PENDAHULUAN
Nyeri kepala atau cephalgia adalah nyeri yang dirasakan di daerah kepala atau
merupakan suatu sensasi tidak nyaman yang dirasakan pada daerah kepala (Goadsby,
2002) . Nyeri kepala merupakan salah satu gangguan sistem saraf yang paling umum
dialami oleh masyarakat. Telah dilakukan penelitian sebelumnya bahwa dalam 1 tahun,
90% dari populasi dunia mengalami paling sedikit 1 kali nyeri kepala. Menurut WHO
dalam banyak kasus nyeri kepala dirasakan berulang kali oleh penderitanya sepanjang
hidupnya. Nyeri kepala diklasifikasikan oleh International Headache Society, menjadi
nyeri kepala primer dan sekunder. Yang termasuk ke dalam nyeri kepala primer antara lain
adalah: nyeri kepala tipe tegang (TTH - Tension Type Headache), migrain, nyeri kepala
cluster dan nyeri kepala primer lain, contohnya hemicrania continua. Nyeri kepala primer
merupakan 90% dari semua keluhan nyeri kepala. Nyeri kepala juga dapat terjadi
sekunder, yang berarti disebabkan kondisi kesehatan lain (Goadsby, 2002).
Migrain tanpa aura merupakan nyeri kepala vaskuler, unilateral, rekuren, dengan
gejala khas yaitu nyeri kepala yang berdenyut. Migrain termasuk ke dalam derajat nyeri
kepala sedang-berat, dapat berlangsung 4-72 jam jika pasien tidak melakukan pengobatan
(National Institute of Neurological Disorders and Stroke, 2009). Laporan WHO
menunjukkan bahwa 3000 serangan migrain terjadi setiap hari untuk setiap juta dari
populasi di dunia (WHO, 2001). Serangan migrain pertama kebanyakan dialami pasien
pada 3 dekade pertama kehidupan dan angka kejadian tertinggi didapatkan pada usia
produktif, yaitu pada rentang usia rentang usia 25 - 55 tahun (Lipton, et al., 2003).
Biasanya penderita migrain juga memiliki riwayat penyakit tersebut pada keluarganya
(Silberstein, 2007).
Angka kejadian migrain lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki,
kurang lebih tiga kali dibandingkan dengan laki-laki (Ojini, et al., 2007). Pada perempuan
lebih tinggi diduga karena adanya faktor hormonal (hormonallydriven) yaitu hormon
esterogen. Di Negara Barat angka kejadia migrain berkisar antara 8-14 % (WHO, 2001),
sedangkan di Asia lebih rendah yaitu 4-8% (Cheung, 2000). Penelitian di Eropa dan
Amerika menunjukkan bahwa 15-18% perempuan, 6-8% laki-laki, 4% anak-anak
mengalami migrain setiap tahun, sedangkan di Asia 10% pada perempuan dan 3% pada
laki-laki (Cleveland Clinic). Data di Indonesia yaitu dari penelitian Zuraini dkk,
menunjukkan angka kejadian migrain di Medan sebesar 18,26 % pada perempuan dan
14,87 % pada laki-laki sedangkan di Jakarta sebesar 52,5 % pada perempuan dan 35,8 %
pada laki-laki (Zuraini, et al., 2005).
Migrain diklasifikasikan menjadi migrain tanpa aura dan migrain dengan aura
(International Headache Society, 2004). Pada semua usia, migrain tanpa aura lebih banyak
terjadi dibandingkan dengan migrain dengan aura, dengan rasio kurang lebih antara 1,5 -
2:1 (Rasmussen, 2001). Dari beberapa penelitian juga didapatkan data bahwa sebagian
besar migrain yang dialami perempuan usia reproduksi merupakan migrain tanpa aura
(Steiner, 2003). Migrain pada saat ini menduduki urutan ke 20 dari semua penyakit yang
menyebabkan disabilitas di dunia (Migrain Research Foundation). Penelitian sebelumnya
juga melaporkan hal yang sama (Stovner, 2007), bahwa penderita migrain mengalami
gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari saat serangan timbul. Berdasarkan hal-
hal yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa nyeri kepala migrain merupakan
jenis nyeri kepala yang cukup sering terjadi di masyarakat, dengan gejala klinis yang
bervariasi dan menimbulkan disabilitas.
Cephalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia.
Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan
penyakit organik( neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren),
tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut (Brunner &
Suddart)
Cephalgia atau nyeri kepala termasuk keluhan yang umum dan dapat terjadi akibat
banyak sebab yang membuat pemeriksaan harus dilakukan dengan lengkap. Sakit kepala
kronik biasanya disebabkan oleh migraine, ketegangan, atau depresi, namun dapat juga
terkait dengan lesi intracranial, cedera kepala, dan spondilosis servikal, penyakit gigi atau
mata, disfungdi sendi temporomandibular, hipertensi, sinusitis, dan berbagai macam
gangguan medis umum lainnya. Walaupun lesi structural jarang ditemukan pada
kebanyakan pasien yang mengalami cephalgia, keberadaan lesi tersebut tetap penting untuk
diwaspadai. Sekitar satu pertiga pasien tumor otak, sebagai contoh, datang dengan keluhan
utama sakit kepala.
Intensitas, kualitas, dan lokasi nyeri –terutama durasi dari cephalgia dan keberadaan
gejala neurologik terkait- dapat memberikan tanda penyebab. Migraine atau nyeri kepala
tipe tegang biasanya dijelaskan sebagai sensasi berdenyut; sensasi tekanan juga umum
terdapat pada nyeri kepala tipe tegang. Nyeri seperti tertusuk-tusuk menandakan penyebab
neuritik; nyeri okuler dan periorbital menandakan terjadinya migraine atau nyeri kepala
kluster, dan nyeri kepala persisten merupakan gejala tipikal dari massa intracranial. Nyeri
okuler dan periokuler menandakan gangguan ophtalmologik, nyeri dengan sensasi terikat
umum pada nyeri kepala tipe tegang. Pada pasien dengan sinusitis, mungkin didapatkan rasa
nyeri pada kulit dan tulang sekitar.
Cephalgia menandakan aktivasi dari serat afferent primer yang menginnervasi
pembuluh darah cephalic, terutama pembuluh darah meningeal atau cerebral. Kebanyakan
serat nosiseptif yang menginnervasi struktur ini berasal dari neuron pseudounipolar yang
terletak dalam ganglia trigerminal (divisi pertama), walaupun beberapa lainna berasal dari
dalam ganglia servikal bagian atas. Rangsangan yang mengaktivasi serat ini cukup
bervariabel, mulai dari traksi mekanikal langsung akibat tumor sampai iritasi kimia yang
disebabkan oleh infeksi SSP atau perdarahan subarachnoid. Pada pasien dengan gangguan
cephalgia sekunder, sakit kepala berasal dari sumber struktur atau peradangan yang dapat
teridentifikasi. Penanganan terhadap abnormalitas primer tersebut dapat mengakibatkan
penyembuhan sakit kepala. Akan tetapi kebanyakan pasien dengan sakit kepala yang kronik
memiliki gangguan cephalgia primer seperti migraine atau nyeri kepala tipe tegang, dimana
pada keadaan ini pemeriksaan fisik dan laboratorium biasanya normal.
Teori vasogenik yang mengatakan bahwa vasokonstriksi intracranial berperan
terhadap terjadinya gejala aura migraine dan cephalgia terjadi akibat dilatasi “rebound” atau
distensi pembuluh cranial dan aktivasi dari akson nosiseptif perivaskuler. Teori ini
berdasarkan pengamatan dari adanya (1) Pelebaran pembuluh ekstrakranial dan denyut
selama serangan migraine terjadi pada kebanyakan pasien, sehingga menandakan
kemungkinan peranan penting dari pembuluh cranial; (2) Rangsangan pembuluh
intracranial pada pasien yang terjada mengakibatkan sakit kepala ipsilateral; dan (3) Zat
yang dapat menyebabkan vasokonstriksi, seperti ergot alkaloid, ergot alkaloids,
meringankan sakit kepala, sedangkan vasodilator seperti nitrat, dapat memicu serangan.2
Hipotesis lainnya yaitu teori neurogenik, yaitu mengidentifikasi otak sebagai pusat
migraine dan menyatakan bahwa kemugkinan serangan migrain menandakan ambang nyeri
intrinsic otak untuk tiap individu; perubahan vaskuler yang terjadi saat migraine merupakan
akibat bukan penyebab dari serangan migraine. Dukungan dari hipotesis ini berdasar pada
serangan migraine biasanya diikuti dengan beragam gejala fokal (pada aura) dan vegetatif
(pada prodromal) yang tidak dapat dijelaskan secara sederhana dari terjadinya
vasokonstriksi dalam distribusi tunggal neurovaskuler.
Sepertinya elemen dari kedua teori ini telah dapat menjelaskan beberapa patofisiologi
dasar dari migraine dan gangguan cephalgia primer lainnya. Pencitraan (i.e., magnetic
resonance imaging [MRI] dan positron emission tomography [PET]) dan pemeriksaan
genetic yang mengkonfirmasi bahwa migraine dan cephalgia terkait merupakan gangguan
dari neurovaskuler.
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi sakit kepala yang paling baru dikeluarkan oleh Headache Classification
Cimitte of the International Headache Society sebagai berikut:
a. Migren (dengan atau tanpa aura)
b. Sakit kepala tegang
c. Sakit kepala klaster dan hemikrania paroksismal
d. Berbagai sakit kepala yang dikaitkan dengan lesi struktural.
e. Sakit kepala dikaitkan dengan trauma kepala.
f. Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis. Perdarahan
subarakhnoid).
g. Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan intrakranial non vaskuler ( mis. Tumor
otak)
h. Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia tau putus obat.
i. Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non sefalik.
j. Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik (hipoglikemia).
k. Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan kepala, leher
atau struktur sekitar kepala ( mis. Glaukoma akut)
l. Neuralgia kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial)
2.3 Patofisiologi
Sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bangunan-bangunan
diwilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan ekstrakranial
yang peka nyeri ialah otot-otot okspital, temporal dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri
subkutis dan periostium. Tulang tengkorak sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan
intrakranial yang peka nyeri terdiri dari meninges, terutama dura basalis dan meninges
yang mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian besar
dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri.
Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau setelah
dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial, penyumbatan jalan
lintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri atau tekanan intrakranial yang
menurun tiba-tiba atau cepat sekali.
Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi umum,
intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan metabolik (seperti
hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi, keadaan
paska contusio serebri, insufisiensi serebrovasculer akut).
Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala, seperti pada
spondiloartrosis deformans servikalis.
Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus (sinusitis),
baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang mendesak gigi)
dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis.
Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psikoorganik pada keadaan
depresi dan stress. Dalam hal ini sakit kepala sininim dari pusing kepala.
Migren adalah gejala kompleks yang mempunyai karakteristik pada waktu tertentu dan
serangan sakit kepala berat yang terjadi berulang-ulang. Penyebab migren tidak diketahui
jelas, tetapi ini dapat disebabkan oleh gangguan vaskuler primer yang biasanya banyak
terjadi pada wanita dan mempunyai kecenderungan kuat dalam keluarga.
Tanda dan gejala adanya migren pada serebral merupakan hasil dari derajat iskhemia
kortikal yang bervariasi. Serangan dimulai dengan vasokonstriksi arteri kulit kepala dam
pembuluh darah retina dan serebral. Pembuluh darah intra dan ekstrakranial mengalami
dilatasi, yang menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan.
1. Fase aura.
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi pasien untuk
menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang dalam. Gejala dari
periode ini adalah gangguan penglihatan ( silau ), kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan
tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing.
Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang diawali dengan
perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang, dengan kehilangan autoregulasi
laanjut dan kerusakan responsivitas CO2.
Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang dihungkan
dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi, beberapa jam dalam satu
hari atau beberapa hari.
3. Fase pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit otot dan
ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu yang
panjang.
b. Cluster Headache
Cluster Headache adalah bentuk sakit kepal vaskuler lainnya yang sering terjadi pada pria.
Serangan datang dalam bentuk yang menumpuk atau berkelompok, dengan nyeri yang
menyiksa didaerah mata dan menyebar kedaerah wajah dan temporal. Nyeri diikuti mata
berair dan sumbatan hidung. Serangan berakhir dari 15 menit sampai 2 jam yang menguat
dan menurun kekuatannya.
Tipe sakit kepala ini dikaitkan dengan dilatasi didaerah dan sekitar arteri ekstrakranualis,
yang ditimbulkan oleh alkohol, nitrit, vasodilator dan histamin. Sakit kepala ini berespon
terhadap klorpromazin.
c. Tension Headache
Stress fisik dan emosional dapat menyebabkan kontraksi pada otot-otot leher dan kulit
kepala, yang menyebabkan sakit kepala karena tegang. Karakteristik dari sakit kepala ini
perasaan ada tekanan pada dahi, pelipis, atau belakang leher. Hal ini sering tergambar
sebagai “beban berat yang menutupi kepala”. Sakit kepala ini cenderung kronik daripada
berat. Pasien membutuhkan ketenangan hati, dan biasanya keadaan ini merupakan ketakutan
yang tidak terucapkan. Bantuan simtomatik mungkin diberikan untuk memanaskan pada
lokasi, memijat, analgetik, antidepresan dan obat relaksan otot.
2.5 Diagnostik
1. CT Scan, menjadi mudah dijangkau sebagai cara yang mudah dan aman untuk
menemukan abnormalitas pada susunan saraf pusat.
2. MRI Scan, dengan tujuan mendeteksi kondisi patologi otak dan medula spinalis dengan
menggunakan tehnik scanning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan
struktur tubuh.
3. Pungsi lumbal, dengan mengambil cairan serebrospinalis untuk pemeriksaan. Hal ini
tidak dilakukan bila diketahui terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan tumor otak,
karena penurunan tekanan yang mendadak akibat pengambilan CSF.
b. Akupunktur
Studi akupunktur di Jerman menemukan bahwa 52,6% pasien
melaporkan penurunan frekuensi sakit kepala.
1) Relaksasi
2) Metode Fisik
3) Metode Mental
c. Biofeedback
Banyak penderita sakit kepala kronis gagal untuk mengenali makanan atau
minuman sebagai faktor sakit kepala, karena konsumsi mungkin tidak konsisten
menyebabkan sakit kepala atau sakit kepala bisa tertunda. Banyak bahan kimia
dalam makanan tertentu dapat menyebabkan sakit kepala kronis, termasuk
kafein, monosodium glutamat ( MSG), nitrit, nitrat, tyramine, dan alkohol.
Beberapa makanan dan minuman yang penderita sakit kepala kronis disarankan
untuk menghindari termasuk minuman berkafein, coklat, daging olahan, keju
dan produk susu fermentasi, kacang, dan alkohol.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
CHEPALGIA