MAKALAH
FARMAKOTERAPI SISTEM SARAF PUSAT
Oleh :
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai melalui pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui dan memahami tentang penyakit migrain yang meliputi patofisiologi,
gejala klinik dan farmakoterapinya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Patofisiologi
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan
terjadinya sakit kepala migrain. Tetapi dalam beberapa tahun belakangan ini telah
banyak penelitian yang menjelaskan patofisiologi terjadinya migrain. Paling tidak
ada 3 teori yang diyakini dapat menjelaskan mekanisme migrain yaitu :
2.2.1 Teori Vascular
Teori vaskular, adanya gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh
darah otak berkonstriksi sehingga terjadi hipoperfusi otak yang dimulai pada
korteks visual dan menyebar ke depan. Penyebaran frontal berlanjutan dan
menyebabkan fase nyeri kepala dimulai.
Berdasarkan hipotesis vaskular yang diajukan oleh Harold Wolff pada tahun
1938, migraine itu berhubungan dengan perubahan vaskular kranial, Selama masa
prodormal (aura), terjadi vasokontriksi dari pembuluh interkranial, menyebabkan
manifestasi neurologi yang bervariasi menurut tempat terjadinya vasokontriksi.
Dilanjutkan dengan fase nyeri kepala dimana terjadi dilatasi pembuluh
ekstrakranial (Deborah et al., 2005).
Penelitian mengenai aliran darah serebral regional pada pasien migraine
klasik saat serangan, terjadi hipoperfusi kortikal dimulai pada visual korteks, yang
menyebar dengan aliran 2-3 mm/menit. Penurunan aliran darah kira-kira 25-30 %.
Perubahan aliran darah ini dalam menyebabkan gejala migraine masih
dipertanyakan. Hal ini dikarenakan :
1) Penurunan aliran darah yang diamati tidak cukup significant untuk
menyebabkan gejala neurologik fokal.
2) Peningkatan aliran darah tidak menyebabkan nyeri dan vasodilatasi sendiri
tidak dapat menyebabkan edema lokal yang sering diamati pada migraine.
Lebih jauh lagi, pada migrain tanpa aura, tidak terjadi perubahan aliran
darah. Oleh karena itu peristiwa vasokontriksi di ikuti vasodilatsi sebagai
patofisiologi fundamental terjadinya migrain masih dipertanyakan. Tetapi,
bagaimanapun juga, memang benar terjadi perubahan aliran darah selama
terjadinya migrain (Neil H. Raskin, 2005).
2.2.2 Teori Neurovascular-Neurokimia (Trigeminovascular)
Adanya vasodilatasi akibat aktivitas NOS dan produksi NO akan
merangsang ujung saraf trigeminus pada pembuluh darah sehingga melepaskan
CGRP (calcitonin gene related peptide). CGRP akan berikatan pada reseptornya
di sel mast meningens dan akan merangsang pengeluaran mediator inflamasi
sehingga menimbulkan inflamasi neuron. CGRP juga bekerja pada arteri serebral
dan otot polos yang akan mengakibatkan peningkatan aliran darah. Selain itu,
CGRP akan bekerja pada post junctional site second order neuron yang bertindak
sebagai transmisi impuls nyeri. Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini
akan mengaktifkan lokus sereleus sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin.
Selain itu, sistem ini juga mengaktifkan nukleus dorsal rafe sehingga terjadi
peningkatan kadar serotonin. Peningkatan kadar epinefrin dan serotonin akan
menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah lalu terjadi penurunan aliran darah
di otak. Penurunan aliran darah di otak akan merangsang serabut saraf
trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka dapat terjadi aura. Apabila
terjadi penurunan kadar serotonin maka akan menyebabkan dilatasi pembuluh
darah intrakranial dan ekstrakranial yang akan menyebabkan nyeri kepala pada
migren (Sjahrir, 2004 dan Reuter, 2001).
2.2.3 Teori Cortical Spreading Depresion
Dimana pada orang migrain nilai ambang saraf menurun sehingga mudah
terjadi eksitasi neuron lalu berlaku short-lasting wave depolarization oleh
pottasium-liberating depression (penurunan pelepasan kalium) sehingga
menyebabkan terjadinya periode depresi neuron yang memanjang. Selanjutnya,
akan terjadi penyebaran depresi yang akan menekan aktivitas neuron ketika
melewati korteks serebri (Sjahrir, 2004).
Gambar 1. Patofisiologi Migrain
2.3 Epidemiologi
Migrain adalah jenis sakit kepala yang lazim ditemui, bersifat berat badan
kambuhan (reccurent) yang mempengaruhi fungsi tubuuh normal. Migrain
termasuk ke dalam gangguan sakit kepala primer dan dibagi menjadi dua subtipe
besar, yaitu migrain dengan aura dan tanpa aura.
2.4.2. Gejala
1) Migren adalah kondisi kronis dengan serangan-serangan yang berulang.
Kebanyakan (namun tidak semua) serangan - serangan migren berhubungan
dengan sakit-sakit kepala.
2) Sakit-sakit kepala migren biasanya digambarkan sebagai nyeri yang hebat,
berdenyut dan terus menerus yang melibatkan satu pelipis (Adakalanya
nyeri berlokasi pada dahi, sekitar mata, atau pada belakang kepala).
3) Nyeri biasanya unilateral (pada satu sisi kepala), meskipun kira-kira
sepertiga dari waktu nyeri adalah bilateral (pada kedua sisi kepala).
4) Sakit-sakit kepala unilateral secara khas merubah sisi-sisi dari satu serangan
ke serangan berikutnya. (Nyatanya, sakit-sakit kepala unilateral yang selalu
terjadi pada sisi yang sama harus menyiagakan dokter untuk
mempertimbangkan sakit kepala sekunder, contohnya, satu yang disebabkan
oleh tumor otak).
5) Sakit kepala migren biasanya diperburuk oleh aktivitas-aktivitas harian
seperti menaiki tangga.
6) Mual, muntah, diare, kepucatan muka, tangan-tangan dingin, kaki-kaki
dingin, dan kepekaan pada cahaya dan suara umumya disertai sakit-sakit
kepala migraine. Sebagai akibat dari kepekaan ini pada cahaya dan suara,
penderita-penderita migraine biasanya menyukai berbaring dalam kamar
yang sunyi dan gelap selama serangan. Serangan yang khas berlangsung
antara 4 dan 72 jam.
2.4.3. Faktor Pencetus Terjadinya Migrain
1) Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/
perubahan hormonal.
Beberapa wanita yang menderita migren merasakan frekuensi
serangan akan meningkat saat masa menstruasi. Bahkan ada diantaranya
yang hanya merasakan serangan migren pada saat menstruasi. Istilah
‘menstrual migraine’ sering digunakan untuk menyebut migren yang
terjadi pada wanita saat dua hari sebelum menstruasi dan sehari
setelahnya. Penurunan kadar estrogen dalam darah menjadi biang keladi
terjadinya migren.
2) Kafein
Caffeine terkandung dalam banyak produk-produk makanan (cola, tea,
coklat, kopi) dan analgesic-analgesic OTC. Caffeine dalam dosis-dosis
yang rendah dapat meningkatkan kesiap siagaan dan energi, namun
caffeine dalam dosis-dosis yang tinggi dapat menyebabkan insomnia,
keiritasian, ketakutan (anxiety), dan sakit-sakit kepala. Penggunaan yang
berlebihan dari analgesic-analgesic yang mengandung caffeine
menyebabkan kembalinya sakit-sakit kepala. Lebih jauh, individu-individu
yang mengkonsumsi tingkat-tingkat yang tinggi dari caffeine secara teratur
adalah lebih mudah mengembangkan sakit-sakit kepala penarikan
(withdrawal headaches) ketika caffeine dihentikan dengan tiba-tiba.
3) Puasa dan terlambat makan
Puasa dapat mencetuskan terjadinya migren oleh karena saat puasa
terjadi pelepasan hormon yang berhubungan dengan stress dan penurunan
kadar gula darah. Hal ini menyebabkan penderita migren tidak dianjurkan
untuk berpuasa dalam jangka waktu yang lama.
4) Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buah-buahan.
Cokelat dilaporkan sebagai salah satu penyebab terjadinya migren,
namun hal ini dibantah oleh beberapa studi lainnya yang mengatakan tidak
ada hubungan antara cokelat dan sakit kepala migren. Anggur merah
dipercaya sebagai pencetus terjadinya migren, namun belum ada cukup
bukti yang mengatakan bahwa anggur putih juga bisa menyebabkan
migren.Tiramin (bahan kimia yang terdapat dalam keju, anggur, bir, sosis,
dan acar) dapat mencetuskan terjadinya migren, tetapi tidak terdapat bukti
jika mengkonsumsi tiramin dalam jumlah kecil akan menurunkan
frekuensi serangan migren. Penyedap masakan atau MSG dilaporkan dapat
menyebabkan sakit kepala, kemerahan pada wajah, berkeringat dan
berdebar debar jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar pada saat perut
kosong. Fenomena ini biasa disebut Chinese restaurant syndrome.
Aspartam atau pemanis buatan yang banyak dijumpai pada minuman diet
dan makanan ringan, dapat menjadi pencetus migren bila dimakan dalam
jumlah besar dan jangka waktu yang lama.
5) Cahaya kilat atau berkelip.
Cahaya - cahaya terang dan stimuli penglihatan lain yang berintensitas
tinggi dapat menyebabkan sakit-sakit kepala pada orang yang sehat serta
pasien - pasien dengan sakit-sakit kepala migren, namun orang yang
menderita migren nampaknya mempunyai ambang batas yang lebih rendah
dari normal untuk nyeri sakit kepala yang diinduksi cahaya. Sinar
matahari, televisi, dan cahaya - cahaya yang berkilat semuanya telah
dilaporkan mempercepat sakit-sakit kepala migren.
6) Psikis baik pada peristiwa duka ataupun pada peristiwa bahagia
(stress).
2.5 Diagnosis
Nyeri merupakan gejala yang sangat subjektif dan bervariasi tiap individu,
oleh karena itu untuk dapat menegakkan diagnosis yang tepat dibutuhkan
kecermatan dalam anamnesis pasien. Anamnesa riwayat penyakit dapat
ditegakkan apabila terdapat tanda – tanda khas migrain. Untuk dapat memudahkan
mengakkan diagnosis migrain digunakan kriteria diagnosis migrain menurut
International Headache Society (IHS) (Olesen, et al., 2004).
Kriteria diagnosis IHS untuk migrain dengan aura mensyaratkan bahwa
harus terdapat paling tidak 3 dari 4 karakteristik berikut :
1) Migren dengan satu atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan
disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak.
2) Paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur – angsur lebih dari 4
menit.
3) Aura tidak bertahan lebih dari 60 menit.
4) Sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60
menit.
Kriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan bahwa harus
terdapat paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang
memenuhi kriteria berikut :
1) Berlangsung 4 – 72 jam
2) Paling sedikit memenuhi dua dari :
a. Unilateral
b. Sensasi berdenyut
c. Intensitas sedang berat
d. Diperburuk oleh aktifitas
e. Bisa terjadi mual - muntah, fotofobia dan fonofobia.
2.6.1.2.Terapi Profilaksis
Indikasi pemberian pengobatan profilaksis pada migraine antara lain :
1. Serangan migraine yang berat dan menyebabkan pembatasan aktifitas sehari-
hari.
2. Frekuensi serangan lebih dari 2 kali perbulan.
3. Pasien yang tidak respon dengan baik dengan terapi abortif pada saat serangan.
4. Durasi serangan lebih dari 24 jam.
5. Jenis migraine yang respon terhadap pengobatan preventif dan jenis migraine
yang memiliki resiko menyebabkan kerusakan saraf permanen.
Obat yang dapat diberikan antara lain:
1) Antagonis β-Adrenergik
Golongan β-bloker (propranolol, nadolol, timolol, atenolol, dan
metoprolol) merupakan golongan antihipertensi yang dapat digunakan untuk
mencegah serangan migraine. Obat ini harus digunakan dengan hati-hati pada
pasien dengan gagal jantung, penyakit pembuluh darah perifer, gangguan
konduksi atrioventrikular, asma, depresi, dan diabetes.
Propanolol sebagai profilaksis migraine dapat diberikan dengan dosis
awal 80 mg/hari dengan dosis per 6-8 jam. Dapat ditingkatkan hingga 20-40
mg/hari setiap 3-4 minggu. Dosis tidak melebihi 160-240 mg per hari.
Timolol dapat diberikan dengan dosis 10 mg perhari atau 2 kali per hari.
Maksimal diberikan 30mg per hari.
2) Antikonvulsan
Antikonvulsan yang dapat digunakan untuk pencegahan migraine
adalah asam valproate dan topiramate. Asam valproate merupakan obat lini
pertama. Dosis oral asam valproate untuk profilaksis migraine dimulai dari
250 mg 2 kali per hari dengan dosis maksimal hingga 1 gr per hari. Dimulai
dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara bertahap. Asam valproate
dapat menyebabkan peningkatan berat badan, mual, tremor dan rambut
rontok.
Topiramate dapat digunakan dengan dosis awal 25 mg perhari setiap
malam hari selama 1 minggu. Kemudian dosis ditingkatkan per 25 mg dengan
interval 1 minggu. Biasanya diberikan dengan dosis 50-100 mg per hari
dengan 2 dosis terbagi. Dosis maksimal pemberian hingga 200 mg per hari.
3) Antidepresan
Antidepresan dapat mengurangi frekuensi serangan dengan
mempengaruhi kadar serotonin. Antidepresan yang dapat diberikan adalah
amitriptillin dan fluoxetine. Fluoxetine dapat diberikan dengan dosis oral 20-
40 mg perhari.
4) Botox
Injeksi botox mungkin dapat memberikan manfaat pada pasien dengan
nyeri kepala yang tidak sembuh dengan 3 pengobatan preventif konvensional.
Botox dapat mengurangi nyeri dengan cara menghambat tranmisi
neuromuscular. Injeksi dilakukan pada daerah kulit kepala dan efek baru
dapat dirasakan setelah 2-3 bulan penyuntikan.
5) Metisergid
Metisergid merupakan ergot alkaloid semisintetik yaitu suatu antagonis
reseptor 5-HTZ yang poten. Bekerja dengan cara menstabilkan neurotransmisi
serotonergik di sistem trigeminovaskuler untuk menghambat timbulnya inflamasi
neurogenik.
6) Penghambat Kanal Kalsium
Verapamil hanya memberikan manfaat sedang untuk mengurangi
timbulnya serangan.Obat ini hanya sedikit berguna untuk serangan migren
berat.Biasanya dianggap sebagai obat pencegahan lini kedua atau ketiga.
Verapamil dapat diberikan per oral dengan dosis 160-320 mg diberikan per 6-
8 jam.
7) Obat Anti-inflamasi Nonsteroid (AINS)
Golongan AINS mempunyai khasiat sedang dalam menurunkan
tingkat keparahan, frekuensi, dan lamanya serangan.AINS digunakan secara
berselang untuk pencegahan sakit kepala yang kambuh dengan pola yang
dapat diduga (misal, migren karena menstruasi). Pengoatan harus dimulai
1sampai 2 hari sebelum sakit kepala menyerang dan harus dilanjutkan sampai
saat serangan terparah telah dilampaui.
Gambar 3. Algoritma Profilaksis Migrain (Dipiro et al., 2017)
Tabel 3. Dosis Terapi Profilaksis Migrain (Dipiro et al., 2017)
3. Yoga
Yoga yang dilakukan secara teratur minimal selama 3 bulan secara
signifikan dapat mengurangi nyeri dan frekuensi serangan.
4. Suplemen Herbal Dan Vitamin
Beberapa suplemen vitamin seperti vitamin B2 dan Coenzime Q10
diketahui dapat membantu dalam mengurangi frekuensi serangan.
5. Istirahat yang cukup, berolahraga dan makan makanan yang bergizi dan
teratur.
6. Menepelkan es di kepala dan beristirahat atau tidur sejenak diruangan yang
agak gelap dan tenang akan bermanfaat bagi pasien migrain.
7. Menghindari faktor pemicu migrain seperti alkohol, kopi, stress dan lain-
lain (Dipiro et al., 10th edition).
2.7 Komplikasi
Komplikasi Migren adalah rebound headache, nyeri kepala yang
disebabkan oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin,
asetaminofen, dll yang berlebihan. Status Migren, yaitu nyeri kepala yang lebih
dari 72 jam walaupun telah diobati sebagaimana mestinya.
2.8 Prognosis
Prognosis migren dapat sembuh sempurna dengan menghindari faktor pencetus
dan meminum obat yang teratur. Tetapi berdasarkan penelitian dalam beberapa
tahun terakhir risiko untuk menderita stroke pada pasien riwayat migren
meningkat. Sekitar 19% dari seluruh kasus stroke terjadi pada orang dengan
riwayat migrain.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut International Headache Society (IHS), migrain adalah nyeri kepala
dengan serangan nyeri yang berlansung 4 – 72 jam. Nyeri biasanya unilateral,
sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh
aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.
Migrain merupakan penyebab nyeri kepala primer kedua terbanyak setelah
Tension Type Headache (TTH). Migrain ditandai dengan nyeri kepala yang
umumnya unilateral dengan sifat nyeri yang berdenyut, dan lokasi nyeri umumnya
di daerah frontotemporal.
Migrain secara umum dibagi menjadi 2 yaitu migrain tanpa aura atau
common migraine dan migrain dengan aura atau classic migraine. Yang paling
sering terjadi adalah migren tanpa aura yaitu sekitar 80% dari semua pengidap
migrain. Migrain dapat terjadi pada semua usia tetapi biasanya muncul pada usia
10 – 40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelah usia 50 tahun.
Diagnosis migrain dapat ditegakkan dengan anamnesis yang cermat dengan
memperhatikan ciri-ciri khusus dari beberapa klasifikasi migrain menggunakan
kriteria diagnosis International Headache Socety. Selain itu jika ada indikasi
diperlukan menggunakan pemeriksaan penunjang seperti CT Scan, MRI atau
Lumbal Punksi untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Penatalaksanaan migrain mencakup abortif yaitu tindakan yang diberikan
pada saat serangan dan bertujuan untuk mengurangi nyeri kepala dan gejala yang
menyertai migrain dan profilaktis baik secara farmakologi maupun non-
farmakologi. Prinsip pengobatan adalah untuk mengurangi serangan migrain dan
mencegah serangan berikutnya.
3.2. Saran
Migrain dapat diatasi dengan menghindari faktor penyebab, manajemen
lingkungan, memperkirakan siklus menstruasi, berolahraga, melakukan yoga dan
meditasi supaya tidak stres serta mengkonsumsi makanan yang sehat bila perlu
mengkonsumsi suplemen atau vitamin lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
DiPiro, J.T., DiPiro, C.V., Schwinghammer, T.L., and Wells, B.G., 2017,
Pharmacotherapy Handbook, Tenth Edition, McGraw-Hill Education, hlm
1-1304.
Price, Sylvia., dan Lorraine M.Wilson., 2003. Patofisiologi edisi 6. Jakarta : EGC.
Sjahrir, Hasan., 2004, Nyeri Kepala. Kelompok Studi Nyeri Kepala. Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
https://www.alomedika.com/penyakit/neurologi/migrain/penatalaksanaan, Diakses
Senin, 1 Juni 2020.