Anda di halaman 1dari 29

Makalah Farmasi

MIGRAIN

Oleh:
MUTIARA RIZKY ANANDA
G99141070

KEPANITERAAN KLINIK UPF / LABORATORIUM FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri kepala atau cephalgia merupakan suatu sensasi tidak nyaman yang
dirasakan pada daerah kepala. Nyeri kepala merupakan salah satu gangguan
sistem saraf yang paling umum dialami oleh masyarakat. Nyeri kepala
diklasifikasikan oleh International Headache Society, menjadi nyeri kepala primer
dan sekunder. Yang termasuk ke dalam nyeri kepala primer antara lain adalah:
nyeri kepala tipe tegang (TTH - Tension Type Headache), migrain, nyeri kepala
cluster dan nyeri kepala primer lain, contohnya hemicrania continua. Nyeri kepala
primer merupakan 90% dari semua keluhan nyeri kepala. Nyeri kepala juga dapat
terjadi sekunder, yang berarti disebabkan kondisi kesehatan lain (Goadsby, 2002).
Istilah migrain berasal dari bahasa Yunani dari kata hemik rania. Istilah ini
kemudian diubah ke dalam bahasa Latin menjadi hemigrainea, yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis sebagai migraine. Migrain merupakan
suatu nyeri kepala rekuren yang paling sering dikeluhkan. Migrain
diklasifikasikan menjadi migrain tanpa aura dan migrain dengan aura
(International Headache Society, 2004). Pada semua usia, migrain tanpa aura lebih
banyak terjadi dibandingkan dengan migrain dengan aura, dengan rasio kurang
lebih antara 1,5 - 2:1. Dari beberapa penelitian juga didapatkan data bahwa
sebagian besar migrain yang dialami perempuan usia reproduksi merupakan
migrain tanpa aura. Migrain tanpa aura merupakan nyeri kepala vaskuler,
unilateral, rekuren, dengan gejala khas yaitu nyeri kepala yang berdenyut. Migrain
termasuk ke dalam derajat nyeri kepala sedang-berat, dapat berlangsung 4-72 jam
jika pasien tidak melakukan pengobatan (National Institute of Neurological
Disorders and Stroke, 2009). Laporan WHO menunjukkan bahwa 3000 serangan
migrain terjadi setiap hari untuk setiap juta dari populasi di dunia. Serangan
migrain pertama kebanyakan dialami pasien pada 3 dekade pertama kehidupan
dan angka kejadian tertinggi didapatkan pada usia produktif, yaitu pada rentang
usia rentang usia 25 - 55 tahun. Biasanya penderita migrain juga memiliki riwayat
penyakit tersebut pada keluarganya. Angka kejadian migrain lebih tinggi pada
perempuan dibandingkan dengan laki-laki, kurang lebih tiga kali dibandingkan
dengan laki-laki. Pada perempuan lebih tinggi diduga karena adanya faktor
hormonal (hormonally-driven) yaitu hormon esterogen (Silberstein, 2007).
The World Federation of Neurology menyatakan migrain sebagai suatu
kelainan bersifat familial, berupa serangan nyeri kepala berulang, bersifat
unilateral, frekuensi dan lama yang bervariasi. Umumnya berdenyut, disertai
hilangnya nafsu makan, mual-muntah dan membaik setelah tidur. Pada beberapa
kasus disertai gangguan emosi, neurologis, gangguan penglihatan atau disfungsi
oromotor. Sebuah penelitian melaporkan migrain sebagai penyebab tersering nyeri
kepala pada anak dan remaja, dan secara bermakna menyebabkan penurunan
angka kehadiran di sekolah.
Penatalaksanaan migrain meliputi metode farmakologik dan
nonfarmakologik. Pengobatan dengan farmakologik meliputi pengobatan akut
(abortif) dan preventif (profilaktik). Pengobatan akut bertujuan untuk
menghentikan serangan migrain dengan segera, atau mengurangi nyeri kepala
yang telah mulai. Pengobatan preventif diberikan sewaktu tidak ada nyeri kepala,
bertujuan untuk mengurangi frekuensi, durasi dan beratnya serangan migrain
sehingga meningkatkan kualitas hidup penderita dan dapat meningkatkan respon
pengobatan serangan akut migrain.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Migrain sebagai nyeri kepala primer


Nyeri kepala menurut The International Headache Society (IHS-2)
2004 dibagi atas 2 golongan besar yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala
sekunder. Nyeri kepala primer merupakan nyeri kepala dimana tidak dijumpai
kelainan patologis pada organ, dan nyeri kepala terjadi murni karena faktor
intrinsik sedangkan pada nyeri kepala sekunder dijumpai kelainan pada organ.
Pembagian nyeri kepala primer adalah migrain, nyeri kepala kluster, nyeri
kepala tipe tension, serta nyeri kepala akibat sebab yang lain, seperti setelah
berolahraga, hypnic headache dan lain-lain. Nyeri kepala sekunder dibagi
berdasarkan penyebabnya, seperti nyeri kepala akibat trauma kepala, penyakit
vaskular, infeksi susunan saraf pusat, tumor dan gangguan metabolik.
Nyeri kepala pada migrain sifatnya berdenyut dan berpulsasi, mula-
mula unilateral dan berlokalisasi di daerah frontotemporal dan okuler, lalu
bertambah dalam waktu 1 sampai 2 jam, menyebar ke posterior dan menjadi
difus, lamanya dari beberapa jam sampai sehari penuh dengan intensitas nyeri
sedang sampai berat, sehingga menyebabkan penderita berdiam diri, karena
nyeri akan bertambah pada aktivitas fisik. Serangan terjadi sewaktu pasien
sadar, dimana nausea terjadi pada 80% anak dan muntah pada 50% penderita,
disertai anoreksia, intoleransi makanan, dan pada beberapa, anak tampak pucat
dengan fotofobia dan fonofobia.

B. Klasifikasi migrain
Menurut IHS 2004, migrain dapat dibagi atas migrain tanpa aura,
dengan aura, childhood periodic syndrome, retinal migraine, probable
migraine, migrain dengan komplikasi dan kejang yang dicetuskan oleh
migrain.
Migrain tanpa aura (common migraine) sering dijumpai pada anak dan
remaja (70%). Pada tipe ini nyeri kepala terjadi di daerah frontal bilateral atau
unilateral, berdenyut, dengan intensitas sedang atau berat, lama serangan
antara 1 sampai 72 jam, dan frekuensinya 6 sampai 8 kali per bulan. Klinis
seperti aura tidak spesifik dan bermanifestasi sebagai rasa lemah, pucat, dan
mudah tersinggung. Keadaan ini lebih sering disertai oleh mual dan nyeri
perut dibandingkan muntah. Muntah berulang sering merupakan manifestasi
pada anak pra-sekolah.
Migrain dengan aura (classic migraine) merupakan suatu proses
bifasik. Pada fase inisial terjadi gelombang eksitasi yang diikuti oleh depresi
fungsi kortikal dan terjadi penurunan aliran darah setempat. Pada fase
berikutnya terjadi peningkatan aliran darah di arteri karotis interna dan
eksterna sehingga menimbulkan nyeri kepala, nausea dan muntah. Serangan
nyeri kepala berulang sekurang-kurangnya dua kali, bersamaan atau didahului
gejala aura homonim yang reversible secara bertahap antara 5 sampai 20
menit dan berlangsung kurang dari 60 menit. Migrain klasik lebih jarang
ditemukan pada anak dan remaja.
Muntah siklik sering dijumpai pada anak usia 4 sampai 8 tahun
berupa serangan mual dan muntah secara terus menerus, selama 1 jam sampai
5 hari. Serangan akan mereda sendiri dan diantara serangan pasien dalam
keadaan normal. Diagnosis ditegakkan bila tidak dijumpai kelainan
gastrointestinal yang berarti dan ada riwayat migrain pada keluarga. Migrain
abdominal timbul berupa serangan nyeri di daerah tengah abdomen secara
episodik berulang, selama 1 sampai 72 jam diikuti mual dan muntah dengan
masa diantara serangan anak dalam keadaan normal.

C. Patofisiologi migrain
Patofisiologi migrain masih belum jelas, namun ada tiga teori yang
dapat menjelaskan mekanisme terjadinya migrain. Teori pertama adalah teori
vaskular yang menyebutkan bahwa pada serangan migrain terjadi vasodilatasi
arteri ekstra kranial. Teori kedua adalah teori neurologi yang menyebutkan
bahwa migrain adalah akibat perubahan neuronal yang terjadi di area otak
yang berbeda dan dimediasi perubahan sistem neurotransmisi. Teori ini fokus
pada fenomena depolarisasi kortikal yang menyebar yang menyebabkan
munculnya aura. Teori ketiga menyebutkan tentang perubahan vaskular
akibat disfungsi neuronal sehingga terjadi vasodilatasi meningeal.
Berdasarkan gejala klinis migrain, terdapat tiga fase terjadinya
migrain yaitu pencetus, aura dan nyeri kepala. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa pencetus melibatkan batang otak sebagai pembangkit
migrain dan mungkin berhubungan dengan channelopathy familial. Setelah
itu, aliran darah otak regional berkurang yang diikuti depresi gelombang
penyebaran kortikal. Pada penderita dengan aliran darah otak yang menurun,
maka aura akan muncul. Aliran darah otak yang berkurang ini akan diikuti
oleh vasodilatasi selama munculnya nyeri kepala, yang mungkin akibat dari
perubahan aktivitas neuron yang mensarafi arteri kranial. Penelitian
imunohistokimiawi mendapatkan adanya neurotransmiter selain noradrenalin
dan asetilkolin yang bersifat vasodilator yaitu 5-HT, vasoactive intestinal
peptide (VIP), nitric oxide (NO), substansi P, neurokinin A dan CGRP.
Vasodilatasi kranial menyebabkan aliran darah yang meningkat setiap kali
jantung berdetak sehingga terjadi pulsasi pada pembuluh darah yang terlibat.
Pulsasi tersebut akan dirasakan oleh reseptor regangan pada dinding vaskular
dan menyebabkan peningkatan sensorik saraf perivaskular (trigeminus)
sehingga terjadi nyeri kepala dan gejala lain. Rangsangan trigeminal ini akan
mengeluarkan neuropeptida sehingga vasodilatasi dan aktivitas saraf
perivaskular bertambah.

D. Etiologi Migrain
Penyebab nyeri kepala migrain tidak diketahui. Faktor keturunan,
stres, olahraga, makanan tertentu seperti coklat berperan sebagai faktor
predisposisi migrain. Perubahan hormonal, alergi makanan, paparan terhadap
cahaya silau dan suara yang bising berpengaruh terhadap migrain.
Peningkatan kadar serotonin di sirkulasi dan substansi P serta polipeptida
vasodilator berperan langsung mempengaruhi pembuluh darah intrakranial
dan ekstrakranial.
Faktor genetik yang mempengaruhi migrain ditandai dengan adanya
suatu pola yang autosomal dominan yaitu suatu faktor intrinsik dari otak.
Terdapat dua gen yang berperan dalam autosomal dominan pada migrain
yaitu FHM1 (kode gen pada lengan pendek kromosom) dan FHM2 (gen
pada lengan panjang kromosom).
Hormon sangat berpengaruh terhadap patofisiologi migrain, terbukti
dengan ditemukannya wanita yang lebih banyak menderita migrain pada
usia pubertas. Rangsang nyeri dari struktur kranial lain, terutama struktur
miofasial dapat terintegrasi dengan rangsang nyeri vaskuler dari pembuluh
darah kepala. Kedua rangsang nyeri ini berkumpul di inti spinal nervus
trigeminus di batang otak, selanjutnya disalurkan ke talamus. Inti batang
otak ini mendapat pengaruh fasilitasi dan inhibisi dari supraspinal yang
umumnya bergantung pada faktor emosi dan psikososial.
Pencetus migrain berasal dari beberapa faktor seperti korteks serebri
sebagai respon terhadap emosi atau stres, talamus akibat stimulasi aferen
yang berlebihan misalnya cahaya yang menyilaukan, suara bising dan
makanan. Hipotalamus juga sebagai pencetus akibat perubahan hormonal
serta sirkulasi karotis interna dan karotis eksterna sebagai respon terhadap
vasodilator. Pencetus yang paling umum pada anak adalah stres, termasuk
konflik keluarga, depresi, ansietas, gangguan tidur, masalah di sekolah serta
gangguan emosional dan fisik.

E. Gejala klinik migrain


Secara umum gejala klinik migrain berupa nyeri kepala berulang,
umumnya unilateral dengan interval bebas gejala dan disertai minimal tiga
keluhan seperti nyeri perut, mual atau muntah, nyeri kepala berdenyut,
berhubungan dengan aura (visual, sensorik ataupun motorik), membaik
dengan tidur, dan adanya riwayat keluarga migrain.
Pada migrain tanpa aura, selain keluhan diatas, dapat juga dijumpai
keluhan pucat, fotofobia, fonofobia, osmofobia, dan parestesia. Sedang pada
migrain dengan aura, sebelum terjadinya nyeri kepala, biasanya didahului
dengan aura. Aura visual muncul dengan gejala pandangan kabur, skotoma,
fotopsia, fortification spectra, dan distorsi ireguler terhadap objek. Pada
beberapa orang, terkadang disertai vertigo dan lightheadedness. Aura sensorik
muncul berupa parestesia perioral dan kebas atau mati rasa pada tangan dan
kaki.
Migrain dengan atau tanpa aura mempunyai patofisiologi yang sama,
tergantung intensitas iskemik pada serebral yang akan menimbulkan ada atau
tidak adanya aura.

F. Diagnosis
(a) Kriteria Diagnosis Migren Tanpa Aura
1. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan
2. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati atau
pengobatan yang tidak adekuat) dan diantara serangan tidak ada nyeri
kepala
3. Nyeri kepala yang terjadi sekurang-kurangnya dua karakteristik
sebagai berikut:
- Lokasi unilateral, mungkin bilateral, frontotemporal (tanpa
oksipital
- Sifatnya berdenyut
- Intensitas sedang sampai berat
- Diperberat dengan kegiatan fisik
4. Selama serangan sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di
bawah ini:
- Mual atau dengan muntah
- Fotofobia atau dengan fonofobia
5. Sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut dibawah ini:
- Riwayat pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan
adanya kelainan organik
- Riwayat pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan
organik tetapi pemeriksaan neroimaging dan pemeriksaan
tambahan lainnya tidak menunjukkan kelaianan.
(b) Kriteria Diagnosis dengan Aura :
1. Minimal terdapat 2 serangan
2. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini:
- Gangguan visual yang reversibel termasuk: positif atau negatif
(seperti cahaya yang berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis)
- Gangguan sensoris yang reversibel termasuk positif (seperti diuji
dengan peniti dan jarum) atau negatif (hilang rasa/kebas)
- Gangguan bicara disfasia yang reversibel sempurna
3. Sekurang-kurangnya terdapat 3 dari karakteristik tersebut dibawah ini:
- Satu atau lebih gejala aura yang reversible yang menunjukkan
disfungsi hemisfer dan/atau batang otak
- Sekurang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih dari 4
menit, atau 2 atau gejala aura terjadi bersama-sama
- Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila
lebih dari satu gejala aura terjadi, durasinya lebih lama. Nyeri
kepala mengikuti gejala aura dengan interval bebas nyeri kurang
dari 60 menit, tetapi kadang kadang dapat terjadi sebelum aura.
4. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini:
- Riwayat pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan
adanya kelainan organik
- Riwayat pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan
organik, tetapi pemeriksaan neuroimaging dan pemeriksaan
tambahan lainnya tidak menunjukkan kelainan

G. Terapi Abortif
1. Hindari faktor pencetus
2. Terapi abortif :
a. Nonspesifik :
- Analgetik dan NSAIDs : Obat-obat golongan ini meliputi asam
asetilsalisilat (500-1000 mg), kalium diklofenak (50-100 mg),
ibuprofen (400-2400 mg atau 200-800 mg), naproxen (750-1250
mg), naproksen sodium (550-1100 mg), parasetamol (1000 mg),
piroksikam SL (40 mg), dan asam tolfenamat (200-400 mg).
Kombinasi analgesik seperti: parasetamol, aspirin dan kafein,
secara signifikan terbukti lebih efektif daripada plasebo. Terkadang
efikasi analgesik dilengkapi dengan pemberian bersama
metoklopramid (5 mg atau 10 mg oral) diberikan sebelum atau
bersamaan dengan analgesik oral); penambahan ini dapat
meningkatkan absorpsi asam asetilsalisilat, menurunkan mual, dan
memperbaiki respons terapeutik.
- Antimimetik : Beberapa agen gastroprokinetik efektif mengatasi
mual dan muntah pada penderita migren. Contoh obat golongan ini
adalah metoklopramid (10 mg PO, IM, atau IV) dan domperidon
(20-30 mg PO atau PR), yang memiliki keuntungan tambahan
dalam meningkatkan bioavailabilitas obat-obat yang diberikan
bersamaan secara oral untuk mengatasi migren. Klorpromazin (25-
50 mg IM), metoklopramid (10 mg IV atau IM), dan
proklorperazin (10 mg IV atau IM) juga telah digunakan sebagai
terapi tunggal untuk mengatasi migren.
b. Obat spesifik :
- Triptan : Sumatriptan, triptan yang pertama, pada mulanya tersedia
dalam sediaan subkutan. Enam triptan yang ditemukan setelah
sumatriptan ialah almotriptan, eletriptan, frovatriptan, naratriptan,
rizatriptan, dan zolmitriptan. Onset tercepat dijumpai pada
pemberian sumatriptan subkutan. Eletriptan dan rizatriptan adalah
triptan oral dengan aksi paling cepat, yang efeknya terlihat setelah
30 menit. Almotriptan, sumatriptan, dan zolmitriptan bekerja dalam
waktu 45-60 menit. Yang paling memungkinkan untuk
keberhasilan terapi secara konsisten adalah almotriptan, eletriptan,
dan rizatriptan. Efek samping paling rendah dilaporkan pada
almotriptan, eletriptan, dan naratriptan. Triptan lebih efektif bila
nyeri kepala masih ringan, tidak bermanfaat bila diminum sebelum
onset nyeri kepala, atau selama gejala-gejala premonitory atau
aura. Kontraindikasi pemberian triptan antara lain penyakit arteri
yang tidak diobati, penyakit Raynaud, kehamilan, laktasi, gagal
ginjal berat, dan gagal hati berat. Triptan sebaiknya dihindari
penderita dengan aura yang tidak biasa atau memanjang, migren
basilar, dan migren hemiplegik.
Berdasarkan studi biokimia dan farmakologi pada pasien migrain,
senyawa yang menyerupai 5-HT pada reseptor pembuluh darah
karotid mungkin berkhasiat membatalkan serangan migrain.
Derivat triptamine atau triptan disintesis untuk menghasilkan
selektivitas pada pembuluh darah karotid pada reseptor 5-HT
1B/1D. Sumatriptan adalah senyawa triptan yang pertama kali
dikembangkan. Namun sumatriptan memiliki sejumlah
keterbatasan diantaranya ketersediaan hayati oral yang rendah,
kekambuhan sakit kepala karena waktu paruhnya yang pendek dan
kontraindikasi pada pasien dengan penyakit kardiovaskular.
Sehingga dikembangkan generasi-generasi terbaru triptan. Kini ada
6 obat dalam golongan triptan yaitu zolmitriptan, rizatriptan,
naratriptan, eletriptan, almotriptan dan frovatriptan yang tersedia
untuk penggunaan klinis. Pengenalan triptan pada tahun 1991 telah
merevolusi pengobatan migrain.
Triptan membatalkan serangan migrain melalui berbagai
mekanisme. Salah satu mekanisme yang diusulkan adalah dengan
kontraksi langsung dari dilatasi jaringan darah ekstra kranial,
supresi neuropeptida (seperti gen kalsitonin terkait peptida) rilis
dari ujung syaraf perifer sekitar pembuluh darah, penghambatan
transmisi pada inti trigeminal caudalis, dan blokade presinaptik
dari transmisi sinaptik antara terminal akson dari
trigeminovaskular neuron dan sel tubuh dari pusat.
Triptan dapat menyebabkan beberapa efek samping, namun
umumnya segera dapat teratasi, ringan dan relatif tidak signifikan
secara klinis. Beberapa efek samping tersebut diantaranya
kesemutan, mati rasa, sensasi hangat, berat, tekanan yang sesak
pada berbagai bagian tubuh yang berbeda termasuk leher dan dada.
Pusing dan sedasi juga dapat terjadi sehingga harus menghindari
aktivitas yang memerlukan konsentrasi tinggi seperti mengemudi
atau menjalankan mesin.
Pemilihan Triptan:
(1) Berdasarkan onset kerjanya. Sumatriptan subkutan memiliki
onset kerja 10 menit, Sumatriptan intranasal dan rizatriptan oral
memiliki onset 15 menit, sumatriptan oral 50-100 mg onsetnya
30 menit, sumatriptan rektal onsetnya 30-60 menit, dan
naratriptan onsetnya 60 menit atau lebih. Pengetahuan akan
onset kerja triptan dan puncak sakit kepala sangat penting dalam
menentukan agen triptan yang tepat.
(2) Berdasarkan gejala. Jika migrain disertai mual dan muntah maka
pemberian agen triptan oral tidaklah tepat. Sumatriptan subkutan
menjadi pilihan terbaik dalam kondisi ini diikuti dengan
pemberian secara rektal atau intranasal.
(3) Berdasarkan kambuhnya sakit kepala. Dalam praktek klinis,
sekitar 40% pasien yang diobati sumatriptan akan mengalami
kekambuhan. Oleh karena itu pada pasien yang mengalami
kekambuhan setelah penggunaan sumatriptan, maka sebaiknya
mencoba menggunakan frovatriptan atau naratriptan, dan jika
kekambuhan berulang maka sebaiknya mencoba menggunakan
triptan yang lain.
- Turunan ergot : Dihidroergotamin dapat diberikan secara
intramuskuler, intravena, subkutan, dan intranasal. Ergot
penggunaannya mulai tergeser oleh triptan. Hal ini karena efek
samping yang merugikan, rendahnya bioavailabilitas, dan
tingginya potensi penyalahgunaan. Mual adalah efek samping yang
paling umum (10-20%). Sebagai vasokonstriksi kuat, dosis tunggal
ergotamin tidak harus diberikan setiap hari. Hal ini dapat
menyebabkan vasokonstriksi kronis dan habituasi. Pasien tidak
boleh mempergunakan lebih dari dua dosis dalam seminggu.
Dihidroergotamin juga memiliki bioavailabilitas rendah. Setelah
pemberian injeksi dihidroergotamin didistribusikan secara cepat.
Efek samping yang umum dari ergot diantaranya:
a) Mual, muntah
b) Perasaan tidak nyaman pada perut
c) Akroparestia
d) Kaki kram
e) Vasospasme dan vasokontriksi koroner dan serebral
f) Lesi anorektal juga dapat terjadi setelah pemberian ergotamine
oral maupun rektal dalam jangka panjang
g) Penyakit fibrosing yang melibatkan pleura, perikardium, katup
jantung, retroperitoneum, neuropati perifer juga dapat
disebabkan akibat penggunaan ergotamine kronis
h) Dihidroergotamine perenteral sering menimbulkan efek
samping berupa hidung tersumbat, mual, dan ketidaknyamanan
pada tenggorokan.
Ergot kontraindikasi pada penyakit kardiovaskular, kehamilan, ibu
menyusui, penyakit hati dan ginjal, sepsis berat, hipertensi yang tak
terkontrol.
Triptan tidak boleh dikombinasikan dengan ergot.
Dosis dan cara penggunaan ergot:
(1) Tablet ergotamine tatrat 1 mg dikombinasikan dengan 100 mg
kafein untuk meningkatkan absorpsinya. Dosis awal 2 mg
ergotamine dan dapat ditingkatkan hingga 6 mg.
(2) Injeksi dihidroergotamin 1 mg secara intramuskular atau
subkutan atau 0,5-1 mg intravena. Maksimum dosis harian
yang diizinkan adalah 3 mg.
c. Bila tidak respon : Opiat dan analgetik
d. Manajemen migren akut Di IGD, untuk migren derajat ringan/sedang dan
pasien belum minum obat, dapat diberikan aspirin 900 mg dan
metoklopramid 10 mg per oral. Untuk migren sedang hingga berat, ada
dua pilihan. Pilihan pertama, bila sudah diberi obat dokter, biasa minum
obat, atau disertai muntah, dapat diberikan metoklopramid 10 mg IM atau
proklorperazin 12,5 mg IM atau sumatriptan 6 mg SC. Pilihan kedua,
untuk migren derajat sedang hingga berat (pada situasi kegawatdaruratan),
bisa digunakan klorpromazin 25 mg dalam 1.000 mL saline normal IV,
diberikan dalam 30-60 menit (diulangi bila perlu), atau proklorperazin
12,5 mg IV atau sumatriptan 6 mg SC. Untuk mencegah penderita migren
akut menjadi kronis, diperlukan pula pendekatan psikosomatik yang
meliputi penilaian fi sik dan mental, contohnya autogenic training,
biofeedback therapy, dan cognitive therapy. Hal ini perlu dilakukan
mengingat stres sosial dan psikologis serta gangguan ansietas dan depresi
adalah faktor terpenting dalam perjalanan dan pemeliharaan penderita
migren.

H. Terapi Preventif
Terapi preventif migrain merupakan pemberian terapi secara terus
menerus, dalam keadaan tanpa nyeri kepala, untuk mengurangi frekuensi dan
intensitas nyeri kepala migrain.
Terapi preventif diindikasikan pada beberapa keadaan berikut:
1. Terdapat 2 kali atau lebih serangan per bulan yang menyebabkan
disabilitas selama 3 hari atau lebih dalam 1 bulan
2. Durasi migrain lebih dari 48 jam
3. Kontraindikasi atau gagal dengan terapi akut migrain
4. Penggunaan terapi akut (abortif) lebih dari 2 kali dalam 1 minggu
5. Mengalami migrain yang tidak lazim seperti hemiplegic migraine,
migrain dengan aura yang memanjang dan migrainous infarction
Beberapa hal yang juga dipertimbangkan adalah efek samping dari
penggunaan terapi akut, penerimaan pasien terhadap obat dan biaya. Terapi
preventif migrain yang adekuat secara umum tampak perbaikan dalam 1
hingga 2 bulan.
Pemberian terapi preventif diupayakan dengan obat yang memiliki
level efektivitas tertinggi, efek samping yang terendah, dan dimulai dengan
dosis rendah kemudian dititrasi secara perlahan. Lamanya pengobatan
bervariasi antara 1 sampai 6 bulan. Setelah terapi berhasil selama 6 hingga 12
bulan, penghentian terapi preventif dapat dipertimbangkan.
Terdapat lima medikasi yang telah disetujui US FDA untuk
pencegahan migren, yaitu metisergid (tidak lagi tersedia di Amerika Serikat),
propranolol, timolol, natrium divalproat, dan topiramat. Natrium divalproat
dan topiramat adalah neuromodulator yang telah disetujui FDA untuk profi
laksis migren pada pasien dewasa. Neuromodulator lain yang terkadang
digunakan ialah gabapentin, lamotrigin, levetirasetam, dan zonisamid.
Bahan alami untuk mencegah migren antara lain gingkolide B, suatu
antiplatelet activating factor (PAF) alami, ekstrak utama herbal ginkgo biloba.
PAF adalah zat proinfl amasi yang kuat dan agen nosiseptif yang dilepaskan
selama proses infl amasi. Gingkolide B memodulasi aksi asam glutamat
(neurotransmiter eksitatorik utama pada sistem saraf pusat). Gingkolide B
efektif digunakan pada kasus migren dengan atau tanpa aura.
Untuk profilaksis lini pertama, obat-obatnya antara lain adalah
amitriptilin, propranolol, dan nadolol. Untuk profilaksis lini kedua, dapat
digunakan topiramat, gabapentin, venlafaksin, kandesartan, lisinopril,
magnesium, butterbur, koenzim Q10, dan ribofl avin. Untuk profilaksis lini
ketiga, dapat dipakai flunarizin, pizotifen, dan natrium divalproat. Beberapa
pertimbangan khusus sebelum dokter memberikan profi laksis meliputi ada
tidaknya hipertensi atau penyakit kardiovaskuler, gangguan mood, insomnia
inisial, kejang, obesitas, kehamilan, dan toleransi rendah terhadap efek
samping medikasi. Selain medikamentosa, penggunaan migraine headache
trigger diary (buku harian migren) juga dapat disarankan.
Beberapa grup utama obat-obatan yang berperan sebagai terapi
preventif serangan nyeri kepala migrain antara lain:
1. Obat-obat kardiovaskular: -Adrenergic Blocker, Calcium Channel
Blocker
2. Obat-obat antidepresi: Tricyclic Antidepressants (TCA), Selective
Serotonin/Norepinephrine Reuptake Inhibitors (SSRI)
3. Obat anti epilepsi seperti topiramat, asam valproate
4. Antagonis serotonin seperti siproheptadin
5. Non Steroid Anti Inflammation Drugs (NSAID) dan lainnya:
riboflavin, mineral
Umumnya mekanisme kerja dari obat yang digunakan sebagai terapi
preventif adalah dengan menghambat eksitasi korteks seperti kerja obat anti
epilepsi dan calcium channel blocker, dan dengan memperbaiki dismodulasi
nociceptive, yaitu sistem adrenergik dan serotonergik, seperti yang dilakukan
oleh TCA, SSRI dan -adrenergic blocker.
Golongan -adrenergic blocker bekerja dengan menghambat agregasi
platelet sehingga terjadi penurunan produksi prostaglandin dan katekolamin.
Obat ini dapat melewati sawar darah otak, sehingga dapat mempengaruhi
sistem serotonin dengan penghambatan sistem noradrenergik, absorpsi baik
melalui sistem gastrointestinal, dan dimetabolisme di hati. Pada pasien
migrain yang dicetuskan oleh stres, obat ini bermanfaat, dengan efek samping
mudah lelah, mual, muntah, depresi, mimpi buruk, hipoglikemia, bradikardi
dan hipotensi.
Obat golongan calcium channel blocker bekerja dengan cara
menghambat masuknya kalsium ke dalam sel sehingga menghambat
pembentukan impuls (automaticity) dan conduction velocity. Kalsium
intraseluler juga berperan meregulasi beberapa hormon, enzim, dan
neurotransmiter. Pelepasan serotonin sendiri dipengaruhi oleh kalsium,
sehingga pemberian calcium channel blocker dapat menghambat pelepasan
serotonin, sehingga dapat menjadi preventif serangan migrain.
Obat golongan anti epilepsi antara lain topiramat dan asam valproat.
Asam valproat bekerja dengan menghambat ekstravasasi plasma, substansi P,
menghambat lecutan serotonergik di dorsal raphe nuclei dan bekerja pada
kanal kalsium dan sodium. Efek sampingnya adalah dizziness, drowsiness,
peningkatan nafsu makan, rambut rontok, gemetar, gangguan pencernaan.
Topiramat bekerja dengan memperkuat aktivitas -amino butyric acid
(GABA), tetapi kemungkinan mekanisme yang lain adalah dengan memblok
aktivitas kanal sodium, menurunkan aktifitas karbonik anhidrase dan glutamat.
Efek samping antara lain parestesia, fatique, mual dan anoreksia.
Obat golongan NSAID bekerja dengan menghambat sintesis
prostaglandin, leukotrien, dan mencegah inflamasi neurogenik dari sistem
trigeminovaskular. Naproxen diabsorpsi baik setelah pemberian secara oral
maupun rektal, dengan waktu paruh 12-15 jam. Obat ini bermanfaat pada
penderita migrain yang mengalami artritis atau nyeri muskuloskletal. Efek
samping berupa mual, muntah, gastritis dan perdarahan lambung,karena itu
disarankan penggunaan obat ini tidak lebih dari 2 hingga 3 bulan.

BAB III
STATUS PASIEN

A. Identitas
Nama : Ny. Y
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Guru
Alamat : Surakarta
Agama : Islam
Suku : Jawa
No. rekam medis : 01254365
Tanggal masuk : 18 November 2015
Tanggal pemeriksaan : 18 November 2015

B. Keluhan Utama
Nyeri kepala berdenyut di sebelah kanan
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala berdenyut sejak 1 hari
SMRS. Nyeri kepala dirasakan hanya pada sisi kanan kepala. Nyeri kepala
muncul mendadak, dirasakan terus menerus dan semakin lama memberat.
Nyeri semakin berat jika digunakan untuk berjalan, melakukan aktivitas dan
apabila terkena cahaya yang terlalu terang. Nyeri kepala sedikit berkurang
apabila pasien tidur. Keluhan diikuti dengan mual yang terus menerus.
Muntah (-). Pasien sudah minum obat sakit kepala tapi tidak membaik. Oleh
karena itu pasien dibawa ke IGD RSUD Dr. Moewardi.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit serupa : Disangkal
Riwayat hipertensi : Disangkal
Riwayat diabetes mellitus : Disangkal
Riwayat asma : Disangkal
Riwayat maag : Disangkal
Riwayat alergi obat/makanan : Disangkal
Riwayat mondok sebelumnya : Disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa : Disangkal
Riwayat hipertensi : (+)
Riwayat diabetes mellitus : Disangkal
Riwayat asma : Disangkal
Riwayat maag : Disangkal
Riwayat alergi obat/makanan : Disangkal

F. Riwayat Kebiasaan
Riwayat olahraga : Jarang
Riwayat merokok : Disangkal
G. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien adalah seorang guru SD. Pasien membayar biaya perawatan
di RS dengan jaminan BPJS.

H. Riwayat Gizi
Pasien biasa makan tiga kali sehari dengan nasi, lauk pauk, tahu,
tempe, ikan, daging lebih sering makan daging ayam. Penderita minum air
putih kurang lebih 4-5 gelas perhari.

I. Anamnesis Sistemik
Keluhan utama: Nyeri kepala.
a. Kulit : Gatal (-).
b. Kepala : Nyeri kepala berdenyut (+) di sebelah kanan,
leher cengeng (-), berputar (-), luka (-), benjolan
(-).
c. Mata : Pandangan mata berkunang-kunang (-),
pandangan kabur (-).
d. Hidung : Tersumbat (-), mimisan (-).
e. Telinga : Pendengaran berkurang (-), berdenging (-), keluar
cairan (-).
f. Mulut : Sariawan (-), mulut terasa asam (-), mukosa
basah (+), papil lidah atropi (-).
g. Tenggorokan : Sakit menelan (-), serak (-).
h. Pernafasan : Sesak nafas (-), batuk (-), mengi (-), batuk darah
(-), dahak (-), nyeri dada (-).
i. Kardiovaskuler : Berdebar-debar (-), sesak saat tidur di malam hari
(-), beraktivitas menjadi sesak (-).
j. Gastrointestinal : Mual (+), muntah (-), mudah haus (-), diare (-),
nafsu makan menurun (-), nyeri perut (-), BAB 1
kali tidak ada keluhan.
k. Genitourinaria : BAK 3-4 kali sehari, kuning jernih, jumlah dalam
batas normal.
l. Muskuloskeletal : Nyeri sendi di kedua lutut (-), nyeri otot (-).
m. Ekstremitas :
Atas : Bengkak (-), luka (-), ujung jari tangan dingin (-).
Bawah : Bengkak (-), luka (-), ujung jari kaki dingin (-).
J. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Baik, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi kesan
cukup
2. Tanda vital
Berat badan : 54 kg
Tinggi badan : 165 cm
IMT : 19,83 kg/m2
Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 72 kali /menit, reguler, simetris, isi dan tegangan
cukup
Pernafasan : 18 kali /menit, tipe abdominal, kedalaman cukup,
reguler
Suhu : 36,8 oC /axiller
VAS :5
3. Kulit
Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), petechie (-).
4. Kepala
Bentuk mesocephal, tidak ada luka, rambut sedikit dan berwarna
putih, sukar dicabut.
5. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm).
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-).
7. Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-), gusi berdarah (-).
8. Telinga
Sekret (-).
9. Leher
KGB tidak membesar.
10. Thoraks
Normochest, simetris, retraksi (-).
a. Cor
I : Ictus cordis tak tampak.
P : Ictus cordis tak kuat angkat.
P : Batas jantung kesan tidak melebar.
A : BJ III intensitas normal, regular, bising (-).

b. Pulmo
I : Pengembangan dada kanan = dada kiri.
P : Fremitus raba kanan = kiri.
P : Sonor/sonor.
A : Suara dasar vesikuler (+ N/+ N), ronkhi basah kasar (-/-),
wheezing (-/-).
11. Abdomen
I : Dinding perut sejajar dinding dada
P : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba
P : Timpani seluruh lapang perut
A : Bising usus (+) normal
12. Ektremitas
Akral dingin Oedem
- - - -
- - - -
K. Resume
Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala berdenyut sejak 1 hari
SMRS. Nyeri kepala dirasakan hanya pada sisi kanan kepala. Nyeri kepala
muncul mendadak, dirasakan terus menerus dan semakin lama memberat.
Nyeri semakin berat jika digunakan untuk berjalan, melakukan aktivitas dan
apabila terkena cahaya yang terlalu terang. Nyeri kepala sedikit berkurang
apabila pasien tidur. Keluhan diikuti dengan mual yang terus menerus.
Muntah (-). Pasien sudah minum obat sakit kepala tapi tidak membaik.

L. Diagnosis
Migrain tanpa aura

M. Penatalaksanaan
Jika tidak diobati, serangan migrain bisa berlangsung selama
beberapa jam atau hari. Pada beberapa penderita, sakit kepalanya ringan
dan bisa dihilangkan dengan obat pereda nyeri (analgesik) yang dijual
bebas. Tetapi migrain seringkali hebat dan membuat penderita menjadi
tidak berdaya, terutama jika disertai dengan mual, muntah dan silau mata
(fotofobia). Pada kasus seperti ini, biasanya selain obat pereda nyeri,
penderita juga membutuhkan istirahat dan tidur untuk mengurangi sakit
kepalanya.
Pada kasus ini diberikan terapi spesifiknya dari golongan triptan.
Triptan membatalkan serangan migrain melalui berbagai mekanisme.
Salah satu mekanisme yang diusulkan adalah dengan kontraksi langsung
dari dilatasi jaringan darah ekstra kranial, supresi neuropeptida (seperti gen
kalsitonin terkait peptida) rilis dari ujung syaraf perifer sekitar pembuluh
darah, penghambatan transmisi pada inti trigeminal caudalis, dan blokade
presinaptik dari transmisi sinaptik antara terminal akson dari
trigeminovaskular neuron dan sel tubuh dari pusat. Triptan dapat
menyebabkan beberapa efek samping, namun umumnya segera dapat
teratasi, ringan dan relatif tidak signifikan secara klinis.

R/ Agritan tab mg 100 No. III


prn 1-3 dd tab I
R/ Metoklopramid tab mg 10 No XV
3 dd tab I h a.c

Pro : Nn. Y (28 th)

Mekanisme Obat
1. Agritan
Agritan merupakan suatu merek dagang obat yang berisikan
sumatriptan 100 mg. Sumatriptan merupakan suatu agonis untuk
subtipe reseptor 5-hydroxytryptamine1 vaskular yang memperantai
konstriksi pembuluh darah kranial. Obat ini hampir tidak
memperlihatkan aktivitas pada reseptor 5-HT1 lainnya yang
memperantai vasodilatasi pembuluh darah kranial, 5-HT2,5-HT3, tetapi
memperlihatkan efek vasokontriksi lemah pada pembuluh darah
koroner lewat reseptor 5-HT1.
Subtipe reseptor 5-HT 1 vaskular pada sumatriptan mengaktifkan
arteri basilaris, pembuluh darah duramater dan memediasi
vasokonstriksi. Selain menyebabkan vasokonstriksi, data eksperimen
dari studi hewan menunjukkan bahwa sumatriptan juga mengaktifkan
5-HT 1 reseptor pada terminal perifer dari saraf trigeminal innervating
pembuluh darah kranial. Tindakan seperti itu juga dapat memberikan
kontribusi pada efek antimigrainous dari sumatriptan pada manusia.
Farmakodinamika obat sumatriptan sebagai berikut:
Hipotesis pertama menyatakan bahwa 5-reseptor HT1B memiliki
kemampuan untuk menginduksi vasokonstriksi pembuluh darah darah
intrakranial, termasuk anastomoses arteriovenous. Dalam migrain ada
dilatasi karotid arteriovenosa anastomoses di kepala, penyebab yang
saat ini masih belum diketahui dengan pasti. Sebanyak 80% dari
karotid aliran arteri dilaporkan dihubungkan melalui anastomoses yang
terletak di kulit kepala dan telinga. Ini akan terjadi ekstravasasi darah
dari kapiler, yang kemudian menyebabkan otak iskemia dan hipoksia.
Menurut versi ini dari patofisiologi migrain, yang efektif
obat antimigraine harus dapat menutup shunt dan sebaliknya aliran
darah otak.
Triptan berinteraksi dengan reseptor 5-HT1D dan 5-HT1B dan tidak
memiliki atau hanya afinitas rendah dengan reseptor 5-HT lain. Obat
ini tidak aktif terhadap reseptor 1 -, 2 -, dan -adrenergik, dopamin,
kolinergik muscarinic dan benzodiazepine . Dosis efektif triptan
ditentukan oleh afinitas pada reseptor 5-HT1B dan 5 - HT1D,
sedangkan afinitas triptan untuk reseptor 5-HT1A atau 5-HT1E tidak
berpengaruh terhadap yang dosis efektif. Hipotesis kedua menyatakan
bahwa 5-HT1D agonis menghambat pelepasan proinflamasi
neuropeptida pada terminal saraf perivascular. Dalam patofisiologi
migren, sakit kepala tidak semata-mata disebabkan oleh vasodilatasi
kranial, tetapi juga melibatkan mekanisme inflamasi dikenal sebagai
inflamasi neurogenik. Arteri yang berdilatasi menyebabkan traksi pada
perivascular serabut saraf, mengakibatkan depolarisasi dari serat, yang
menginduksi potensial aksi yang dikonduksi sistem saraf pusat. Selain
itu, juga depolarisasi hasil pelepasan neuropeptida dari serabut saraf
disekitar arteri. Neuropeptida yang dilepaskan adalah substansi P dari
serat C dan kalsitonin gen yang berhubungan dengan peptida (CGRP)
dari A serat, akhirnya menyebabkan peningkatan dilatasi rasa sakit
arteri dan memproduksi.
Dari kedua hipotesis di atas dan beberapa penelitian yang telah
dilakukan, hal itu mungkin disimpulkan bahwa triptan memiliki 3
mekanisme tindakan, yaitu induksi vasokonstriksi, penghambatan
aktivitas trigeminal perifer, dan menghambat trigeminal aferen.
Dengan tiga tindakan, triptan dapat mengontrol serangan akut migrain.
Manfaat lain dari triptan adalah kemampuannya untuk
meringankan mual dan muntah yang sering menyertai migrain. Hal ini
karena triptan bekerja pada reseptor 5-HT1D yang terletak di traktus
nuclei soliter, sehingga menghambat pusat mual dan muntah.
Konsentrasi maksimum rata-rata sumatriptan oral dengan dosis 25
mg adalah 18 ng / (rentang: 7-47 ng / mL) mL dan 51 ng / mL (kisaran:
28-100 ng / mL) dosis oral 100 mg sumatriptan. Bioavailabilitas adalah
sekitar 15%, terutama karena metabolisme presystemic dan sebagian
karena penyerapan tidak lengkap. Penelitian yang melibatkan efek
makanan pemberian sumatriptan 100 mg pada relawan sehat dalam
kondisi puasa dengan yang makan makanan tinggi lemak
menunjukkan bahwa Cmax dan AUC meningkat sebesar 15% dan
12%, masing-masing, jika diberikan dalam keadaan makan. Ikatan
protein plasma rendah (14% sampai 21%). Pengaruh sumatriptan pada
pengikatan protein obat lain belum dievaluasi, tetapi diharapkan
menjadi kecil, mengingat tingkat protein pengikat rendah. Volume jelas
distribusi adalah 2,4 L / kg. Eliminasi waktu paruh sumatriptan sekitar
2,5 jam. Radiolabeled 14C-sumatriptan diberikan secara oral ini
terutama diekskresikan lewat ginjal (sekitar 60%) dengan sekitar 40%
ditemukan dalam feses. Sebagian besar senyawa radiolabeled
diekskresikan dalam urin adalah metabolit utama, indol asetat (IAA),
yang tidak aktif, atau glukuronat IAA. Hanya 3% dari dosis dapat
dipulihkan sebagai sumatriptan tidak berubah.
Efek samping yang sering adalah kesemutan, rasa panas, pusing,
dan sesak dada atau berat. Dengan semua rute administrasi, kelemahan
sesekali, mialgia, rasa panas, sesak dada, hipertensi sementara,
mengantuk, sakit kepala, kebas, nyeri leher, perut ketidaknyamanan,
mulut /ketidaknyamanan pada rahang, dan berkeringat. Jarang, aritmia
jantung, iskemia miokard, polidipsia, dehidrasi, dyspnea, ruam kulit,
disuria, dan dismenore. Obat ini dapat menumpuk dalam jaringan yang
kaya melanin seperti mata dengan penggunaan jangka panjang.
Beberapa kasus kolitis iskemik telah dilaporkan setelah penggunaan
sumatriptan.
Dosis oral yang direkomendasikan untuk sumatriptan adalah 25-
100 mg, Dosis 100 mg belum terbukti memberikan efek yang lebih
besar dari 50 mg. Jika kembali sakit kepala, dosis tambahan dapat
diiberikan dengan interval lebih besar atau sama dengan 2 jam sampai
maksimum 200 mg / hari. Jika sakit kepala belum sembuh berikan
dosis awal dengan injeksi, dosis tunggal tablet tambahan (sampai 100
mg / hari) dapat diberikan dengan selang waktu lebih besar atau sama
dengan 2 jam antara dosis tablet.
Dosis oral, 100 mg (50 mg efektif pada beberapa pasien) segera
setelah mula kerja (pasien yang tidak responsif tidak boleh mendapat
dosis yang kedua untuk serangan yang sama); dosis boleh diulang pada
tidak kurang dari 2 jam bila migren kambuh; maksimal 300 mg dalam
24 jam; anak dan remaja di bawah 18 tahun tidak
direkomendasikan.Injeksi subkutan, 6 mg segera setelah onset (pasien
yang tidak responsif tidak boleh mendapat dosis yang kedua untuk
serangan yang sama); dosis boleh diulang satu kali setelah tidak kurang
dari 1 jam jika migren kambuh; maksimal 12 mg dalam 24 jam; anak
dan remaja di bawah usia 18 tahun tidak direkomendasikan. Penting:
tidak untuk injeksi intravena karena dapat menyebabkan vasospasmus
koroner dan angina.Intranasal, 10-20 mg (remaja 12-17 tahun 10 mg)
ke dalam satu lubang hidung segera setelah onset (pasien yang tidak
responsif tidak boleh menerima dosis kedua untuk serangan yang
sama); dosis dapat diulang sekali setelah tidak kurang dari 2 jam jika
migren kambuh; maksimal 40 mg (remaja 12-17 tahun 20 mg) selama
24 jam; anak di bawah 12 jam tidak direkomendasikan. Lansia di atas
65 tahun dan anak tidak dianjurkan.
Pemberian secara SC memberikan efek segera. Dosis maksimal
dewasa dosis tunggal 6 mg. Dosis maksimal per 24 jam adalah dua kali
6 mg suntikan mg dipisahkan dengan lebih besar atau sama dengan 1
jam. Tersedia dalam perangkat prefilled autoinjection jarum suntik
yang memberikan 6 mg untuk mempermudah penggunaan, namun
dosis lebih rendah harus digunakan pada pasien yang memiliki efek
samping pada dosis biasa. Onset aksi sumatriptan nasal spray kira-kira
15menit. Dosis yang direkomendasikan Intranasal anatara 5-20 mg
dalam satu lubang hidung atau 5 mg dalam setiap lubang hidung; dapat
diulang dalam 2 jam hingga maksimum dosis 40 mg / hari.
Populasi Khusus. Dosis Pediatrik, (<18 th) keamanan dan kemanjuran
perlu diperhatikan. Dosis Geriatri, Sama seperti dosis dewasa. Perlu
dipertimbangkan kemungkinan terdiagnosis penyakit jantung pada lansia.
2. Metoklopramid
Derivat aminoklorbenzamid ini berkhasiat anti-emesis kuat
berdasarkan blokade reseptor dopamin di CTZ. Disamping itu juga
memperkuat pergerakan dan pengosongan lambung. Efektif pada semua
muntah, termasuk akibat radioterapi dan migrain, pada mabuk darat obat
ini tidak ampuh.
Resorpsi dari usus cepat, mulai kerja dalam 20 menit. Ekskresinya
berlangsung 80% dalam keadaan utuh melalui urin. Efek sampingnya
adalah sedasi dan gelisah karena dapat melintasi sawar darah-otak. Efek
samping lainnya berupa gangguan lambung-usus dan gejala
ekstrapiramidal, terutama pada anak kecil.
Interaksi obat dengan obat yang diserap di lambung, maka akan
berkurang bila diberikan bersama metoklopramid. Resorpsi obat yang
diserap diusus justru mempercepatnya, seperti alkohol, asetosal, diazepam,
dan levodopa.
Dosis 3-4 kali sehari 5-10 mg, anak-anak maksimal 0.5 mg/kg/hari. Rektal
2-3 kali sehari 20 mg. Sediaan metoklopramid tablet 10 mg, sedangkan
injeksi 10 mg/2 ml. Nama paten mepramide, metolon.
DAFTAR PUSTAKA

Lazuardi S. Nyeri kepala pada anak dan remaja. Dalam : Soetomenggolo TS,
Ismael S, penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Edisi ke-2. Jakarta:
Balai penerbit IDAI;2000.h.78-86

Goadsby PJ. Recent advances in the diagnosis and management of migraine.


BMJ. 2006;332:25-9

Goadsby PJ, Lipton RB, Ferrari MD. Migraine current understanding and
treatment. N Engl J Med. 2002;346:257-61
.
Weiss HD. Headache and facial pain. Dalam: Johnson RT, Griffin JW, McArthur
JC, penyunting. Current therapy in neurologic disease. Edisi ke-7.
St.Louis: Mosby Inc;2002.h.81-6

Modi S, Lowder DM. Medications for migraine prophylaxis. Am Fam Physician.


2006;73;1: 72-8

Olesen J. Headache classification subcommittee of the international headache


society. The International Classification Of Headache Disorders. Cephalal.
2004; 24(Suppl 1):24-36

Widjaja D. The impact of migraine and the need of prophylactic treatment.


Dalam: Sjahrir H, Rambe AS, penyunting. Nyeri kepala. Medan:USU
Press. 2004.h.21-45

Ryan S. Pharmacy update: medicines for migraine. Arch Dis Child Educ Pract Ed.
2007; 92:ep50-55
Gilroy MD. Headache. Dalam: Gilroy MD, penyunting. Basic Neurology. Edisi
ke-3. Michigan: McGraw-Hill, 2000. h.943-64

Hargreaves R. New migraine and pain research. Headache. 2007; 47:26-43

Djoenaidi W. Pandangan baru mengenai nyeri kepala migrain. Dalam: Harsono,


penyunting. Kapita selekta neurology. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2005. h.253-63

Galletti F, Cupini LM, Corbelli I, Calabresi P, Sarchielli P. Pathophysiological


basis of migraine prophylaxis. Prog Neurobiol. 2009;89:176-92

Villalon CM, Centurion, Valdivia LF, Vries P, Saxena PR. Migraine:


pathophysiology, pharmacology, treatment and future trends. Curr Vasc
Pharmacol. 2003;1:71-84

Silberstein S, Lewis. D, Ashwal S, hershe A, Hirtz D, YonkerM, Practice


parameter: pharmacological treatment of migraine headache in children
and adolescents. Neurology.2007;63:2215-24

Sjahrir H. Patofisiologi migrain. Dalam: Sjahrir H, penyunting. Nyeri kepala &


vertigo. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press, 2008. h.73-123

Deleu D, Hanssens Y. Guidelines for the prevention of migraine. Neurosciences.


2000; 5(1):7-12

Anda mungkin juga menyukai