Anda di halaman 1dari 45

SKENARIO 3

“SAKIT KEPALA MENAHUN”


BLOK SISTEM SARAF PUSAT DAN PERILAKU

Disusun oleh:
DIANDRA HELENA KHAIRUNNISA (1102020026)
KELOMPOK: A6

UNIVERSITAS YARSI
Jl. Let. Jend. Suprapto. Cempaka Putih, Jakarta Pusat. DKI Jakarta. Indonesia. 10510. Telepon:
+62 21 4206675
1. Memahami dan Menjelaskan Pusat dan Jaras Nyeri
Nyeri disebut oleh Sherrington, “the physical
adjunct of an imperative protective reflex” (pelengkap
tubuh yang sangat penting dalam refleks pertahanan
diri). Rangsangan nyeri umumnya memicu respons
penarikan (withdrawal) dan penghindaran (avoidance)
yang kuat. 
Sesuai dengan tempat kejadian nyeri,
dibedakan antara nyeri somatik dan nyeri visceral.
Nyeri somatik terjadi di daerah badan, ekstremitas, dan
kepala; nyeri visceral terjadi di daerah organ dalam.
Sebuah bentuk peralihan antara kedua jenis rasa nyeri
tersebut adalah nyeri neuropatik, yang muncul karena
kerusakan saraf itu sendiri. Pada bentuk nyeri ini, saraf
sistem somatik dan/atau vegetatif dapat terkena. Serabut-serabut nyeri yang dibahas berikut ini
berjalan bersama dengan saraf spinal serta kranial, sedangkan serabut-serabut nyeri visceral
bersama dengan saraf vegetatif.

Proses nyeri melibatkan beberapa tahap : 

Transduksi
Proses transduksi diartikan sebagai proses dimana suatu rangsang noksius (mekanis, thermal atau
kimiawi) diubah menjadi aktifitas listrik
pada nosiseptor yang terletak pada
ujung-ujung saraf dari serabut C atau
serabut Aß.
Nociceptor-nociceptor tersebut
tersebar diseluruh tubuh kita utamanya
pada kulit, otot,tulang, jaringan ikat,
sendi maupun pada organ-organ viseral.
Aktivasi suatu nosiseptor dimulai
dengan depolarisasi ion Ca++, yang segera akan diikuti dengan masuknya ion Na+ kedalam sel
menghasilkan potensi aksi. Inilah awal dari perambatan suatu nosisepsi.

Kerusakan sel pada kulit, fasia, otot, tulang dan ligamentum menyebabkan pelepasan ion
hidrogen (H+) dan kalium (K+) serta asam arakidonat (AA) sebagai akibat lisisnya membran sel.
Penumpukan asam arakidonat (AA) memicu pengeluaran enzim cyclooxygenase-2 (COX-2)
yang akan mengubah asam arakidonat menjadiNprostaglandin E2 (PGE2), Prostaglandin G2
(PGG2), dan prostaglandin H2 (PGH2). Prostaglandin, ion H+ dan K+ intrasel memegang
peranan penting sebagai aktivator nosiseptor perifer. Ketiganya juga mengawali terjadinya
respon inflamasi dan sensitisasi perifer yang menyebabkan edema dan nyeri pada tempat yang
rusak.

Konduksi
Konduksi mengacu pada perambatan aksi potensial dari ujung nosiseptif perifer
(nosiseftor) melalui serabut saraf bermielin dan tidak bermielin. Ujung sentral serabut saraf ini
membentuk sinap yang berhubungan dengan sel second-order neuron di dalam medula spinalis.
Serabut saraf nosiseptif dan non noksious dikelompokkan berdasarkan ada atau tidaknya mielin,
diameter dan kecepatan konduksi. 

Sebagai pengulangan, badan sel atau neuron terletak pada sistem saraf pusat (misalnya,
kornu anterior medula spinalis, nukleus saraf kranialis di batang otak). Badan secara umum
dibagi atas dua golongan, yaitu:
1. Badan sel besar dengan diameter 60μ - 120μ yang mempunyai akson bermielin dengan
diameter besar.
2. Badan sel kecil dengan diameter 10μ - 30μ yang mempunyai akson kecil bermielin
maupun tanpa mielin.

Sekitar 60-70% dari total sel di ganglion radiks dorsalis medula spinalis adalah neuron
dengan badan sel kecil. Sel saraf dikelilingi oleh sel satelit dan sekitarnya terdapat sel Schwann.
Ukuran badan sel sangat bervariasi dan dendrit adalah serabut saraf yang membawa impuls
meninggalkan neuron. Kelainan neurologis jarang ditemukan pada dendrit, tetapi sering
melibatkan akson. Akson bisa sangat panjang dan mencapai lebih dari satu meter, dan mampu
menghantarkan impuls dengan kecepatan hingga 100 meter per detik. Kebanyakan akson dapat
terlihat dengan mata biasa. Akson dibungkus oleh suatu perekat dari campuran lemak dan protein
yang disebut mielin yang dapat meningkatkan kecepatan penghantaran impuls saraf yang
berjalan sepanjang akson. Kecepatan transmisi saraf mengalami perlambatan sepanjang akson
yang tidak bermielin.

Transmisi
Transmisi mengacu pada transfer rangsang noksious dari nosiseptor primer menuju sel
dalam kornu dorsalis medula spinalis. Saraf sensorik aferen primer dikelompokan menurut
karakteristik anatomi dan elektrofisiologi. Serabut Aδ dan serabut C merupakan akson neuron
unipolar dengan proyeksi ke distal yang dikenal sebagai ujung nosiseptif. Ujung proksimal
serabut saraf ini masuk ke dalam kornu dorsalis medula spinalis dan bersinap dengan sel second-
order neuron yang terletak dalam lamina II (substansi gelatinosa) dan dalam lamina V (nukleus
proprius).

Second-order neuron terdiri atas dua jenis, yaitu :


1. Nociceptive-specific neuron (NS) yang berlokasi dalam lamina I dan bereaksi terhadap
rangsang dari serabut saraf A delta dan serabut saraf C.
2. Wide-dynamic range neuron (WDR) yang berlokasi dalam lamina V dan bereaksi
terhadap rangsang noksious ataupun rangsang non noksious, yang menyebabkan
menurunnya respon threshold serta meningkatnya receptive field, sehingga terjadi
peningkatan sinyal transmisi ke otak dan terjadi persepsi nyeri. Perubahan pada kornu
dorsalis sebagai akibat kerusakan jaringan serta proses inflamasi ini disebut sensitisasi
sentral. Sensitisasi sentral ini akan menyebabkan neuron-neuron di dalam medulla
menjadi lebih sensitif terhadap rangsang lain dan menimbulkan gejala-gejala hiperalgesia
dan alodinia.
2. Memahami dan Menjelaskan Nyeri Kepala
2.1 Definisi
Tension Headache atau Tension Type Headache (TTH) atau nyeri kepala tipe tegang adalah
bentuk sakit kepala yang paling sering dijumpai dan sering dihubungkan dengan jangka waktu
dan peningkatan stres. Nyeri kepala memiliki karakteristik bilateral, rasa menekan atau mengikat
dengan intensitas ringan sampai sedang. Nyeri tidak bertambah pada aktifitas fisik rutin, tidak
didapatkan mual tapi bisa ada fotofobia atau fonofobia.
2.2 Etiologi
Beberapa mekanisme umum yang memicu nyeri kepala adalah sebagai berikut:
1) Peregangan atau pergeseran pembuluh darah: intrakranium atau ekstrakranium
2) Perubahan tekanan intra kranial
3) Traksi, dilatasi, inflamasi pembuluh darah
4) Kontraksi otot kepala dan leher (kerja berlebihan otot)
5) Peregangan periosteum (nyeri lokal)
6) Degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya,
artritis vertebra servikalis)
7) Defisiensi enkefalin (peptida otak mirip-opiat, bahan aktif pada endorfin)

 Sementara untuk etiologi pada per-jenis nyeri kepala adalah:


A. Tension Type Headache
Disfungsi oromandibular, stress psikologis, anxietas, depresi, nyeri kepala sebgai delusi,
stress otot, drug overuse
B. Migrain
Migren diduga bersifat neurovaskular. Terdapat peran faktor genetik yang cukup besar
pada migren. Ada beberapa penyebab terjadinya migrain yaitu hormonal (Menstruasi,
ovulasi, dll), diet makanan (alkohol, MSG, coklat, keju), Fisik/ lingkungan (misal berkaitan
dengan cahaya, odor, cuaca, ketinggian), psikologis (stres/depresi, dll), tidur (sulit tidur,
hipersomnia), efek samping obat-obatan, lain-lain
C. Cluster Type Headache
Etiologi nyeri kepala klaster diduga berkaitan dengan neurovaskular, irama sirkadian,
vasodilatasi arteri, dan peningkatan aktivitas sistem otonom parasimpatis.
2.3 Klasifikasi
2.4 Epidemiologi
Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala. TTH dan nyeri
kepala servikogenik adalah dua tipe nyeri kepala yang paling sering dijumpai. TTH adalah
bentuk paling umum nyeri kepala primer yang mempengaruhi hingga dua pertiga populasi.
Sekitar 78% orang dewasa pernah mengalami TTH setidaknya sekali dalam hidupnya. TTH
episodik adalah nyeri kepala primer yang paling umum terjadi, dengan prevalensi 1-tahun sekitar
38–74%.7 Rata-rata prevalensi TTH 11-93%. Usia terbanyak adalah 25-30 tahun, namun puncak
prevalensi meningkat di usia 30-39 tahun. Sekitar 40% penderita TTH memiliki riwayat keluarga
dengan TTH, 25% penderita TTH juga menderita migren. Prevalensi seumur hidup pada
perempuan mencapai 88%, sedangkan pada laki-laki hanya 69%. Rasio perempuan:laki-laki
adalah 5:4. Onset usia penderita TTH adalah dekade ke dua atau ke tiga kehidupan, antara 25
hingga 30 tahun. 7,16 Meskipun jarang, TTH dapat dialami setelah berusia 50-65 tahun.
2.5 Patofisiologi
2.6 Manifestasi Klinis
Fase I : Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan-pelan
selama 24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan , tidak enak, iritabel, memburuk
bila makan makanan tertentu seperti makanan manis, mengunyah terlalu kuat, sulit/malas
berbicara.
Fase II : Aura
 Gangguan penglihatan yang paling sering dikeluhkan pasien. Khas pasien melihat seperti
melihat kilatan lampu blits (photopsia) atau melihat garis zig zag disekitar mata dan
hilangnya sebagian penglihatan pada satu atau kedua mata (scintillating scotoma).
 Gejala sensoris yang timbul berupa rasa kesemutan atau tusukan jarum pada lengan,
dysphasia.
 Fase ini berlangsung antara 5 – 60 menit. Sebanyak 80% serangan migraine tidak disertai
aura.
Fase III : Headache

 Nyeri kepala yang timbul terasa berdenyut dan berat. Biasanya hanya pada salah satu sisi
kepal tetapi dapat juga pada kedua sisi. Sering disertai mual muntah tidak tahan cahaya
(photofobia) atau suara (phonofobia). Nyeri kepala sering memburuk saat bergerak dan
pasien lebih senang istrahat ditempat yang gelap dan ini sering berakhir antara 2 – 72
jam.

Fase IV : Postdromal

Saat ini nyeri kepala mulai mereda dan akan berakhir dalam waktu 24 jam, pada fase ini
pasien akan merasakan lelah, nyeri pada ototnya kadang kadang euphoria. Setelah nyeri kepala
hilang. 

2.7 Cara Diagnosis dan Diagnosis Banding


Anamnesis
Ada beberapa langkah dalam anamnesis pasien dengan nyeri kepala, yaitu:
1. Riwayat
Riwayat memiliki peran penting untuk membedakan jenis nyeri kepala, apakah termasuk
primer atau sekunder. Hal yang perlu digali:
 Riwayat penyakit sekarang dan dahulu.
 Riwayat penyakit keluarga.
 Riwayat pengobatan  : Nama obat, dosis, efektif atau tidaknya obat, efek samping obat
o Obat-obatan yang dapat menyebabkan nyeri kepala, contohnya: nitrat,
antihistamin, kontrasepsi oral dan terapi sulih hormon
o Obat yang dikonsumsi jangka lama juga dapat menyebabkan MOH (Medication
Overuse Headache)
 Riwayat sosial : Keluarga, pekerjaan, hobi, pendidikan
 Psikologis 
 Pemakaian alkohol, tembakau atau obat yang dijual bebas
2. Lokasi
 Menentukan lokasi dan sisi nyeri kepala. 
 Unilateral atau hanya pada satu sisi kepala → migrainn atau sakit kepala klaster dan
sefalgia trigeminal-otonomik yang lain.
o Nyeri pada migrain dapat muncul di sisi kanan ataupun kiri. Daerah yang terkena
biasanya daerah frontal dan temporal kepala, namun kadang juga melibatkan
daerah kepala lain dan leher.
 Bilateral atau nyeri di seluruh kepala (holocephalic) → TTH
3. Tempat asal
Daerah yang terkena biasanya adalah frontal dan temporal kepala, namun juga
terkadang melibatkan daerah kepala lain dan leher. Tidak jarang nyeri kepala pada migrain
juga muncul di daerah occipitonuchal dan frontotemporal. Rasa nyeri kepala tipe tegang
(TTH) berasa dari dahi. 
4. Khas
Karakteristik nyeri kepala pada migren adalah berdenyut dan pada TTH adalah rasa
menekan atau mengikat. Pada klaster nyeri yang dirasakan adalah membosankan, rasa seperti
dibor, atau nyeri yang sangat hebat atau pedih.
Serangan neuralgia trigeminal berupa serangan paroksismal sesaat seperti nyeri kesetrum.
Nyeri seperti terbakar atau berdenyut pada mata atau nyeri periorbital juga dapat
menunjukkan adanya iskemia di daerah vertebrobasilar, perluasan aneurisma pada dasar
tengkorak, diseksi pembuluh darah ekstrakranial atau intrakranial, oklusi sinus dural, atau
inflamasi pada sinus kavernosus. Penyebab nonvaskular termasuk sakit kepala klaster, short-
lasting unilateral neuralgiform headache with conjunctival injection and tearing (SUNCT),
gangguan mata, dan inflammatory meningeal syndromes.
Penyebab vaskular pada kasus nyeri kepala seperti perdarahan subarachnoid aneurismal,
apopleksi pituitari, dan reversible cerebral vasoconstriction syndrome biasanya muncul
dengan gambaran nyeri kepala seperti tersambar petir (thunderclap headache).
5. Penjalaran
Nyeri pada TTH menjalar dari dahi menuju kepala belakang atau menuju ke
temporomandibular joint. Nyeri kepala infratentorial, occipitonuchal, dan tulang belakang
servikal dapat memberikan nyeri rujuk (menjalar) pada dahi atau mata.
6. Associated symptoms (kumpulan gejala terkait)
Mual, muntah umum terjadi pada nyeri kepala migren. Adanya mual dan muntah ini
membantu konfirmasi diagnosis migren, namun bukan merupakan gejala yang patognomonik
untuk migrain.
Pasien dengan migren sering dapat memprediksi akan datangnya serangan nyeri kepala
karena adanya gejala pertanda yang terjadi beberapa jam atau hari sebelum nyeri kepala.
Gejala pertanda ini meliputi perubahan suasana hati, nafsu makan, konsentrasi, dan pola
tidur.
Gejala visual sesaat mendukung diagnosis migren. Namun, gangguan visual sesaat yang
disertai dengan gangguan ketajaman visual progresif (dengan atau tanpa gangguan lapang
pandang atau papil edema) dapat terjadi pada pasien dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
Parestesia yang berasal dari tangan ke wajah biasa terjadi pada migren. Selain migren
parestesia dari tangan ke wajah juga dapat merupakan manifestasi dari kejang parsial
sensorik atau transient ischemic attack.
7. Waktu
Nyeri kepala primer dengan durasi singkat: detik sampai menit mengarah pada sefalgia
trigeminal- otonomik lain. Nyeri kepala primer dengan durasi hitungan jam sampai hari
mengarah pada nyeri kepala migren dan tension-type headaches, pada migren yaitu selama 4-
72 jam dan pada TTH selama setengah jam sampai 7 hari. 
Migren dan tension-type headaches bisa berlangsung selama berhari-hari atau mungkin
berevolusi menjadi bentuk yang kronis atau berlangsung terus menerus. Frekuensi dapat
terjadi berkali-kali per hari seperti pada sefalgia trigeminal-otonomik lain, berkali-kali
selama seminggu seperti pada nyeri kepala klaster, atau beberapa kali per minggu atau bulan
seperti pada serangan migrain atau tension type headache. Waktu nyeri kepala pada klaster
berada dalam dalam siklus diurnal, bulanan, atau tahunan.
8. Derajat keparahan/intensitas
Dokter dapat meminta pasien untuk menggambarkan intensitas nyeri kepala yang
dirasakan pasien. Pasien diminta menunjuk skala dia antara skala 1 sampai 10. Skala 1
mewakili rasa nyeri yang hampir tidak terasa nyeri, dan 10 sebagai nyeri yang paling hebat.
Intensitas nyeri kepala pada migren adalah sedang sampai berat, pada nyeri kepala tipe
tegang (TTH) adalah ringan sampai sedang, sedangkan pada klaster adalah berat sampai
sangat berat (tidak tertahan).

Pemeriksaan Fisik

Sebagian besar pasien dengan nyeri kepala pada pemeriksaan fisiknya ditemukan
normal. Apabila ditemukan ketidaknormalan pada pemeriksaan fisik pasien dengan nyeri

kepala, maka hal ini merupakan tanda bahaya dan memerlukan tindakan lebih lanjut oleh
neurolog.

Perubahan kulit dapat dikaitkan dengan berbagai etiologi nyeri kepala. Selain
ditandai adanya perubahan kulit, pada pemeriksaan saraf kranial juga dapat menjadi
petunjuk etiologi nyeri kepala. Gangguan penciuman tersering disebabkan oleh trauma
kepala. Gangguan penciuman menunjukkan adanya gangguan pada alur penciuman
(olfactory groove), misalnya tumor frontotemporal. Pada pemeriksaan funduskopi,
adanya perdarahan atau papilledema mengharuskan dilakukannya imejing yang cepat
untuk menyingkirkan kemungkinan lesi desak ruang. Pemeriksaan lapang pandang yang
menunjukkan defek lapang pandang bitemporal ditemukan pada tumor hipofisis. 

Dapat menemukan adanya lakrimasi ipsilateral, rhinorrhea, ptosis, miosis, dan wajah
berkeringat pada pasien. Kelainan gerakan mata bisa disebabkan oleh gangguan saraf
okulomotor akibat peningkatan tekanan intrakranial.

2.8 Tatalaksana
Tatalaksana
Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 hari/minggu, yaitu dengan: Analgetik:
1. Aspirin 1000 mg/hari,
2. Asetaminofen 1000 mg/hari,
3. NSAIDs (Naproxen 660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari, asam mefenamat,
ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-100 mg/hari).
4. Kafein (analgetik ajuvan) 65 mg.
5. Kombinasi: 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein.
Sedangkan pada tipe kronis, adalah dengan:
1. Antidepresan
Jenis trisiklik: amytriptiline, sebagai obat terapeutik maupun sebagai pencegahan
tension-type headache.
2. Antiansietas
Golongan benzodiazepin dan butalbutal sering dipakai. Kekurangan obat ini bersifat
adiktif, dan sulit dikontrol sehingga dapat memperburuk nyeri kepalanya.
Terapi Nonfarmakologis
Terapi nonfarmakologis pada tension-type headache pilihannya adalah:
1. Kontrol diet
2. Terapi fisik
3. Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan ergotamin
4. Behaviour treatment
Pengobatan Fisik
1. Latihan postur dan posisi.
2. Massage, ultrasound, manual terapi, kompres panas/dingin.
3. Akupuntur TENS (transcutaneus electrical stimulation).
2.9 Pencegahan
Untuk profilaksis TTH kronis, dapat diberikan golongan antidepresan, misalnya:
amitriptyline (10-75 mg, 1-2 jam sebelum tidur untuk meminimalkan pening saat terbangun).
Efek samping amitriptyline adalah: mulut kering dan penglihatan kabur. Bila belum efektif,
diberikan mirtazepine. Penderita TTH kronis dianjurkan membatasi konsumsi analgesik bebas
(tanpa resep dokter) hingga 2 kali seminggu untuk mencegah berkembangnya sakit kepala harian
kronis (chronic daily headache). Penderita TTH kronis dianjurkan berhenti merokok. Buku
harian nyeri kepala (headache diary) sangat membantu dokter menilai frekuensi dan mencegah
TTH bertambah parah. Berpola hidup sehat, bekerja, berolahraga, dan beristirahat secara
seimbang.
2.10Komplikasi
Komplikasi yang paling umum terjadi akibat sakit kepala bukan berasal dari kondisi itu
sendiri, melainkan karena efek dari pengobatannya. Sebagai contoh, penderita yang
mengonsumsi OAINS secara berlebihan dapat mengalami sakit perut atau perdarahan lambung
akibat gastritis.
Meski jarang terjadi, sakit kepala yang terjadi secara terus menerus dapat memicu timbulnya
komplikasi, seperti:
 Gangguan tidur (insomnia)
 Penurunan produktivitas kerja dan kualitas hidup
 Gangguan mental, seperti depresi, gangguan cemas, gangguan panik
2.11Prognosis
Pada penderita TTH dewasa berobat jalan yang diikuti selama lebih dari 10 tahun, 44%
TTH kronis mengalami perbaikan signifi kan, sedangkan 29% TTH episodik berubah menjadi
TTH kronis.61 Studi populasi potonglintang Denmark yang ditindaklanjuti selama 2 tahun
mengungkapkan rata-rata remisi 45% di antara penderita TTH episodik frekuen atau TTH kronis,
39% berlanjut menjadi TTH episodik dan 16% TTH kronis. Secara umum, dapat dikatakan
prognosis TTH baik.
3. Memahami dan Menjelaskan Nyeri Somatoform
3.1 Definisi
Gangguan somatoform adalah keluhan gejala fisik yang berulang yang disertai dengan
permintaan pemeriksaan medis, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga
sudah dijelaskan oleh dokter bahwa tidak ditemukan kelainan fisik yang menjadi dasar
keluhannya.
3.2 Etiologi
Gangguan gejala somatik (SSD) muncul dari kesadaran yang tinggi terhadap berbagai
sensasi tubuh, yang digabungkan dengan kecenderungan untuk menafsirkan sensasi ini sebagai
indikasi penyakit medis. Sementara etiologi SSD tidak jelas, penelitian telah menyelidiki faktor
risiko termasuk pengabaian masa kanak-kanak, pelecehan seksual, gaya hidup kacau, dan
riwayat penyalahgunaan alkohol dan zat. Selanjutnya, somatisasi parah telah dikaitkan dengan
gangguan kepribadian aksis II, khususnya gangguan penghindaran, paranoid, mengalahkan diri
sendiri, dan obsesif-kompulsif. Stresor psikososial, termasuk pengangguran dan gangguan fungsi
pekerjaan, juga terlibat
3.3 Klasifikasi
Beberapa perubahan penting telah dibuat dibandingkan dengan edisi DSM sebelumnya. Kategori
gangguan DSM-IV untuk gangguan somatisasi, hipokondriasis, gangguan nyeri, dan gangguan
somatoform yang tidak berdiferensiasi telah dihapus, dan kebanyakan, tetapi tidak semua,
individu yang didiagnosis salah satu dari gangguan tersebut sekarang dapat digolongkan ke
dalam gangguan gejala somatik (SSD). Diagnosis DSM-IV untuk gangguan somatisasi
membutuhkan sejumlah keluhan tertentu dari empat kelompok gejala. Kriteria SSD tidak lagi
memiliki persyaratan seperti itu; namun, gejala somatik harus secara signifikan membebani atau
mengganggu kehidupan sehari-hari dan harus disertai dengan pikiran, perasaan, atau perilaku
yang berlebihan.Pada DSM-5, istilah
"gangguan somatoform" untuk
menggambarkan gejala yang tidak dapat
dijelaskan secara medis telah dihapus.
Sebagai gantinya, dibuatlah istilah gejala
somatik dan gangguan terkait. Gejala
yang tidak dapat dijelaskan secara medis
sekarang tidak dibedakan dari gejala yang
dapat dijelaskan secara medis. Gangguan
gejala somatik (SSD) sebagai diagnosis utama menggantikan gangguan somatisasi (somatization
disorder) sebelumnya, gangguan somatoform yang tidak berdiferensiasi (undifferentiated
somatoform disorder), dan gangguan nyeri (pain disorder). Kategori diagnostik yang luas ini
juga mencakup sebagian besar pasien yang memiliki hipokondriasis atau kondisi medis yang
disertai dengan ciri-ciri psikologis (psychological factors affecting other medical conditions).
Kategori baru dari SSD berisi beberapa gangguan, termasuk kecemasan terhadap penyakit/illness
anxiety disorder (atau hipokondriasis), gejala neurologis fungsional/conversion disorder (atau
gangguan konversi), gangguan faktual/factitious disorder, dan faktor psikologis yang
memengaruhi kondisi medis lainnya, seperti nyeri.

Klasifikasi somatic symptom disorder dijabarkan pada tabel di bawah ini.

Klasifikasi Deskripsi

Conversion disorder Satu atau lebih gejala fungsi motorik volunter atau
sensorik yang berubah dan inkonsisten dengan
kondisi yang telah diketahui

Factitious disorder Falsifikasi gejala fisik/psikologis atau


cedera/penyakit, bisa berkaitan dengan diri sendiri
atau dipaksakan kepada orang lain, walaupun
bukan untuk keuntungan pribadi

Illness anxiety disorder Preokupasi bahwa mendapatkan penyakit serius.


Terdapat dua tipe yaitu mencari pengobatan (care-
seeking) atau menghindari pengobatan (care-
avoidant)

Faktor psikologis yang Adanya kondisi medis dan faktor psikologis yang
mempengaruhi kondisi medis lain mempengaruhi kondisi medis tersebut secara
negatif
Gejala somatik lain yang spesifik Terdapat gejala yang sesuai dengan somatic
symptom disorder, namun tidak memenuhi kriteria
gangguan di atas

Gejala somatik lain yang tidak Terdapat gejala yang sesuai dengan somatic
spesifik symptom disorder, namun tidak memenuhi kriteria
gangguan-gangguan di atas; klasifikasi ini hanya
digunakan ketika tidak terdapat informasi yang
cukup untuk membuat diagnosis yang lebih
spesifik

3.4 Epidemiologi
Gejala somatik dan gangguan terkait sering dikaitkan dengan patologi organik yang benar
atau yang dipersepsikan; akibatnya, kelompok kelainan ini merupakan tantangan untuk
mendiagnosis dan mempelajari dari sudut pandang epidemiologi karena kesulitan dalam menilai
pikiran dan tubuh secara menyeluruh. Mengingat perubahan substansial dalam kriteria diagnostik
antara DSM-III dan DSM-5, memberikan tingkat prevalensi epidemiologis yang tepat untuk
gejala somatik dan gangguan terkait sangat menantang. Gangguan memang somatoform tidak
dimasukkan dalam survei komorbiditas nasional skala besar berdasarkan kriteria DSM-III-R dan
DSM-IV-TR, juga tidak diperiksa dalam inisiatif Survei Kesehatan Mental Dunia WHO, yang
selanjutnya membatasi kesimpulan mengenai gejala somatik dan gangguan terkait. Selain itu,
peneliti epidemiologi sering memasangkan gangguan somatoform dengan gangguan lain
(misalnya, gangguan kecemasan) atau telah mengeluarkan gangguan tertentu dari analisis karena
tingkat dasar yang rendah atau tinggi atau perbedaan dalam metodologi klasifikasi. Dengan
demikian, prevalensi gejala somatik dan gangguan terkait sebagai suatu kelompok gangguan
hampir seluruhnya masih belum dipelajari dan pengetahuan kami saat ini hanya dapat
diekstrapolasi dari penelitian sebelumnya tentang gangguan somatoform.
Gejala somatik dan gangguan terkait secara substansial berbeda dari gangguan
somatoform yang dijelaskan dalam DSM-IV-TR; namun, beberapa temuan epidemiologi yang
lebih luas kemungkinan masih berlaku. Misalnya, presentasi masalah somatik yang tidak
memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan somatoform atau kondisi medis terjadi pada
sekitar setengah dari semua kunjungan dokter, yang menunjukkan bahwa gejala somatik
subsindromal sangat umum dan mahal. Gejala somatik dan gangguan terkait kemungkinan lebih
umum terjadi pada wanita, dengan kemungkinan pengecualian gangguan gejala somatik, yang
tampaknya memiliki prevalensi yang sama pada kedua jenis kelamin berdasarkan tingkat
hipokondriasis. Orang dengan gejala somatik dan gangguan terkait juga sangat mungkin
mengalami gangguan mood yang terjadi bersamaan, gangguan kecemasan, gangguan
kepribadian, serta gejala somatik lainnya dan gangguan terkait.
Gangguan gejala somatik merangkum sekitar 75% individu yang sebelumnya memenuhi
kriteria diagnostik untuk hipokondriasis, dan kemungkinan merupakan gejala somatik yang
paling umum dan gangguan terkait. Gangguan gejala somatik memiliki prevalensi sekitar 5-7%
pada populasi umum, yang konsisten dengan angka prevalensi selama 12 bulan sebesar 4,5%
untuk hipokondriasis. Penelitian tentang hipokondriasis menunjukkan bahwa gangguan gejala
somatik kemungkinan lebih umum terjadi di rangkaian perawatan primer. Prevalensi
hipokondriasis yang dilaporkan di rangkaian perawatan primer sangat bervariasi berdasarkan
metodologi. Studi yang menggunakan wawancara diagnostik telah melaporkan prevalensi poin
sebesar 3% dan prevalensi 12 bulan sebesar 0,8%, sedangkan studi yang menggunakan skor
metode cutoff dari ukuran laporan diri diikuti dengan wawancara menunjukkan prevalensi 12
bulan sebesar 8,5%. Dimasukkannya penentu nyeri yang dominan ke gangguan gejala somatik,
yang merupakan bagian dari diagnosis gangguan nyeri DSM-IV, dapat meningkatkan prevalensi
gangguan gejala somatik di luar prevalensi hipokondriasis.
Prevalensi gangguan kecemasan penyakit tidak diketahui secara relatif, tetapi dapat
diperkirakan berdasarkan fenomena lain. Prevalensi 1-2 tahun kecemasan kesehatan dan
keyakinan penyakit (yaitu, keyakinan bahwa seseorang mengidap penyakit) dalam sampel
berbasis komunitas berkisar dari 1,3% hingga 10%. Ketakutan yang kuat untuk tertular penyakit,
yang relatif mirip dengan gangguan kecemasan penyakit, memiliki prevalensi sekitar 3% sampai
4%. Bersama-sama, temuan ini menunjukkan gangguan kecemasan penyakit relatif umum.
Angka prevalensi gangguan konversi selama 12 bulan pada populasi umum kurang dari
0,1%. Prevalensi titik di neurologi dan pengaturan perawatan primer telah dilaporkan masing-
masing 1% dan 0,2%. Meskipun prevalensi gangguan konversi rendah, gejala neurologis yang
tidak dapat dijelaskan secara medis hadir pada sekitar 11% hingga 35% pasien neurologi yang
menunjukkan bahwa konversi subsyndromal mungkin lebih umum daripada hampir semua
penyakit neurologis. Prevalensi gejala somatik lain dan gangguan terkait tidak diketahui,
sebagian karena merupakan diagnosis baru (misalnya, faktor psikologis yang mempengaruhi
kondisi medis lain) dan sangat sulit untuk dipelajari.
3.5 Patofisiologi
Patofisiologi gangguan gejala somatik belum diketahui secara pasti.  Gangguan gejala
somatik primer dapat dikaitkan dengan kesadaran yang meningkat akan sensasi tubuh normal. 
Kesadaran yang meningkat ini dapat dihubungkan dengan bias kognitif untuk menafsirkan gejala
fisik apa pun sebagai indikasi penyakit medis.  Ambang rangsang otonom mungkin tinggi pada
beberapa pasien dengan somatisasi.  Rangsang otonom ini mungkin terkait dengan efek fisiologis
senyawa noradrenergik endogen seperti takikardia atau hipermotilitas lambung.  Rangsang yang
meningkat juga dapat menyebabkan ketegangan otot dan nyeri yang berhubungan dengan
hiperaktif otot, seperti pada sakit kepala tegang otot.
Ada bukti yang menghubungkan penanda genetik tertentu dengan perkembangan gejala
somatik, menujukkan bahwa ada komponen genetik yang mungkin berperan untuk
perkembangan sindrom gangguan gejala somatik. Studi pencitraan otak mendukung hubungan
antara satu atau lebih gangguan gejala somatik, dengan berkurangnya volume amigdala otak dan
konektivitas otak antara amigdala dan daerah otak yang mengendalikan fungsi eksekutif dan
motorik.
3.6 Manifestasi Klinis
Gangguan somatisasi biasanya menunjukkan berbagai gejala, seperti sakit kepala, adanya
rasa nyeri pada bagian tubuh, sulit tidur, sakit perut/nyeri pada perut, gangguan pada menstruasi,
dan kelelahan. Semua sakit tersebut tanpa dibuktikan adanya penyakit medis, hal ini dikarenakan
individu dengan gangguan somatisasi merasa sakit pada sebagian besar hidupnya dan selalu
mengeluhkan penyakit tubuh kepada dokter setiap individu merasa sakit.
3.7 Cara Diagnosis dan Diagnosis Banding
Diagnosis menurut PPDGJ-III dan DSM-V
Gangguan Somatoform
 Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-ulang
disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya
negatif dan sudah dijelaskan dokternya bahwa tidak ditemukan keluhan yang menjadi dasar
keluhannya yang sudah berlangsung sedikitnya dua tahun.
 Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan
fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya
 Terdapat disabilitas dalam fungsinya dalam masyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan
sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.

Gangguan Somatisasi
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :
 Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan
atas dasar kelainan fisik yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun
 Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan
fisik yang dapat menjelaskan keluhannya
 Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga yang berkaitan dengan sifat
keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya
 
Gangguan Somatoform Tak Terinci
 Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran klinis
yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi
 Kemungkinan ada ataupun tidaknya faktor penyebab psikologis belum jelas, akan tetapi tidak
boleh ada penyebab fisik dan keluhan-keluhannya
 
Gangguan Hipokondrik
Pedoman diagnostik
 Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius yang
dilandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak  menunjang
adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan
deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisik
 Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak
ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhannya.
 
Gangguan Otonomik Somatoform
Pedoman diagnostik
 Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka
panas/flushing, yang menetap dan mengganggu
 Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (gejala tidak khas)
 Preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan adanya gangguan yang
serius (sering tidak begitu khas) dari sistem atau organ tertentu, yang tidak terpengaruh oleh
hasil pemeriksaan berulang, maupun penjelasan dari dokter
 Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem atau
organ yang dimaksud.
 
Gangguan Nyeri Somatoform Menetap
Pedoman diagnostik
 Keluhan utama adalah nyeri hebat, menyiksa, menetap, yang tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun adanya gangguan fisik
 Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau problem psikososial
yang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam mempengaruhi terjadinya gangguan
tersebut
 Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal maupun medis,
untuk yang bersangkutan.
 
Gangguan Somatoform Lainnya
Pedoman diagnostik
 Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak sistem saraf otonom dan terbatas secara spesifik
pada bagian tubuh atau sistem tertentu
 Tidak ada kaitannya dengan kerusakan jaringan

Diagnosis menurut DSM-IV


Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi
a. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama
periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan bermakna
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
b. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada
sembarang waktu selama perjalanan gangguan:
 Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat
tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota
gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama
miksi).
 Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain
nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau
intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
 Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif selain
dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi
tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
 Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang
mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala
konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan
setempat, sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi urin,
halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian,
kejang;gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).
c. Kriteria harus ditemukan salah satu (1) atau (2): 
1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan
suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol). 
2. Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan
yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
d. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-
pura).secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi


a. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik yang
mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.
b. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal atau
eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor lain.
c. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan
buatan atau berpura-pura).
d. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya
oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau
pengalaman yang diterima secara kultural.
e. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna lain atau memerlukan
pemeriksaan medis.
f. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-mata
selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih baik oleh
gangguan mental lain. 

Tipe gejala atau defisit: 


 Dengan gejala atau defisit motorik 
 Dengan gejala atau defisit sensorik 
 Dengan kejang atau konvulsi
 Dengan gambaran campuran
 
Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis
a. Preokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit serius
didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh.
b. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan
penentraman.
c. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan delusional,
tipe somatik) dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada
gangguan dismorfik tubuh).
d. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara kilnis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
e. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
f. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan
obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau
gangguan somatoform lain.
 
Sebutkan jika:
Dengan tilikan buruk: jika untuk sebagian besar waktu selama episode berakhir, orang tidak
menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit serius adalah berlebihan atau
tidak beralasan.
 
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh
a. Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali tubuh,
kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyata.
b. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
c. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya,
ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).
 
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri
a. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan cukup
parah untuk memerlukan perhatian klinis.
b. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi
sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
c. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan, eksaserbasi
atau bertahannnya nyeri.
d. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan
buatan atau berpura-pura).
e. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan
psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.
 
Tuliskan seperti berikut:
 Gangguan nyeri berhubungan dengan faktor psikologis: faktor psikologis dianggap
memiliki peranan besar dalam onset, keparahan, eksaserbasi, dan bertahannya nyeri.
Sebutkan jika:
 Akut: durasi kurang dari 6 bulan
 Kronis: durasi 6 bulan atau lebih
 
Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologls maupun kondisi medis umum
Sebutkan jika:
 Akut: durasi kurang dari 6 bulan
 Kronis: durasi 6 bulan atau lebih
 Catatan: yang berikut ini tidak dianggap merupakan gangguan mental dan dimasukkan
untuk mempermudah diagnosis banding.
 
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan
a. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan
gastrointestinal atau saluran kemih).
b. Terdapat salah satu (1) atau (2) 
1. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh
kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat (misalnya
efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol). 
2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan
sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan
menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratonium.
c. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi
sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
d. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.
c. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya gangguan
somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau
gangguan psikotik).
c. Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau
berpura-pura).
 
Kriteria Diagnostik Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Kondisi Medi
a. Adanya suatu kondisi medis umum (dikodekan dalam Aksis III).
b. Faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis umum dengan salah satu cara berikut:
1. Faktor yang mempengaruhi perjalanan kondisi medis umum ditunjukkan oleh
hubungan erat antara faktor psikologis dan perkembangan atau eksaserbasi dan, atau
keterlambatan penyembuhan dan, kondisi medis umum.
2. Faktor yang mengganggu pengobatan kondisi medis umum.
3. Faktor yang membuat risiko kesehatan tambahan bagi individu.
4. Respons fisiologis yang berhubungan dengan stres menyebabkan atau mengeksaserbasi
gejala-gejala kondisi medis umum.

Pilihlah nama berdasarkan sifat faktor psikologis (bila terdapat lebih dan satu faktor, nyatakan
yang paling menonjol).
Gangguan mental mempengaruhi kondisi medis (seperti gangguan depresif berat memperlambat
pemulihan dan infark miokardium). Gejala psikologis mempengaruhi kondisi medis (misalnya
gejala depresif memperlambat pemulihan dan pembedahan, kecemasan mengeksaserbasi asma).
Sifat kepribadian atau gaya menghadapi masalah mempengaruhi kondisi medis (misalnya
penyangkalan psikologis terhadap pembedahan pada seorang pasien kanker, perilaku
bermusuhan dan tertekan menyebabkan penyakit kardiovaskular). Perilaku kesehatan maladaptif
mempengaruhi kondisi medis (misalnya tidak olahraga, seks yang tidak aman, makan
berlebihan). Respon fisiologis yang berhubungan dengan stres mempengaruhi kondisi medis
umum (misalnya eksaserbasi ulkus, hipertensi, aritmia, atau tension headache yang berhubungan
dengan stres).
3.8 Tatalaksana
Terapi untuk Gangguan Somatoform 
Kebijakan klinis menyarankan pendekatan halus dan suportif seraya  memberikan
penghargaan kepada pasien atas setiap perbaikan kondisi sekecil apa pun yang berhasil dicapai.
Orang-orang yang menderita gangguan somatoform jauh lebih sering datang ke dokter dibanding
ke psikiater atau psikolog karena mereka menganggap masalah berkait dengan kondisi fisik. Para
pasien tersebut menganggap rujukan dokter ke psikolog atau psikiater sebagai tanda bahwa
dokter menganggap penyakit mereka “terletak di kepala”; sehingga mereka tidak merasa senang
dirujuk ke “ahli jiwa”. Mereka menguji kesabaran dokter mereka, yang sering kali meresepkan
berbagai macam obat atau penanganan medis dengan harapan akan menyembuhkan keluhan
somatik tersebut. 
Penyembuhan dengan berbicara yang menjadi dasar psikoanalisis dilandasi oleh asumsi
bahwa suatu represif masif telah memaksa energi psikis diubah menjadi anestesia atau
kelumpuhan yang membingungkan. Namun demikian, psikoanalisis tradisional dengan terapi
jangka panjang dan psikoterapi yang berorientasi psikoanalisis tidak menunjukkan hasil yang
bermanfaat bagi gangguan konversi, kecuali mungkin mengurangi kekhawatiran pasien atas
penyakitnya. Penanganan psikodinamika jangka pendek dapat menjadi efektif untuk
menghilangkan simtom-simtom gangguan somatoform.
Pasien somatoform sering menderita kecemasan dan depresi. Dengan menangani
kecemasan dan depresi sering kali mengurangi kekhawatiran somatoform. Pada kasus
komorbiditas antara ganguan obsesif kompulsif dan gangguan somatoform tertentu, seperti
hipokondriasis dan gangguan dismorfik tubuh memiliki penanganan pilihan untuk ganguan
kompulsif-pemaparan dan pencegahan respons-dapat menjadi efektif untuk gangguan
somatoform tersebut. Terapis perlu memperhitungkan untuk memastikan pasien tidak kehilangan
muka ketika gangguan tersebut tidak lagi dialaminya. Terapis harus mempertimbangkan
kemungkinan pasien merasa dipermalukan ketika kondisinya menjadi lebih baik melalui
penanganan yang tidak berkaitan dengan masalah medis (fisik). 

Terapi untuk gangguan somatisasi 


 Pemaparan atau terapi kognitif dapat digunakan untuk mengatasi ketakutan,
berkurangnya rasa takut dapat membantu mengurangi berbagai keluhan somatik. 
 Terapi keluarga, membantu pasien dan keluarga mengubah jaringan hubungan yang
bertujuan untuk membantu usahanya menjadi lebih mandiri. 
 Training asersi dan keterampilan sosial, bermanfaat untuk membantunya manguasai atau
menguasai kembali, berbagai cara untuk berhubungan dengan orang lain dan mengatasi
berbagai tantangan tanpa harus mengatakan “Saya seorang yang malang, lemah, dan
sakit.” 
 Dokter tidak menghindari validitas keluhan-keluhan fisik, namun meminimalkan
penggunaan berbagai tes diagnostik dan pemberian obat, mempertahankan kontak dengan
pasien. Teknik-teknik seperti training relaksasi dan berbagai bentuk terapi kognitif juga
terbukti bermanfaat. Biofeedback, yang mencangkup pengendalian atas proses-proses
fisiologis telah terbukti efektif dalam mengurangi berbagai pikiran yang merusak pada
para pasien yang menderita gangguan somatoformbahkan lebih efektif dibanding teknik
relaksasi. 

Terapi untuk rasa nyeri 


 Nyeri mengandung dua komponen, yaitu nyeri psikogenik dan nyeri yang benarbenar
disebabkan factor medis, seperti cedera jaringan otot. Penanganan yang efektif cenderung
terdiri dari hal-hal berikut: 
o Melakukan validasi bahwa rasa nyeri memang nyata, dan tidak hanya dalam pikiran
pasien.
o Pelatihan relaksasi 
o Menghadiahi pasien karena berperilaku yang tidak sejalan dengan rasa nyeri (menahan
rasa nyeri). 
 Varian terapi psikodinamika jangka pendek, yang disebut terapi tubuh psikodinamika,
efektif untuk mengurangi rasa nyeri dan mempertahankannya dalam jangka waktu lama. 
 Dosis rendah obat antidepresan, terutama imipramine, lebih tinggi manfaatnya dibandingkan
placebo untuk mengurangi rasa nyeri dan distress kronis. Obatobatan tersebut tidak
menghilangkan depresi terkait. 

Medikamentosa 

Golongan Mekanisme Kerja Contoh


Anti depresan trisiklik Menghambat reuptake Amitriptilin, imipramin,
5-HT/NE secara tidak desipramin, nortriptilin,
selektif klomipramin
SSRIs (selective Menghambat secara Fluoksetin, paroksetin,
serotonin selektif reuptake 5-HT sertralin, fluvoksamin
reuptake inhibitors)
Mixed DA/NE reuptake Menghambat reuptake Trazodon, nefazodon,
Inhibitor DA/NE secara tidak selektif mirtazapin, bupropion,
maprotilin, venlafaksin
MAO inhibitors Menghambat aktivitas  Phenelzine, tranylcypromine
enzim MAO

Dosis
 Depresi ringan sampai dengan sedang 25 mg 1-3 x sehari atau 25-75 mg 1 x sehari
tergantung  dari beratnya gejala.
 Depresi berat 25 mg 3 x sehari atau 75 mg 1 x sehari. Maksimal: 150 mg/hari dalam dosis
tunggal atau terbagi.
 Lansia Awal 10 mg 3 x sehari atau 25 mg 1 x sehari. Bila perlu tingkatkan bertahap sampai
25 mg 3 x sehari atau 75 mg 1 x sehari.
Efek Samping
Reaksi SSP, antikolinergik ringan, sinus takikardi, hipotensi pustural, reaksi alergi pada kulit,
kejang, aritmia, gangguan hantaran jantung, alveolitis alergi, hepatitis.
Kontraindikasi 
 Epilepsi atau ambang rangsang lebih rendah, intoksikasi akut oleh alkohol, gangguan
hantaran jantung, glaukoma sudut sempit, retensi urin, hepatitis berat, gangguan ginjal.
 Pengguanaan bersama obat analgesik, hipnotik, atau psikotropik.
3.9 Pencegahan
Sedikit yang diketahui tentang bagaimana mencegah gangguan gejala somatik. Namun,
rekomendasi ini dapat membantu.
 Carilah bantuan profesional sesegera mungkin.
 Belajarlah untuk mengenali kapan mulai stres dan bagaimana hal ini memengaruhi tubuh
— dan berlatihlah secara teratur untuk mengelola stres dan teknik relaksasi.
 Jika merasa memiliki gangguan gejala somatik, dapatkan pengobatan lebih awal untuk
membantu menghentikan gejala agar tidak bertambah buruk dan merusak kualitas hidup.
 Tetap dengan rencana perawatan untuk membantu mencegah kekambuhan atau
memburuknya gejala.
3.10Komplikasi
Gangguan gejala somatik dapat dikaitkan dengan:
 Kesehatan yang buruk
 Masalah fungsi dalam kehidupan sehari-hari, termasuk cacat fisik
 Masalah dengan hubungan
 Masalah di tempat kerja atau pengangguran
 Gangguan kesehatan mental lainnya, seperti kecemasan, depresi dan gangguan
kepribadian
 Peningkatan risiko bunuh diri terkait dengan depresi
 Masalah keuangan karena kunjungan perawatan kesehatan yang berlebihan
3.11Prognosis
Terdapat hubungan yang jelas antara pemburukan gejala somatik dan stresor psikososial.
Meskipun belum ada penelitian dengan hasil besar yang dilakukan dengan baik, diperkirakan
sepertiga hingga setengah dari semua pasien dengan gangguan gejala somatik pada umumnya
membaik secara signifikan. Prognosis yang baik dikaitkan dengan status sosial ekonomi yang
tinggi, kecemasan atau depresi yang responsif terhadap pengobatan, gejala yang muncul secara
tiba-tiba, tidak adanya gangguan kepribadian, dan tidak adanya kondisi medis nonpsikiatri yang
terkait. Sebagian besar anak dengan gangguan ini akan sembuh pada akhir masa remaja atau
awal masa dewasa
4. Memahami dan Menjelaskan Konsultasi Perkawinan dan Keluarga Sakinah, Mawadah,
Warrohmah
a. Memilih Kriteria Calon Suami atau Istri dengan Tepat
Agar terciptanya keluarga yang sakinah, maka dalam menentukan kriteria suami
maupun istri haruslah tepat. Diantara kriteria tersebut misalnya beragama islam dan shaleh
maupun shalehah; berasal dari keturunan yang baik-baik; berakhlak mulia, sopan santun dan
bertutur kata yang baik; mempunyai kemampuan membiayai kehidupan rumah tangga (bagi
suami).
Rasul Allâh SAW bersabda, “Perempuan dinikahi karena empat faktor: Pertama,
karena harta; Kedua, karena kecantikan; Ketiga, kedudukan; dan Keempat, karena agamanya.
Maka hendaklah engkau pilih yang taat beragama, engkau pasti bahagia.”
b. Dalam keluarga Harus Ada Mawaddah dan Rahmah 
Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu dan “nggemesi”,
sedangkan rahmah adalah jenis cinta yang lembut, siap berkorban dan siap melindungi
kepada yang dicintai. Rasa damai dan tenteram hanya dicapai dengan saling mencintai. Maka
rumah tangga muslim punya ciri khusus, yakni bersih lahir baathin, tenteram, damai dan
penuh hiasan ibadah. Firman Allah SWT Surat Ar-Rum : 21 yang artinya :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-
Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda- tanda bagi kaum yang berfikir”
c. Saling Mengerti Antara Suami-Istri
Seorang suami atau istri harus tahu latar belakang pribadi masing-masing. Karena
pengetahuan terhadap latar belakang pribadi masing-masing adalah sebagai dasar untuk
menjalin komunikasi masing-masing. Dan dari sinilah seorang suami atau istri tidak akan
memaksakan egonya. Banyak keluarga hancur, disebabkan oleh sifat egoisme. Ini artinya
seorang suami tetap bertahan dengan keinginannya dan begitu pula istri. Seorang suami atau
istri hendaklah mengetahui hal-hal sebagai berikut :
 Perjalanan hidup masing-masing
 Adat istiadat daerah masing-masing (jika suami istri berbeda suku dan atau daerah)
 Kebiasaan masing-masing
  Selera, kesukaan atau hobi
  Pendidikan
  Karakter/sikap pribadi secara proporsional (baik dari masing-masing, maupun
dari orang-orang terdekatnya, seperti orang tua, teman ataupun saudaranya, dan yang
relevan dengan ketentuan yang dibenarkan syari`at.
d. Saling Menerima
Suami istri harus saling menerima satu sama lain. Suami istri itu ibarat satu tubuh dua
nyawa. Tidak salah kiranya suami suka warna merah, si istri suka warna putih, tidak perlu
ada penolakan. Dengan keredhaan dan saling pengertian, jika warna merah dicampur dengan
warna putih, maka aka terlihat keindahannya.
e. Saling Menghargai
Seorang suami atau istri hendaklah saling menghargai:
 Perkataan dan perasaan masingmasing
 Bakat dan keinginan masing-masing
 Menghargai keluarga masing-masing. Sikap saling menghargai adalah sebuah
jembatan menuju terkaitnya perasaan suami-istri.
f. Saling Mempercayai
Dalam berumahtangga seorang istri harus percaya kepada suaminya, begitu pula
dengan suami terhadap istrinya ketika ia sedang berada di luar rumah. Jika diantara keduanya
tidak adanya saling percaya, kelangsungan kehidupan rumah tangga berjalan tidak seperti
yang dicita-citakan yaitu keluarga yang bahagia dan sejahtera. Akan tetapi jika suami istri
saling mempercayai, maka kemerdekaan dan kemajuan akan meningkat, serta hal ini
merupakan amanah Allâh.
g. Suami-Istri Harus Menjalankan Kewajibanya Masing-Masing
Suami mempunyai kewajiban mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya, tetapi
disamping itu ia juga berfungsi sebagai kepala rumah tangga atau pemimpin dalam rumah
tangga. Allah SWT dalam hal ini berfirman: “Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita,
karena Alloh telah melebihkan sebagian dari mereka atas sebagian yang lainnya dan karena
mereka telahmembelanjakan sebagian harta mereka” (Qs. an-Nisaa’: 34).
Menikah bukan hanya masalah mampu mencari uang, walaupun ini juga penting, tapi
bukan salah satu yang terpenting. Suami bekerja keras membanting tulang memeras keringat
untuk mencari rezeki yang halal tetapi ternyata tidak mampu menjadi pemimpin bagi
keluarganya.
Istri mempunyai kewajiban taat kepada suaminya, mendidik anak dan menjaga
kehormatannya (jilbab, khalwat, tabaruj, dan lain-lain.). Ketaatan yang dituntut bagi seorang
istri bukannya tanpa alasan. Suami sebagai pimpinan, bertanggung jawab langsung
menghidupi keluarga, melindungi keluarga dan menjaga keselamatan mereka lahir-batin,
dunia-akhirat. Ketaatan seorang istri kepada suami dalam rangka taat kepada Allah dan
Rasul-Nya adalah jalan menuju surga di dunia dan akhirat. Istri boleh membangkang kepada
suaminya jika perintah suaminya bertentangan dengan hukum syara’, missal: disuruh berjudi,
dilarang berjilbab, dan lain-lain.
h. Suami Istri Harus Menghindari Pertikaian
Pertikaian adalah salah satu penyebab retaknya keharmonisan keluarga, bahkan
apabila pertikaian tersebut terus berkesinambungan maka dapat menyebabkan perceraian.
Sehingga baik suami maupun istri harus dapat menghindari masalah-masalah yang dapat
menyebabkan pertikaian karena suami dan istri adalah fakkor paling utama dalam
menentukan kondisi keluarga.
Rasulullah saw bersabda:
“Laki-laki yang terbaik dari umatku adalah orang yang tidak menindas keluarganya,
menyayangi dan tidak berlaku zalim pada mereka.” (Makarim Al-Akhlaq:216-217)
“Barangsiapa yang bersabar atas perlakuan buruk isterinya, Allah akan memberinya pahala
seperti yang Dia berikan kepada Nabi Ayyub (a.s) yang tabah dan sabar menghadapi ujian-
ujian Allah yang berat. (Makarim Al-Akhlaq:213)
“Barangsiapa yang menampar pipi isterinya satu kali, Allah akan memerintahkan malaikat
penjaga neraka untuk membalas tamparan itu dengan tujuh puluh kali tamparan di neraka
jahanam.” (Mustadrak Al- Wasail 2:550)
i. Hubungan Antara Suami Istri Harus Atas Dasar Saling Membutuhkan
Seperti pakaian dan yang memakainya (hunna libasun lakum wa antum libasun
lahunna ( Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat:187), yaitu menutup aurat, melindungi diri dari
panas dan dingin, dan sebagai perhiasan. Suami terhadap istri dan sebaliknya harus
menfungsikan diri dalam tiga hal tersebut. Jika istri mempunyai suatu kekurangan, suami
tidak menceriterakan kepadaorang lain, begitu juga sebaliknya. Jika istri sakit, suami segera
mencari obat atau membawa ke dokter, begitu juga sebaliknya. Istri harus selalu tampil
membanggakan suami, suami juga harus tampil membanggakan istri, jangan terbalik di
luaran tampil menarik orang banyak, di rumah “nglombrot” menyebalkan.
j. Suami Istri Harus Senantiasa Menjaga Makanan yang Halal
Menurut hadis Nabi, sepotong daging dalam tubuh manusia yang berasal dari
makanan haram, cenderung mendorong pada perbuatan yang haram juga (qith`at al lahmi
min al haram ahaqqu ila annar). Semakna dengan makanan, juga rumah, mobil, pakaian dan
lain-lainnya.
k. Suami Istri Harus Menjaga Aqidah yang Benar
Akidah yang keliru atau sesat, misalnya mempercayai kekuatan dukun, majig dan
sebangsanya. Bimbingan dukun dan sebangsanya bukan saja membuat langkah hidup tidak
rasional, tetapi juga bias menyesatkan pada bencana yang fatal.
Membina suatu keluarga yang bahagia memang sangat sangat sulit. Akan tetapi jika
masing-masing pasangan mengerti konsep-konsep keluarga sakinah seperti yang telah
diuraikan di atas, Insya Allah cita-cita untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal dalam
aturan syari’at Islam, yang disebutkan dengan “Rumahku adalah surgaku” akan terwujud.
Disamping konsep-konsep diatas masih ada beberapa resep yang lain bagaimana
menjadi keluarga sakinah, diantaranya :
  Selama menempuh hidup berkeluarga, sadarilah bahwa jalan yang akan kita lalui
tidaklah melulu jalan yang bertabur bunga kebahagiaan tetapi juga semak belukar
yang penuh onak dan duri.
  Ketika biduk rumah tangga oleng, janganlah saling berlepas tangan, tetapi sebaliknya
justru semakin erat berpegangan tangan.
  Ketika kita belum dikaruniai anak, cintailai istri atau suami dengan sepenuh hati.
  Ketika sudah mempunyai anak, jangan bagi cinta kepada suami atau istri dan anak-
anak dengan beberapa bagian tetapi cintailah suami-istri dan anak-anak dengan
masing-masing sepenuh hati.
 Ketika ekonomi keluarga belum membaik, yakinlah bahwa pintu rizki akan terbuka
lebar berbanding lurus dengan tingkat ketaatan suami istri kepada Allah Swt.
  Ketika ekonomi sudah membaik, jangan lupa akan jasa pasangan hidup yang setia
mendampingi ketika menderita (justru godaan banyak terjadi disini, ketika hidup
susah, suami selalu setia namun ketika sudah hidup mapan dan bahkan lebih dari
cukup, suami sering melirik yang lain dan bahkan berbagi cinta dengan wanita yang
lain)
  Jika anda adalah suami, boleh bermanja-manja bahkan bersifat kekanak-kanakan
kepada istri dan segeralah bangkit menjadi pria perkasa secara bertanggung- jawab
ketika istri membutuhkan pertolongan.
  Jika anda seorang istri, tetaplah anda berlaku elok, tampil cantik dan gemulai serta
lemah lembut, tetapi harus selalu siap menyeleaikan semua pekerjaan dengan sukses.
  Ketika mendidik anak, jangan pernah berpikir bahwa orang tua yang baik adalah
orang tua yang tidak pernah marah kepada anak, karena orang tua yang baik adalah
orang tua yang jujur kepada anak.
  Jika anda wanita, ketika ada PIL, jangan diminum, cukuplah suami anda yang
menjadi "obat".
  Jika anda lelaki, ketika ada WIL, jangan pernah ajak berlayar sebiduk berdua ke
samudra cinta, cukuplah istri anda sebagai pelabuhan hati.

1. Konsultasi Pernikahan

Konseling islami dirumuskan sebagai proses pemberian bantuan terhadap individu agar
menyadari kembali akan eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup selaras dengan
ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Dengan berlandaskan rumusan konseling islami di atas, maka konseling keluarga islami dapat
dirumuskan sebagai berikut: Konseling keluarga/pernikahan islami adalah proses pemberian bantuan
terhadap individu agar dalam menjalankan pernikahan dan kehidupan berumah tangganya bisa selaras
dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kabahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Problema Kehidupan Berkeluarga.

Problem di seputar perkawinan atau kehidupan berkeluarga biasanya berada di sekitar:

1. Ekonomi keluarga yang kurang tercukupi.


2. Perbedaan watak dan perbedaan kepribadian yang terlalu tajam 
3. Masalah kesibukan 
4. Masalah perselingkuhan 
5. Masalah pendidikan 
6. Kejenuhan rutinitas
7. Jauh dari agama 

Tujuan konseling perkawinan islami dapat dirumuskan sebagai berikut: 

1. Membantu individu mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan


pernikahannya antara lain dengan jalan;
 Membantu individu memahami hakikat pernikahan menurut Islam;
 Membantu individu memahami tujuan pernikahan menurut Islam;
 Membantu individu memahami persyaratan-persyaratan pernikahan menurut Islam;
 Membantu individu memahami kesiapan dirinya untuk menjalankan pernikahan;
 Membantu individu melaksanakan pernikahan sesuai dengan ketentuan (syariat)
Islam.1Membantu individu mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan
kehidupan rumah tangganya antara lain dengan:
 Membantu individu memahami hakikat kehidupan berkeluarga (berumah tangga)
menurut Islam;
 Membantu individu memahami tujuan hidup berkeluarga menurut Islam;
 Membantu individu memahami cara-cara membina kehidupan berkeluarga yang
sakinah, mawaddah wa rahmah menurut ajaran Islam;
 Membantu individu memahami, melaksanakan pembinaan kehidupan berumah
tangga sesuai dengan ajaran Islam.
2. Membantu individu memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pernikahan
dan kehidupan berumah tangga, antara lain dengan jalan:
 Membantuindividumemahamiproblemyangdihadapinya;
 Membantu individu memahami kondisi dirinya dan keluarga serta
lingkungannya;
 Membantu individu memahami dan menghayati cara-cara mengatasi masalah
pernikahan dan rumah tangga menurut ajaran Islam;
 Membantu individu menetapkan pilihan upaya pemecahan masalah yang
dihadapinya sesuai dengan ajaran Islam.
3. Membantu individu memelihara situasi dan kondisi pernikahan dan rumah tangga agar
tetap baik dan mengembangkannya agar jauh lebih baik, yakni dengan cara:
 Memelihara situasi dan kondisi pernikahan dan berumah tangga yang semula pernah
terkena problem dan telah teratasi agar tidak menjadi permasalahan kembali;
 Mengembangkan situasi dan kondisi pernikahan dan rumah tangga menjadi lebih
baik (sakinah, mawaddah, dan rahmah.)

Bimbingan dan Konseling Keluarga.

Bimbingan dan konseling keluarga yang dilakukan dengan sasaran individu maupun kolektif
(keluarga) dalam Islam pada dasarnya bersifat mendidik. Pendidikan adalah proses mengubah keadaan
yang kurang baik menjadi baik, mempertahankan sesuatu yang sudah baik dan meningkatkannya menjadi
lebih baik lagi. Bimbingan dan konseling dalam keluarga dengan demikian dapat diartikan secara umum
sebagai usaha untuk meningkatkan sikap dan perilaku keluarga menjadi lebih baik lagi. Sesuai dengan
asas ketahanan mental, tujuan bimbingan dan konseling keluarga secara garis besar bertujuan untuk
meningkatkan ketahanan keluarga dari pengaruh patologi sosial, meningkatkan kemampuan
menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan sosial tanpa harus kehilangan identitas, merealisasikan
potensi potensi (positif) masyarakat, dan meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah.

Zakiyah mengajukan tujuh prinsip islami sebagai bahan pemikiran untuk landasan tehnik-tehnik
bimbingan dan konseling keluarga. Ada tujuh prinsip yang disebut sapta asas ISLAMKU (Ibadah,
Silaturrahim, Lugas, Adaptasi, Musyawarah, Keteladanan dan Upaya pengubahan.

Asas 1. Ibadah. Pembimbing atau konselor keluarga harus memantapkan niat dan menyadari bahwa
tugas bimbingan dan konseling kepada orang lain adalah ibadah dan amal bakti mereka adalah ibadah
pula. Dalam artian psikologi ibadah identik dengan motif dan motivasi kerja merupakan unsur penting
bagi keberhasilan melaksanakan tugas. Lebih- lebih lagi niat ibadah yang merupakan motivasi tertinggi
dalam agama Islam. Sebagaimana sabda rasulullah.

Selain niat dan itikad beribadah, asas ini menganjurkan kepada para pembimbing dan konselor
agar selalu meningkatkan kualitas ibadahnya, juga selalu berdoa memohon petunjukNya serta mendoakan
segala kebaikan bagi keluarga yang mereka bimbing.

Asas 2.Silaturrahim. Islam menganjurkan umatnya untuk selalu menjalin silaturrahim sebagai
landasan kokoh hubungan sosial. Cara termudah yang dianjurkan antara lain dengan jalan mengucapkan
salam, bertutur kata lembut, membiasakan berwajah jernih, saling menjabat tangan dan tersenyum tulus.
Mengenai senyuman tulus yang dalam hadis dinilainya sebagai sedekah dan amal baik, secara khusus
terungkap dalam bahasa cina “Orang-orang yang mahal senyum jangan sekali-kali buka took” Perintah
dan tuntunan untuk menjalin silaturrahim cukup banyak diungkapkan dalam al-Quran dan Hadis.

Dalam Bimbingan dan konseling, cara-cara di atas disebut rapport, yakni usaha untuk saling
mengenal antara pihak pembimbing/konselor dengan klien (dibimbing) untuk menanamkan kepercayaan
dari pihak klien kepada konselor. Tahap ini merupakan tahap awal yang menentukan dalam proses
konseling, karena hal itu besar pengaruhnya terhadap kelancaran dan keberhasilan konseling.

Asas 3. Lugas. Pengertian lugas mengandung konotasi sederhana, langsung, jujur, apa adanya
dan terarah pada sasarannya dalam mengungkapkan sesuatu. Ungkapan yang lugas. Asas 4. Adaptasi,
yakni menyesuaikan dengan tema, isi dan cara menyampaikan informsi dengan daya tangkap,
kepentingan, suasana dan kondisi psikososial penerima informasi. Maksudnya, supaya para penerima
informasi merasa terlibat dengan maksud dan arahan dari informasi yang disampaikan. Prinsip
initampaknya relevan untuk digunakan oleh para pembimbing/konselor dalam menghadapi berbagai
corak kehidupan anggota masyarakat yang beraneka ragam. Rasullah sendiri menganjurkan para dai
untuk berbicara sesuai dengan akal fikiran, keadaan dan bahasa dari pribadi-pribadi dan kelompok
masyarakat sasaran dakwah.

Asas 5.Musyawarah. Pentingnya musyawarah dalam Islam terbukti dalam al-Quran ada surah
asyura yang artiya musyawarah. Dalam QS asy-syura/26: 38

ۡ ٰ ْ ُ ‫وٱل َِّذینَ ۡٱستَجابُواِْلَربِِّ ۡھ َمؤَاقَا‬


َ٣٨‫شو ٰرى ۡبَینَُ ۡھ َم ِوم َّما َ َر ۡز ٰقنَُ ۡھم یُنِفقُ َون‬
َ ‫ َّصلَوةَؤَا ُمر ُۡھ ُم‬v‫مواٱل‬
Terjemahnya:

Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat,
sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka dan mereka menafkahkan
sebagian dari rizki yang kami berikan kepada mereka.

Musyawarah adalah ungkapan sikap demokrasi dan lawan dari otoriter yang selalu merasa benar
sendiri. Musyawarah perlu dibiasakan untuk menyelesaikan urusan keluarga dan kemasyarakatan. Lebih-
lebih dalam kegiatan konseling keluarga dan masyarakat keterampilan musyawarah perlu dikuasai oleh
para petugas bimbingan dan konseling. Misalnya saja dalam bentuk diskusi kelompok untuk tujuan
sumbang saran dan pemecahan masalah. Dalam musyawarah ini para pembimbing diharapkan bersedia
untuk menerima umpan balik, dan membisakan diri menghindari sikap menggurui sekalipun hakikatnya
mereka adalah guru dan pendidik masyarakat.

Asas 6.Keteladanan. Para petugas bimbingan dan konseling mempunyai peluang untuk menjadi
panutan dan anutan masyarakat, sehingga salah satu tuntutan tugas mereka adalah harus mampu menjadi
suri tauladan masyarakat. Dalam Islam keteladanan ini merupakan hal yang sangat penting, karena
rasulullah saw. sendiri sebagai penyebar rahmat ilahi untuk semesta alam, adalah juga suri tauladan
terbaik bagi manusia sepanjang masa dan terpancarlah dari beliau segala kesempurnaan perilaku yang
merupakan pengejawantahan kesempurnaan al-Quran.

Asas 7. Upaya pengubahan perilaku. Tujuan utama dari kegiatan bimbingan dan konseling
keluarga adalah menimbulkan kesadaran dan motivasi untuk secara mandiri meningkatkan kualitas dan
taraf hidup. Sesuai dengan firman Allah dalam QS al-Ra’du/13: 11
ْ ُِّ‫ َالیُ َغیُِّر َمابِ ۡقَ ٍوم َحت ٰ َّىیُ َغی‬ ‫ِٕا َّن‬
ۗ◌‫روا َمابَِأنفُِ ِس ۡۗھم‬

Terjemahnya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.  

Ayat ini menunjukkan bahwa manusia satu-satunya makhluk yang (dalam batas- batas tertentu)
memiliki kebebasan kehendak untuk merealisasikan secara aktif potensi- potensinya, serta mampu
mengubah nasibnya sendiri selama mereka mau mengubahnya. Kesadaran ini harus ditanamkan dalam
bimbingan dan konseling agar umat (Islam) tegak mandiri dan tidak tergantung pada (belas kasihan)
orang lain.

DAFTAR PUSTAKA
DEPKES. RI. 2000. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III(PPDGJ-III).
Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes RI.

PERDOSSI. 2016. Acuan Panduan Praktik Klinis Neurologi.


http://snars.web.id/ppkneurologi/ppkneurologi.pdf

Kurlansik, S. L., Maffei, M. S. (2016). Somatic Symptom Disorder. 93(1), 49–54. Available
from: http://thepafp.org/website/wp-content/uploads/2017/05/2016-Somatic-Symptom-
Disorder-1.pdf

Sadock, B. J., Sadock, V. A., & Ruiz, P. (2015). Kaplan and Sadock's synopsis of psychiatry:
Behavioral sciences/clinical psychiatry (11th ed.). Wolters Kluwer Health.

Suwondo, B.S., Meliala, L., & Sudadi. (2017). Buku Ajar Nyeri. Yogyakarta: Perkumpulan Nyeri
Indonesia.
Perdossi. 2013. Konsensus Nasional IV Diagnostik dan Penatalaksanaan Nyeri Kepala.
Surabaya: Airlangga University Press.

A. Syahraeni, Bimbingan Keluarga Sakinah, Makassar: Alauddin University Press, 2013. 

Al-Bukhari al Ja’fiy,Muhammad bin Ismail Abu Abdillah.shahih Bukhari, jus 6, Beirut:


dar ibn Katsir, tt. 

Michelle Blanda, M. (2019)  Cluster Headache. http://emedicine.medscape.com/article/1142459-


overview#a0104

Anda mungkin juga menyukai