, 2001). Beberapa orang biasanya
mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang “menekan di
dalam tenggorokan”. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas
yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat
dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simptom muncul dalam
bentuk yang lebih tidak biasa, seperti kelumpuhan pada tangan atau kaki yang tidak
konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan
manifestasi di mana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita
penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan
(Nevid, 2005).
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian
(histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk
dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa
perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut (PPDGJ III, 2003).

Gambaran keluhan gejala somatoform


 Neuropsikiatri: “kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan
baik” ; “ saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya”
 Kardiopulmonal: “ jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan
mati”
 Gastrointestinal: “saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu
dan belum ada dokter yang dapat menyembuhkannya”
 Genitourinaria:“saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah
dilakukan pemeriksaan namun tidak di temukan apa-apa”
 Musculoskeletal: “saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan
sepanjang waktu”
 Sensoris: “ pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan
kacamata tidak akan membantu”

Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi,


hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi. (PPDGJ, 2003)

23
Gangguan somatisasi
1. Adanya beberapa keluhan fisik (multiple symptom) yang berulang, dimana ketika
diperiksa secara fisik/medis, tidak ditemukan adanya kelainan tetapi ia tetap
kontinyu memeriksakan diri.
2. Gangguan tidak muncul karena penggunaan obat. Keluhan yang umumnya,
misalnya sakit kepala, sakit perut, sakit dada, mestruasi tidak teratur.
3. Pasien menunjukkan keluhan dengan cara histrionik, berlebihan, seakan
tersiksa/merana.
4. Berulang kali memeriksa diri ke dokter, kadang menggunakan berbagai obat,
dirawat di RS bahkan dilakukan operasi.
5. Sering ditemukan masalah perilaku atau hubungan personal seperti kesulitan
dalam pernikahan.

Gangguan konversi
1. Kondisi dimana panca indera atau otot-otot tidak berfungsi walaupun secara
fisiologis, pada sistem saraf atau organ-organ tubuh tersebut tidak terdapat
gangguan/kelainan.
2. Secara fisiologis, orang normal dapat mengalami sebagian atau kelumpuhan total
pada tangan, lengan, atau gangguan koordinasi, kulit rasanya gatal atau seperti
ditusuk-tusuk, ketidakpekaan terhadap nyeri atau hilangnya kemampuan untuk
merasakan sensasi (anastesi), kelumpuhan, kebutaan, tidak dapat mendengar,
tidak dapat membau, suara hanya berbisik, dll.
3. Biasanya muncul tiba-tiba dalam keadaan stres, adanya usaha individu untuk
menghindari beberapa aktivitas atau tanggungjawab.
4. Konsep Freud: energi dari insting yang di refleks berbalik menyerang dan
menghambat fungsi saluran sensorimotor.
5. Kecemasan dan konflik psikologik diyakini diubah dalam bentuk simptom fisik.

Hipokondriasis
1. Meyakini/ketakutan atau pikiran yang berlebihan dan menetap bahwa dirinya
memiliki suatu penyakit fisik yang serius.
2. Adanya reaksi fisik yang berlebihan terhadap sensasi fisik/tubuh (salah
interpretasi terhadap gejala fisik yang dialaminya), misalnya otot kaku,
pusing/sakit kepala, berdebar-debar, kelelahan.
3. Melakukan banyak tes lab, menggunakan banyak obat, memeriksakan diri ke
banyak dokter atau RS.
4. Keyakinan ini terus berlanjut, tidak mau menerima nasehat atau penjelasan
dokter, walaupun hasil pemeriksaan medis tidak menunjukkan adanya penyakit
dan sudah diyakinkan.
5. Keyakinan ini menyebabkan adanya distress atau hambatan dalam fungsi sosial,
pekerjaan atau aspek penting lainnya.

24
Gangguan dimorfik tubuh
1. Keyakinan akan adanya masalah dengan penampilan atau melebih-lebihkan
kekurangan dalam hal penampilan (misalnya : keriput di wajah, bentuk atau
ukuran tubuh).
2. Keyakinan/perhatian berlebihan ini meyebabkan stres, menghabiskan banyak
waktu, menjadi mal-adaptive atau menimbulkan hambatan dalam fungsi sosial,
pekerjaan atau aspek penting lainnya (menghindar/tidak mau bertemu orang lain,
keluar sekolah atau pekerjaan), juga menyebabkan dirinya sering harus konsultasi
untuk operasi plastik
3. Bagian tubuh yang diperhatikan sering bervariasi, kadang dipengaruhi budaya.

Gangguan nyeri
1. Gangguan dimana individu mengeluhkan adanya rasa nyeri yang sangat dan
berkepanjangan, namun tidak dapat dijelaskan secara medis (bahkan setelah
pemeriksaan yang intensif).
2. Rasa nyeri ini bersifat subyektif, tidak dapat dijelaskan, bersifat kronis, muncul di
satu atau beberapa bagian tubuh.
3. Rasa nyeri ini menyebabkan stress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan
dan aspek penting lainnya.
4. Faktor-faktor psikologis sering memainkan peranan penting dalam memunculkan,
memperburuk rasa nyeri.

3.5 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Nyeri


Somatoform

Kriteria diagnosis menurut DSM-IV


Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi
A. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi
selama periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan
gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi
pada sembarang waktu selama perjalanan gangguan:
1. Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya
empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung,
sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan
seksual, atau selama miksi).
2. Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal
selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan,
diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
3. Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif
selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau
ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah
sepanjang kehamilan).

25
4. Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit
yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri
(gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis
atau kelemahan setempat, sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia,
retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda,
kebutaan, ketulian, kejang;gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya
kesadaran selain pingsan).
C. Salah satu (1) atau (2):
1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yangdikenal atau
efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau
alkohol).
2. Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau
pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yangdiperkirakan dan
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan
buatan atau pura-pura).

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi


A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau
sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.
B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena
awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor
lain.
C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti
pada gangguan buatan atau berpura-pura).
D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan
sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau
sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural.
E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau
memerlukan pemeriksaan medis.
F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi
semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan
dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.

Sebutkan tipe gejala atau defisit:


 Dengan gejata atau defisit motorik 
 Dengan gejala atau defisit sensorik 
 Dengan kejang atau konvulsi
 Dengan gambaran campuran

26
Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis
A. Preokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu
penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-
gejala tubuh.
B. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan
penentraman.
C. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan
delusional, tipe somatik) dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang
penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).
D. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara kilnis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
E. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
F. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum,
gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas
perpisahan, atau gangguan somatoform lain.

Sebutkan jika:
Dengan tilikan buruk: jika untuk sebagian besar waktu selama episode berakhir,
orang tidak menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit serius
adalah berlebihan atau tidak beralasan.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh


A. Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit
anomali tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyata.
B. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
C. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain
(misalnya, ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia
nervosa).

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri


A. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan
cukup parah untuk memerlukan perhatian klinis.
B. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
C. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan,
eksaserbasi atau bertahannnya nyeri.
D. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
E. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau
gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.

27
Tuliskan seperti berikut:
 Gangguan nyeri berhubungan dengan faktor psikologis: faktor psikologis
dianggap memiliki peranan besar dalam onset, keparahan, eksaserbasi, dan
bertahannya nyeri. Sebutkan jika:
 Akut: durasi kurang dari 6 bulan
 Kronis: durasi 6 bulan atau lebih
 Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologls maupun kondisi
medis umum
 Sebutkan jika:
 Akut: durasi kurang dari 6 bulan
 Kronis: durasi 6 bulan atau lebih
Catatan: yang berikut ini tidak dianggap merupakan gangguan mental dan
dimasukkan untuk mempermudah diagnosis banding.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan


A. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan,
keluhan gastrointestinal atau saluran kemih).
B. Salah satu (1) atau (2)
1. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya
oleh kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu
zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol).
2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau
gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa
yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratonium.
C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
D. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.
E. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain
(misalnya gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan
kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
F. Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan
buatan atau berpura-pura).

Kriteria Diagnostik Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Kondisi Medis


A. Adanya suatu kondisi medis umum (dikodekan dalam Aksis III).
B. Faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis umum dengan salah satu
cara berikut:
1. Faktor yang mempengaruhi perjalanan kondisi medis umum ditunjukkan
oleh hubungan erat antara faktor psikologis dan perkembangan atau
eksaserbasi dan, atau keterlambatan penyembuhandan, kondisi medis umum.

28
2. Faktor yang mengganggu pengobatan kondisi medis umum.
3. Faktor yang membuat risiko kesehatan tambahan bagi individu.
4. Respons fisiologis yang berhubungan dengan stres menyebabkan atau
mengeksaserbasi gejala-gejala kondisi medis umum.

Pilihlah nama bendasarkan sifat faktor psikologis (bila terdapat lebih dan satu faktor,
nyatakan yang paling menonjol).
Gangguan mental mempengaruhi kondisi medis (seperti gangguan depresif berat
memperlambat pemulihan dan infark miokardium). Gejala psikologis mempengaruhi
kondisi medis (misalnya gejala depresif memperlambat pemulihan dan pembedahan;
kecemasan mengeksaserbasi asma). Sifat kepribadian atau gaya menghadapi masalah
mempengaruhi kondisi medis (misalnya penyangkalan psikologis terhadap
pembedahan pada seorang pasien kanker, perilaku bermusuhan dan tertekan
menyebabkan penyakit kandiovaskular).
Perilaku kesehatan mal-adaptif mempengaruhi kondisi medis (misalnya
tidak olahraga, seks yang tidak aman, makan berlebihan). Respon fisiologis yang
berhubungan dengan stres mempengaruhi kondisi medis umum (misalnya eksaserbasi
ulkus, hipertensi, aritmia, atau tension headache yang berhubungan dengan stres).

Diagnosis Banding Gangguan Somatoform


a. Gangguan Somatisasi
Klinisi harus selalu menyingkirkan kondisi medis non-psikiatrik yang dapat
menjelaskan gejala pasien. Gangguan medis tersebut adalah sklerosis multiple,
miastenia gravis, lupus eritematosus sistemik kronis. Selain itu juga harus
dibedakan dari gangguan depresi berat, gangguan kecemasan (anxietas),
gangguan hipokondrik dan skizofrenia dengan gangguan waham somatik.
b. Hipokondriasis
Kondisi medis nonpsikiatrik: khususnya gangguan yang tampak dengan gejala
yang tidak mudah didiagnosis. Penyakit-penyakit tersebut adalah AIDS,
endokrinopati, miastenia gravis, skerosis multiple, penyakit degeneratif pada
sistem saraf, lupus eritematosus sistemik, dan gangguan neoplastik yang tidak
jelas.
c. Gangguan Konversi
Gangguan neurologis (seperti demensia, penyakit degeneratif), tumor otak,
penyakit ganglia basalis harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding.
d. Gangguan Dismorfik Tubuh
Pada distorsi citra tubuh terjadi pada anoreksia nervosa, gangguan identitas jenis
kelamin, gangguan depresif, gangguan kepribadian narsistik, skizofrenia dan
gangguan obsesif-kumpulsif.
e. Gangguan Nyeri
Gangguan nyeri harus dibedakan dari gangguan somatoform lain, seperti nyeri
pada hipokondrial, nyeri pada konversi.
(Kaplan, 1997)

29
3.6 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Nyeri Somatoform

 Terapi untuk Gangguan Somatoform


Kebijakan klinis menyarankan pendekatan halus dan suportif seraya
memberikan penghargaan kepada pasien atas setiap perbaikan kondisi sekecil
apa pun yang berhasil dicapai (Simon, 1998).

Orang-orang yang menderita gangguan somatoform jauh lebih sering datang


ke dokter dibanding ke psikiater atau psikolog karena mereka menganggap
masalah berkait dengan kondisi fisik. Para pasien tersebut menganggap
rujukan dokter ke psikolog atau psikiater sebagai tanda bahwa dokter
menganggap penyakit mereka “terletak di kepala”; sehingga mereka tidak
merasa senang dirujuk ke “ahli jiwa”. Mereka menguji kesabaran dokter
mereka, yang sering kali meresepkan berbagai macam obat atau penanganan
medis dengan harapan akan menyembuhkan keluhan somatik tersebut.

Penyembuhan dengan berbicara yang menjadi dasar psikoanalisis dilandasi


oleh asumsi bahwa suatu represif masif telah memaksa energi psikis diubah
menjadi anestesia atau kelumpuhan yang membingungkan. Namun demikian,
psikoanalisis tradisional dengan terapi jangka panjang dan psikoterapi yang
berorientasi psikoanalisis tidak menunjukkan hasil yang bermanfaat bagi
gangguan konversi, kecuali mungkin mengurangi kekhawatiran pasien atas
penyakitnya. Penanganan psikodinamika jangka pendek dapat menjadi efektif
untuk menghilangkan simtom-simtom gangguan somatoform (JunkertTress,
2001).

Pasien somatoform sering menderita kecemasan dan depresi. Dengan


menangani kecemasan dan depresi sering kali mengurangi kekhawatiran
somatoform. Pada kasus komorbiditas antara ganguan obsesif kompulsif dan
gangguan somatoform tertentu, seperti hipokondriasis dan gangguan dismorfik
tubuh memiliki penanganan pilihan untuk ganguan kompulsif-pemaparan dan
pencegahan respons-dapat menjadi efektif untuk gangguan somatoform
tersebut. Terapis perlu memperhitungkan untuk memastikan pasien tidak
kehilangan muka ketika gangguan tersebut tidak lagi dialaminya. Terapis
harus mempertimbangkan kemungkinan pasien merasa dipermalukan ketika
kondisinya menjadi lebih baik melalui penanganan yang tidak berkaitan
dengan masalah medis (fisik).

 Terapi untuk gangguan somatisasi


• Pemaparan atau terapi kognitif dapat digunakan untuk mengatasi
ketakutan, berkurangnya rasa takut dapat membantu mengurangi berbagai
keluhan somatik.
• Terapi keluarga, membantu pasien dan keluarga mengubah jaringan
hubungan yang bertujuan untuk membantu usahanya menjadi lebih
mandiri.

30
• Training asersi dan keterampilan sosial, bermanfaat untuk membantunya
manguasai atau menguasai kembali, berbagai cara untuk berhubungan
dengan orang lain dan mengatasi berbagai tantangan tanpa harus
mengatakan “Saya seorang yang malang, lemah, dan sakit.”
• Dokter tidak menghindari validitas keluhan-keluhan fisik, namun
meminimalkan penggunaan berbagai tes diagnostik dan pemberian obat,
mempertahankan kontak dengan pasien. Teknik-teknik seperti training
relaksasi dan berbagai bentuk terapi kognitif juga terbukti bermanfaat.
Biofeedback, yang mencangkup pengendalian atas proses-proses
fisiologis telah terbukti efektif dalam mengurangi berbagai pikiran yang
merusak pada para pasien yang menderita gangguan somatoformbahkan
lebih efektif dibanding teknik relaksasi.

 Terapi utuk hipokondriasis


• Pendekatan kognitif behavioral. Penelitian menunjukkan bahwa para
pasien hipokondrial menunjukkan penyimpanan kognitif dengan
menganggap masalah kesehatan yang muncul sebagai suatu ancaman.
Terapi kognitif-behavioral dapat ditujukan untuk merestrukturisasi
pemikiran pesimistik semacam itu.
• Penanganan dapat mencangkup beberapa strategi seperti mengarahkan
perhatian selektif pasien ke simtom-simtom fisik dan tidak mendorong
pasien mencari kepastian medis bahwa ia tidak sakit.

 Terapi untuk rasa nyeri


 Nyeri mengandung dua komponen, yaitu nyeri psikogenik dan nyeri yang
benarbenar disebabkan factor medis, seperti cedera jaringan otot.
Penanganan yang efektif cenderung terdiri dari hal-hal berikut:
o Melakukan validasi bahwa rasa nyeri memang nyata, dan tidak
hanya dalam pikiran pasien. o Pelatihan relaksasi
o Menghadiahi pasien karena berperilaku yang tidak sejalan
dengan rasa nyeri (menahan rasa nyeri).
 Varian terapi psikodinamika jangka pendek, yang disebut terapi tubuh
psikodinamika, efektif untuk mengurangi rasa nyeri dan
mempertahankannya dalam jangka waktu lama.
 Dosis rendah obat antidepresan, terutama imipramine, lebih tinggi
manfaatnya dibandingkan placebo untuk mengurangi rasa nyeri dan
distress kronis. Obatobatan tersebut tidak menghilangkan depresi terkait.

 Medikamentosa

Golongan Mekanisme Kerja Contoh


Anti depresan Menghambat reuptake Amitriptilin, imipramin,
trisiklik 5-HT/NE secara tidak desipramin, nortriptilin,
selektif klomipramin
SSRIs (selective Menghambat secara Fluoksetin, paroksetin,

31
serotonin selektif reuptake 5-HT sertralin, fluvoksamin
reuptake inhibitors)
Mixed DA/NE Menghambat reuptake Trazodon, nefazodon,
reuptake DA/NE secara tidak mirtazapin, bupropion,
Inhibitor selektif maprotilin, venlafaksin
MAO inhibitors Menghambat aktivitas Phenelzine,
enzim MAO tranylcypromine

Dosis
 Depresi ringan sampai dengan sedang 25 mg 1-3 x sehari atau 25-75 mg 1 x
sehari tergantung dari beratnya gejala.
 Depresi berat 25 mg 3 x sehari atau 75 mg 1 x sehari. Maksimal: 150 mg/hari
dalam dosis tunggal atau terbagi.
 Lansia Awal 10 mg 3 x sehari atau 25 mg 1 x sehari. Bila perlu tingkatkan
bertahap sampai 25 mg 3 x sehari atau 75 mg 1 x sehari.

Efek Samping
Reaksi SSP, antikolinergik ringan, sinus takikardi, hipotensi pustural, reaksi alergi
pada kulit, kejang, aritmia, gangguan hantaran jantung, alveolitis alergi, hepatitis.

Kontraindikasi
 Epilepsi atau ambang rangsang lebih rendah, intoksikasi akut oleh alkohol,
gangguan hantaran jantung, glaukoma sudut sempit, retensi urin, hepatitis berat,
gangguan ginjal.
 Pengguanaan bersama obat analgesik, hipnotik, atau psikotropik.

Perhatian pada pasien dengan:


*Insufisiensi hati & ginjal, retensi urin, riwayat peningkatan tekanan intra okular,
hamil, laktasi, skizofrenia, gangguan afektik siklik, dapat mengganggu kemampuan
mengemudi/menjalankan mesin.

Rujukan: penanganan pada kasus ini juga membutuhkan dukungan dari berbagai
bidang ilmu misalnya psikiatri, ahli penyakit dalam, keluarga, serta para ulama (bila
perlu). (Gunawan, 2007)

3.7 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Nyeri Somatoform

 Komplikasi iatrogenik akibat prosedur diagnostik invasif / prosedur- prosedur


operasi.
 Ketergantungan pada substansi- substansi pengontrol yang diresepkan.
 Kehidupan yang bergantung pada orang lain.

3.8 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Nyeri Somatoform

32
Prognosis pada gangguan somatoform sangat bervariasi, tergantung umur pasien dan
sifat gangguannya (kronik atau episodik). Umumnya, gangguan somatoform
prognosisnya baik, dapat ditangani secara sempurna. Sangat sedikit sekali yang
mengalami eksarsebasi, dapat bervariasi dari mild-severe dan kronis. Pengobatan
yang lebih awal dan menjadikan prognosis menjadi lebih baik. Secara independen
tidak meningkatkan risiko kematian. Kematian lebih disebabkan karena upaya bunuh
diri.
LI 4 Memahami dan Menjelaskan keluarga sakkinah, mawaddah, warrahmah.
Kata “Sakinah”. Sakinah merupakan pondasi dari bangunan rumah tangga yang
sangat penting. Tanpanya, tiada mawaddah dan warahmah. Sakinah itu meliputi
kejujuran, pondasi iman dan taqwa kepada Allah SWT.

Dalam Al Qur’an pun dikatakan bahwa suatu saat, akan banyak orang yang saling
berkasih sayang di dunia, tetapi di akhirat kelak mereka akan bermusuhan,
menyalahkan dan saling melempar tanggung jawab. Kecuali orang-orang yang
berkasih sayang dilandasi dengan cinta kepada Allah SWT. Kata adalah mawaddah.
Mawaddah itu berupa kasih sayang. Setiap mahluk Allah kiranya diberikan sifat ini,
mulai dari hewan sampai manusia. Dalam konteks pernikahan, contoh mawaddah itu
berupa “kejutan” suami untuk istrinya, begitu pun sebaliknya. Misalnya suatu waktu
si suami bangun pagi-pagi sekali, membereskan rumah, menyiapkan sarapan untuk
anak-anaknya. Dan ketika si istri bangun, hal tersebut merupakan kejutan yang luar
biasa.

Kata terakhir adalah warahmah. Warahmah ini hubungannya dengan kewajiban.


Kewajiban seorang suami menafkahi istri dan anak-anaknya, mendidik, dan
memberikan contoh yang baik. Kewajiban seorang istri untuk mena’ati suaminya.
Intinya warahmah ini kaitannya dengan segala kewajiban.

33
Daftar Pustaka

Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. (2003). Pedoman


Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta.

Bear, Barry W. Connors, Michael A. (2007). Paradiso Neuroscience Exploring the


Brain third edition. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.
Gunawan , Sulistis Gan et all. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta.
FKUI.

Kaplan, H.I., Sadock B.J. (1997). Sinopsis Psikiatri Jilid II Edisi ke-7. Jakarta.
Binarupa Aksara.

Khan AA, Khan A, Harezlak J, Tu W, Kroenke K. (2003). Somatic symptoms in


primary care: Etiology and outcome. Psychosomatics.

Kowalak, Jennifer P., William Welsh. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lindsay, Kenneth W. (2004). Headache. Neurology and Neurosurgery. London.


Churchill Livingstone.

Mansjoer, A.A.,etc. (2004). Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta. Media


Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Maramis, W.F. (1997). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi VI. Surabaya. Airlangga
University Press.

Maslim, R. (2001). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ III. Jakarta.

McPhee, Stephen J, Maxine A. Papadakis. (2009). Nervous System disorders. Current


Medical Diagnosis and Treatment . San Fransisco. McGraw-Hill Companies.

Price.Sylvia A.,Wilson.Lorraine M, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit., Edisi 6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sherwood, Lauralee. (2004). Fisiologi Manusia dari sel ke sistem Edisi 2. Jakarta.
EGC.

The International Classification of Headache Disorders, 2nd Edition. Cephalalgia


(2004).

34
Uddin, Jurnalis. (2009). Anatomi Susunan Saraf Manusia. Jakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Yarsi.

35

Anda mungkin juga menyukai