Anda di halaman 1dari 14

MIGRAIN

Di susun oleh :
Resti Wahdaini
211048201002
Kelompok 4
Dosen Pengampu :
Apt.Dra.Djusnaini,M.Kes
Apa itu migrain?
Migrain adalah “nyeri kapala sebelah” atau gangguan kronis
yang ditandai dengan terjadinya sakit kepala ringan hingga sangat
berat yang seringkali berhubungan dengan gejala-gejala sistem
syaraf otonom. Kata migrain berasal dari Yunani (hemikrania),
yaitu "rasa sakit di salah satu sisi kepala”
Meski belum diketahui pasti penyebabnya, migrain
diperkirakan terjadi akibat adanya hiperaktivitas impuls listrik otak
yang meningkatkan aliran darah di otak dan mengakibatkan
terjadinya pelebaran pembuluh darah otak serta proses inflamasi
(peradangan).
Etiologi
Menurut Harsono (2005), Kapita Selekta
Neurologi, edisi kedua, sampai saat ini belum
diketahui dengan pasti faktor penyebab migren,
diduga sebagai gangguan neurobiologis,
perubahan sensitivitas sistem saraf dan aktivasi
sistem trigeminal vaskular, sehingga migren
termasuk dalam nyeri kepala primer.
Faktor Pencetus
Perubahan hormon
Kafein
Puasa dan terlambat makan
Faktor
Stress
pencetus
timbulnya Cahaya kilat
serangan Makanan
migren
Banyak tidur/kurang tidur
Faktor herediter
Faktor kepribadian
Faktor Resiko
1. Riwayat Keluarga
Anak memiliki resiko 50% terkena migrain jika salah satu orangtuanya merupakan
penderita migrain dan resiko 75% jika migrain tersebut diidap oleh kedua
orangtuanya.
2. Gender dan perubahan hormonal
Perempuan beresiko tiga kali lebih mungkin untuk menderita migrain dibanding
pria. Menariknya, di kalangan anak-anak, migrain lebih sering terjadi pada anak
laki-laki dari pada anak perempuan, tapi setelah masa pubertas trennya akan
berbalik.
3. Umur
Namun, migrain adalah paling umum terjadi pada orang usia 25-55 tahun.
Insiden migrain turun secara signifikan pada wanita setelah menopause.
4. Kondisi medis lainnya
Orang yang menderita migrain lebih mungkin didiagnosis mengalami depresi,
gangguan kecemasan, stroke, epilepsi, sindrom iritasi usus (IBS), dan tekanan
darah tinggi dibanding orang yang bukan penderita migrain. Tetapi hal ini tidak
berarti bahwa salah satu dari kondisi tersebut merupakan faktor risiko untuk
migrain.
Klasifikasi

1. Migren tanpa aura


2. Migren dengan aura
a. Migren dengan aura yang khas
b. Migren dengan aura yang diperpanjang
c. Migren dengan lumpuh separuh badan (familial hemiflegic migraine)
d. Migren dengan basilaris
e. Migren aura tanpa nyeri kepala
f. Migren dengan awitan aura akut
3. Migren oftalmoplegik
4. Migren retinal
5. Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial
6. Migren dengan komplikasi
7. Infark migren
Patofisiologi Migrain

Teori Teori CSD


Teori Vascular
Neurovaskular
& Neurokimia
Eksitasi
Pembuluh neuron
darah Nervus
trigeminus Substansi
Kontruksi anigra
CGRP besar
menyebar
Di perifer otak

Vasodilatasi Gelombang
Aktivasi saraf pembuluh supresi
nosiseptif darah neuron

Irama
Vasodilatasi vasodilatasi

Vasokontruksi
MIGRAIN
Manifestasi Klinis

1. Fase Prodromal.
Fase ini dialami 40-60% penderita migren. Gejalanya berupa perubahan mood,
irritable, depresi, atau euphoria, perasaan lemah, letih, lesu, tidur berlebihan,
menginginkan jenis makanan tertentu (seperti cokelat) dan gejala lainnya. Gejala
ini muncul beberapa jam atau hari sebelum fase nyeri kepala. Fase ini memberi
petanda kepada penderita atau keluarga bahwa akan terjadi serangan migren.
2. Fase Aura.
Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang mendahului atau menyertai
serangan migren. Fase ini muncul bertahap selama 5-20 menit. Aura ini dapat
berupa sensasi visual, sensorik, motorik, atau kombinasi dari aura-aura tersebut.
Aura visual muncul pada 64% pasien dan merupakan gejala neurologis yang paling
umum terjadi. Yang khas untuk migren adalah scintillating scotoma (tampak bintik-
bintik kecil yang banyak) , gangguan visual homonym, gangguan salah satu sisi
lapang pandang, persepsi adanya cahaya berbagai warna yang bergerak pelan
(fenomena positif). Kelainan visual lainnya adalah adanya scotoma (fenomena
negatif) yang timbul pada salah satu mata atau kedua mata.
3. Fase nyeri kepala.
Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral, dan awalnya berlangsung
didaerah frontotemporalis dan okular, kemudian setelah 1-2 jam menyebar secara
difus kearah posterior. Serangan berlangsung selama 4-72 jam pada orang dewasa,
sedangkan pada anak- anak berlangsung selama 1-48 jam. Intensitas nyeri
bervariasi, dari sedang sampai berat, dan kadang-kadang sangat mengganggu
pasien dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

4. Fase Postdromal.
Pasien mungkin merasa lelah, irritable, konsentrasi menurun, dan terjadi
perubahan mood. Akan tetapi beberapa orang merasa “segar” atau euphoria
setelah terjadi serangan, sedangkan yang lainnya merasa deperesi dan lemas.

Gejala diatas tersebut terjadi pada penderita migren dengan aura, sementara
pada penderita migren tanpa aura, hanya ada 3 fase saja, yaitu fase prodromal,
fase nyeri kepala, dan fase postdromal.
Pemeriksaan
• Anamnesis
Dalam anamnesis perlu digali lokasi, penjalaran, intensitas, kualitas, gejala
premonitory, aura, gejala penyerta, faktor pencetus, faktor
peringan/perberat dan riwayat keluarga.Dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang teliti ketepatan diagnosis migren mencapai 95%.
• Pemeriksaan Fisik dan Neurologis
Disamping pemeriksaan fisik secara umum, dilakukan pemeriksaan
neurologis yang meliputi: Nervus kranialis, pupil, lapangan pandang,
gerakan bola mata, funduskopi untuk evaluasi keadaan n. II, retina dan
pembuluh darah retina, kekuatan otot, tonus dan koordinasi,reflex
fisiologis dan patologis, sensorik terutama sensorik kortikal
(stereognosis), gait, bising orbita, palpasi arteri superfisialis temporalis.
• Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk membantu
menegakkan diagnosis. Pemeriksaan penunjang diperlukan
bila dicurigai adanya kelainan struktural yang mempunyai
gejala seperti migren.
• EEG.
• MRI (Magnetic Resonance Imaging).
• PET (Positron Emission Tomography).
• Sachs
Terapi
1. Terapi Medikamentosa
Tujuan terapi ini adalah untuk membantu penyesuaian psikologik dan
fisiologik penderita, mencegah berlanjutnya dilatasi arteri ekstrakranial
tanpa mengurangi aliran darah ke otak, serta menghambat aksi mediator
humoral
a. Terapi tahap akut
Tujuan pengobatan pada tahap akut ini adalah untuk mengatasi rasa nyeri
akibat terjadinya dilatasi arteri dikulit kepala yang terjadi pada saat
serangan migren. Obat : Ergotamin, Dihidro-ergotamin dan Cafergot.
b. Terapi Profilaktif
Terapi profilaktif ditujukan untuk mencegah terjadinya serangan akut.
Obat : metisergid maleat, Pizotifen, Siproheptadi, Propanolol.
2. Terapi tanpa obat
Yoga, terapi, maditasi dan hipnotis relaksasi pernah dicoba untuk
mengatasi serangan migren akut. Berbagai upaya tersebut secara
metodologik kurang bisa dipegang hasilnya mengingat kemungkinan
munculnya bias. Sebaiknya terapi profilaktik dengan psikoterapi
sejak awal sudah dapat dilakukan bersama dengan terapi
medikamentosa. Di lain pihak, terapi tanpa obat ini perlu diteliti
lebih lanjut mengingat biaya yang sangat murah dan tiadanya efek
samping sebagaimana terjadi pada terapi medikamentosa.
TERIMA KASIH 

Anda mungkin juga menyukai