Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Sinaps, Vol. 3, No.3 (2020), hlm.

1-13

MIGREN: PATOMEKANISME, DIAGNOSIS, DAN PENATALAKSANAAN

MIGRAINE: PATHOMECHANISM, DIAGNOSIS, AND MANAGEMENT


Aprilia E. J. Tuda*, Natanael Ritung*, Arthur H. P. Mawuntu**

Sinapsunsrat@gmail.com

*Peserta Program P3D Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/RSUP. Prof. dr. R. D. Kandou
Manado;
**Staf Pengajar Bagian/KSM Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/RSUP Prof. dr.
R. D. Kandou Manado

ABSTRAK
Migren merupakan nyeri kepala akibat kelainan neurovaskular yang sering kali menyebabkan hendaya,
terjadi berulang, serta sebagian bersifat herediter. Keadaan ini bermanifestasi sebagai serangan nyeri
kepala, hipersensitivitas terhadap rangsangan visual, auditorik, olfaktorik, maupun somatosensorik, serta
mual dan muntah. Proses terjadinya migren bersifat kompleks tetapi berkaitan dengan pengaktifan sistem
trigeminovaskular. Klasifikasi migren berdasarkan International Classification of Headache Disorder
version 3 (ICHD-3) terdiri atas migren tanpa aura, migren dengan aura, migren kronik, migren komplikata,
probabel migren, serta sindrom episodik yang mungkin terkait dengan migren. Penatalaksanaan bersifat
multifaktorial. Kami akan membahas patomekanisme, kriteria diagnosis, serta penatalaksanaan migren.

Kata kunci: migren, patomekanisme, kriteria diagnosis, penatalaksanaan.

ABSTRACT
Migraine is a neurovascular headache disorder, which often causes disability, recurrent, and some are
hereditary. This condition manifests as headache, hypersensitivity to visual, auditory, olfactory, or
somatosensory stimuli, and also nausea and vomiting. Migraine has a complex process but is related to
the activation of the trigeminovascular system. The classification of migraine based on International
Classification of Headache Disorder version 3 (ICHD-3) consists of migraine without aura, migraine with
aura, chronic migraine, complicated migraine, probable migraine, and episodic syndromes that may be
associated with migraine. The management has a multifactorial nature. We will further discuss the patho-
mechanism, diagnostic criteria, and management of migraine.

Keywords: migraine, patho-mechanism, diagnostic criteria, management

PENDAHULUAN Pada beberapa kasus, serangan nyeri kepala


Migren merupakan nyeri kepala akibat didahului oleh timbulnya aura.(3)
kelainan neurovaskular yang sering terjadi,
menyebabkan hendaya, rekuren, serta dapat Epidemiologi
diwariskan.(1) Keadaan ini bermanifestasi Berdasarkan data dari World Health
sebagai serangan nyeri kepala, Organization (WHO), migren menduduki
hipersensitivitas terhadap rangsangan visual, peringkat keenam dari seluruh penyakit serta
auditorik, olfaktorik, maupun peringkat pertama dari seluruh gangguan
somatosensorik, serta mual dan muntah. neurologi sebagai kelainan yang
Paparan terhadap rangsangan sensorik menyebabkan hendaya. Persentase penyakit
seperti aroma, cahaya, dan bunyi, biasanya ini berkisar 15-18% pada rentang usia 22-55
memicu serangan migren.(2) Nyeri kepala tahun.(1),(4)
yang dirasakan biasanya bersifat unilateral.

1
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No.3 (2020), hlm. 1-13

Keluhan migren umumnya mulai perubahan homeostasis fisiologis dan


dirasakan pada sekitar masa pubertas dan emosional dapat mengaktifkan nosiseptor
lebih banyak terjadi pada perempuan meningen dengan mengubah keseimbangan
daripada laki-laki dengan rasio 3:1.(1) antara sistem parasimpatik-simpatik
Migren juga dapat ditemukan pada anak- meningen menjadi didominasi oleh
anak dengan rasio antara laki-laki dan parasimpatik. Terdapat beberapa bukti yang
perempuan adalah 1:1.(5) Pada usia mendukung teori ini. Neuron hipotalamus
produktif, National Health Interview Survey bertugas untuk mengatur regulasi neuron
(NHIS) menemukan bahwa perbedaan parasimpatik preganglionik dalam nukleus
terbesar dalam prevalensi antara perempuan salivatorius superior (superior salivatory
dan laki-laki terjadi pada usia 30,2 nucleus/SSN) dan neuron simpatik
tahun.(5),(6) preganglionik di nukleus spinal
intermediolateral (spinal intermediolateral
Patomekanisme nucleus). SSN dapat menstimulasi pelepasan
Mekanisme pasti terjadinya migren hingga asetilkolin, peptida vasoaktif intestinal, serta
saat ini belum diketahui. Namun demikian, oksida nitrat (nitric oxide/NO) sehingga
banyak penelitian menunjukkan bahwa menyebabkan dilatasi pembuluh darah
aktivasi jalur trigeminovaskular berkaitan intrakranial yang menyebabkan nyeri kepala
erat dengan serangan migren. berdenyut, ekstravasasi protein plasma, serta
Pasien migren biasanya mengalami fase pelepasan molekul-molekul inflamasi lokal
prodromal dengan gejala yang berkaitan yang dapat mengaktifkan nosiseptor
dengan hipotalamus (kelelahan, iritabilitas, meningen. Aktivasi SSN dapat memodulasi
dan menguap), batang otak (kekakuan leher aktivitas neuron trigeminovaskular sentral di
dan otot), korteks (hipersensitivitas terhadap nukleus trigeminal spinal.(1)
cahaya, suara, dan aroma), serta sistem Teori lain juga mengemukakan bahwa
limbik (depresi dan anhedonia). Meski neuron-neuron di hipotalamus dan batang
demikian, belum ada bukti yang otak yang mengatur respons terhadap
menjelaskan secara pasti tentang bagaimana perubahan homeostasis fisiologis dan
fase prodromal menginisiasi fase nyeri emosional dapat menurunkan ambang batas
kepala atau kejadian apa yang dipicu transmisi sinyal nosiseptif
sehingga mengaktivasi nosiseptor trigeminovaskular dari talamus ke korteks.
meningen. Terdapat beberapa teori yang Neuron-neuron trigeminotalamik menerima
berusaha menjelaskan hubungan kedua hal transmisi langsung dari neuron hipotalamus
tersebut. Salah satu teori menjelaskan bahwa yang mengandung dopamin, histamin,
neuron hipotalamus yang merespons oreksin, melanin concentrating hormone

2
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No.3 (2020), hlm. 1-13

(MCH) serta neuron di batang otak yang Terpaparnya meningen dengan molekul-
mengandung noradrenalin dan serotonin. molekul inflamasi, termasuk calcitonin
Dopamin, serotonin pada kadar yang tinggi, gene–related peptide (CGRP) dan NO
noradrenalin, histamin, dan oreksin bersifat menunjukkan adanya hubungan antara fase
eksitatif sedangkan MCH dan serotonin aura dengan nyeri kepala karena meningen
pada kadar yang rendah bersifat inhibitif.(1) dipersarafi oleh serabut-serabut nyeri.(1)
Migren dengan aura dianggap Aktivasi jalur trigeminal menyebabkan
disebabkan oleh cortical spreading nyeri kepala pada migren. Jalur trigeminal
depression (CSD) yaitu gelombang berasal dari neuron ganglion trigeminus
depolarisasi yang lambat (2-6 mm per menit) yang menginervasi meningen dan arteri
dalam membran neuron dan sel glia yang besar berfungsi membawa informasi
diikuti oleh penghambatan aktivitas kortikal nosiseptif dari meningen ke otak. Neuron
hingga 30 menit. Meskipun proses spesifik ganglion trigeminus mengandung substansi
yang menginisiasi CSD tidak diketahui, P dan CGRP. Keduanya akan dilepaskan
mekanisme yang memicu molekul inflamasi ketika terjadi stimulasi pada ganglion
sebagai akibat dari stres emosional atau trigeminus.
fisiologis, seperti kurang tidur, dinilai Aktivasi nyeri migren berawal dari
memainkan peran dalam proses ini. CSD perifer ketika neuron nosiseptif yang
menyebabkan terbukanya saluran Pannexin1 menginervasi duramater distimulasi dan
(Panx1) serta aktivasi caspase-1 yang dapat melepaskan neuropeptida vasoaktif seperti
menginisiasi inflamasi dengan pelepasan CGRP, pituitary adenylate cyclase-
high-mobility group box 1 (HMGB1) dan activating polypeptide (PACAP) 38, dan
interleukin-1 ke cairan serebrospinal PACAP 27 (pecahan dari PACAP 38).
sehingga terjadi aktivasi kompleks protein Meski demikian, sejauh mana neuropeptida
nuclear factor-kappa-light-chain-enhancer vasoaktif ini terlibat dalam vasodilatasi
of activated B cells (NF-κB) di astrosit. pembuluh darah, degranulasi sel mast, serta
Protein ini berperan dalam produksi sitokin ekstravasasi plasma belum diketahui.(7),(8)
dan respons selular terhadap berbagai Beberapa penelitian yang dilakukan pada
stimulus. Selanjutnya terjadi pelepasan binatang percobaan menunjukkan bahwa
cyclooxygenase 2 (COX-2) dan inducible CSD menginisiasi aktivasi neuron
nitric oxide synthase (iNOS) ke ruang trigeminovaskular perifer dan sentral.(1)
subaraknoid. COX-2 merupakan enzim yang Substansi seperti adenosin trifosfat (ATP),
berperan dalam inflamasi. Inducible NOS glutamat, K+, hidrogen, CGRP, serta NO
adalah substansi yang mampu membuat dilepaskan dan mengaktivasi nosiseptor
fagosit menyintesis NO dalam jumlah besar. meningen.(7)

3
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No.3 (2020), hlm. 1-13

Setelah diaktifkan oleh mediator- sensitisasi pada talamus menyebabkan


mediator tersebut, neuron trigeminovaskular alodinia ekstrasefalik. (1),(7)
perifer menjadi lebih peka terhadap
rangsangan duramater. Ambang batas untuk Evaluasi Nyeri Kepala
timbulnya respons menjadi turun sedangkan Pasien migren sering kali datang dengan
besarnya respons meningkat. Peningkatan keluhan nyeri kepala. Meskipun nyeri kepala
sensitivitas terhadap stimulasi sensorik primer merupakan penyebab paling umum,
diduga disebabkan oleh respons serabut evaluasi lebih lanjut guna menyingkirkan
aferen primer dan/atau neuron sentral yang penyebab yang lebih serius berupa nyeri
berlebihan. kepala sekunder harus dipertimbangkan
Sensitisasi perifer dianggap untuk menghindari kesalahan diagnosis dan
bertanggung jawab terhadap karakteristik penatalaksanaan.(9)
nyeri berdenyut pada migren. Selain itu, Konsep mencari tanda-tanda bahaya
sensitisasi sentral neuron trigeminovaskular atau red flags nyeri kepala dapat digunakan
di kompleks servikal-trigeminal (trigeminal guna menuntun klinisi dalam merencanakan
cervical complex/TCC) dan nukleus-nukleus pemeriksaan lanjutan, mengingat biaya dari
talamus menyebabkan peningkatan aktivitas setiap pemeriksaan penunjang cenderung
neuron serta respons berlebihan terhadap mahal serta tidak menutup kemungkinan
stimulus sefalik dan ekstrasefalik yang diperolehnya hasil positif palsu. (9)- (12) Salah
sebenarnya tidak berbahaya. Sensitisasi satu metode mencari red flags adalah
pada nukleus trigeminus spinal bertanggung metode SNOOP4(10) (Tabel 1).
jawab atas alodinia sefalik sedangkan

Tabel 1. Metode SNOOP4 untuk mengidentifikasi red flags nyeri kepala(10)


Gejala Klinis Penyebab Yang Perlu Disingkirkan
S Systemic symptoms/gejala sistemik (demam, myalgia, Metastasis, infeksi
penurunan berat badan)
N Neurologic symptoms or deficits/gejala atau deficit Stroke, lesi massa, ensefalitis
neurologis
O Onset/awitan (nyeri kepala mendadak) Perdarahan intracranial
O Older age at onset/usia tua (>50 tahun) Arteritis temporalis, glaukoma, lesi massa
P Papilledema/papiledema Peningkatan tekanan intrakranial
P Positional/posisi Hipotensi intracranial
P Precipitated by valsava maneuver/disebabkan oleh perazat Peningkatan tekanan intrakranial
valsava
P Progressive headache/nyeri kepala progresif Penyebab sekunder

Selain itu, anamnesis terhadap pasien diagnosis yang tepat.(13),(14) Beberapa hal
penting dilakukan untuk memeroleh riwayat penting ditanyakan pada pasien dengan
nyeri kepala yang memungkinkan pemeriksa keluhan nyeri kepala (Tabel 2).
mengenali pola yang dapat menuntun pada

4
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No.3 (2020), hlm. 1-13

Tabel 2. Pertanyaan kunci anamnesis lumbal. Pemeriksaan Magnetic Resonance


migren(13),(14) Imaging (MRI) otak lebih unggul daripada
1. Sejak kapan nyeri kepala dirasakan? CT scan untuk mengevaluasi fosa posterior,
2. Di area mana nyeri kepala dirasakan serta
bagaimana penjalarannya? infark akut, dan massa.(15)
3. Seberapa sering nyeri kepala dirasakan?
4. Berapa lama durasi setiap serangan nyeri kepala? Pasien dengan nyeri kepala stabil yang
5. Seberapa parah nyeri kepala yang dirasakan?
6. Bagaimana tipe nyeri kepala yang dirasakan? memenuhi kriteria diagnosis migren tidak
7. Faktor-faktor apa saja yang dapat meringankan atau
memerlukan pencitraan neurologis. Apabila
memperburuk nyeri kepala?
8. Apakah ada gejala lain yang menyertai nyeri kepala? diperlukan, pemeriksaan MRI lebih baik
9. Apakah terdapat gejala pendahulu (aura)?
10. Apakah terdapat lebih dari satu tipe nyeri yang dilakukan dari pada CT scan kecuali pada
dirasakan?
11. Apakah ada riwayat kebiasaan yang relevan? keadaan darurat.(15)
12. Bagaimana dengan riwayat nyeri kepala pada
anggota keluarga?
13. Apakah pasien memiliki penyakit atau pengobatan
tertentu? Kriteria Diagnosis
Diagnosis migren dapat ditegakkan
Pemeriksaan lanjutan berupa pencitraan berdasarkan kriteria diagnosis yang
neurologis harus dipertimbangkan untuk dikeluarkan oleh International
nyeri kepala nonakut dan temuan abnormal Classification of Headache Disorders
pada pemeriksaan neurologis. Selain itu, version 3 (ICHD-3)(3) (Tabel 3).
nyeri yang diperburuk oleh perazat valsava, Penegakan diagnosis migren (sesuai
nyeri kepala yang membangunkan pasien klasifikasinya masing-masing) tidak
dari tidur, nyeri kepala dengan awitan yang memerlukan pencitraan neurologis, terlebih
baru terjadi pada pasien yang lebih tua, atau khusus apabila tidak ditemukan tanda-tanda
nyeri kepala yang semakin memburuk, kelainan neurologis. Meski demikian,
meningkatkan kemungkinan adanya beberapa keadaan membutuhkan
(15)
patologi intrakranial. pemeriksaan penunjang guna
Pemilihan modalitas pencitraan mengidentifikasi kelainan yang terjadi dan
neurologis tergantung pada durasi dan menentukan penatalaksanaan yang tepat.(16)
intensitas nyeri kepala. Pasien dengan Untuk migren episodik tanpa aura yang
awitan mendadak serta intensitas berat harus membutuhkan terapi profilaksis, beberapa
dilakukan pemeriksaan Computerized ahli merekomendasikan MRI otak jika
Tomography (CT) scan tanpa kontras guna setidaknya tiga macam terapi profilaksis lini
menyingkirkan perdarahan intrakranial. pertama gagal. Apabila hasil pemeriksaan
Pada pasien dengan demam, kaku kuduk, neurologis normal, maka pemeriksaan ini
serta nyeri kepala dapat dilakukan tidak perlu dilakukan. Pemeriksaan
pemeriksaan CT scan untuk menyingkirkan ultrasonografi atau angiografi resonansi
kontraindikasi sebelum pemeriksaan pungsi magnetik (magnetic resonance

5
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No.3 (2020), hlm. 1-13

imaging/MRA) karotid dapat dilakukan aura batang otak, beberapa ahli


pada migren dengan awitan yang baru terjadi merekomendasikan pemeriksaan MRA otak.
saat pasien berusia >50 tahun atau terdapat Apabila ditemukan abnormalitas pada
komorbiditas serebrovaskular. Namun, perlu pemeriksaan MRA atau MRI otak maka
diingat bahwa pemeriksaan ini harus dapat dilakukan pemeriksaan tambahan
berdasarkan indikasi dan kondisi-kondisi guna mengidentifikasi kelainan vaskular.
tertentu.(16) Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan MRI yang disarankan pada dinilai tidak bermanfaat untuk migren
hampir semua tipe migren dengan aura dengan aura kecuali epilepsi
semata-mata berdasarkan kelangkaan dipertimbangkan sebagai diagnosis banding.
kelainan ini serta untuk penegakan diagnosis Untuk migren hemiplegik, skrining mutasi
yang akurat. Pada migren dengan tipikal gen CACNA1A, ATP1A2, serta SCN1A
aura, kecuali terdapat alasan lain, dapat dilakukan tetapi harus diingat bahwa
pemeriksaan penunjang tidak skrining tersebut tidak menentukan fenotip
direkomendasikan. Pada migren dengan penyakit atau terapi untuk saat ini.(16)

Tabel 3. Kriteria diagnosis migren(3)


No. Migren tanpa aura Migren dengan aura Migren kronik

A Setidaknya lima serangan Setidaknya dua serangan yang memenuhi Nyeri kepala (seperti migren
yang memenuhi kriteria B-D kriteria B dan C atau jenis ketegangan) ≥15 hari /
bulan selama >3 bulan, dan
memenuhi kriteria B dan C
B Serangan nyeri kepala Satu atau lebih aura berikut yang bersifat Terjadi pada pasien yang
berlangsung selama 4-72 jam reversibel: memiliki setidaknya lima
(baik tidak diobati atau tidak 1. Visual serangan memenuhi kriteria B-D
berhasil diobati). 2. Sensorik untuk migren tanpa aura
3. Bicara dan/atau Bahasa dan/atau kriteria B dan C untuk
4. Motorik migren dengan aura.
5. Batang otak
6. Retina
C Setidaknya dua dari empat Tiga dari enam karakteristik di bawah ini: Berlangsung ≥8 hari/bulan
karakteristik: 1. Setidaknya satu gejala aura berkembang selama >3 bulan, memenuhi
1. Lokasi unilateral. secara bertahap ≥5 menit salah satu kriteria berikut:
2. Kualitas berdenyut. 2. Dua atau lebih gejala aura terjadi berturut- 1. Kriteria C dan D untuk
3. Intensitas nyeri sedang turut migren tanpa aura
hingga berat. 3. Setiap gejala aura berlangsung 5-60 menit 2. Kriteria B dan C untuk
4. Serangan diperburuk atau 4. Setidaknya satu gejala aura bersifat migren dengan aura
menyebabkan pasien unilateral 3. Diyakini oleh pasien sebagai
menghindari aktivitas fisik 5. Setidaknya satu gejala merupakan aura migren saat awitan dan lega
rutin (misalnya berjalan atau positif dengan turunan triptan atau
menaiki tangga). 6. Aura disertai atau diikuti nyeri kepala ergot
dalam 60 menit
D Selama nyeri kepala terdapat Tidak lebih baik dijelaskan oleh diagnosis lain Tidak lebih baik dijelaskan oleh
setidaknya satu dari: dalam ICHD-3. diagnosis lain dalam ICHD-3.
1. Mual dan/atau muntah.
2. Fotofobia dan fonofobia
E Tidak lebih baik dijelaskan
oleh diagnosis lain dalam
ICHD-3

6
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No.3 (2020), hlm. 1-13

Pada pasien migren kronik, pemeriksaan tanpa infark serta migren dengan infark.
penunjang lanjutan tidak diperlukan. Selain itu, pemeriksaan EEG berulang perlu
Pemeriksaan funduskopi harus dilakukan dilakukan pada pasien dengan kejang yang
guna mengevaluasi adanya papiledema pada dipicu aura migren.(16)
pasien dengan gangguan nyeri kepala yang
baru dirasakan. Pada pasien dengan aura Diagnosis Banding
persisten, perlu dilakukan pemeriksaan MRI Dalam penegakan diagnosis migren, perlu
sekuens diffusion weighted image (DWI) diperhatikan diagnosis banding berupa nyeri
guna menyingkirkan kemungkinan iskemia kepala primer serta nyeri kepala
otak. Pemeriksaan penunjang berupa MRI, sekunder.(3),(14) Nyeri kepala primer meliputi
MRA, dan MR venography otak perlu nyeri kepala tipe tegang(17) dan nyeri kepala
dilakukan pada pasien dengan aura persisten klaster(18) (Tabel 4).

Tabel 4. Diagnosis Banding Nyeri Kepala Primer(10),(14),(17),(18)


Manifestasi Nyeri Kepala Nyeri Kepala Klaster Migren
Nyeri Kepala Tipe Tegang
Durasi 30 menit-7 hari 150-180 menit 4-72 jam
Lokasi Bilateral Unilateral (daerah orbital, supraorbital, temporal, Unilateral
atau kombinasi daerah-daerah tersebut)
Kualitas Seperti ditekan Bervariasi Berdenyut
atau ketat
Intensitas Ringan-sedang Berat-sangat berat (“suicidal headaches”) Sedang-berat
Dampak Tidak Nyeri makin terasa jika pasien berdiam diri; Diperburuk atau
terhadap diperparah gelisah menyebabkan pasien
aktivitas aktivitas rutin menghindari aktivitas
seperti naik fisik rutin
tangga
Gejala Tidak ada Injeksi konjungtiva ipsilateral, lakrimasi, hidung Mual, muntah,
penyerta tersumbat, rinore, keringat di dahi dan wajah, fotofobia, fonofobia,
miosis, ptosis dan/atau edema kelopak mata serta aura

Nyeri kepala sekunder disebabkan oleh Penatalaksanaan


kelainan mendasar lain.(19) Meski pada Edukasi pasien
beberapa kasus gejala nyeri kepala sekunder Pada pasien migren perlu dilakukan edukasi
dapat menyerupai nyeri kepala primer serta terutama menghindari faktor-faktor yang
nyeri kepala sekunder dapat berkembang dapat mencetus atau memperparah serangan.
selama nyeri kepala primer, kecurigaan Pasien harus dimotivasi agar dapat memiliki
terhadap nyeri kepala sekunder perlu kehidupan nyaman dengan ritme yang
dievaluasi apabila riwayat yang dialami terkontrol. Pasien didorong untuk memiliki
pasien tidak sesuai dengan gangguan nyeri diari yang mencatat faktor-faktor apa saja
kepala primer.(15) yang dapat memicu migren (Tabel 5), serta

7
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No.3 (2020), hlm. 1-13

kalender yang dapat melacak kebiasaan yang awalnya selama 20-30 menit/hari.
pencetus tersebut.(20) Teknik ini dapat terus dilakukan, terlebih
Kesadaran pasien harus dibangun akan khusus saat datangnya serangan migren.(20)
bahaya penggunaan obat-obatan nyeri secara
berlebihan. Pasien juga harus dimotivasi Teknik biofeedback
untuk aktif dalam perawatan mereka sendiri. Modalitas biofeedback yang paling sering
Apabila pasien tidak bersedia untuk digunakan yaitu thermal feedback
melakukan hal-hal tersebut dan lebih (menghangatkan tangan) serta
memilih untuk mengonsumsi obat-obatan, electromyographic (EMG) feedback. Pasien
maka perbaikan nyeri kepala sulit dicapai. diajarkan untuk menggunakan alatnya di
Dokter juga harus mendiskusikan pilihan rumah atau mempraktikkan keterampilan
penggunaan obat-obatan secara rasional, mengatur diri yang dipelajari dalam sesi
cara penggunaan, efek samping, keuntungan bersama dokter selama 20-30 menit/hari.
yang diharapkan, serta kapan pasien dapat Selanjutnya, pasien dapat mengintegrasikan
datang kembali untuk memeriksakan diri.(20) penggunaan kemampuan tersebut dalam
aktivitas sehari-hari.(20)
Tabel 5. Faktor-Faktor Pemicu Migren(20)
Faktor Contoh
Endogen Stres, waktu tidur yang tidak konsisten Manajemen stres dengan terapi kognitif
atau lebih/kurang dari biasanya,
fluktuasi hormonal (misalnya hamil, perilaku
haid)
Diet Terlambat/ menunda makan, makanan
Terapi ini bertujuan untuk menuntun pasien
olahan susu, daging yang diawetkan, dalam mengenali pikiran-pikiran apa saja
kafein, minuman beralkohol
(khususnya anggur merah), aspartam, yang menyebabkan stres. Kemudian
monosodium glutamat/vetsin, nitrit
Obat Obat & minuman berkafein, obat konselor dan pasien dapat bekerja sama
terlarang
Eksogen Faktor lingkungan, suara yang keras, dalam mengontrol stres agar pasien menjadi
lain perubahan udara, aroma yang kuat, zat
kimia tertentu, insektisida, bensol, lebih tahan terhadap efek negatif stres.(20)
nikotin
Medikamentosis
Nonmedikamentosis Terapi abortif
Latihan relaksasi Terapi abortif bertujuan meredakan nyeri
Dengan kemampuan relaksasi, pasien yang sedang dialami pasien. Terapi abortif
diharapkan dapat mengontrol respons dapat bersifat nonspesifik atau spesifik.
fisiologis terhadap nyeri kepala yang - Terapi nonspesifik
dirasakan. Pasien diinstruksikan untuk Agen nonspesifik dinilai efektif dalam
melakukan teknik relaksasi berupa mengatasi nyeri yang tidak berkaitan dengan
pernapasan diafragma, relaksasi otot migren.(20),(21) Meskipun begitu, terapi
progresif, relaksasi pikiran, dan meditasi nonspesifik sering kali dijadikan sebagai lini

8
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No.3 (2020), hlm. 1-13

pertama dalam pengobatan migren. Terapi setelah dua jam. Opioid parenteral, seperti
nonspesifik terdiri dari analgesik/obat butorphanol 2mg intramuskular dan
antiinflamasi nonsteroid (AINS), analgesik meperidine 75mg + hydroxyzine 50mg
narkotik, serta terapi adjuvan. intramuskular juga efektif meredakan nyeri
Analgesik merupakan terapi lini kepala. Pengunaan opioid parenteral dapat
pertama pada migren ringan hingga sedang. dipertimbangkan hanya apabila diawasi
Sekitar 80% persen pasien menggunakan secara ketat dan sedasi tidak akan
analgesik untuk mengobati nyeri kepala.(22) menempatkan pasien pada risiko dan/atau
AINS merupakan obat yang digunakan risiko penyalahgunaan dapat
secara luas pada pasien migren karena dapat diminimalkan.(20)
memberikan efek antiinflamasi, analgetik, Mual dan muntah akibat aktivitas
serta antipiretik. Di sisi lain, obat ini dapat dopamin serta penurunan transmisi
menyebabkan efek samping berupa kolinergik dapat memperparah keadaan
perdarahan serta ulkus gastrointestinal.(23) pasien. Untuk itu, agen prokinetik dan
Paracetamol 1000mg memiliki efek antagonis reseptor dopamin dapat diberikan
samping iritasi lambung yang lebih ringan sebagai tatalaksana.(20) Obat-obatan ini dapat
dari pada AINS. Meskipun demikian, meningkatkan efektivitas analgesik oral
paracetamol dinilai tidak seefektif AINS dan dengan mempercepat proses penyerapan. (22)
hanya dapat digunakan pada nyeri kepala Penggunaan antiemetik seperti
ringan.(21),(24),(25) metoclopramide (dosis 10mg, dapat
Perlu diingat bahwa penggunaan diberikan hingga empat kali sehari) dinilai
analgesik harus dikontrol. Pasien harus memiliki efikasi paling tinggi. Domperidone
menggunakannya sejarang mungkin serta juga dinilai memiliki efek terhadap migren.
kurang dari 15 hari/bulan untuk menghindari Metoclopramide dapat menyebabkan
nyeri kepala akibat penggunaan obat-obatan efek samping ekstrapiramidal dan
berlebih (medication overuse headache).(24) domperidone dapat menyebabkan
Analgesik narkotik yang digunakan pemanjangan interval gelombang QT.
dalam pengobatan migren adalah turunan Namun, efek samping ini jarang ditemukan
opium yang termasuk dalam kelompok pada penggunaan oral secara intermiten. (25)
alkaloid atau dikenal sebagai fenantren. - Terapi spesifik
Morphine, codein, thebaine, serta derivatnya Terapi spesifik bekerja dalam
dapat digunakan dalam pengobatan migren. meredakan migren namun pada umumnya
Opioid transnasal juga disarankan pada tidak efektif terhadap nyeri nonsefalik.
migren akut. Penggunaan butorphanol 1mg Terapi spesifik meliputi triptan, ergotamine,
transnasal dapat meringankan nyeri kepala

9
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No.3 (2020), hlm. 1-13

serta kombinasi obat lainnya yang dapat indikasi penggunaan ergotamine adalah
meredakan migren.(20) hipertensi tidak terkontrol, penyakit jantung
Agonis reseptor 5-HT1B/1D atau triptan koroner, penyakit vaskular perifer, strok,
merupakan terapi pilihan utama dalam gangguan fungsi hepar atau ginjal, serta
menangani serangan migren sedang hingga kehamilan.
berat yang kurang responsif terhadap AINS. Dihydroergotamine (DHE) biasanya
Tujuh triptan yang memiliki efektivitas kuat ditoleransi lebih baik dari pada ergotamine
adalah sumatriptan (50mg atau 100mg per tetapi kurang efektif karena bioavailabilitas
oral), zolmitriptan (2,5mg atau 5mg per oralnya yang buruk. DHE intranasal
oral), naratriptan (2,5mg per oral), memiliki bioavailabilitas yang lebih baik
rizatriptan (5mg atau 10mg per oral), namun waktu kerjanya lebih lama.(21)
almotriptan (12,5mg per oral), eletriptan Hingga saat ini terapi kombinasi terus
(20mg atau 40mg per oral), dan frovatriptan diteliti guna memeroleh hasil terapi yang
(2,5mg per oral). Triptan oral dapat lebih baik. Kombinasi tetap dari asam
meringankan nyeri kepala dalam 30-60 asetilsalisilat 250mg, paracetamol 200mg,
menit. Penggunaan triptan dapat efektif serta kafein 50mg dinilai lebih efektif dari
kapan saja selama serangan. Untuk pada penggunaannya sendiri-sendiri.(21)
mencegah terjadinya nyeri kepala akibat Kombinasi naproxen dan sumatriptan
penggunaan berlebih obat-obatan, dinilai efektif untuk pasien probabel migren.
penggunaan awal sebaiknya hanya Pemberian metoclopramide juga dapat
direkomendasikan apabila serangan tidak bekerja dan memberikan efek terhadap
terlalu sering (<10 hari/bulan) serta jika gejala otonom sekunder serta meningkatkan
pasien dapat mengidentifikasi dengan jelas penyerapan dan efek sumatriptan.(22)
nyeri kepala yang dirasakan sebagai
serangan migren.(22),(24) Terapi profilaksis
Derivat ergot berupa ergotamine dan Tujuan terapi profilaksis adalah menurunkan
dihydroergotamine (DHE) memberikan efek frekuensi, intensitas, dan durasi serangan,
antimigren sebagai akibat dari aksi agonis meningkatkan tingkat respons serangan
pada reseptor serotonin (5-HT). Ergotamine terhadap terapi abortif, meningkatkan
digunakan dalam pengobatan serangan yang kualitas hidup, dan menurunkan potensi
lama dengan kecenderungan kembalinya disabilitas.
nyeri setelah keberhasilan pengobatan awal. Indikasi terapi profilaksis meliputi total
Obat ini tersedia dalam sediaan tablet oral durasi serangan mencapai delapan hari
(0,5-2mg), supositoria (1-2mg), serta dalam sebulan, serangan berulang yang
inhalasi (dosis maksimal 1,8mg). Kontra terjadi sangat mengganggu kualitas hidup

10
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No.3 (2020), hlm. 1-13

dan/atau pekerjaan pasien, ada kontra migren berupa migren komplikata, intensitas
indikasi pemberian terapi abortif, bentuk serangan berat, atau atas permintaan pasien

Tabel 6. Terapi profilaksis migren(26),(27)


Kelas Agen Dosis Harian Pemakaian
Penyekat beta Atenolol 50-200mg 1-2 kali sehari
Metoprolol 100-200mg 2 kali sehari (short-acting); 1 kali sehari (long acting)
Propranolol 40-240mg 2-3 kali sehari (short-acting)
Antidepresan Amitryptiline 10-200mg Dimulai dengan 10mg sebelum tidur
Selective serotonin Venlafaxine 75-225mg Dimulai dengan 37,5mg pada pagi hari
reuptake inhibitors
Penyekat kanal Verapamil 120-480mg Dimulai dengan 80mg dalam 2-3 kali sehari
kalsium Flunarizine 5-10mg Diminum sebelum tidur
Antiepilepsi Carbamazepine 600-1200mg 3 kali sehari
Gabapentin 600-3600mg
Topiramate 50-200mg Dimulai dengan dosis 15-25mg sebelum tidur serta
dinaikkan 15-25mg setiap minggu
Asam valproat 500-2000mg Dimulai dengan dosis 250-500mg
Toksin botulinum A 155U Disuntikkan setiap 12 minggu di otot frontal,
temporal, oksipital, dan leher

Kebanyakan obat pencegahan migren frekuensi atau jumlah hari serangan migren
didesain untuk mengobati kelainan lain. setidaknya 50% dalam tiga bulan.(26)
Antagonis serotonin dikembangkan 1. Terapi baru
berdasarkan konsep bahwa migren Beberapa tahun terakhir telah terlihat
disebabkan kelebihan 5-HT. Antidepresan muncul berbagai pengobatan migren baru,
menurunkan regulasi reseptor 5-HT2 dan antara lain(21):
adrenergik beta. Obat antikonvulsan bekerja - Antagonis CGRP
dengan menurunkan pelepasan glutamat - Agonis serotonin 5HT1F (ditan).
serta meningkatkan GABA-A.(20),(26),(27) - Antagonis reseptor glutamat.
Mekanisme potensial pengobatan - Inhibitor NOS.
profilaksis migren meliputi peningkatan - Neurostimulasi.
ambang batas terhadap aktivasi migren
dengan menstabilkan sistem saraf yang DAFTAR PUSTAKA
menjadi lebih reaktif, meningkatkan 1. Burstein R, Noseda R, Borsook D.
antinosisepsi, menghambat CSD, Migraine: Multiple processes, complex
pathophysiology. J Neurosci.
menghambat sensitisasi perifer dan 2015;35(17):6619–29.
sensitisasi sentral, memblokir peradangan
2. Schwedt TJ, Chiang CC, Chong CD,
neurogenik, serta memodulasi aktivitas Dodick DW. Functional MRI of
migraine. Lancet Neurol [Internet].
simpatik, parasimpatik, atau serotonergik.(20)
2015;14(1):81–91. Available from:
Pengobatan profilaksis migren dikatakan http://dx.doi.org/10.1016/S1474-
4422(14)70193-0
berhasil apabila berhasil menurunkan
3. Olesen J. Headache Classification

11
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No.3 (2020), hlm. 1-13

Committee of the International identifying headache patients that


Headache Society (IHS) The require neuroimaging. Front Public
International Classification of Heal. 2019;7(MAR):1–6.
Headache Disorders, 3rd edition.
Cephalalgia. 2018;38(1):1–211. 13. Ravishankar K. The art of history-
taking in a headache patient. Ann
4. Goadsby PJ, Holland PR, Martins- Indian Acad Neurol.
Oliveira M, Hoffmann J, Schankin C, 2012;15(SUPPL.):7–14.
Akerman S. Pathophysiology of
migraine: A disorder of sensory 14. Ahmed F. Headache disorders:
processing. Physiol Rev. differentiating and managing the
2017;97(2):553–622. common subtypes. Br J Pain.
2012;6(3):124–32.
5. Vetvik KG, MacGregor EA. Sex
differences in the epidemiology, 15. Chaudhry P, Friedman DI.
clinical features, and pathophysiology Neuroimaging in Secondary Headache
of migraine. Lancet Neurol. Disorders. Curr Pain Headache Rep.
2016;16(1):30293–9. 2015;19(7):1–11.

6. Victor T, Hu X, Campbell J, Buse D, 16. Mitsikostas DD, Ashina M, Craven A,


Lipton R. Migraine prevalence by age Diener HC, Goadsby PJ, Ferrari MD, et
and sex in the United States: A life-span al. European headache federation
study. Cephalalgia. 2010;30(9):1065– consensus on technical investigation for
72. primary headache disorders. J
Headache Pain [Internet].
7. Dodick DW. A Phase-by-Phase Review 2015;17(1):1–8. Available from:
of Migraine Pathophysiology. http://dx.doi.org/10.1186/s10194-016-
Headache. 2018;58:4–16. 0596-y
8. Waschek JA, Baca SM, Akerman S. 17. Kaniecki RG. Tension-Type Headache.
PACAP and migraine headache: Headache Migraine Biol Manag.
immunomodulation of neural circuits in 2015;149–60.
autonomic ganglia and brain
parenchyma. J Headache Pain. 18. Hoffmann J, May A. Diagnosis,
2018;19(23). pathophysiology, and management of
cluster headache. Lancet Neurol
9. Munoz-Ceron J, Marin-Careaga V, Peña [Internet]. 2018;17(1):75–83. Available
L, Mutis J, Ortiz G. Headache at the from: http://dx.doi.org/10.1016/S1474-
emergency room: Etiologies, diagnostic 4422(17)30405-2
usefulness of the ICHD 3 criteria, red
and green flags. PLoS One. 19. Tabatabai RR, Swadron SP. Headache
2019;14(1):1–8. in the Emergency Department:
Avoiding Misdiagnosis of Dangerous
10. Lee VME, Ang LL, Soon DTL, Ong Secondary Causes. Emerg Med Clin
JJY, Loh VWK. The adult patient with North Am [Internet]. 2016;34(4):695–
headache. Singapore Med J. 716. Available from:
2018;59(8):399–406. http://dx.doi.org/10.1016/j.emc.2016.0
6.003
11. Do TP, Remmers A, Schytz HW,
Schankin C, Nelson SE, Obermann M, 20. Lipton RB, Bigal M, editors. Migraine
et al. Red and orange flags for and Other Headache Disorders. New
secondary headaches in clinical York: Taylor & Francis Group; 2006.
practice: SNNOOP10 list. Neurology.
2019;92(3):134–44. 21. Antonaci F, Ghiotto N, Wu S, Pucci E,
Costa A. Recent advances in migraine
12. Micieli A, Kingston W. An approach to therapy. Springerplus. 2016;5(1):1–14.

12
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No.3 (2020), hlm. 1-13

22. Diener H-C, Holle-Lee D, Nägel S, 2015;2015.


Dresler T, Gaul C, Göbel H, et al.
Treatment of migraine attacks and 25. Becker WJ. Acute migraine treatment.
prevention of migraine: Guidelines by Contin Lifelong Learn Neurol.
the German Migraine and Headache 2015;21(4):953–72.
Society and the German Society of 26. Silberstein SD. Preventive migraine
Neurology. Clin Transl Neurosci. treatment. Contin Lifelong Learn
2019;3(1). Neurol. 2015;21(4):973–89.
23. Giamberardino MA, Martelletti P. 27. May A, Schulte LH. Chronic migraine:
Emerging drugs for migraine treatment. Risk factors, mechanisms and
Expert Opin Emerg Drugs. treatment. Nat Rev Neurol [Internet].
2015;20(1):137–47. 2016;12(8):455–64. Available from:
24. Gooriah R, Nimeri R, Ahmed F. http://dx.doi.org/10.1038/nrneurol.201
Evidence-based treatments for adults 6.93
with migraine. Pain Res Treat.

13

Anda mungkin juga menyukai