Anda di halaman 1dari 24

MIGRAIN

MAKALAH
FARMAKOTERAPI SISTEM SARAF PUSAT

Oleh :

CHARISMA YOLANDA : NIM 4820119109


MUH. BIUR AMRUL KALAN : NIM
OPAN HIZWANDI : NIM 4820119104

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS QAMARUL HUDA BADARUDDIN BAGU

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cephalgia atau nyeri kepala merupakan gejala yang paling sering dijumpai
dalam kehidupan sehari - hari, sekitar 90% dari setiap individu pernah mengalami
minimal 1 kali per tahun (Sjahrir, 2004). Internatonal Headache Society (HIS)
membagi nyeri kepala ke dalam dua klasifikasi yaitu nyeri kepala primer (yaitu
nyeri kepala yang tidak terkait dengan penyakit lain) dan nyeri kepala sekunder
(yaitu nyeri kepala akibat adanya penyakit lain).
Migrain sendiri merupakan salah satu jenis nyeri kepala primer yang
diklasifikasikan oleh International Headache Society (IHS) dan merupakan
penyebab nyeri kepala primer kedua setelah Tension Type Headache (TTH)
(Price, et al., 2003). Menurut International Headache Society (IHS), migrain
adalah nyeri kepala dengan serangan nyeri yang berlansung 4 – 72 jam. Nyeri
biasanya unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat
dan diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual - muntah, fotofobia dan
fonofobia (Olesen, et al., 2004).
Pengetahuan patofisiologi yang jelas mengenai nyeri kepala khususnya
migrain dapat membantu menegakkan diagnosis yang tepat, sehingga dapat pula
merekomendasikan pengobatan yang tepat untuk mencegah atau mengobati
penyakit migrain tersebut. Oleh karena itu pada makalah kelompok ini akan
membahas tentang migrain sehingga diharapkan dengan adanya makalah ini dapat
menambah pengetahuan mahasiswa dan juga masyarakat luas tentang penyakit
migrain.

1.2 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai melalui pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui dan memahami tentang penyakit migrain yang meliputi patofisiologi,
gejala klinik dan farmakoterapinya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Dan Klasifikasi

Migrain berasal dari bahasa Yunani yaitu hemicranias (hemi : setengah,


cranium : tengkorak kepala) adalah nyeri kepala yang umumnya unilateral yang
berlangsung selama 4 - 72 jam, sekitar 2/3 penderita migrain predileksinya
unilateral, dengan sifat nyeri yang berdenyut dan lokasi nyeri umumnya di daerah
frontotemporal dan diperberat dengan aktivitas fisik. Prevalensi migrain lebih
sering pada perempuan dibanding laki-laki, diperkirakan dua sampai tiga kali
lebih sering pada perempuan (Price, et al., 2003).

Secara garis besar migrain di klasifikasikan menjadi dua oleh International


Headache Society (IHS) yaitu migrain tanpa aura atau common migraine dan
migrain dengan aura atau classic migraine. Yang paling sering terjadi adalah
migrain tanpa aura yaitu sekitar 80% dari semua pengidap migrain (Olesen, et al.,
2004).
1. Migrain dengan aura atau classic migraine diawali dengan adanya deficit
neurologi fokal atau gangguan fungsi saraf/aura, terutama visual dan sensorik
bebauan seperti melihat garis bergelombang, cahaya terang, bintik gelap,
diikuti nyeri kepala unilateral, mual dan kadang muntah kejadian ini umumnya
berurutan dan manifestasi nyeri biasanya tidak lebih dari 60 menit.
2. Migrain tanpa aura atau common migraine yaitu nyeri pada salah satu bagian
sisi kepala dan bersifat pulsatile dengan disertai mual, fotofobi dan fonofobi,
intensitas nyeri sedang sampai berat, nyeri diperparah saat aktivitas dan
berlangsung selama 4 sampai 72 jam (Price, et al., 2003).

2.2 Patofisiologi

Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan
terjadinya sakit kepala migrain. Tetapi dalam beberapa tahun belakangan ini telah
banyak penelitian yang menjelaskan patofisiologi terjadinya migrain. Paling tidak
ada 3 teori yang diyakini dapat menjelaskan mekanisme migrain yaitu :
2.2.1 Teori Vascular
Teori vaskular, adanya gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh
darah otak berkonstriksi sehingga terjadi hipoperfusi otak yang dimulai pada
korteks visual dan menyebar ke depan. Penyebaran frontal berlanjutan dan
menyebabkan fase nyeri kepala dimulai.
Berdasarkan hipotesis vaskular yang diajukan oleh Harold Wolff pada tahun
1938, migraine itu berhubungan dengan perubahan vaskular kranial, Selama masa
prodormal (aura), terjadi vasokontriksi dari pembuluh interkranial, menyebabkan
manifestasi neurologi yang bervariasi menurut tempat terjadinya vasokontriksi.
Dilanjutkan dengan fase nyeri kepala dimana terjadi dilatasi pembuluh
ekstrakranial (Deborah et al., 2005).
Penelitian mengenai aliran darah serebral regional pada pasien migraine
klasik saat serangan, terjadi hipoperfusi kortikal dimulai pada visual korteks, yang
menyebar dengan aliran 2-3 mm/menit. Penurunan aliran darah kira-kira 25-30 %.
Perubahan aliran darah ini dalam menyebabkan gejala migraine masih
dipertanyakan. Hal ini dikarenakan :
1) Penurunan aliran darah yang diamati tidak cukup significant untuk
menyebabkan gejala neurologik fokal.
2) Peningkatan aliran darah tidak menyebabkan nyeri dan vasodilatasi sendiri
tidak dapat menyebabkan edema lokal yang sering diamati pada migraine.
Lebih jauh lagi, pada migrain tanpa aura, tidak terjadi perubahan aliran
darah. Oleh karena itu peristiwa vasokontriksi di ikuti vasodilatsi sebagai
patofisiologi fundamental terjadinya migrain masih dipertanyakan. Tetapi,
bagaimanapun juga, memang benar terjadi perubahan aliran darah selama
terjadinya migrain (Neil H. Raskin, 2005).
2.2.2 Teori Neurovascular-Neurokimia (Trigeminovascular)
Adanya vasodilatasi akibat aktivitas NOS dan produksi NO akan
merangsang ujung saraf trigeminus pada pembuluh darah sehingga melepaskan
CGRP (calcitonin gene related peptide). CGRP akan berikatan pada reseptornya
di sel mast meningens dan akan merangsang pengeluaran mediator inflamasi
sehingga menimbulkan inflamasi neuron. CGRP juga bekerja pada arteri serebral
dan otot polos yang akan mengakibatkan peningkatan aliran darah. Selain itu,
CGRP akan bekerja pada post junctional site second order neuron yang bertindak
sebagai transmisi impuls nyeri. Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini
akan mengaktifkan lokus sereleus sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin.
Selain itu, sistem ini juga mengaktifkan nukleus dorsal rafe sehingga terjadi
peningkatan kadar serotonin. Peningkatan kadar epinefrin dan serotonin akan
menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah lalu terjadi penurunan aliran darah
di otak. Penurunan aliran darah di otak akan merangsang serabut saraf
trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka dapat terjadi aura. Apabila
terjadi penurunan kadar serotonin maka akan menyebabkan dilatasi pembuluh
darah intrakranial dan ekstrakranial yang akan menyebabkan nyeri kepala pada
migren (Sjahrir, 2004 dan Reuter, 2001).
2.2.3 Teori Cortical Spreading Depresion
Dimana pada orang migrain nilai ambang saraf menurun sehingga mudah
terjadi eksitasi neuron lalu berlaku short-lasting wave depolarization oleh
pottasium-liberating depression (penurunan pelepasan kalium) sehingga
menyebabkan terjadinya periode depresi neuron yang memanjang. Selanjutnya,
akan terjadi penyebaran depresi yang akan menekan aktivitas neuron ketika
melewati korteks serebri (Sjahrir, 2004).
Gambar 1. Patofisiologi Migrain
2.3 Epidemiologi

Berdasarkan hasil penelitian multisenter berbasis rumah sakit pada 5 rumah


sakit di Indonesia, didapatkan prevalensi penderita nyeri kepala sebagai berikut :
Migren tanpa aura 10%, Migren dengan aura 1,8%, Episodik Tension type
Headache 31%, Chronic Tension type Headache (CTTH) 24%, Cluster Headache
0.5%, Mixed Headache 14%. Prevalensi migrain bervariai berdasarkan umur dan
jenis kelamin. Migrain dapat terjadi mulai masa kanak-kanak sampai dewasa.
Sekitar 65-75% penderita migrain adalah wanita. Insedensyna ira-kira dua kali
pria. Pada wanita, datangnya serangan berkaitan dengan datang bulan (beberapa
hari sebelym, selama atau akhir), selama 3 bulan pertama keamilan, biasanya
tidak mengalami nyeri kepala. Sejumlah kecil penderita mulai merasakan
serangan pada waktu hamil, umumnya pada trismester I. Selain itu 40 % wanita
mengalami sindrom premenstruasi dengan gejala berupa gangguan mental dan
nyeri somatik yang disebabkan oleh perubahan hormonal.

2.4 Manifestasi Klinis


2.4.1 Umum

Migrain adalah jenis sakit kepala yang lazim ditemui, bersifat berat badan
kambuhan (reccurent) yang mempengaruhi fungsi tubuuh normal. Migrain
termasuk ke dalam gangguan sakit kepala primer dan dibagi menjadi dua subtipe
besar, yaitu migrain dengan aura dan tanpa aura.
2.4.2. Gejala
1) Migren adalah kondisi kronis dengan serangan-serangan yang berulang.
Kebanyakan (namun tidak semua) serangan - serangan migren berhubungan
dengan sakit-sakit kepala.
2) Sakit-sakit kepala migren biasanya digambarkan sebagai nyeri yang hebat,
berdenyut dan terus menerus yang melibatkan satu pelipis (Adakalanya
nyeri berlokasi pada dahi, sekitar mata, atau pada belakang kepala).
3) Nyeri biasanya unilateral (pada satu sisi kepala), meskipun kira-kira
sepertiga dari waktu nyeri adalah bilateral (pada kedua sisi kepala).
4) Sakit-sakit kepala unilateral secara khas merubah sisi-sisi dari satu serangan
ke serangan berikutnya. (Nyatanya, sakit-sakit kepala unilateral yang selalu
terjadi pada sisi yang sama harus menyiagakan dokter untuk
mempertimbangkan sakit kepala sekunder, contohnya, satu yang disebabkan
oleh tumor otak).
5) Sakit kepala migren biasanya diperburuk oleh aktivitas-aktivitas harian
seperti menaiki tangga.
6) Mual, muntah, diare, kepucatan muka, tangan-tangan dingin, kaki-kaki
dingin, dan kepekaan pada cahaya dan suara umumya disertai sakit-sakit
kepala migraine. Sebagai akibat dari kepekaan ini pada cahaya dan suara,
penderita-penderita migraine biasanya menyukai berbaring dalam kamar
yang sunyi dan gelap selama serangan. Serangan yang khas berlangsung
antara 4 dan 72 jam.
2.4.3. Faktor Pencetus Terjadinya Migrain
1) Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/
perubahan hormonal.
Beberapa wanita yang menderita migren merasakan frekuensi
serangan akan meningkat saat masa menstruasi. Bahkan ada diantaranya
yang hanya merasakan serangan migren pada saat menstruasi. Istilah
‘menstrual migraine’ sering digunakan untuk menyebut migren yang
terjadi pada wanita saat dua hari sebelum menstruasi dan sehari
setelahnya. Penurunan kadar estrogen dalam darah menjadi biang keladi
terjadinya migren.
2) Kafein
Caffeine terkandung dalam banyak produk-produk makanan (cola, tea,
coklat, kopi) dan analgesic-analgesic OTC. Caffeine dalam dosis-dosis
yang rendah dapat meningkatkan kesiap siagaan dan energi, namun
caffeine dalam dosis-dosis yang tinggi dapat menyebabkan insomnia,
keiritasian, ketakutan (anxiety), dan sakit-sakit kepala. Penggunaan yang
berlebihan dari analgesic-analgesic yang mengandung caffeine
menyebabkan kembalinya sakit-sakit kepala. Lebih jauh, individu-individu
yang mengkonsumsi tingkat-tingkat yang tinggi dari caffeine secara teratur
adalah lebih mudah mengembangkan sakit-sakit kepala penarikan
(withdrawal headaches) ketika caffeine dihentikan dengan tiba-tiba.
3) Puasa dan terlambat makan
Puasa dapat mencetuskan terjadinya migren oleh karena saat puasa
terjadi pelepasan hormon yang berhubungan dengan stress dan penurunan
kadar gula darah. Hal ini menyebabkan penderita migren tidak dianjurkan
untuk berpuasa dalam jangka waktu yang lama.
4) Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buah-buahan.
Cokelat dilaporkan sebagai salah satu penyebab terjadinya migren,
namun hal ini dibantah oleh beberapa studi lainnya yang mengatakan tidak
ada hubungan antara cokelat dan sakit kepala migren. Anggur merah
dipercaya sebagai pencetus terjadinya migren, namun belum ada cukup
bukti yang mengatakan bahwa anggur putih juga bisa menyebabkan
migren.Tiramin (bahan kimia yang terdapat dalam keju, anggur, bir, sosis,
dan acar) dapat mencetuskan terjadinya migren, tetapi tidak terdapat bukti
jika mengkonsumsi tiramin dalam jumlah kecil akan menurunkan
frekuensi serangan migren. Penyedap masakan atau MSG dilaporkan dapat
menyebabkan sakit kepala, kemerahan pada wajah, berkeringat dan
berdebar debar jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar pada saat perut
kosong. Fenomena ini biasa disebut Chinese restaurant syndrome.
Aspartam atau pemanis buatan yang banyak dijumpai pada minuman diet
dan makanan ringan, dapat menjadi pencetus migren bila dimakan dalam
jumlah besar dan jangka waktu yang lama.
5) Cahaya kilat atau berkelip.
Cahaya - cahaya terang dan stimuli penglihatan lain yang berintensitas
tinggi dapat menyebabkan sakit-sakit kepala pada orang yang sehat serta
pasien - pasien dengan sakit-sakit kepala migren, namun orang yang
menderita migren nampaknya mempunyai ambang batas yang lebih rendah
dari normal untuk nyeri sakit kepala yang diinduksi cahaya. Sinar
matahari, televisi, dan cahaya - cahaya yang berkilat semuanya telah
dilaporkan mempercepat sakit-sakit kepala migren.
6) Psikis baik pada peristiwa duka ataupun pada peristiwa bahagia
(stress).

7) Banyak tidur atau kurang tidur


Gangguan mekanisme tidur seperti tidur terlalu lama, kurang tidur,
sering terjaga tengah malam, sangat erat hubungannya dengan migren dan
sakit kepala tegang, sehingga perbaikan dari mekanisme tidur ini akan
sangat membantu untuk mengurangi frekuensi timbulnya migren. Tidur
yang baik juga dilaporkan dapat memperpendek durasi serangan migren.

Tabel 1. Pemicu Terjadinya Migrain

2.5 Diagnosis

Nyeri merupakan gejala yang sangat subjektif dan bervariasi tiap individu,
oleh karena itu untuk dapat menegakkan diagnosis yang tepat dibutuhkan
kecermatan dalam anamnesis pasien. Anamnesa riwayat penyakit dapat
ditegakkan apabila terdapat tanda – tanda khas migrain. Untuk dapat memudahkan
mengakkan diagnosis migrain digunakan kriteria diagnosis migrain menurut
International Headache Society (IHS) (Olesen, et al., 2004).
Kriteria diagnosis IHS untuk migrain dengan aura mensyaratkan bahwa
harus terdapat paling tidak 3 dari 4 karakteristik berikut :
1) Migren dengan satu atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan
disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak.
2) Paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur – angsur lebih dari 4
menit.
3) Aura tidak bertahan lebih dari 60 menit.
4) Sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60
menit.

Kriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan bahwa harus
terdapat paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang
memenuhi kriteria berikut :
1) Berlangsung 4 – 72 jam
2) Paling sedikit memenuhi dua dari :
a. Unilateral
b. Sensasi berdenyut
c. Intensitas sedang berat
d. Diperburuk oleh aktifitas
e. Bisa terjadi mual - muntah, fotofobia dan fonofobia.

2.5.1 Diagnosis Banding


Migrain dapat di diagnosis banding dengan penyakit cephalgia lainnya, baik
nyeri kepala primer ataupun nyeri kepala sekunder yaitu : (Sjahrir, 2004 dan
Price, 2003).
1. Tension type headache
2. Cluster headache
3. Tumor Intracranial
4. Infeksi Intracranial

2.5.2 Pemeriksaan Penunjang


Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk menegakkan diagnosis
migrain. Gejala migrain yang timbul perlu diuji dengan melakukan pemeriksaan
lanjutan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain dan kemungkinan lain
yang menyebabkan sakit kepala. Pemeriksaan lanjutan tersebut adalah : (Liporace,
2006).
1. MRI atau CT Scan, yang dapat digunakan untuk menyingkirkan tumor dan
perdarahan otak.
2. Punksi Lumbal, dilakukan jika diperkirakan ada meningitis atau
perdarahan otak.

2.6 Penatalaksanaan Migrain


2.6.1 Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi pengobatan pada migrain secara garis besar dibagi
menjadi dua yaitu terapi simtomatik atau akut berupa penghilangan gejala sakit
(abortif) biasanya dengan pemberian analgesik, NSAID, Golongan Ergotamin,
Serotonin Receptor Agonist (SRA) dan golongan Opioid pada pasien dengan
episode migrain akut. Yang kedua adalah terapi profilaksis yang bertujuan untuk
mengurangi kekambuhan, biasanya pasien kronis yang tidak responsif terhadap
pengobatan berefek pendek. Adapun obat-obat yang biasanya digunakan yaitu
Golongan Antidepresan trisiklik, β-Bloker, Antikonvulsan, Ca-Chanal Bloker,
NSAID (Neproxan). Obat-obat ini merupakan first line terapi pada pasien
migrain. Sedangkan Second line terapi diberikan apabila pasien tidak dapat
merespon dengan pemberian obat first line theraphy. Golongan obat Second line
terapi diantaranya Antiseizure, Muscle Relaxans, Antidepresan (Duloxetin), dan
natural agent (Petadolex).
Tujuan utama dari penatalaksanaan migrain antara lain:
1. Mengurangi nyeri dan frekuensi serangan
2. Mengurangi disabilitas yang disebabkan oleh migraine
3. Meningkatkan kualitas hidup
4. Mencegah timbulnya nyeri kepala
5. Mengurangi eskalasi obat nyeri kepala
6. Mengedukasi pasien untuk dapat menangani nyeri sendiri
2.6.1.1 Terapi Penghilang Nyeri Dan Gejala
Dikenal sebagai tatalaksana akut atau abortif. Terapi ini dapat diberikan
pada saat serangan dan bertujuan untuk mengurangi nyeri kepala dan gejala yang
menyertai migraine.
Obat yang dapat diberikan antara lain:
1) Obat Anti Inflamasi Non Steroid (Non Steroid Anti Inflammation Drugs /
NSAID)
NSAID secara umum dapat digunakan sebagai terapi abortif pada
nyeri kepala ringan hingga sedang. Beberapa jenis NSAID, seperti ketorolac
dapat digunakan untuk mengatasi nyeri kepala berat. Contoh obat NSAID
yang dapat digunakan antara lain:
a. Ibuprofen dengan dosis 400-800mg per oral dapat diberikan per 6 jam
b. Ketorolac dengan dosis 30 mg dosis tunggal intravena atau 30 mg per 6
jam tidak lebih dari 120mg/hari
c. Ketoprofen dengan dosis 50 mg per oral dapat diberikan per 6 jam
2) Serotonin 5-HT-Receptor Agonist (Triptans)
Triptans digunakan sebagai terapi abortif pada nyeri kepala sedang
hingga berat. Triptans bekerja dengan menyebabkan vasokontriksi pada
pembuluh darah, menghambat pelepasan neuropeptida dan mengurangi
transmisi nyeri pada jalur trigeminal. Triptans memiliki sediaan oral, spray
nasal dan injeksi. Efek samping pemberian triptan dapat menyebabkan mual
muntah, pusing, asthenia, somnolen, nyeri kepala semakin berat, dan
kekakuan pada rahang. Sedian triptans antara lain :
a. Sumatriptan dapat diberikan secara oral, spray nasal atau injeksi subkutan.
Pemberian oral dapat dengan dosis 50-100 mg dan dapat diulang 2 jam
lagi jika migraine muncul kembali. Dosis maksimal hingga 300 mg per
hari. Dosis spray nasal sebesar 20 mg pada salah satu lubang hidung, dapat
diulang 2 jam setelah dosis pertama dengan dosis maksimal 40mg per hari.
Dosis injeksi subkutan sebesar 6 mg dan dapat diulang setidaknya 1 jam
setelah pemberian pertama, dengan dosis maksimal hingga 12 mg per hari.
b. Naratriptan memiliki biovailabilitas dan waktu paruh yang lebih lama
dibandingkan sumatriptan. Hal ini menyebabkan Naratriptan memiliki
angka rekurens nyeri kepala yang lebih rendah, sehingga baik digunakan
untuk migraine dengan nyeri yang terus menerus seperti migraine
menstrual.
c. Rizatriptan memiliki waktu kerja yang cepat (30 menit) dan efeknya
mencapai 71% dalam 2 jam. Merupakan golongan triptan dengan onset
kerja yang paling cepat.
3) Ergot alkaloid
Turunan ergot merupakan golongan nonselektif 5-HT1 reseptor
agonis. Dapat digunakan untuk nyeri kepala sedang hingga berat. Ergot
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah kranial dan perifer. Sediaan
ergot dalam bentuk ergotamine tartate, dengan dosis pemberian secara
sublingual 2 mg pada saat onset serangan dan dapat diberikan 2 mg setiap 30
menit. Dosis maksimal 6 mg per 24 jam. Ergotamine dapat memperberat
mual dan muntah yang disebabkan oleh migraine. Sehingga diperlukan
pengawasan setelah pemberian ergotamine.
4) Opioid
Pemberian kombinasi dengan kodein dapat membantu mengurangi
nyeri kepala. Dosis oral dapat diberikan sebesar 30-60 mg per 6 jam dengan
dosis maksimal hingga 360 mg perhari.
5) Golongan Glukokortikoid
Pemberian golongan glukokortikoid oral atau parenteral jangka
pendek (misal prednison, deksametason, hidrokortison) berguna pada sakit
kepala membandel yang telah berlangsung selama beberapa hari. Golongan
kortikosteroid mungkin menjadi terapi darurat yang efektif, yaitu migren
berat yang berlangsung sampai 1 minggu.
6) Obat Mual Dan Muntah
Antiemetik biasa diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah
yang timbul saat migraine. Obat antiemetik yang bisa diberikan antara lain
metoclopramide, ondancetron, domperidone atau chlorpromazine.
Metoclopramide dapat diberikan dengan dosis 10-20mg per oral, atau 10 mg
melalu intravena. Domperidone dapat diberikan secara oral dengan dosis 20-
30 mg.
Gambar 2. Algoritma Pengobatan Pada Migrain (Dipiro et al., 2017)
Tabel 2. Terapi Migrain Akut

2.6.1.2.Terapi Profilaksis
Indikasi pemberian pengobatan profilaksis pada migraine antara lain :
1. Serangan migraine yang berat dan menyebabkan pembatasan aktifitas sehari-
hari.
2. Frekuensi serangan lebih dari 2 kali perbulan.
3. Pasien yang tidak respon dengan baik dengan terapi abortif pada saat serangan.
4. Durasi serangan lebih dari 24 jam.
5. Jenis migraine yang respon terhadap pengobatan preventif dan jenis migraine
yang memiliki resiko menyebabkan kerusakan saraf permanen.
Obat yang dapat diberikan antara lain:
1) Antagonis β-Adrenergik
Golongan β-bloker (propranolol, nadolol, timolol, atenolol, dan
metoprolol) merupakan golongan antihipertensi yang dapat digunakan untuk
mencegah serangan migraine. Obat ini harus digunakan dengan hati-hati pada
pasien dengan gagal jantung, penyakit pembuluh darah perifer, gangguan
konduksi atrioventrikular, asma, depresi, dan diabetes.
Propanolol sebagai profilaksis migraine dapat diberikan dengan dosis
awal 80 mg/hari dengan dosis per 6-8 jam. Dapat ditingkatkan hingga 20-40
mg/hari setiap 3-4 minggu. Dosis tidak melebihi 160-240 mg per hari.
Timolol dapat diberikan dengan dosis 10 mg perhari atau 2 kali per hari.
Maksimal diberikan 30mg per hari.
2) Antikonvulsan
Antikonvulsan yang dapat digunakan untuk pencegahan migraine
adalah asam valproate dan topiramate. Asam valproate merupakan obat lini
pertama. Dosis oral asam valproate untuk profilaksis migraine dimulai dari
250 mg 2 kali per hari dengan dosis maksimal hingga 1 gr per hari. Dimulai
dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara bertahap. Asam valproate
dapat menyebabkan peningkatan berat badan, mual, tremor dan rambut
rontok.
Topiramate dapat digunakan dengan dosis awal 25 mg perhari setiap
malam hari selama 1 minggu. Kemudian dosis ditingkatkan per 25 mg dengan
interval 1 minggu. Biasanya diberikan dengan dosis 50-100 mg per hari
dengan 2 dosis terbagi. Dosis maksimal pemberian hingga 200 mg per hari.
3) Antidepresan
Antidepresan dapat mengurangi frekuensi serangan dengan
mempengaruhi kadar serotonin. Antidepresan yang dapat diberikan adalah
amitriptillin dan fluoxetine. Fluoxetine dapat diberikan dengan dosis oral 20-
40 mg perhari.
4) Botox
Injeksi botox mungkin dapat memberikan manfaat pada pasien dengan
nyeri kepala yang tidak sembuh dengan 3 pengobatan preventif konvensional.
Botox dapat mengurangi nyeri dengan cara menghambat tranmisi
neuromuscular. Injeksi dilakukan pada daerah kulit kepala dan efek baru
dapat dirasakan setelah 2-3 bulan penyuntikan.

5) Metisergid
Metisergid merupakan ergot alkaloid semisintetik yaitu suatu antagonis
reseptor 5-HTZ yang poten. Bekerja dengan cara menstabilkan neurotransmisi
serotonergik di sistem trigeminovaskuler untuk menghambat timbulnya inflamasi
neurogenik.
6) Penghambat Kanal Kalsium
Verapamil hanya memberikan manfaat sedang untuk mengurangi
timbulnya serangan.Obat ini hanya sedikit berguna untuk serangan migren
berat.Biasanya dianggap sebagai obat pencegahan lini kedua atau ketiga.
Verapamil dapat diberikan per oral dengan dosis 160-320 mg diberikan per 6-
8 jam.
7) Obat Anti-inflamasi Nonsteroid (AINS)
Golongan AINS mempunyai khasiat sedang dalam menurunkan
tingkat keparahan, frekuensi, dan lamanya serangan.AINS digunakan secara
berselang untuk pencegahan sakit kepala yang kambuh dengan pola yang
dapat diduga (misal, migren karena menstruasi). Pengoatan harus dimulai
1sampai 2 hari sebelum sakit kepala menyerang dan harus dilanjutkan sampai
saat serangan terparah telah dilampaui.
Gambar 3. Algoritma Profilaksis Migrain (Dipiro et al., 2017)
Tabel 3. Dosis Terapi Profilaksis Migrain (Dipiro et al., 2017)

2.6.2 Terapi Non-Farmakologis


Beberapa modalitas terapi non-farmakologis dipercaya dapat mengurangi
dan mencegah timbulnya serangan migraine. Terapi tersebut antara lain:
1. Terapi Sikap Dan Perilaku
Stress diketahui sebagai salah satu pemicu timbulnya migraine. Dengan
mempelajari teknik mengelola stress diharapkan frekuensi serangan dapat
berkurang.
2. Akupuntur
Beberapa penelitian menunujukkan akupuntur dapat mengurangi nyeri dan
frekuensi srengan migrain.

3. Yoga
Yoga yang dilakukan secara teratur minimal selama 3 bulan secara
signifikan dapat mengurangi nyeri dan frekuensi serangan.
4. Suplemen Herbal Dan Vitamin
Beberapa suplemen vitamin seperti vitamin B2 dan Coenzime Q10
diketahui dapat membantu dalam mengurangi frekuensi serangan.
5. Istirahat yang cukup, berolahraga dan makan makanan yang bergizi dan
teratur.
6. Menepelkan es di kepala dan beristirahat atau tidur sejenak diruangan yang
agak gelap dan tenang akan bermanfaat bagi pasien migrain.
7. Menghindari faktor pemicu migrain seperti alkohol, kopi, stress dan lain-
lain (Dipiro et al., 10th edition).

2.7 Komplikasi
Komplikasi Migren adalah rebound headache, nyeri kepala yang
disebabkan oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin,
asetaminofen, dll yang berlebihan. Status Migren, yaitu nyeri kepala yang lebih
dari 72 jam walaupun telah diobati sebagaimana mestinya.

2.8 Prognosis
Prognosis migren dapat sembuh sempurna dengan menghindari faktor pencetus
dan meminum obat yang teratur. Tetapi berdasarkan penelitian dalam beberapa
tahun terakhir risiko untuk menderita stroke pada pasien riwayat migren
meningkat. Sekitar 19% dari seluruh kasus stroke terjadi pada orang dengan
riwayat migrain.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut International Headache Society (IHS), migrain adalah nyeri kepala
dengan serangan nyeri yang berlansung 4 – 72 jam. Nyeri biasanya unilateral,
sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh
aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.
Migrain merupakan penyebab nyeri kepala primer kedua terbanyak setelah
Tension Type Headache (TTH). Migrain ditandai dengan nyeri kepala yang
umumnya unilateral dengan sifat nyeri yang berdenyut, dan lokasi nyeri umumnya
di daerah frontotemporal.
Migrain secara umum dibagi menjadi 2 yaitu migrain tanpa aura atau
common migraine dan migrain dengan aura atau classic migraine. Yang paling
sering terjadi adalah migren tanpa aura yaitu sekitar 80% dari semua pengidap
migrain. Migrain dapat terjadi pada semua usia tetapi biasanya muncul pada usia
10 – 40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelah usia 50 tahun.
Diagnosis migrain dapat ditegakkan dengan anamnesis yang cermat dengan
memperhatikan ciri-ciri khusus dari beberapa klasifikasi migrain menggunakan
kriteria diagnosis International Headache Socety. Selain itu jika ada indikasi
diperlukan menggunakan pemeriksaan penunjang seperti CT Scan, MRI atau
Lumbal Punksi untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Penatalaksanaan migrain mencakup abortif yaitu tindakan yang diberikan
pada saat serangan dan bertujuan untuk mengurangi nyeri kepala dan gejala yang
menyertai migrain dan profilaktis baik secara farmakologi maupun non-
farmakologi. Prinsip pengobatan adalah untuk mengurangi serangan migrain dan
mencegah serangan berikutnya.
3.2. Saran
Migrain dapat diatasi dengan menghindari faktor penyebab, manajemen
lingkungan, memperkirakan siklus menstruasi, berolahraga, melakukan yoga dan
meditasi supaya tidak stres serta mengkonsumsi makanan yang sehat bila perlu
mengkonsumsi suplemen atau vitamin lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

DiPiro, J.T., DiPiro, C.V., Schwinghammer, T.L., and Wells, B.G., 2017,
Pharmacotherapy Handbook, Tenth Edition, McGraw-Hill Education, hlm
1-1304.

Deborah, S.K., and Katherina C.H., 2005, Headache Disorder in


Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, McGraw-Hill Companies.

Liporace, Joyce., 2006, Neurology, United Kingdom: Elsevier Mosby, ch 3-12,


hlm. 17-135.

Olesen, Josen., Andre, Bes., Kunkel, Robert., 2004, Headache Classification


Subcommitee of the International Headache Society. The International
Headache Classification Disorder: 2nd Edition. Cephalgia 2004; 24 Suppl
1:1-160.

Price, Sylvia., dan Lorraine M.Wilson., 2003. Patofisiologi edisi 6. Jakarta : EGC.

Reuter, Uwe., 2001, Delayed Inflamation in rat meninges : implication for


migraine pathofisiology. Oxford university press, 124 : 2490 - 2502.

Sjahrir, Hasan., 2004, Nyeri Kepala. Kelompok Studi Nyeri Kepala. Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

https://www.alomedika.com/penyakit/neurologi/migrain/penatalaksanaan, Diakses
Senin, 1 Juni 2020.

Anda mungkin juga menyukai