Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyeri kepala atau cephalgia adalah nyeri yang dirasakan di daerah kepala atau
merupakan suatu sensasi tidak nyaman yang dirasakan pada daerah kepala (Goadsby,
2002) . Nyeri kepala merupakan salah satu gangguan sistem saraf yang paling umum
dialami oleh masyarakat. Telah dilakukan penelitian sebelumnya bahwa dalam 1 tahun,
90% dari populasi dunia mengalami paling sedikit 1 kali nyeri kepala. Menurut WHO
dalam banyak kasus nyeri kepala dirasakan berulang kali oleh penderitanya sepanjang
hidupnya. Nyeri kepala diklasifikasikan oleh International Headache Society, menjadi
nyeri kepala primer dan sekunder. Yang termasuk ke dalam nyeri kepala primer antara lain
adalah: nyeri kepala tipe tegang (TTH - Tension Type Headache), migrain, nyeri kepala
cluster dan nyeri kepala primer lain, contohnya hemicrania continua. Nyeri kepala primer
merupakan 90% dari semua keluhan nyeri kepala. Nyeri kepala juga dapat terjadi
sekunder, yang berarti disebabkan kondisi kesehatan lain (Goadsby, 2002).
Migrain tanpa aura merupakan nyeri kepala vaskuler, unilateral, rekuren, dengan
gejala khas yaitu nyeri kepala yang berdenyut. Migrain termasuk ke dalam derajat nyeri
kepala sedang-berat, dapat berlangsung 4-72 jam jika pasien tidak melakukan pengobatan
(National Institute of Neurological Disorders and Stroke, 2009). Laporan WHO
menunjukkan bahwa 3000 serangan migrain terjadi setiap hari untuk setiap juta dari
populasi di dunia (WHO, 2001). Serangan migrain pertama kebanyakan dialami pasien
pada 3 dekade pertama kehidupan dan angka kejadian tertinggi didapatkan pada usia
produktif, yaitu pada rentang usia rentang usia 25 - 55 tahun (Lipton, et al., 2003).
Biasanya penderita migrain juga memiliki riwayat penyakit tersebut pada keluarganya
(Silberstein, 2007).
Angka kejadian migrain lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki,
kurang lebih tiga kali dibandingkan dengan laki-laki (Ojini, et al., 2007). Pada perempuan
lebih tinggi diduga karena adanya faktor hormonal (hormonallydriven) yaitu hormon
esterogen. Di Negara Barat angka kejadia migrain berkisar antara 8-14 % (WHO, 2001),
sedangkan di Asia lebih rendah yaitu 4-8% (Cheung, 2000). Penelitian di Eropa dan
Amerika menunjukkan bahwa 15-18% perempuan, 6-8% laki-laki, 4% anak-anak
mengalami migrain setiap tahun, sedangkan di Asia 10% pada perempuan dan 3% pada
laki-laki (Cleveland Clinic). Data di Indonesia yaitu dari penelitian Zuraini dkk,
menunjukkan angka kejadian migrain di Medan sebesar 18,26 % pada perempuan dan
14,87 % pada laki-laki sedangkan di Jakarta sebesar 52,5 % pada perempuan dan 35,8 %
pada laki-laki (Zuraini, et al., 2005).
Migrain diklasifikasikan menjadi migrain tanpa aura dan migrain dengan aura
(International Headache Society, 2004). Pada semua usia, migrain tanpa aura lebih banyak
terjadi dibandingkan dengan migrain dengan aura, dengan rasio kurang lebih antara 1,5 -
2:1 (Rasmussen, 2001). Dari beberapa penelitian juga didapatkan data bahwa sebagian
besar migrain yang dialami perempuan usia reproduksi merupakan migrain tanpa aura
(Steiner, 2003). Migrain pada saat ini menduduki urutan ke 20 dari semua penyakit yang
menyebabkan disabilitas di dunia (Migrain Research Foundation). Penelitian sebelumnya
juga melaporkan hal yang sama (Stovner, 2007), bahwa penderita migrain mengalami
gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari saat serangan timbul. Berdasarkan hal-
hal yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa nyeri kepala migrain merupakan
jenis nyeri kepala yang cukup sering terjadi di masyarakat, dengan gejala klinis yang
bervariasi dan menimbulkan disabilitas.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis merumuskan masalah yang akan di


bahas pada makalah ini yaitu mengenai teori dan asuhan keperawatan pada pasien
mengalami Chepalgia.

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
a. Untuk mengetahui definisi dari Chepalgia
b. Untuk mengetahui klasifikasi Chepalgia
c. Untuk mengetahui patofisiologi Chepalgia
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada Chepalgia
e. Untuk mengetahui diagnosis Chepalgia
f. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Chepalgia
g. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan pada pasien Chepalgia

1.4 Manfaat Penulisan


Penulisan makalah ini memiliki manfaat sebagai berikut :
a. Menambah pengetahuan penulis mengenai kista duktus thyroglossus
b. Menambah referensi instansi mengenai perawatan pada pasien kista duktus
thyroglossus
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi Chepalgia

Cephalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia.
Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan
penyakit organik( neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren),
tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut (Brunner &
Suddart)
Cephalgia atau nyeri kepala termasuk keluhan yang umum dan dapat terjadi akibat
banyak sebab yang membuat pemeriksaan harus dilakukan dengan lengkap. Sakit kepala
kronik biasanya disebabkan oleh migraine, ketegangan, atau depresi, namun dapat juga
terkait dengan lesi intracranial, cedera kepala, dan spondilosis servikal, penyakit gigi atau
mata, disfungdi sendi temporomandibular, hipertensi, sinusitis, dan berbagai macam
gangguan medis umum lainnya. Walaupun lesi structural jarang ditemukan pada
kebanyakan pasien yang mengalami cephalgia, keberadaan lesi tersebut tetap penting untuk
diwaspadai. Sekitar satu pertiga pasien tumor otak, sebagai contoh, datang dengan keluhan
utama sakit kepala.
Intensitas, kualitas, dan lokasi nyeri –terutama durasi dari cephalgia dan keberadaan
gejala neurologik terkait- dapat memberikan tanda penyebab. Migraine atau nyeri kepala
tipe tegang biasanya dijelaskan sebagai sensasi berdenyut; sensasi tekanan juga umum
terdapat pada nyeri kepala tipe tegang. Nyeri seperti tertusuk-tusuk menandakan penyebab
neuritik; nyeri okuler dan periorbital menandakan terjadinya migraine atau nyeri kepala
kluster, dan nyeri kepala persisten merupakan gejala tipikal dari massa intracranial. Nyeri
okuler dan periokuler menandakan gangguan ophtalmologik, nyeri dengan sensasi terikat
umum pada nyeri kepala tipe tegang. Pada pasien dengan sinusitis, mungkin didapatkan rasa
nyeri pada kulit dan tulang sekitar.
Cephalgia menandakan aktivasi dari serat afferent primer yang menginnervasi
pembuluh darah cephalic, terutama pembuluh darah meningeal atau cerebral. Kebanyakan
serat nosiseptif yang menginnervasi struktur ini berasal dari neuron pseudounipolar yang
terletak dalam ganglia trigerminal (divisi pertama), walaupun beberapa lainna berasal dari
dalam ganglia servikal bagian atas. Rangsangan yang mengaktivasi serat ini cukup
bervariabel, mulai dari traksi mekanikal langsung akibat tumor sampai iritasi kimia yang
disebabkan oleh infeksi SSP atau perdarahan subarachnoid. Pada pasien dengan gangguan
cephalgia sekunder, sakit kepala berasal dari sumber struktur atau peradangan yang dapat
teridentifikasi. Penanganan terhadap abnormalitas primer tersebut dapat mengakibatkan
penyembuhan sakit kepala. Akan tetapi kebanyakan pasien dengan sakit kepala yang kronik
memiliki gangguan cephalgia primer seperti migraine atau nyeri kepala tipe tegang, dimana
pada keadaan ini pemeriksaan fisik dan laboratorium biasanya normal.
Teori vasogenik yang mengatakan bahwa vasokonstriksi intracranial berperan
terhadap terjadinya gejala aura migraine dan cephalgia terjadi akibat dilatasi “rebound” atau
distensi pembuluh cranial dan aktivasi dari akson nosiseptif perivaskuler. Teori ini
berdasarkan pengamatan dari adanya (1) Pelebaran pembuluh ekstrakranial dan denyut
selama serangan migraine terjadi pada kebanyakan pasien, sehingga menandakan
kemungkinan peranan penting dari pembuluh cranial; (2) Rangsangan pembuluh
intracranial pada pasien yang terjada mengakibatkan sakit kepala ipsilateral; dan (3) Zat
yang dapat menyebabkan vasokonstriksi, seperti ergot alkaloid, ergot alkaloids,
meringankan sakit kepala, sedangkan vasodilator seperti nitrat, dapat memicu serangan.2
Hipotesis lainnya yaitu teori neurogenik, yaitu mengidentifikasi otak sebagai pusat
migraine dan menyatakan bahwa kemugkinan serangan migrain menandakan ambang nyeri
intrinsic otak untuk tiap individu; perubahan vaskuler yang terjadi saat migraine merupakan
akibat bukan penyebab dari serangan migraine. Dukungan dari hipotesis ini berdasar pada
serangan migraine biasanya diikuti dengan beragam gejala fokal (pada aura) dan vegetatif
(pada prodromal) yang tidak dapat dijelaskan secara sederhana dari terjadinya
vasokonstriksi dalam distribusi tunggal neurovaskuler.
Sepertinya elemen dari kedua teori ini telah dapat menjelaskan beberapa patofisiologi
dasar dari migraine dan gangguan cephalgia primer lainnya. Pencitraan (i.e., magnetic
resonance imaging [MRI] dan positron emission tomography [PET]) dan pemeriksaan
genetic yang mengkonfirmasi bahwa migraine dan cephalgia terkait merupakan gangguan
dari neurovaskuler.

2.2 Klasifikasi
Klasifikasi sakit kepala yang paling baru dikeluarkan oleh Headache Classification
Cimitte of the International Headache Society sebagai berikut:
a. Migren (dengan atau tanpa aura)
b. Sakit kepala tegang
c. Sakit kepala klaster dan hemikrania paroksismal
d. Berbagai sakit kepala yang dikaitkan dengan lesi struktural.
e. Sakit kepala dikaitkan dengan trauma kepala.
f. Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis. Perdarahan
subarakhnoid).
g. Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan intrakranial non vaskuler ( mis. Tumor
otak)
h. Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia tau putus obat.
i. Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non sefalik.
j. Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik (hipoglikemia).
k. Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan kepala, leher
atau struktur sekitar kepala ( mis. Glaukoma akut)
l. Neuralgia kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial)

2.3 Patofisiologi
Sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bangunan-bangunan
diwilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan ekstrakranial
yang peka nyeri ialah otot-otot okspital, temporal dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri
subkutis dan periostium. Tulang tengkorak sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan
intrakranial yang peka nyeri terdiri dari meninges, terutama dura basalis dan meninges
yang mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian besar
dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri.

Perangsangan terhadap bangunan-bangunan itu dapat berupa:

 Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis.

 Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau setelah
dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.

 Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial, penyumbatan jalan
lintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri atau tekanan intrakranial yang
menurun tiba-tiba atau cepat sekali.
 Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi umum,
intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan metabolik (seperti
hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi, keadaan
paska contusio serebri, insufisiensi serebrovasculer akut).

 Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan cluster


headache) dan radang (arteritis temporalis)

 Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala, seperti pada
spondiloartrosis deformans servikalis.

 Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus (sinusitis),
baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang mendesak gigi)
dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis.

 Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psikoorganik pada keadaan
depresi dan stress. Dalam hal ini sakit kepala sininim dari pusing kepala.

2.4 Manifestasi Klinis


a. Migren

Migren adalah gejala kompleks yang mempunyai karakteristik pada waktu tertentu dan
serangan sakit kepala berat yang terjadi berulang-ulang. Penyebab migren tidak diketahui
jelas, tetapi ini dapat disebabkan oleh gangguan vaskuler primer yang biasanya banyak
terjadi pada wanita dan mempunyai kecenderungan kuat dalam keluarga.

Tanda dan gejala adanya migren pada serebral merupakan hasil dari derajat iskhemia
kortikal yang bervariasi. Serangan dimulai dengan vasokonstriksi arteri kulit kepala dam
pembuluh darah retina dan serebral. Pembuluh darah intra dan ekstrakranial mengalami
dilatasi, yang menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan.

Migren klasik dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu:

1. Fase aura.

Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi pasien untuk
menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang dalam. Gejala dari
periode ini adalah gangguan penglihatan ( silau ), kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan
tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing.

Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang diawali dengan
perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang, dengan kehilangan autoregulasi
laanjut dan kerusakan responsivitas CO2.

2. Fase sakit kepala

Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang dihungkan
dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi, beberapa jam dalam satu
hari atau beberapa hari.

3. Fase pemulihan

Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit otot dan
ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu yang
panjang.
b. Cluster Headache

Cluster Headache adalah bentuk sakit kepal vaskuler lainnya yang sering terjadi pada pria.
Serangan datang dalam bentuk yang menumpuk atau berkelompok, dengan nyeri yang
menyiksa didaerah mata dan menyebar kedaerah wajah dan temporal. Nyeri diikuti mata
berair dan sumbatan hidung. Serangan berakhir dari 15 menit sampai 2 jam yang menguat
dan menurun kekuatannya.

Tipe sakit kepala ini dikaitkan dengan dilatasi didaerah dan sekitar arteri ekstrakranualis,
yang ditimbulkan oleh alkohol, nitrit, vasodilator dan histamin. Sakit kepala ini berespon
terhadap klorpromazin.

c. Tension Headache

Stress fisik dan emosional dapat menyebabkan kontraksi pada otot-otot leher dan kulit
kepala, yang menyebabkan sakit kepala karena tegang. Karakteristik dari sakit kepala ini
perasaan ada tekanan pada dahi, pelipis, atau belakang leher. Hal ini sering tergambar
sebagai “beban berat yang menutupi kepala”. Sakit kepala ini cenderung kronik daripada
berat. Pasien membutuhkan ketenangan hati, dan biasanya keadaan ini merupakan ketakutan
yang tidak terucapkan. Bantuan simtomatik mungkin diberikan untuk memanaskan pada
lokasi, memijat, analgetik, antidepresan dan obat relaksan otot.

2.5 Diagnostik

1. CT Scan, menjadi mudah dijangkau sebagai cara yang mudah dan aman untuk
menemukan abnormalitas pada susunan saraf pusat.
2. MRI Scan, dengan tujuan mendeteksi kondisi patologi otak dan medula spinalis dengan
menggunakan tehnik scanning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan
struktur tubuh.
3. Pungsi lumbal, dengan mengambil cairan serebrospinalis untuk pemeriksaan. Hal ini
tidak dilakukan bila diketahui terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan tumor otak,
karena penurunan tekanan yang mendadak akibat pengambilan CSF.

2.6 Penatalaksanaan Chepaliga

Penatalaksanaannya dapat dilakukan secara farmakologis maupun non farmakologis :


2.6.1 Secara Farmakologis
a. Penggunaan obat analgesic
Metode pengobatan yang paling umum kronis adalah penggunaan obat.
Banyak orang mencoba untuk mencari bantuan dari obat-obatan analgesik nyeri
seperti aspirin, asetaminofen, senyawa aspirin, ibuprofen, dan narkotika. Namun
demikian ada beberapa jenis obat seperti Ergotamin (Cafergot), triptans
(Imitrex), dan prednisone (Deltasone) bila digunakan dalam jangka panjang
dapat mengakibatkan peningkatan sakit kepala. Obat penghilang rasa sakit
tersebut hanya membantu sementara, tetapi sakit kepala menjadi lebih re-aktif
dan tumbuh dalam intensitas bila digunakan terus-menerus (sakit kepala
rebound). Ini benar-benar dapat membuat tubuh kurang responsif terhadap
pengobatan pencegahan. Oleh karena itu, obat analgesik sering disarankan
untuk sakit kepala yang tidak kronis di alami.

b. Profilaksis (pencegahan) obat


Obat-obatan yang umum yang paling sering digunakan untuk
mengobati chepalgia kronis disebut obat-obatan profilaksis, yang digunakan
untuk mencegah sakit kepala. Obat-obatan profilaksis direkomendasikan
untuk pasien sakit kepala kronis karena percobaan bervariasi membuktikan
bahwa obat mengurangi frekuensi, keparahan, dan kecacatan yang
berhubungan dengan sakit kepala kronis. Mayoritas obat profilaksis bekerja
dengan menghambat atau meningkat neurotransmissions di otak, sering
mencegah otak dari menafsirkan sinyal rasa sakit.
Pencegahan obat-obatan termasuk gabapentin (gabapentin), Tizanidine
(Zanaflex), fluoxetine (Prozac), amitriptyline (Elavil), dan topiramate
(Topamax). Dalam pengujian, gabapentin ditemukan untuk mengurangi
jumlah hari sakit kepala per bulan sebesar 9,1% . Tizanidine ditemukan untuk
mengurangi frekuensi sakit kepala rata-rata per minggu, intensitas sakit
kepala, dan durasi sakit kepala berarti. Melalui penelitian, Fluoxetine
menghasilkan peringkat suasana hati lebih baik dan “peningkatan yang
signifikan dalam-bebas hari sakit kepala.” Satu studi menemukan bahwa
frekuensi sakit kepala selama jangka waktu 28 hari menurunkan untuk pasien
sakit kepala kronis pada penggunaan topiramate. Obat lain untuk mencegah
sakit kepala adalah toksin botulinum tipe A (BoNTA atau BOTOX), yang
diberikan melalui suntikan.

2.6.2 Secara Non farmakologis


a. Terapi Fisik
Dalam terapi fisik, pasien bekerja sama dengan ahli terapi untuk
membantu mengidentifikasi dan mengubah kebiasaan fisik atau kondisi yang
mempengaruhi sakit kepala kronis. Terapi fisik untuk sakit kepala harian kronis
berfokus pada tubuh bagian atas, termasuk punggung atas, leher, dan wajah.
Therapist menilai dan meningkatkan tubuh postur pasien, yang dapat
memperburuk sakit kepala. Selama sesi latihan, terapis menggunakan terapi
manual, seperti pijat, peregangan, atau gerakan bersama untuk melepaskan
ketegangan otot. Metode lain untuk mengendurkan otot termasuk penggunaan
rangsangan panas, kantong es, dan “rangsangan listrik.” Terapis juga
mengajarkan penderita sakit kepala kronis-latihan di rumah untuk memperkuat
dan peregangan otot-otot yang dapat memicu sakit kepala. Dalam terapi fisik,
pasien harus mengambil peran aktif untuk berlatih latihan dan melakukan
perubahan atau dia gaya hidupnya untuk itu menjadi perbaikan.

b. Akupunktur
Studi akupunktur di Jerman menemukan bahwa 52,6% pasien
melaporkan penurunan frekuensi sakit kepala.

1) Relaksasi

Relaksasi membantu untuk mengurangi ketegangan internal, yang


memungkinkan seseorang untuk mengendalikan sakit kepala yang
dipicu oleh stres.Latihan relaksasi mencakup 2 metode yaitu :

2) Metode Fisik

Relaksasi otot progresif dan teknik pernapasan dalam.

3) Metode Mental

Meditasi, relaksasi membantu tubuh untuk melepas lelah, mencegah


pembentukan sakit kepala.

c. Biofeedback

Biofeedback sering digunakan untuk mengevaluasi efektivitas pelatihan


relaksasi. Salah satu biofeedback tes paling umum adalah electromyograph
(EMG), yang mengevaluasi aktivitas listrik yang dihasilkan oleh otot.
Biofeedback juga dapat mengukur aktivitas otak listrik melalui uji yang disebut
electroencephalograph (EEG). Tes lain, yang disebut termograf, mengukur suhu
kulit, karena ketika seseorang santai mereka telah meningkatkan aliran darah
dan temperatur yang lebih tinggi. Cara lain adalah BVP biofeedback, yang
mengajar pasien bagaimana mengatur dan mengurangi amplitudo nadi dengan
membatasi arteri. Ketika tegang, seseorang meningkatkan aktivitas kelenjar
keringat, yang diukur dengan pengujian electrodermograph tangan. Metode
Biofeedback telah terbukti dapat digunakan. Sebuah penelitian yang melibatkan
lima belas sesi perawatan ditemukan bahwa biofeedback berhasil dalam
mengurangi baik frekuensi dan tingkat keparahan sakit kepala di debit dan dari
waktu ke waktu. Biofeedback memungkinkan penderita sakit kepala untuk
mengidentifikasi masalah dan kemudian berusaha untuk menguranginya.
d. Perubahan dalam diet

Banyak penderita sakit kepala kronis gagal untuk mengenali makanan atau
minuman sebagai faktor sakit kepala, karena konsumsi mungkin tidak konsisten
menyebabkan sakit kepala atau sakit kepala bisa tertunda. Banyak bahan kimia
dalam makanan tertentu dapat menyebabkan sakit kepala kronis, termasuk
kafein, monosodium glutamat ( MSG), nitrit, nitrat, tyramine, dan alkohol.
Beberapa makanan dan minuman yang penderita sakit kepala kronis disarankan
untuk menghindari termasuk minuman berkafein, coklat, daging olahan, keju
dan produk susu fermentasi, kacang, dan alkohol.

e. Terapi perilaku dan terapi psikologi.

Psikologi dan terapi perilaku mengidentifikasi situasi stress dan


mengajarkan pasien dengan sakit kepala kronis bereaksi berbeda, mengubah
perilaku mereka, atau menyesuaikan sikap untuk mengurangi ketegangan yang
mengarah ke sakit kepala. Perlakuan terutama berfokus pada “emosional,
mental, perilaku, dan faktor-faktor sosial” sebagai dampak sakit kepala mereka.
Pasien hanya disarankan untuk menghindari stres ketika mereka berbagi beban
atau masuk akal dengan orang lain.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
CHEPALGIA

3.1 Pengkajian Keperawatan


a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama, usia, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, alamat, nomor telepon, diagnosa penyakit, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, rujukan, pemberi jaminan pelayanan kesehatan, sumber data.
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien, status
perkawinan, agama, suku bangsa, alamat, nomor telepon.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Menjelaskan keluhan yang paling dirasakan oleh pasien saat ini. Pada kasus kanker
pankreas ini biasanya ditemukan gejala nyeri abdomen.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Menjelaskan uraian kronologis sakit pasien sekarang sampai pasien dibawa ke RS,
ditambah dengan keluhan pasien saat ini yang diuraikan dalam konsep PQRST.
P = Apa penyebabnya ?
Q = Mengacu pada keluhan utama dan pemeriksaan fisik.
R = Bagian apa yang terkena ?
S = Berapa berat keluhan yang di rasakan ?
T = Timbul mendadak atau bertahap ?
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan atau memperberat
keadaan penyakit yang sedang diderita pasien saat ini. Termasuk faktor predisposisi
penyakit dan ada waktu proses sembuh. Dapat dikaji dari penyakit pada masa kanak-
kanak, penyakit akut/kronik yang diderita, trauma, riwayat pernah dirawat, riwayat
operasi, alergi, imunisasi, pengobatan/transfusi darah, kebiasaan sehari-hari.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Mengidentifikasi apakah dikeluarga pasien ada riwayat penyakit turunan atau riwayat
penyakit menular.

1) Pola Aktifitas Sehari-hari


Pada kasus ini perlu dikaji pola nutrisi, pola istirahat tidur, pola eliminasi, personal
hygiene, dan pola aktivitas. Bandingkan data biologis antara dirumah dan di rumah sakit.
2) Pemeriksaan Fisik
Fokus pada struktur dan perubahan fungsi yang terjadi dengan tehnik pemeriksaan yang
digunakan bisa persistem ataupun secara head to toe, yang diawali dengan observasi
keadaan umum pasien.
3) Data Psikologis
Pada kasus kanker pankreas biasanya perlu dikaji status emosi pasien, tingkat kecemasan,
pola koping, gaya komunikasi, dan konsep diri pasien. Biasanya pasien mengeluh cemas
karena kurangnya pengetahuan pasien tentang penyakit ini dan koping yang negatif.
4) Data Sosial
Pada kasus kanker pankreas perlu dikaji hubungan dan pola interaksi dalam keluarga dan
masyarakat.
5) Data Spiritual
Mengidentifikasi tentang keyakinan hidup, optimisme terhadap kesembuhan penyakit,
gangguan dalam melaksanakan ibadah.

3.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Nyeri akut b.d agen cidera neurologis
2. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
memasukkan / mencerna dan mengabsorbsi makanan
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
mengingat, tidak mengenal informasi, keterbatasan kognitif.

3.3 Rencana Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Nyeri akut NOC : Kontrol nyeri Setelah NIC : Manajemen nyeri
berhubungan dengan dilakukan tindakan Aktifitas :
agen cidera fisik keperawatan selama 3 x 24 1.Monitor vital sign
jam nyeri pasien berkurang 2.Lakukan observasi terhadap
dengan indikator : nyeri meliputi skala,
- Klien menyatakan nyeri karakteristik, durasi, intensitas
berkurang/ hilang dengan serta faktor pencetus nyeri.
skala 0 3.Observasi respon non verbal
- Menggunakan teknik non klien
farmakologi 4.Berikan lingkungan yang
- Menggunakan skala nyeri nyaman
untuk mengidentifikasi
tingkat nyeri
2. Resiko Setelah dilakukan tindakan Nutrition management
ketidakseimbangan keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji adanya alergi pada
nutrisi kurang dari diharapkan pasien dapat makanan pada pasien .
kebutuhan tubuh meningkatkan status 2. Beri tambahan pemsukan zat
berhubungan dengan nutrisinya dengan kriteria hidrat arang,protein dan
ketidakmampuan hasil: vitamin c.
memasukkan / Nutrition status 3. Pastikan pemasukan
mencerna dan  Intake nutrisi baik makanan berserat tinggi
mengabsorbsi dngan proporsi yang untuk mencegah konstipasi.
makanan seimbang 4. Beri makanan yang berwarna
 Tingkat energi pasien cerah,bersih dan lembut.
meningkat 5. Kolaborasi dengan ahli gizi
 Nafsu makan untuk menentukan jumlah
bertambah . kalori dan nutrisi yang
 Intake makanan dan dibutuhkan klien.
cairan bertambah.
 Tidak terjadi
penurunan berat
badan.
3. Gangguan Pola tidur Setelah dilakukan tindakan Sleep enchanment(1850)
b/d Nyeri keperawatan selam …x24  Monitor / laporkan pola
jam, diharapkan pasien dapat tdur pasien dan jumlah
meningkatkan kualitas tidur waktu tidur.
dengan criteria hasil :  Berikan kenyamanan
Sleep (0004) seperti pijatan, pergantian
 Pasien tidur 7-8 jam posisi dan sentuhan
sehari afektif.
Pain management(1400)
 Pasien dapat tidur  Kaji secara komprehensif
dengan nyenyak(tidak tentang nyeri meliputi
terbangun saat tidur) lokasi, karakteristik,
 Pasien merasa lebih kualitas berat nyeri dan
segar faktor prespitasi.
 Pasien tidur teratur  Berikan analgetik sesuai
 Pasien bangun tidur anjuran.
pada waktunya Analgetic administrator(2210)
 Tanda-tanda vital  Cek instruksi dokter
dalam rentang normal tentang jenis obat dosis
dan frekuenzi.
 Cek adanya riwayat
alergi obat.
 Berikan analgesic tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat.
4. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Anxiety reduction(5820)
b/d keterbatasan keperawatan selama …x 24  Gunakan ketenangan
paparan informasi jam diharapkan pola koping untuk mendekati pasien
pasien efektif dengan kreteria  Lengkapi informasi
hasil: denganharapan –harapan
Coping(1302) yang realistis sesuai
 Sensasi verbal pasien yang dilakukan pasien
menampakkan nyeri  Bantu pasien
berkurang mengantisipasi
 Pasien mampu perubahan yang terjadi
mencari informasi  Bantu pasien untuk
sehubungan dengan menentukan bagaimana
penyakit dan menyelesaikan masalah
pengobatan  Instruksikan pasien
 Pasien mampu untuk penggunaan
merubah gaya teknik relaksasi.
hidupnya sesuai  Bantu pasien
kebutuhannya saat ini. mengidentifikasi situasi
 Pasien mampu yang menimbulkan
beradaptasi dengan kecemasan.
perubahan  Ciptakan sebuah
perkembangannya atmosphere yang
 Pasien mampu memfasilitasi
menggunakan kepercayaan
dukungan sosial yang  Temani pasien untuk
ersedia meningkatkan keamanan
 Pasien melaporkan dan mengurangi
berkurangnya tanda ketakutan.
fisik stress
 Pasien melaporkan
berkurangnya pikiran
negative
 Pasien melaporkan
peningkatan
kenyamanan
psikologis

3.4 Implementasi Keperawatan


Pendokumentasian pelaksanaan tindakan berdasarkan urutan waktu dilaksanakan. Diagnosa
keperawatan tidak selalu dituliskan secara berurutan.

3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
a. Evaluasi formatif dituliskan sebagai hasil suatu tindakan, ditulis dalam format catatan
implementasi keperawatan
b. Evaluasi sumatif berupa evaluasi pemecahan diagnosa keperawatan berupa catatan
perkembangan (SOAP) yang dibuat apabila kerangka waktu di tujuan telah tercapai.

Anda mungkin juga menyukai