Anda di halaman 1dari 11

LEARNING OBJECTIVE SKENARIO 5

(NYERI KEPALA)
“Kenapa Kepalaku?”

Disusun oleh :
NAMA : Mega Mutia Rahman
STAMBUK : N10117036
KELOMPOK : 8 (delapan)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
1. Patomekanisme Nyeri Kepala
Rangsang nyeri bisa disebabkan oleh adanya tekanan, traksi, displacement
maupun proses kimiawi dan inflamasi terhadap nosiseptor pada struktur yang peka
nyeri (pain sensitive) yang terletak pada ataupun di atas tentorium serebeli, bila
dirangsang maka rasa nyeri akan timbul terasa menjalar pada daerah di depan batas
garis vertical yang ditarik dari kedua telinga yaitu kiri dan kanan melewati puncak
kepala(daerah frontotemporal dan parietal anterior). Rasa nyeri ini ditransmisi oleh
nervus trigeminus (nervus V).
Sedangkan rangsangan terhadap struktur yang peka terhadap nyeri di bawah
tentorium (yaitu yang terletak pada fossa kranii posterior) radiks servikalis bagian atas
dengan cabang-cabang saraf perifernya akan menimbulkan nyeri pada daerah di
belakang garis tersebut, yaitu pada area oksipital, ara sub-oksipital dan servikal
bagian atas. Rasa nyeri ini ditransmisi oleh saraf cranial IX, X dan saraf spinal C1, C2
dan C3 akan tetapi kadang-kadang dapat juga radiks servikalis bagian atas dan
N.Oksipitalis mayor akan menjalarkan nyerinya ke frontal dan mata ipsilateral. Telah
dibuktikan adanya hubungan yang erat antara inti-inti trigeminus dengan radiks
dorsalis segmen servikalis atas, sehingga nyeri di daerah leher dapat dirasakan atau
diteruskan ke arah kepala dan sebaliknya.
Pada penderita tension type headache didapati gejala yang menonjol yaitu
nyeri tekan yang bertambah pada palpasi jaringan miofasial perikranial . Impuls
nosiseptif dari otot perikranial yang menjalar ke kepala mengakibatkan timbulnya
nyeri kepala dan nyeri yang bertambah pada daerah otot maupun tendon tempat
insersinya. Mekanisme timbulnya nyeri miofasial dan nyeri tekan adalah disebabkan
oleh a). Sensitasi nosiseptor miofasial perifer, b). Sensitasi neuron-neuron ke-2 pada
level kornu dorsalis medula spinalis/nukleus trigeminal, c). Sensitasi neuron
supraspinal (hipersensitivitas supraspinal terhadap stimulus nosiseptif), d).
Berkurangnya aktifitas antinosiseptif dari struktur supraspinal (pengurangan aktifitas
inhibisi dari supraspinal descending pain).
Konsep dasar pathogenesis migren saat ini yaitu; a), hipereksitabilitas
neuronal saat fase inter-iktal & fase preheadache, b). Cortical spreading depression
(CSD) sebagai dasar timbulnya aura, c).aktivasi perifer n.trigeminal, d). Aktivasi
sentral n.trigeminal, e). Lesi kerusakan progresif periaquaductal gray matter (PAG),
f). Dasar genetic
Patofisiologi neuralgia belum jelas dan masih sulit dimengerti. Saat ini
terdapat 2 teori yang dapat diterima yaitu : 1.) Teori sentral : Neuralgia ini dianggap
sebagai suatukeadaan setelah terjadinya pelepasan muatan listrik dari suatu epilepsi
fokal; 2.) Teori perifer : Neuralgia ini terjadi karena kompresi, distorsi atau
peregangan nervus trigeminus pada root entry zone oleh arteri aberant, malformasi
vaskuler, plak sklerotik, dll.

Sumber: Hasan Sjahrir, 2008. Nyeri Kepala & Vertigo. Yogyakarta: Pustaka Cendekia

Press

2. Hubungan Pemeriksaan Funduskopi dengan Nyeri Kepala


Pada pemeriksaan funduskopi, adanya perdarahan atau papilledema
mengharuskan dilakukannya imejing yang cepat untuk menyingkirkan kemungkinan
lesi desak ruang. Pemeriksaan lapang pandang yang menunjukkan defek lapang
pandang bitemporal ditemukan pada tumor hipofisis.
Papil edema merupakan tanda bahaya (red flags). Nyeri kepala yang disertai
dengan adanya papil edema maka perlu dicurigai akan adanya penyebab sekunder
yang mendasari nyeri kepala, misalnya: tumor, IIH , meningitis, atau ensefalitis.

Sumber: Hidayati, H., B. 2016. Pendekatan Klinis Dalam Manajemen Nyeri Kepala.
Vol 2(2). View On 07 April 2020. From [
http://dx.doi.org/10.21776/ub.mnj.2016.002.02.7 ]

3. Patomekanisme Nyeri Secara Umum


Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi
maupun rendah seperti perennggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang
mengalami nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler . Peningkatan kadar K +
ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada
beberapa keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan
peradangan / inflamasi. Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien,
prostaglandin E2, dan histamin yang akan merangasng nosiseptor sehingga
rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia
atau allodynia). Selain itu lesi juga mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga
bradikinin dan serotonin akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi
oklusi pembuluh darah maka akan terjadi iskemia yang akan menyebabkan akumulasi
K + ekstraseluler dan H + yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor. Histamin,
bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator dan meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan
meningkat dan juga terjadi Perangsangan nosisepto. Bila nosiseptor terangsang maka
mereka melepaskan substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen terkait peptida
(CGRP), yang akan merangsang proses inflamasi dan juga menghasilkan vasodilatasi
dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Vasokonstriksi (oleh serotonin),
diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga bertanggung jawab untuk serangan migrain .
Peransangan nosiseptor inilah yang menyebabkan nyeri.

Neuroregulator Nyeri

Neuroregulator atau substansi yang berperan dalam transmisi stimulus saraf


dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu neurotransmitter dan neuromodulator.
Neurotransmitter mengirimkan impuls-impuls elektrik melewati rongga sinaps antara
dua serabut saraf, dan dapat bersifat sebagai penghambat atau dapat pula
mengeksitasi. Sedangkan neuromodulator dipercaya bekerja secra tidak langsung
dengan meningkatkan atau menurunkan efek partokular neurotransmitter. (Anas
Tamsuri, 2006) Beberapa neuroregulator yang berperan dalam penghantaran impuls
nyeri antara lain adalah:

1. Neurotransmiter

a. Substansi P (Peptida)

Ditemukan pada neuron nyeri di kornu dorsalis (peptide eksitator) berfungsi


untuk menstranmisi impuls nyeri dari perifer ke otak dan dapat menyebabkan
vasodilatasi dan edema

b. Serotonin

Dilepaskan oleh batang otak dan kornu dorsalis untuk menghambat transmisi
nyeri.

c. Prostaglandin

Dibangkitkan dari pemecahan pospolipid di membran sel dipercaya dapat


meningkatkan sensitivitas terhadap sel.

2. Neuromodulator

a. Endorfin (morfin endogen)

Merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh tubuh. Diaktivasi oleh
daya stress dan nyeri. Terdapat pada otak, spinal, dan traktus gastrointestinal.
Berfungsi memberi efek analgesik

b. Bradikinin

Dilepaskan dari plasma dan pecah disekitar pembuluh darah pada daerah yang
mengalami cedera. Bekerja pada reseptor saraf perifer, menyebabkan peningkatan
stimulus nyeri.Bekerja pada sel, menyebabkan reaksi berantai sehingga terjadi
pelepasan prostaglandin.
Impuls sepanjang saraf aferen sinaps di sumsum tulang belakang dan lulus
melalui anterolateral saluran ke talamus dan dari sana , antara lain, korteks
somatosensori, yang Cingular gyrus, dan insular korteks (->C). Koneksi yang tepat
memproduksi berbagai komponen sensasi nyeri: sensorik (Misalnya, persepsi
lokalisasi dan intensitas), afektif (penyakit), motor (refleks pelindung, tonus otot,
mimikri), dan otonom (perubahan di tekanan darah, takikardia, dilatasi pupil,
berkeringat, mual). Sambungan di thalamus dan sumsum tulang belakang dihambat
oleh yang turun saluran dari otak tengah, korteks periaqueductal abu-abu materi, dan
rafe inti, ini traktat mempekerjakan norepinefrin, serotonin, dan terutama
endorphines. Lesi thalamus, misalnya, dapat menghasilkan rasa sakit melalui tidak
adanya hambatan ini (Sindrom talamus). Untuk mengatasi nyeri, pengaktifan rasa
sakit reseptor dapat dihambat, misalnya, dengan pendinginan daerah yang rusak dan
oleh prostaglandin inhibitor sintesis (->C1). Transmisi nyeri dapat dihambat dengan
pendinginan dan bloker kanal Na + (anestesi lokal; ->C2). Transmisi di thalamus
dapat dihambat oleh anestesi dan alkohol (->C5). Upaya telah nowand lagi beenmade
untuk mengganggu nyeri transmisi dengan cara bedah saraf transeksi (->C6).
Electroacupuncture dan saraf transkutaneus stimulasi tindakan melalui aktivasi, turun
rasa sakit menghambat saluran (->C3). Reseptor endorphine yang diaktifkan oleh
morfin dan obat terkait (->C4). Endogen sakit menghambat mekanisme dapat dibantu
dengan metode psikologis pengobatan. Tidak adanya rasa sakit yang dibawa oleh
farmakologi berarti atau kongenital sangat jarang mengganggu kondisi analgesia
bawaan fungsi-fungsi peringatan. Jika penyebab nyeri tidak dihilangkan,
konsekuensinya dapat mengancam jiwa.

Sumber: Bahrudin, M. 2017. Patofisiologi Nyeri (PAIN). Vol 13 (1). View 07 April
2020. From [http://ejournal.umm.ac.id/]

4. Sistem SNOOP
Red flags adalah tanda bahaya atau kondisi yang harus diwaspadai. Beberapa
hal yang terkategori sebagai red flags pada kasus nyeri kepala.

Systemic Symptoms

Systemic symptoms (simptom sistemik) yang merupakan tanda bahaya pada


kasus nyeri kepala antara lain: demam, kaku leher, penurunan berat badan, ruam,
menggigil, berkeringat di malam hari. Kemungkinan diagnosis Apabila kasus nyeri
kepala disertai dengan adanya simptom sistemik, maka nyeri kepala masuk dalam
kategori red flags (bendera merah). Hati-hati mungkin nyeri kepala yang ada bukan
nyeri kepala primer. Kemungkinan diagnosis nyeri kepala yang disertai dengan
simptom sistemik bisa bermacam-macam, antara lain meningoensefa-litis, gangguan
vaskuler, arteritis, atau penyebab sekunder yang lain.

Secondary Headache Risk Factors

Beberapa penyakit seperti HIV, kanker, meningitis, tumor metastasis, dan


gangguan intra kranial lain dapat mengakibatkan terjadinya nyeri kepala. Nyeri kepala
karena adanya gangguan struktural seperti HIV, kanker, meningitis, tumor metastasis,
dan gangguan intra kranial lain terkategori dalam nyeri kepala sekunder. Bila
didapatkan kasus nyeri kepala pada orang dengan penyakit-penyakit yang berisiko
untuk terjadi nyeri kepala maka nyeri kepala ini masuk dalam (secondary headache
risk factors.

Seizures

Setiap nyeri kepala yang disertai dengan kejang maka dokter wajib berhati-
hati karena terkategori dalam red flags. Kejang bisa diakibatkan oleh penyakit yang
mendasari. Penyakit yang mendasari terjadinya kejang bermacam-macam, misalnya:
tumor, vaskular, trauma kepala, dll.

Neurologic Symptoms or Abnormal Signs

Simptom neurologis atau tanda abnormal bisa muncul bermacam-macam.


Contoh simptom neurologis atau tanda abnormal adalah: kebingungan, gangguan
kewaspadaan, penurunan kesadaran, atau adanya tanda-tanda fokal. Apabila
didapatkan nyeri kepala dengan simptom neurologis atau tanda abnormal maka dokter
wajib berhati-hati (red flags). Harus curiga ada sebab yang mendasari terjadinya nyeri
kepala. Nyeri kepala yang disertai dengan simptom neurologis atau tanda abnormal
kemungkinan diagnosisnya adalah diseksi servikal, stroke, SDH, EDH, apopleksi
pituitari, abses, thrombosis vena, tumor, AVM, meningitis karsinomatosa/ infeksiosa,
hipertensi intrakranial.

Onset

Onset yang harus diwaspadai sebagai tanda bahaya (red flags) adalah: nyeri
kepala yang datang secara tiba-tiba, yang bersifat mendadak, yang baru pertama kali
muncul, atau yang dipicu oleh manuver valsava atau perubahan posisi. Apabila
disertai onset tersebut maka diagnosis yang mungkin adalah: SAH, AVM, tumor
primer, tumor metastasis, SAH, ICH, abses, meningitis, thrombosis vena, hipertensi
intrakranial, dll.

Onset dan perjalanan nyeri kepala dari waktu ke waktu memiliki implikasi
diagnostik dan terapeutik. Nyeri kepala dengan onset cepat berhubungan dengan nyeri
kepala klaster, sindrom SUNCT, dan trigeminal neuralgia. Nyeri kepala dengan onset
mendadak mengarah pada dugaan adanya mekanisme vaskular yang mendasari seperti
perdarahan subarachnoid. Onset nyeri kepala akibat gangguan oftalmologik dan
infeksi juga mendadak. Biasanya, pemeriksaan fisik dapat membantu dalam
membedakan kondisi yang serius. Nyeri kepala lain meskipun onsetnya dahsyat, bisa
jadi prognosisnya jinak. Contohnya adalah nyeri kepala yang berhubungan dengan
aktivitas seksual, batuk, dan mengejan.

Older

Usia tua pada kasus nyeri kepala merupakan tanda bahaya (red flags). Nyeri
kepala yang dimulai setelah usia 50 tahun mungkin disebabkan oleh kondisi serius,
seperti: giant cell arteritis, lesi massa, atau penyakit serebrovaskular. Nyeri kepala
atau nyeri wajah pada usia lanjut bisa diakibatkan oleh obat-obatan, penyakit
sistemik, postherpetic neuralgia (PHN), trigeminal neuralgia, atau gangguan pada
kepala, leher, mata, telinga, atau hidung. Untuk itu, pemeriksaan tambahan dilakukan
saat nyeri kepala muncul pada pasien usia tua baru dengan onset baru, terdapat
perubahan pola nyeri kepala dibandingkan dengan yang sudah ada, atau pemeriksaan
fisik didapatkan kelainan. Pada keadaan ini, MRI kepala dan laju endap darah
diperlukan untuk membantu mengidentifikasi atau mengeksklusi gangguan struktural
dan giant cell arteritis.

Progression of Headache

Nyeri kepala yang semakin lama semakin memberat (progresif) merupakan


tanda bahaya (red flags). Pemberatan pada nyeri kepala bisa dilihat dari adanya
perubahan frekuensi serangan, tingkat keparahan, atau gambaran klinis. Perubahan
frekuensi nyeri kepala bisa menjadi penyebab kunjungan ke dokter, misalnya ketika
serangan migren meningkat frekuensinya menjadi nyeri kepala harian atau hampir
setiap hari terjadi. Apabila ada nyeri kepala yang semakin lama semakin memberat
(progresif) maka dokter perlu mencurigai bahwa nyeri kepala yang terjadi bukan nyeri
kepala primer. Nyeri kepala yang terjadi tersebut mungkin disertai kelainan yang
mendasari, seperti: perdarahan sub dural (SDH), tumor, atau Medication Overuse
Headache (MOH). Apabila nyeri kepala progresif terjadi dalam hitungan minggu atau
bulan maka kecurigaan mengarah pada: peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK),
Medication Overuse Headache (MOH), atau penyakit sistemik. Apabila nyeri kepala
progresif terjadi subakut maka kemungkinan penyebabnya adalah: Idiopathic
Intracranial Hypertension (IIH), Sub Dural Hemorrhage (SDH) bilateral, lesi
obstruktif midline, atau sindroma meningitis kronik.

Positional Change

Nyeri kepala yang memburuk dengan perubahan posisi perlu diwaspadai (red
flags). Perubahan posisi yang memperburuk nyeri kepala misalnya adalah: berdiri
tegak atau berbaring.

Papil edema

Papil edema merupakan tanda bahaya (red flags). Nyeri kepala yang disertai
dengan adanya papil edema maka perlu dicurigai akan adanya penyebab sekunder
yang mendasari nyeri kepala, misalnya: tumor, IIH (Gambar 1), meningitis, atau
ensefalitis.

Precipitated Factors

Faktor pencetus nyeri kepala misalnya: batuk, tenaga, aktivitas seksual,


manuver valsava, atau tidur). Nyeri kepala yang diperberat oleh batuk, tenaga,
aktivitas seksual, maneuver valsava, atau tidur tumor curiga akan Arterio Venous
Malformation (AVM), Sub Arachnoid Hemorrhage (SAH), atau penyakit vaskuler.

Jika pada anamnesis atau pemeriksaan didapatkan red flags, maka


pemeriksaan diagnostik mungkin diperlukan untuk mengeksklusi penyebab sekunder
nyeri kepala.
Sumber: Hidayati, H., B. 2016. Pendekatan Klinis Dalam Manajemen Nyeri Kepala.
Vol 2(2). View On 07 April 2020. From [
http://dx.doi.org/10.21776/ub.mnj.2016.002.02.7 ]

Anda mungkin juga menyukai