Anda di halaman 1dari 24

BAB I

LAPORAN KASUS
1. Identitas
Nama : Tn. JS
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Swasta
Status : Menikah
Alamat : Kelua
Tanggal MRS : 24- Maret-20159
Keluhan utama : Penurunan kesadaran akibat kecelakaan lalu lintas
2. Primary Survey
Airway : Gurgling (+)suction jalan nafas/ C-spine control
Breathing : Terpasang O2 3 Liter/menit
Inspeksi : Pengembangan dada kanan kiri simetris, RR: 26x/menit
Palpasi : krepitasi -/-, fremitus raba kanan-kiri normal
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (normal/normal), RBH (-/-)
Circulation : Tekanan darah: 130/80 mmHg, Nadi 105x/menit, regular
isi cukup, akral hangat
Disability : Respon GCS E1V2M5, reflex cahaya (+/+), pupil isokor
(3mm/3mm), lateralisasi (-)
Exposure : suhu 36,5 oC, jejas (+) di kepala (lihat status lokalis)
3. Anamnesis
III.3.1 Keluhan Utama
Penurunan kesadaran akibat kecelakaan lalu lintas
III.3.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang rujukan dari Puskesmas Kelua dengan penurunan kesadaran
dan luka-luka setelah kecelakaan tunggal lalu lintas. Dari alloanamnesis Awalnya
penderita sedang mengendarai sepeda motor, Tiba-tiba sepeda motor tersandung
lubang di jalan kemudian terjatuh dengan kepala membentur aspal. Pasien tidak

1
menggunakan helm. Setelah kejadian pasien jatuh pingsan (+), pasien langsung
dibawa penolong ke Puskesmas Kelua dilakukan pertolongan pertama dan dirujuk
ke IGD RS H.Badaruddin Kasim dengan infus terpasang. Dalam perjalanan pasien
mengalami mual (+) muntah (+) kejang (+) ± 3 menit.
Secondary Survey
Allergy : tidak diketahui
Medication : IVFD RL, ranitidin
Past illness : tidak diketahui
Last meal : 2 jam SMRS, konsumsi alkohol tidak diketahui
Environment : Jalan Ahmad Yani

III.3.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada
III.3.4 Riwayat Sosial
Tidak ada
III.4 Pemeriksaan Fisik
III.4.1 Keadaan Umum : Berat
III.4.2 Kesadaran : GCS E1V2M5
III.4.3 Tanda Vital :
- Tekanan Darah : - 130/80 mmHg - Nadi : 105x/menit
- Respirasi : - 26x/menit - Suhu : 36.50C
III.4.4 Kepala : + Konjungtiva anemis (-), pupil bulat isokor Ө
3mm,reflex cahaya +/+ normal
+ vulnus laceratum (+) R.Frontalis sinistra dan
R.retroaurikula sinistra
+ vulnus ekskoriatum (+) R.facialis sinistra,
hematoma periorbita (-/+)
- Hidung : simetris, secret (-/-), darah (+/+)
- Mulut : sekret (-), darah (-) muntah (+)
- Telinga : normotia, sekret (-/-), darah keluar (+/+)
- Leher : terpasang collar neck
III.4.5 Thoraks :

2
- Inspeksi : Simetris kiri = kanan
- Auskultasi : Suara pernapasan vesikuler, Rhonchi (-/-),
Wheezing (-/-)
- Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
- Perkusi : Sonor kiri = kanan
III.4.6 Abdomen :
- Inspeksi : Datar
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : Timpani
III.4.7 Genital : terpasang catheter urin
III.4.8 Ekstremitas :
Lengan Kanan Kiri
Tonus : normotoni normotoni
Deformitas : tidak ada tidak ada
Sendi : bebas bebas
Gerakan : aktif aktif
Kekuatan : +5 +5
Oedem : tidak ada tidak ada
Tungkai dan Kaki Kanan Kiri
Luka : tidak ada tidak ada
Tonus : normotoni normotoni
Deformitas : tidak ada tidak ada
Sendi : bebas bebas
Gerakan : aktif aktif
Kekuatan : +5 +5
Oedem : tidak ada tidak ada
Refleks

Pemeriksaan Kanan Kiri

Refleks Tendon Positif Positif


Bisep Positif Positif

3
Trisep Positif Positif
Patela Positif Positif
Achiles Positif Positif

Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Refleks Patologis Negatif Negatif

III.5 Working diagnosa


1. CKB GCS E1V2M5 + susp. fraktur Basis Cranii
2. hematoma periorbital sinistra
3. multiple vulnus
Sikap :
+ Head up 300
+ O2 2-4 l/m nasal canul
+ Rencana : periksa Cek darah rutin, GDS, CT/BT, HbsAg
+ Konsul Sp.B:
1. Observasi KU/VS/GCS
2. Oksigenisasi NRM 8-10 lpm
3. Head up 300
4. Pasang DC kateter
5. Pasang Collar neck
6. Infus NaCl 0.9% 20 tpm
7. Inj. Citicoline 500mg/8 jam
8. Inj. Piracetam 3 gram/8jam
9. Inj. Paracetamol 1 gram/8 jam
10. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
11. Inj. Ceftriaxone 1gram/12 jam
12. Pemeriksaan foto rontgen thorax, rontgen skull AP/Lat, rontgen Cervical
AP/Lat, EKG

4
III.6 Pemeriksaan penunjang
III.6.1 Pemeriksaan Laboratorium tanggal 24 Maret 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hemoglobin 14.2 g/dL 12,3 – 15,3
Hematokrit 42.7 % 33 – 45
Leukosit 24.900 Ribu/µl 4,5 – 14,5
Trombosit 192.000 Ribu/µl 150 – 450
Eritrosit 5.61 Juta/µl 3,8 – 5,8
Golongan Darah O
CT 4 menit 2-6 menit
BT 2 menit 1-3 menit
GDS 121 Mg/dL 60 – 140
HbsAg Rapid Nonreactive Nonreactive

III.6.2 Rontgen Skull AP/Lat

Kesan :
- Calvaria intak
- Tabula eksterna, diploe, tabula interna tidak tampak fraktur
- vascular marking tidak terlihat
Kesimpulan
1. Tak tampak fraktur pada skull

5
III.6.3 Rontgen Cervical AP/Lateral

Kesan :
- Tak tampak kelainan pada vertebra cervical
- Tak tampak fraktur, listhesis ataupun kompresi
III.6.4 Rontgen Thorax AP

Kesan:
Cor : besar dan bentuk normal
Pulmo :
- Trakhea di tengah
- Tulang klavikula, costae, stenum tampak tidak ada diskontinuitas
- Sinus costophrenicus dekstra dan sinistra tajam
- Hemidiafragma dekstra sinistra normal
- tidak ada infiltrat, kalsifikasi, maupun massa
- corakan bronkovaskular tidak meningkat

6
Kesimpulan
1. Cor besar dan bentuk normal
2. Pulmo tenang
III.6.5 EKG

Hasil: Sinus Rhythm 62 bpm


III.7 Diagnosis
1. CKB GCS E1V2M5
2. hematoma periorbital sinistra
3. multiple vulnus
III.8 Tatalaksana
- Observasi KU/VS/GCS
- Oksigenisasi NRM 8-10 lpm
- Head up 300
- MRS ICU  ICU penuh, keluarga setuju dirawat di ruang bedah
- Infus NaCl 0.9% 20 tpm
- Inj. Citicoline 500mg/8 jam
- Inj. Piracetam 3 gram/8jam
- Inj. Paracetamol gram/8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
- Inj. Ceftriaxone 1gram/12 jam

7
III.11 Follow Up
Kamis, 25/3/2019 (HP-1)
S : Penurunan kesadaran (+) GCS naik
Mual/muntah (-/-) nyeri kepala (+) kejang (-)
O : TD: 120/80 N: 74 R: 24 S: 36,6
GCS : E3V3M5 (11)
Pupil bulat isokor 3 mm kiri = kanan, RC +/+
Ekstremitas:
Atas : Akral hangat, edem (-/-), parese (-/-)
Bawah : Akral hangat, edem (-/-), parese (-/-)
A : CKB (perbaikan) + Hematoma periorbita (S) + multiple vulnus
P :
- Observasi KU/VS/GCS
- Oksigenisasi NRM 8-10 lpm
- Head up 300
- Collar neck  lepas
- Infus NaCl 0.9% 20 tpm
- Inj. Citicoline 500mg/8 jam
- Inj. Piracetam 3 gram/8jam
- Inj. Paracetamol gram/8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
- Inj. Ceftriaxone 1gram/12 jam
Jum’at, 26/3/2019 (HP-2)
S : Penurunan kesadaran (+) GCS naik
Mual/muntah (-/-) nyeri kepala (+) kejang (-)
O : TD: 120/80 N: 80 R: 24 S: 36,6
GCS : E3V4M5 (12)
Pupil bulat isokor 3 mm kiri = kanan, RC +/+
Ekstremitas:
Atas : Akral hangat, edem (-/-), parese (-/-)
Bawah : Akral hangat, edem (-/-), parese (-/-)
A : CKB (perbaikan) + Hematoma periorbita (S) + multiple vulnus
P :
- Observasi KU/VS/GCS
- Oksigenisasi NRM 8-10 lpm
- Head up 300
- Infus NaCl 0.9% 20 tpm
- Inj. Citicoline 500mg/8 jam
- Inj. Piracetam 3 gram/8jam
- Inj. Paracetamol gram/8 jam

8
- Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
- Inj. Ceftriaxone 1gram/12 jam
Sabtu 27/3/2019 (HP-3)
S : Penurunan kesadaran (-) GCS naik
Mual/muntah (-/-) nyeri kepala (+) kejang (-)
O : TD: 120/80 N: 86 R: 20 S: 36,6
GCS : E4V5M6 (15)
Pupil bulat isokor 3 mm kiri = kanan, RC +/+
Ekstremitas:
Atas : Akral hangat, edem (-/-), parese (-/-)
Bawah : Akral hangat, edem (-/-), parese (-/-)
A : CKB (perbaikan) + Hematoma periorbita (S) + multiple vulnus
P :
- Observasi KU/VS/GCS
- Oksigenisasi NRM 8-10 lpm
- Head up 300
- Aff DC
- Infus NaCl 0.9% 20 tpm
- Inj. Citicoline 500mg/8 jam
- Inj. Piracetam 3 gram/8jam
- Inj. Paracetamol gram/8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
- Inj. Ceftriaxone 1gram/12 jam
Minggu 28/3/2019 (HP-4)
S : Penurunan kesadaran (-)
Mual/muntah (-/-) nyeri kepala (<) kejang (-)
O : TD: 120/80 N: 86 R: 20 S: 36,6
GCS : E4V5M6 (15)
A : CKB (perbaikan) + Hematoma periorbita (S) + multiple vulnus
P :
- Observasi KU/VS/GCS
- Oksigenisasi NRM 8-10 lpm (k/p)
- Head up 300
- Infus NaCl 0.9% 20 tpm
- Inj. Citicoline 500mg/8 jam
- Inj. Piracetam 3 gram/8jam
- Inj. Paracetamol gram/8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
- Inj. Ceftriaxone 1gram/12 jam

9
Senin 29/3/2019 (HP-5)
S : Penurunan kesadaran (-)
Mual/muntah (-/-) nyeri kepala (<) kejang (-)
O : TD: 120/80 N: 86 R: 20 S: 36,6
GCS : E4V5M6 (15)
A : CKB (perbaikan) + Hematoma periorbita (S) + multiple vulnus
P :
- Observasi KU/VS/GCS
- Oksigenisasi NRM 8-10 lpm (k/p)
- Head up 300
- Infus NaCl 0.9% 20 tpm
- Inj. Citicoline 500mg/8 jam
- Inj. Piracetam 3 gram/8jam
- Inj. Paracetamol gram/8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
- Inj. Ceftriaxone 1gram/12 jam

Pada perawatan hari ke-5 pasien pulang APS  edukasi keluarga bila
terjadi penurunan kesadaran berulang, tanda-tanda peningkatan TIK langsung
dibawa ke IGD.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pengertian Cedera kepala


Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma)
yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan
struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat,
2009). Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari
luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik
II.2. Karakteristik Penderita Cedera kepala
II.2.1. Jenis Kelamin
Pada populasi secara keseluruhan, laki-laki dua kali ganda lebih
banyak mengalami cedera kepala dari perempuan. Namun, pada usia
lebih tua perbandingan hampir sama. Hal ini dapat terjadi pada usia
yang lebih tua disebabkan karena terjatuh. Mortalitas laki-laki dan
perempuan terhadap cedera kepala adalah 3,4:1 (Jagger, Levine, Jane et
al., 1984). Menurut Brain Injury Association of America, laki-laki
cenderung mengalami cedera kepala 1,5 kali lebih banyak daripada
perempuan (CDC, 2006).
II.2.2. Umur
Resiko cedera kepala adalah dari umur 15-30 tahun, hal ini
disebabkan karena pada kelompok umur ini banyak terpengaruh dengan
alkohol, narkoba dan kehidupan sosial yang tidak bertanggungjawab
(Jagger, Levine, Jane et al., 1984). Menurut Brain Injury Association of
America, dua kelompok umur mengalami risiko yang tertinggi adalah
dari umur 0 sampai 4 tahun dan 15 sampai 19 tahun (CDC, 2006).

11
II.3. Cedera kepala
II.3.1. Jenis Trauma
Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area)
dimana terjadi trauma (Sastrodiningrat, 2009). Cedera yang tampak pada
kepala bagian luar terdiri dari dua, yaitu secara garis besar adalah cedera
kepala tertutup dan terbuka. Cedera kepala tertutup merupakan
fragmenfragmen tengkorak yang masih intak atau utuh pada kepala
setelah luka. The Brain and Spinal Cord Organization 2009, mengatakan
cedera kepala tertutup adalah apabila suatu pukulan yang kuat pada
kepala secara tiba-tiba sehingga menyebabkan jaringan otak menekan
tengkorak. Cedera kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah
menembus sampai kepada duramater. (Anderson, Heitger, and Macleod,
2006). Kemungkinan kecederaan atau trauma adalah seperti berikut;
a) Fraktur
Menurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat
4 jenis fraktur yaitu simple fracture, linear atau hairline fracture,
depressed fracture, compound fracture. Pengertian dari setiap fraktur
adalah sebagai berikut:
Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit
Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus
tanpa depresi, distorsi dan ‘splintering’.
Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak.
Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada
tengkorak. Selain retak terdapat juga hematoma subdural
(Duldner, 2008).
b) Luka memar (kontusio)
Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan
dimana pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke
jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna
merah kebiruan. Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan
tengkorak. Biasanya terjadi pada ujung otak seperti pada frontal,
temporal dan oksipital. Kontusio yang besar dapat terlihat di CT-Scan

12
atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) seperti luka besar. Pada
kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami pembengkakan
yang di sebut edema. Jika pembengkakan cukup besar dapat mengubah
tingkat kesadaran (Corrigan, 2004).
c) Laserasi (luka robek)
Luka laserasi adalah luka robek yang disebabkan oleh benda
tumpul atau runcing. Luka robek adalah keadaan terjadinya kerusakan
seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Luka ini biasanya terjadi
pada kulit yang ada tulang dibawahnya dan biasanya pada penyembuhan
dapat menimbulkan jaringan parut.
d) Abrasi
Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial.
Luka ini bisa mengenai sebagian atau seluruh kulit.
e) Avulsi
Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit
terkelupas,tetapi sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial.
Dengan kata lain intak kulit pada kranial terlepas setelah kecederaan
(Mansjoer, 2000).
II.4. Perdarahan Intrakranial
II.4.1. Perdarahan Epidural
• Perdarahan epidural adalah antara tulang kranial dan dura mater.
Gejala perdarahan epidural yang klasik atau temporal berupa kesadaran
yang semakin menurun, disertai oleh anisokoria pada mata ke sisi dan
mungkin terjadi hemiparese kontralateral.
• Perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak
memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran (biasanya
somnolen) yang membaik setelah beberapa hari.
II.4.2. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan antara duramater dan
araknoid, yang biasanya meliputi perdarahan vena. Terbagi atas 3 bagian
yaitu:
a) Perdarahan subdural akut

13
• Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan
kebingungan, respon yang lambat, serta gelisah.
• Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral
pupil.
• Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera otak
besar dan cedera batang otak.
b) Perdarahan subdural subakut
• Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 7 sampai 10 hari
setelah cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak
berat.
• Tekanan serebral yang terus-menerus menyebabkan penurunan
tingkat kesadaran.
c) Perdarahan subdural kronis
• Terjadi karena luka ringan.
• Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural.
• Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membran
vaskuler dan secara pelan-pelan ia meluas.
• Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu atau
beberapa bulan.
• Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan
motorik.
II.4.3. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara rongga otak dan
lapisan otak yaitu yang dikenal sebagai ruang subaraknoid (Ausiello, 2007).
II.4.4. Perdarahan Intraventrikular
Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada
ventrikel otak. Perdarahan intraventrikular selalu timbul apabila terjadi
perdarahan intraserebral.
II.4.5. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada
jaringan otak. Di mana terjadi penumpukan darah pada sebelah otak yang

14
sejajar dengan hentaman, ini dikenali sebagai counter coup phenomenon.
(Hallevi, Albright, Aronowski, Barreto, 2008).
II.5. Tingkat Keparahan Cedera kepala dengan Skor Koma Glasgow (GCS)
Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada pasien
trauma kapitis, gangguan kesadaran dinilai secara kwantitatif pada setiap
tingkat kesadaran. Bagian-bagian yang dinilai adalah;
1. Proses membuka mata (Eye Opening)
2. Reaksi gerak motorik ekstrimitas (Best Motor Response)
3. Reaksi bicara (Best Verbal Response)
Pemeriksaan Tingkat Keparahan Cedera kepala disimpulkan dalam
suatu tabel Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale).

Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis


dibagi atas;
1. Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 – 15
2. Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 – 13
3. Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3– 8
a) Cedera kepala Ringan Dengan Skala Koma Glasgow >12, tidak
ada kelainan dalam CTscan, tiada lesi operatif dalam 48 jam rawat
inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Cedera kepala
ringan atau cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi
neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan
kerusakan lainnya (Smeltzer, 2001). Cedera kepala ringan adalah
cedera kepala dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak kehilangan
kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi
dan abrasi (Mansjoer, 2000). Cedera kepala ringan adalah cedara
otak karena tekanan atau terkena benda tumpul (Bedong, 2001).
Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai
dengan hilangnya kesadaran sementara (Corwin, 2000). Pada
penelitian ini didapat kadar laktat rata-rata pada penderita cedera
kepala ringan 1,59 mmol/L (Parenrengi, 2004).

15
b) Cedera kepala Sedang Dengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, lesi
operatif dan abnormalitas dalam CT-scan dalam 48 jam rawat inap
di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Pasien mungkin
bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti
perintah sederhana (SKG 9-13). Pada suatu penelitian penderita
cedera kepala sedang mencatat bahwa kadar asam laktat rata-rata
3,15 mmol/L (Parenrengi, 2004).
c) Cedera kepala Berat Dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48
jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner C, Choi S, Barnes Y,
1999). Hampir 100% cedera kepala berat dan 66% cedera kepala
sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala
berat terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak
sekunder apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai
tidak segera dicegah dan dihentikan (Parenrengi, 2004). Penelitian
pada penderita cedera kepala secara klinis dan eksperimental
menunjukkan bahwa pada cedera kepala berat dapat disertai
dengan peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak dan
cairan serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis
otak (DeSalles et al., 1986). Penderita cedera kepala berat,
penelitian menunjukkan kadar rata-rata asam laktat 3,25 mmol/L
(Parenrengi, 2004).
II.6. Gejala Klinis Cedera kepala
Menurut Reissner (2009), gejala klinis cedera kepala adalah seperti
berikut:
II.6.1. Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah:
a. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas
os mastoid)
b. Hemotipanum (perdarahan di daerah membran timpani telinga)
c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)
d. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)
e. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)

16
II.6.2. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang cedera kepala ringan;
a. Tidak terdapat penurunan kesadaran (GCS 14-15)
b. Dapat disertai dengan atau tanpa lesi massa intrakranial
c. Hematoma atau luka dikepala dengan derajat yang ringan
d. Ada riwayat cedera kepala
e. Gangguan memori kurang dari 15-20 menit
f. Mual, muntah, sakit kepala dan pusing/vertigo
II.6.3. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang cedera kepala sedang;
a. Terdapat atau tanpa defisit neurologis berupa penurunan kesadaran
(GCS 9-13), hemiparese, anisokor pupil.
b. Dapat disertai dengan atau tanpa lesi massa intrakranial
c. Ditemukan adanya hematoma atau luka dikepala dengan derajat
yang sedang, perdarahan telinga, hidung, mulut yang kadang
disertai LCS.
II.6.4. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang cedera kepala berat;
a. Terdapat atau tanpa defisit neurologis beupa penurunan kesadaran
(GCS 3-8), hemiparese, anisokor pupil.
b. Dapat disertai dengan atau tanpa lesi massa intrakranial
c. Ditemukan adanya hematoma atau luka dikepala dengan derajat
yang berat, perdarahan telinga, hidung, mulut yang kadang disertai
LCS.
II.7. Penyebab Cedera kepala
II.7.1. Mekanisme Terjadinya Kecederaan
Beberapa mekanisme yang timbul terjadi cedera kepala adalah
seperti translasi yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi
apabila kepala bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba
suatu gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan
mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut. Deselerasi apabila
kepala bergerak dengan cepat ke suatu arah secara tiba-tiba dan dihentikan
oleh suatu benda misalnya kepala menabrak tembok maka kepala tiba-tiba
terhenti gerakannya. Rotasi adalah apabila tengkorak tiba-tiba mendapat
gaya mendadak sehingga membentuk sudut terhadap gerak kepala.

17
Kecederaan di bagian muka dikatakan fraktur maksilofasial
(Sastrodiningrat, 2009).
II.7.2. Penyebab Cedera kepala
Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama
cedera kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas
sebanyak 20%, karena disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19%
dan kekerasan sebanyak 11% dan akibat ledakan di medan perang
merupakan penyebab utama cedera kepala (Langlois, Rutland-Brown,
Thomas, 2006). Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab
rawat inap pasien cedera kepala yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000
populasi. Kekerasan adalah penyebab ketiga rawat inap pasien cedera
kepala mencatat sebanyak 7,1 per100.000 populasi di Amerika Serikat
(Coronado, Thomas, 2007). Penyebab utama terjadinya cedera kepala
adalah seperti berikut:
a) Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor
bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga
menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya
(IRTAD, 1995).
b) Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau
meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih
di gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah.
c) Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau
perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau
matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau
orang lain (secara paksaan)
II.8. Indikasi CT –Scan pada Trauma Kepala
CT-Scan adalah suatu alat foto yang membuat foto suatu objek
dalam sudut 360 derajat melalui bidang datar dalam jumlah yang tidak
terbatas. Bayangan foto akan direkonstruksi oleh komputer sehingga objek

18
foto akan tampak secara menyeluruh (luar dan dalam). Foto CT-Scan akan
tampak sebagai penampang-penampang melintang dari objeknya. Dengan
CT-Scan isi kepala secara anatomis akan tampak dengan jelas. Pada trauma
kapitis, fraktur, perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik
bentuk maupun ukurannya (Sastrodiningrat, 2009). Indikasi pemeriksaan
CT-scan pada kasus trauma kepala adalah seperti berikut:
1. Bila secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi trauma
kepala sedang dan berat.
2. Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak.
3. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii.
4. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan
kesadaran.
5. Sakit kepala yang hebat.
6. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi
jaringan otak.
7. Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan
intraserebral (Irwan, 2009)
Perdarahan subaraknoid terbukti sebanyak 98% yang mengalami
trauma kepala jika dilakukan CT-Scan dalam waktu 48 jam paska trauma.
Indikasi untuk melakukan CT-Scan adalah jika pasien mengeluh sakit
kepala akut yang diikuti dengan kelainan neurologis seperti mual, muntah
atau dengan SKG (Skor Koma Glasgow) <14 (Haydel, Preston, Mills, et
al., 2000).
II.9 DIAGNOSIS
Diagnosis cedera kepala ditegakkan berdasarkan gejala klinis, GCS serta
pemeriksaan pemeriksaan penunjang seperti CT scan kepala.

II.10 DIAGNOSIS BANDING

19
1. Diagnosis banding cedera kepala ringan yaitu CVA-TIA & mabuk /
pengaruh alkohol.
2. Diagnosis banding cedera kepala sedang yaitu CVA, mabuk / pengaruh
alkohol atau intoksikasi
3. Diagnosis banding cedera kepala berat yaitu koma karena sebab lain.3,4

II.11 TERAPI
 Cedera kepala ringan : Bed rest dengan posisi head up 30°-45°,
pemeriksaan mini neurologis secara intensif, berikan cairan isotonik NaCL
0,9% sebanyak 100 cc/jam, pemeriksaan laboratorium (Hb, leukosit,
trombosit, Na, K), permintaan persediaan darah, berikan analgesik
PO/PR/codein 3x20 mg jika perlu, berikan antiemetik antagonis H2 3x150
mg jika muntah PO/IV/IM. Dilakukan operasi apabila ditemukan fraktur
depressed > 1 tabula terbuka, terdapat luka yang memerlukan debridemen
luas segera, terdapat lesi / massa intrakranial (EDH, SDH, ICH, IVH) yang
berpotensi menimbulkan peningkatan TIK, atau terdapat lesi yang
berpotensi menimbulkan fokus epileptik.3-5
 Cedera kepala sedang : atasi gangguan airway, breathing, circulation
sesuai standar ATLS, bed rest dengan posisi head up 30°-45°, pemeriksaan
mini neurologis secara intensif, berikan cairan isotonik NaCL 0,9%
sebanyak 100 cc/jam, pemeriksaan laboratorium (Hb, leukosit, trombosit,
Na, K), permintaan persediaan darah, berikan analgesik PO/PR/codein
3x20 mg jika perlu, berikan antiemetik antagonis H2 3x150 mg jika
muntah PO/IV/IM, berikan manitol jka terdapat TTIK dosis 0,25-1 mg/kg
BB bolus selama <20 menit, siapkan NCCU/ICU, siapkan ventilator,
terapi hipotermi ringan (34-36°C) dalam 3x24 jam sesuai indikasi.
Dilakukan operasi bila ditemukan fraktur depressed > 1 tabula terbuka,
terdapat luka yang memerlukan debridemen luas segera, terdapat lesi /
massa intrakranial (EDH, SDH, ICH, IVH) sesuai dengan indikasi
operasinya.4-7
 Cedera kepala berat : atasi gangguan airway, breathing, circulation sesuai
standar ATLS, pasang collar brace sampai terbukti tidak dijumpai fraktur

20
servikal, lakukan intubasi untuk membebaskan dan menjaga jalan nafas,
lakukan hiperventilasi untuk mencegah iskemia serebral, bed rest dengan
posisi head up 30°-45°, pasang NGT (perhatikan kontra indikasi),
pemeriksaan mini neurologis secara intensif, berikan cairan isotonik NaCL
0,9% sebanyak 100 cc/jam, pemeriksaan laboratorium (Hb, leukosit,
trombosit, Na, K), permintaan persediaan darah, berikan analgesik IV,
berikan antiemetik antagonis H2 3x150 mg jika muntah PO/IV/IM,
berikan manitol jka terdapat TTIK dosis 0,25-1 mg/kg BB bolus selama
<20 menit, siapkan NCCU/ICU, siapkan ventilator, terapi hipotermi ringan
(34-36°C) dalam 3x24 jam sesuai indikasi. Dilakukan operasi bila
ditemukan fraktur depressed > 1 tabula terbuka, terdapat luka yang
memerlukan debridemen luas segera, terdapat lesi / massa intrakranial
(EDH, SDH, ICH, IVH) sesuai dengan indikasi operasinya.4-7

II.9 PROGNOSIS
Prognosis pada cedera kepala ringan dan sedang adalah dubia ad bonam,
tetapi pada cedera kepala berat dubia ad malam.

21
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, laki-laki berusia 16 tahun datang dengan keluhan utama
nyeri kepala akibat kecelakaan lalu lintas. ± 10 jam SMRS dengan riwayat
pingsan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan hematom pada ® Frontotemporal
sinistra dan periorbital sinistra, pada pemeriksaan fisik GCS E3V5M6 dan tanda –
tanda vital dalam batas normal, tidak ada tanda lateralisasi.
Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik kasus ini didiagnosa
cedera kepala ringan. Cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan Pada nilai
Glasgow Coma Scale (GCS). Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan
sebagai cedera kepala berat, cedera kepala sedang memiliki nilai GCS 9-13 dan
cedera kepala ringan memiliki nilai GCS 14-15.
Pada pemeriksaan CT Scan kepala, ditemukan soft tissue swelling di ®
Frontotemporal, gambaran hiperdens berbentuk bikonveks, dan volume ± 34 cc
dengan diagnosa Epidural Hematom. Epidural Hematom (EDH) merupakan
kumpulan darah diantara duramater dan tabula interna akibat trauma
Penanganan yang dapat dilakukan pada pasien dengan EDH:
 Medical Emergency
 Stabilisasi ABC
 Pengamatan terhadap adanya peningkatan tekanan intracranial.
 Penatalaksaan epidural hematoma dapat dilakukan segera dengan cara
trepanasi dengan tujuan melakukan evakuasi hematoma dan menghentikan
perdarahan.

22
BAB V
KESIMPULAN

Cedera kepala yang disertai dengan hematoma epidural adalah suatu


kegawatdaruratan. Tanda diagnostik klinik hematoma epidural: Lucid interval,
kesadaran makin menurun, hemiparese kontralateral lesi, pupil anisokor, babinsky
(+) kontralateral lesi, dan fraktur daerah temporal. Bila ditangani segera,
prognosis EDH baik.

DAFTAR PUSTAKA
1. American College Surgeon. Advanced Trauma Life Support Edisi
Ketujuh. United States of America, 2004.
2. Japardi I. Penatalaksanaan Cedera Kepala Secara Operatif. Bagian
Bedah Fakultas Kedokteran USU. Serial Online 2004. [access 20 Nov
2015].
3. Leon-Carrion J., von Wild /KRH and Zitnay GA (2006) : Brain Injury
Treatment, Theories and Practices, Taylor & Francis, London.

23
4. Jay GW (2000) : Minor Traumatic Brain Injury, Diagnosis and
Treatment, CRC press London.
5. Bhardawaj A., Ellegala DB., and Kirsch JR (2008) : Acute Brain and
Spinal Cord Injury. Evolving Paradigms and Management. Informa
Health Care. New York.
6. Hayashi N and Dietrich DW (2004) : Brain Hypothermia Treatment,
Springer, New York.
7. Hayashi N., Bullock R., Dietrich DW., Maekawa T., and Tamura A.
(2004) : Hypothermia for Acute Brain damage, Pathomechanism and
Practical Aspects, Springer, Tokyo.

24

Anda mungkin juga menyukai