Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS MEDIS

Meningoensefalitis

OLEH :
dr. Intifada

PEMBIMBING :
dr. Momy Sp.S

PENDAMPING :
dr. Sofie Giantari
dr. Islah Harwityastika

RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN


KABUPATEN PROBOLINGGO
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit yang menyerang otak merupakan masalah yang serius dalam


bidang kesehatan terutama di Indonesia. Dewasa ini, penyakit
meningoenchepalitis mulai banyak ditemukan di masyarakat kita. Penyakit ini
merupakan penyakit yang serius yang menyerang selaput otak dan jaringan otak,
penyakit ini juga bisa menyebabkan penurunan kesadaran dari penderita hingga
kematian.
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang
menutupi otak dan medula spinalis). Sedangkan Encephalitis adalah peradangan
jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medulla
spinalis. Sehingga, menurut pengertiannya, Meningoencephalitis merupakan
peradangan pada selaput meningen dan jaringan otak.
Insidens Meningitis sebenarnya masih belum diketahui pasti, menurut
penelitian BMJ Clinical Research tahun 2008, Meningitis bakterial terjadi pada
kira-kira 3 per 100.000 orang setiap tahunnya di negara-negara Barat. Studi
populasi secara luas memperlihatkan bahwa meningitis virus lebih sering terjadi,
sekitar 10,9 per 100.000 orang, dan lebih sering terjadi pada musim panas. Di
Brasil, angka meningitis bakterial lebih tinggi, yaitu 45,8 per 100,000 orang setiap
tahun. Afrika Sub-Sahara sudah mengalami epidemik meningitis meningokokus
yang luas selama lebih dari satu abad, sehingga disebut “sabuk meningitis”.
Encephalitis sendiri merupakan penyakit langka yang terjadi pada sekitar
0,5 per 100.000 orang, dan paling sering terjadi pada anak-anak, orang tua, dan
orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah (misalnya, orang dengan HIV /
AIDS atau kanker).
Meningoencephalitis merupakan penyakit infeksi yang bisa disebabkan
oleh banyak hal, antara lain bakteri, virus , jamur, parasit. Untuk bisa menegakkan
diagnosa dengan tepat, maka pemahaman dokter tentang penyakit ini sangat
dibutuhkan. Prognosis penyakit ini juga didukung oleh ketepatan dan kecepatan
dokter dalam memberikan terapi yang sesuai.
BAB II
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Agama :
Pekerjaan :
Pendidikan :

3.2 ANAMNESIS (Selasa, 13 Februari 2018)


Keluhan utama
Nyeri perut kanan bawah

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang dibawa ke UGD RSUD Waluyo Jati Kraksaan, Selasa, 13
Februari 2018 pukul 13.15, dengan keluhan nyeri perut kanan bawah memberat
sejak pukul 05.00 pagi, keluhan nyeri perut awalnya dirasakan sejak hari Senin,
12 Februari 2018, nyeri perut awalnya dirasakan di ulu hati, kemudian berpindah
ke kanan bawah. Keluhan lain yang dirasakan antara lain mual (+), muntah (+)
setiap kali makan, dalam sehari lebih dari 10 kali, nafsu makan menurun (+),
demam (+) sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Buang air besar dan buang
air kecil pasien dirasa normal tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat hipertensi, DM, asma, sakit jantung, alergi dan operasi
sebelumnya disangkal
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga lain yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 456
Vital Sign
Tekanan darah : 120/60 mm/Hg
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 38,5 0C
Nadi : 120 x/menit
VAS :7
Status Generalis
Kepala Leher : anemis (-) / ikterus (-) / cyanosis (-) / dyspneu (-)
pupil isokor 3mm/3mm, reflex cahaya (+)/(+)
Thorax : Bentuk dada simetris(+), Gerak nafas simetris(+)
Pulmo : vesikuler/vesikuler Ronchi(-) Wheezing(-)
Cor : S1S2 Tunggal, reguler, takikardi, murmur (-)
Ekstremitas : Akral Hangat Kering Merah (+)/(+), CRT <2”
Status Lokalis Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, flat (+)
Auskultasi : Bising usus dalam batas normal
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Soepel (+), Massa (-), Nyeri tekan (+) Mc Burney, Nyeri
tekan lepas (+), Obturator Sign (+)
3.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah Lengkap
WBC 15.900
RBC 5,01 x 106
Hb 14,2
HCT 39,7
PLT 288.000
PPT 27,3
APTT 41,3
Renal Function Test
BUN 13,1
Kreatinin 26
Liver Function Test
SGOT 20
SGPT 13
Glukosa
GDA 133

3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


USG Abdomen
R. McBurney : Nyeri tekan probe (+), tampak struktur target sign non compressed
avaskular edematus diameter ± 1cm disertai fat stranding (+) dan echocairan
bebas minimal yang terlokalisir, tidak tampak struktur tubuler blunt ended non
compressed avaskular edematus
Kesimpulan : Suspect Appendisitis Akut DD Periapendikuler Infiltrat

3.6 SKOR ALVARADO


Symptoms Score Pada Pasien Ini
Migration of pain to the RLQ 1 1
Nausea/Vomiting 1 1
Anorexia 1 1
Signs
Tenderness in RLQ 2 2
Rebound Pain 1 1
Elevated Temperature 1 1
Laboratory Findings
Leucocytosis 2 2
Shift to the left 1 0
Total 9

Interpretasi:

Skor 7-10
= Appendisitis akut
Skor 5-6
= Curiga Appendisitis akut
Skor l-4
= Bukan Appendisitis akut

3.7 DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
Appendisitis Akut

Diagnosis Banding
 Appendisitis Perforasi

3.8 PENATALAKSANAAN
Terapi
 Pro Laparotomi
 IVFD RL 21 tetes / menit
 Inj. Ceftizoxime 2 x 1 gram
 Inj. Ranitidine 2 x 1 amp
KIE
Puasa paling sedikit 6 jam sebelum operasi
Terapi post operasi :
 IVFD RL 21 tetes / menit
 Inj. Ceftizoxime 2 x 1 gram
 Inj. Ranitidine 2 x 1 amp
 Inj. Metronidazole 3 x 1 amp
 Inj. Antrain 3 x 1 amp

3.9 PROGNOSIS
• Ad vitam : Bonam
• Ad fungsionam : Bonam
• Ad sanasionam : Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Otak

Gambar 3.1: Anatomi Otak manusia

Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),
serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon (Satyanegara,
1998). Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan
voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan
mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis
yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis
yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan
dan menyadari sensasi warna. Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior
dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang
memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai
pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta
mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan
sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata,
pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks
yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang
penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan
serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat
stimulus saraf pendengaran dan penglihatan. Diensefalon di bagi empat wilayah
yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan
stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus
fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan
menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang
terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa
dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan
rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi
tingkah dan emosi.
Lapisan pelindung otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga
lapisan jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari pia
meter, lapisan araknoid dan durameter.
Gambar 3.2: Lapisan-lapisan otak

 Pia meter
adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat erat pada otak.
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh
darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak.
Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari
otak. Ruangan diantara arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid.
Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel radang.
 Lapisan araknoid
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan
durameter dengan piameter, Ruangan diantara durameter dan arakhnoid
disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai
getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena
yang menghubungkan sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh
cairan serebrospinal. terletak di bagian eksternal pia meter dan
mengandung sedikit pembuluh darah.
 Durameter
Merupakan lapisan yang tebal dan terluar. Lapisan ini dibentuk dari
jaringan ikat fibrous dan terdiri dari dua lapisan. Kedua lapisan ini melakat
dengan rapat, kecuali sepanjang tempat tempat tertentu, terpisah dan
membentuk sinus-sinus venosus.
Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah
satu proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medulla spinalis terhadap
trauma atau gangguan dari luar. Pada orang dewasa volume intrakranial kurang
lebih 1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162
ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari
cairan, baik ekstra sel maupun intra sel. Perubahan dalam cairan serebrospinal
dapat merupakan proses dasar patologi suatu kelainan klinik. Pemeriksaan cairan
serebrospinal sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi.

3.2 Meningitis
3.2.1 Definisi Meningitis
Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges,lapisan yang
tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung,
disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara
akut dan kronis.1
3.2.2 Etiologi
Penyebab meningitis tersering terbagi atas beberapa golongan umur :
1. Neonatus : Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria
monositogenes
2. Anak di bawah 4 tahun : Hemofilus influenza, meningococcus,
Pneumococcus.
3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus, Pneumococcus.2
3.2.3 Tipe Meningitis
• Meningitis Kriptikokus
adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Meningitis
Kriptokokus ini paling sering terjadi pada orang dengan CD4 di bawah
100.
• Viral meningitis
Termasuk penyakit ringan. Gejalanya mirip dengan sakit flu biasa, dan
umumnya si penderita dapat sembuh sendiri.
• Bacterial meningitis
disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit yang serius.
Salah satu bakterinya adalah meningococcal bacteria.
• Meningitis Tuberkulosis Generalisata
Penyebab kuman mikobakterium tuberkulosa varian hominis. Meningitis
Tuberkulosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan cairan otak, darah,
radiologi, test tuberkulin.1
• Meningitis Purulenta
Penyebab Diplococcus pneumonia (pneumokok), Neisseria meningitides
(meningokok), Stretococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Pneudomonas aeruginosa.

3.3 Ensefalitis
Ensefalitis adalah suatu peradangan akut dari jaringan parenkim otak yang
disebabkan oleh infeksi dari berbagai macam mikroorganisme dan ditandai
dengan gejala-gejala umum dan manifestasi neurologis.
Penyakit ini dapat ditegakkan secara pasti dengan pemeriksaan
mikroskopik dari biopsi otak, tetapi dalam prakteknya di klinik, diagnosis ini
sering dibuat berdasarkan manifestasi neurologi, dan temuan epidemiologi, tanpa
pemeriksaan histopatologi.
Apabila hanya manifestasi neurologisnya saja yang memberikan kesan
adanya ensefalitis, tetapi tidak ditemukan adanya peradangan otak dari
pemeriksaan patologi anatomi, maka keadaan ini disebut sebagai ensefalopati
Jika terjadi ensefalitis, biasanya tidak hanya pada daerah otak saja yang
terkena, tapi daerah susunan saraf lainnya juga dapat terkena, seperti
meningoensefalitis.
Mengingat bahwa ensefalitis lebih melibatkan susunan saraf pusat
dibandingkan meningitis yang hanya menimbulkan rangsangan meningeal, seperti
kaku kuduk, maka penanganan penyakit ini harus diketahui secara benar. Karena
gejala sisanya pada 20-40% penderita yang hidup adalah kelainan atau gangguan
pada kecerdasan, motoris, penglihatan, pendengaran secara menetap.
Angka kematian untuk ensefalitis masih relatif tinggi berkisar 35-50% dari
seluruh penderita.Sedangkan yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata
dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin menderita retardasi mental dan
masalah tingkah laku.
3.3.1 Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis,
misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang
terpenting dan tersering ialah virus.
Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau reaksi
radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu. Berbagai jenis virus
dapat menimbulkan ensefalitis, meskipun gejala klinisnya sama sesuai dengan
jenis virus, serta epidemiologinya, diketahui berbagai macam ensefalitis virus.

3.4 Meningoencephalitis
3.4.1 Definisi
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang
menutupi otak dan medula spinalis) (Nelson, 1992). Encephalitis adalah
peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan
medulla spinalis (Wilson, 1995). Meningoencephalitis adalah peradangan pada
selaput meningen dan jaringan otak.
3.4.2 Etiologi
Tabel 3.1: Bakteri penyebab meningitis
Golongan Bakteri yang paling Bakteri yang jarang menyebabkan
usia sering menyebabkan meningitis
meningitis
Neonatus Group B streptococcus Staphylococcus aureus
Escherichia coli Coagulase-negative staphylococci
Klebsiella Enterococcus faecalis
Enterobacter Citrobacter diversus
Salmonella
Listeria monocytogenes
Pseudomonas aeruginosa
Haemophilus influenzae types a, b, c,
d, e, f, dan nontypable
>1 bulan Streptococcus pneumonia H. influenzae type b
Neisseria meningitides Group A streptococci
Gram-negatif bacilli
L. monocytogenes

Tabel 3.2: Virus penyebab meningitis


Akut Subakut
Adenoviruses HIV
1. Amerika utara JC virus
 Eastern equine Prion-associated encephalopathies
encephalitis
 Western equine (Creutzfeldt-Jakob disease, kuru)
encephalitis
 St. Louis encephalitis
 California encephalitis
 West Nile encephalitis
 Colorado tick fever
2. Di luar amerika utara
 Venezuelan equine
encephalitis
 Japanese encephalitis
 Tick-borne encephalitis
 Murray Valley
encephalitis
Enteroviruses
Herpesviruses
 Herpes simplex viruses
 Epstein-Barr virus
 Varicella-zoster virus
 Human herpesvirus-6
 Human herpesvirus-7
HIV
Influenza viruses
Lymphocytic choriomeningitis virus
Measles virus (native atau vaccine)
Mumps virus (native atau vaccine)
Virus rabies
Virus rubella

3.4.3 Manifestasi Klinis


Gejala meningoensefalitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
1. Demam :
2. Sakit kepala
3. Muntah
5. Nyeri tenggorokan.
6. Malaise.
7. Nyeri ekstrimitas.
8. Halusinasi.
9. Kaku kuduk.
10. Kejang.
11. Gangguan kesadaran

3.4.4 Penegakkan Diagnosa


 Anamnesa
1. Anamnesis pada meningitis
Riwayat pada anak yang merupakan faktor resiko seperti: semakin muda
anak semakin kecil kemungkinan ia untuk menunjukan gejala klasik yaitu demam,
sakit kepala, dan meningeal sign;
2. Anamnesis untuk meningoencephalitis viral
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi untuk campak, gondok dan
rubella beresiko mengalami meningoencephalitis viral
3. Anamnesis untuk meningitis akibat infeksi jamur
Pasien immunocompromised beresiko mengalami meningoencephalitis
akibat infeksi jamur
 Pemeriksaan Fisik
PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI
Pemeriksaan fisik neurologi merupakan pemeriksaan yang memerlukan ketelitian
dan sistimatik sehingga dapat menentukan diagnosis klinis dan topik, dari
kemungkinan diagnosis ini maka perencanaan pemeriksaan penunjang dapat
dilaksanakan secara rasional dan objektif.4
Pemeriksaan fisik neurologi mencakup hal-hal sebagai berikut : 4,5,6
- Pemeriksaan tingkat kesadaran
- Pemeriksaan tanda rangsangan meningeal
- Pemeriksaan saraf kranial
- Pemeriksaan fungsi motorik
- Pemeriksaan fungsi sensorik
- Pemeriksaan fungsi luhur
- Pemeriksaan fungsi otonom
- Pemeriksaan fungsi koordinasi
- Pemeriksaan reflek fisiologis
- Pemeriksaan reflek patologis
Pemeriksaan Tanda Rangsang Meningeal
Mekanisme perangsangan selaput otak disebabkan oleh pergeseran struktur-
struktur intrakranial atau oleh ketegangan saraf spinal yang hipersensitif dan
meradang. Tanda-tanda perangsangan selaput otak dan gejalanya ini bervariasi
bergantung pada berat ringan proses yang terjadi.8
 KAKU KUDUK5,6,8
Jangan dikerjakan pada pasien dengan cervical tidak stabil seperti pada trauma.
Cara : Pasien tidur telentang tanpa bantal.
Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang
berbaring, kemudian kepala ditekukan ( fleksi) dan diusahakan agar dagu
mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila
terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai
dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat.
Hasil pemeriksaan:
Leher dapat bergerak dengan mudah, dagu dapat menyentuh sternum,
atau fleksi leher  normal
Adanya rigiditas leher dan keterbatasan gerakan fleksi leher  kaku
kuduk
Arti klinis: Meningitis, meningoensefalitis, SAH, Karsinomameningeal
A.Sewaktu mengangkat
kepala, badan ikut
terangkat.
B.Gerakan leher ke kanan
atau kiri tidak ada
gangguan.
C.Gerakan dorsofleksi tidak
ada tahanan

Gambar 3.3: Pemeriksaan kaku kuduk

 KERNIG SIGN5,6,8

Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada
persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135
derajat terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang
dari sudut 135 derajat, maka dikatakan kernig sign positif.
Gambar 3.4: Kernig sign

 BRUDZINSKI I (Tanda Leher menurut Brudzinski)5,6,8


Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi
sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan
kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada.
Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di
sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.

Gambar 3.5: Brudzinski sign I

 BRUDZINSKI II (Tanda tungkai kontra lateral menurut Brudzinski)5,6,8


Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada
sendi lutut,kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul
gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan
panggul ini menandakan test ini postif.

Gambar 3.6: Brudzinski sign II


 Manifestasi Klinis
Temuan pada pemeriksaan fisik bervariasi berdasarkan pada usia dan
organisme penyebab infeksi. Penting untuk diingat bahwa anak muda, jarang
menunjukan gejala spesifik.
 Pada bayi muda temuan yang pasti mengarah ke meningitis jarang spesifik:
a. Hipotermia atau mungkin bayi demam
b. Ubun-ubun membumbung, diastasis (pemisahan) pada sutura jahitan, dan
kaku kuduk tapi biasanya temuan ini muncul lambat.
 Saat anak tumbuh lebih tua, pemeriksaan fisik menjadi lebih mudah dicari.
a. tanda-tanda meningeal lebih mudah di amati (misalnya, kaku kuduk, tanda
kernig positif dan Brudzinski juga positif)
b. tanda fokal neurologis dapat ditemukan sampai dengan 15% dari pasien
yang berhubungan dengan prognosis yang buruk
c. Kejang terjadi pada 30% anak dengan meningitis bakteri
d. Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 % dari
pasien dan lebih sering dengan meningitis pneumokokus.
 Dapat ditemukan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan pasien akan
mengeluhkan sakit kepala, diplopia, dan muntah. Ubun-ubun menonjol, ptosis,
saraf cerebral keenam, anisocoria, bradikardia dengan hipertensi, dan apnea
adalah tanda-tanda tekanan intrakranial meningkat dengan herniasi otak.
Papilledema jarang terjadi, kecuali ada oklusi sinus vena, empiema subdural,
atau abses otak.
 Pada infeksi ensefalitis akut biasanya didahului gejala predormal beberapa hari
gejala spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan
keluhan perut, yang diikuti dengan gejala khas kelesuan progresif, perubahan
perilaku, dan defisit neurologis. Kejang yang umum pada presentasi. Anak-
anak dengan ensefalitis juga mungkin memiliki ruam makulopapular dan
komplikasi parah, seperti fulminant coma, transverse myelitis, anterior horn
cell disease (polio-like illness), atau peripheral neuropathy. Selain itu temuan
fisik yang umum ditemukan pada ensefalitis adalah demam, sakit kepala, dan
penurunan fungsi neurologis. Penurunan fungsi saraf termasuk berubah status
mental, fungsi neurologis fokal, dan aktivitas kejang. Temuan ini dapat
membantu mengidentifikasi jenis virus dan prognosis. Misalnya akibat infeksi
virus West Nile, tanda-tanda dan gejala yang tidak spesifik dan termasuk
demam, malaise, nyeri periokular, limfadenopati, dan mialgia. Selain itu
terdapat beberapa temuan fisik yang unik termasuk makulopapular, ruam
eritematous; kelemahan otot proksimal, dan flaccid paralysis.
 Pemeriksaan Penunjang
Jika dicurigai bakteri meningitis dan encephalitis, pungsi lumbal harus
dilakukan. Pungsi lumbal harus dihindari dengan adanya ketidakstabilan
kardiovaskular atau tanda-tanda tekanan intrakranial meningkat. Pemeriksaan
cairan serebrospinal rutin termasuk hitung WBC, diferensial, kadar protein dan
glukosa, dan gram stain.
Tabel 3.3: Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal
pada beberapa gangguan sistem saraf pusat

Kondisi Tekanan Leukosit (/μL)Protein Glukosa Ketera


(mg/dL) (mg/dL) ngan
Normal 50-180 <4; 60-70% 20-45 >50 atau 75%
mm H2O limfosit, glukosa darah
30-40%
monosit,
1-3% neutrofil
Meningitis Biasanya 100-60,000 +; 100-500 Terdepresi Organi
bakterial akut meningkat biasanya apabila sme
beberapa ribu; dibandingkandapat
PMNs dengan dilihat
mendominasi glukosa pada
darah; Gram
biasanya <40stain
dan
kultur
Meningitis Normal 1-10,000; >100 Terdepresi Organi
bakterial yang atau didominasi atau normal sme
sedang meningkat PMNs tetapi normal
menjalani mononuklear dapat
pengobatan sel biasa dilihat;
mungkin pretrea
mendominasi tment
Apabila dapat
pengobatan menye
sebelumnya babkan
telah lama CSF
dilakukan steril
Tuberculous Biasanya 10-500; PMNs 100-500; <50 usual; Bakteri
meningitis meningkat mendominasi lebih menurun tahan
: dapat pada awalnya tinggi khususnya asam
sedikit namun khususnya apabila mungk
meningkat kemudian saat pengobatan in
karena limfosit dan terjadi tidak adekuat dapat
bendunga monosit blok terlihat
n cairan mendominasi cairan pada
serebrospi pada akhirnya serebrospi pemeri
nal pada nal ksaan
tahap usap
tertentu CSF;
Fungal Biasanya 25-500; PMNs 20-500 <50; Buddin
meningkat mendominasi menurun g yeast
pada awalnya khususnya dapat
namun apabila terlihat
kemudian pengobatan
monosit tidak adekuat
mendominasi
pada akhirnya
Viral meningitis Normal PMNs 20-100 Secara umum
atau atau mendominasi normal; dapat
meningoencefali meningkat pada awalnya terdepresi
tis tajam namun hingga 40
kemudian pada beberapa
monosit infeksi virus
mendominasi (15-20% dari
pada akhirnya ; mumps)
jarang lebih dari
1000 sel kecuali
pada eastern
equine
Abses (infeksi Normal 0-100 PMNs 20-200 Normal Profil
parameningeal) atau kecuali pecah mungk
meningkat menjadi CSF in
normal

Pemeriksaan Electroencephalogram (EEG) dapat mengkonfirmasi komponen


ensefalitis. EEG adalah tes definitif dan menunjukkan aktivitas gelombang
lambat, walaupun perubahan fokal mungkin ada. Studi neuroimaging mungkin
normal atau mungkin menunjukkan pembengkakan otak difus parenkim atau
kelainan fokal.

3.4.5 Diagnosa Banding


1. Kejang demam
2. Meningitis
3. Encepalitis
4. Infark Cerebral
5. Perdarahan Cerebral
Perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah dalam parenkim
otak dan bukan disebabkan oleh trauma.
3.4.6 Penatalaksanaan
1. Perawatan umum
a. Penderita dirawat di rumah sakit.
b. Cairan diberikan secara infus dalam jumlah yang cukup dan jangan
berlebihan.
c. Bila gelisah diberi sedativa seperti Fenobarbital atau penenang.
d. Nyeri kepala diatasi dengan analgetika.
e. Panas diturunkan dengan :
 Kompres es
 Paracetamol
 Asam salisilat
Pada anak dosisnya 10 mg/kg BB tiap 4 jam secara oral
f. Kejang diatasi dengan :
o Diazepam
 Dewasa : dosisnya 10 – 20 mg IV
 Anak : dosisnya 0,5 mg/kg BB IV
o Fenobarbital
 Dewasa : dosisnya 6 – 120 mg/hari secara oral
 Anak : dosisnya 5 – 6 mg/kg BB/hari secara oral
o Difenil hidantoin
 Dewasa : dosisnya 300 mg/hari secara oral
 Anak : dosisnya 5 – 9 mg/kg BB/hari secara oral
g. Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis purulenta diberantas
dengan obat – obatan atau dengan operasi
h. Kenaikan tekanan intra kranial diatasi dengan :
 Manitol
Dosisnya 1 – 1,5 mg/kg BB secara IV dalam 30 – 60 menit dan
dapat diulangi 2 kali dengan jarak 4 jam
 Kortikosteroid
Biasanya dipakai deksametason secara IV dengan dosis pertama 10
mg lalu diulangi dengan 4 mg setiap 6 jam. Kortikosteroid masih
menimbulkan pertentangan. Ada yang setuju untuk memakainya tetapi
ada juga yang mengatakan tidak ada gunanya.
i. Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi pemasangan pirau
(shunting).
j. Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25 – 30 cc setiap hari selama 2
– 3 minggu, bila gagal dilakukan operasi.
k. Fisiotherapi diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.
2. Pemberian Antibiotika.
Antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa
menunggu hasil biakan. Baru setelah ada hasil biakan diganti dengan antibiotika
yang sesuai. Pada terapi meningitis diperlukan antibiotika yang jauh lebih besar
daripada konsentrasi bakterisidal minimal, oleh karena :
 Dengan menembusnya organisme ke dalam ruang sub araknoid berarti
daya tahan host telah menurun.
 Keadaan likuor serebrospinalis tidak menguntungkan bagi leukosit
dan fagositosis tidak efektif.
 Pada awal perjalanan meningitis purulenta konsentrasi antibodi dan
komplemen dalam likuor rendah.
Pemberian antibiotika dianjurkan secara intravena yang mempunyai
spektrum luas baik terhadap kuman gram positif, gram negatif dan anaerob serta
dapat melewati sawar darah otak (blood brain barier). Selanjutnya antibiotika
diberikan berdasarkan hasil test sensitivitas menurut jenis bakteri.
Antibiotika yang sering dipakai untuk meningitis purulenta adalah :
a. Ampisilin
Diberikan secara intravena
 Neonatus : 50 – 100 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 kali pemberian.
 Umur 1 – 2 bulan : 100 – 200 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 kali pemberian.
 Umur > 2 bulan : 300 – 400 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian.
 Dewasa : 8 – 12 gram/hari dibagi dalam 4 kali pemberian.
b. Gentamisin
Diberikan secara intravena
 Prematur : 5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 kali pemberian.
 Neonatus : 7,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 kali pemberian.
 Bayi dan dewasa : 5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 kali pemberian.
c. Kloramfenikol
Diberikan secara intravena
 Prematur : 25 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 kali pemberian.
 Bayi genap bulan : 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 kali pemberian.
 Anak :100 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian.
 Dewasa : 4 – 8 gram/hari dibagi dalam 4 kali pemberian.
d. Sefalosporin
Diberikan secara intravena
 Sefotaksim
 Prematur & neonatus : 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 kali pemberian.
 Bayi & anak : 50 – 200 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2–4 kali pemberian.
 Dewasa : 2 gram tiap 4 – 6 jam.
Bila fungsi ginjal jelek, dosis diturunkan.
 Sefuroksim
 Anak : 200 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian.
 Dewasa : 2 gram tiap 6 jam
Bila dilakukan kultur dan bakteri penyebab dapat ditemukan, biasanya antibiotika
yang digunakan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut ini
Tabel 3.4 : Pilihan antibiotik berdasakan kuman penyebab
Kuman penyebab Pilihan pertama Alternatif lain
H. influenzae Ampisilin Cefotaksim
S. pneumoniae Penisillin G Kloramfenikol
N. meningitidis Penisillin G Kloramfenikol
S. aureus Nafosillin Vancomisin
S. epidermitis Sefotaksim Ampisillin bila sensitif dan
Enterobacteriaceae atau ditambah
aminoglikosida secara
intrateca.
Pseudomonas Pipersillin + Sefotaksim
Tobramisin
Streptococcus Penicillin G Vankomisin
Group A / B
Streptococcus Ampisillin +
Group D Gentamisin
L monocytogenes Ampisillin Trimetoprim
Sulfametoksasol

Terapi suportif melibatkan pengobatan dehidrasi dengan cairan pengganti


dan pengobatan shock, koagulasi intravaskular diseminata, patut sekresi hormon
antidiuretik, kejang, peningkatan tekanan intrakranial, apnea, aritmia, dan koma.
Terapi suportif juga melibatkan pemeliharaan perfusi serebral yang memadai
dihadapan edema serebral.
Dengan pengecualian dari HSV dan HIV, tidak ada terapi spesifik untuk
virusensefalitis. Manajemen mendukung dan sering membutuhkan masuk ICU
3.4.7 Prognosis
Prognosis penyakit ini bervariasi, tergantung pada :
1. Umur
 Anak : Makin muda makin bagus prognosisnya
 Dewasa : Makin tua makin jelek prognosisnya
2. Kuman penyebab
3. Lama penyakit sebelum diberikan antibiotika
4. Jenis dan dosis antibiotika yang diberikan
5. penyakit yang menjadi faktor predisposisi.
Pada banyak kasus, penderita meningitis yang ringan dapat sembuh
sempurna walaupun proses penyembuhan memerlukan waktu yang lama.
Sedangkan pada kasus yang berat, dapat terjadi kerusakan otak dan saraf secara
permanen, dan biasanya memerlukan terapi jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2 URL :


http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm
2. Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library
URL:http://library.usu.ac.id/download/fk/bedahiskandar%20japardi23.pdf
3. Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial
Meningitis. The New England Journal of Medicine. 336 : 708-16 URL
:http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf
4. Cambell W, DeJong’s The Neurologic Examination Sixth edition,
Lippincott Williams and Wilkins, Philadelpia, 2005;19-20,37-40,97-277
5. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental,
FKUI, Jakarta, 2004; 7-111
6. Juwono T, Pemeriksaan Klinik Neurologi dalam Praktek. EGC, Jakarta; 5-
53
7. Posner JB, Schiff ND, Saper CB, Plum F, Plum and Posner Diagnosis of
Stupor and Coma fourth edition, Oxford University Press, Oxford, 2007;
38-42
8. Markam S, Penuntun Neurologi, Binarupa Aksara, Jakarta; 18-50
9. Chusid JG, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional Bagian
Satu, Gajah Mada University Press, Jogjakarta, 1990; 150-190
10. Duus Peter, Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan
Gejala edisi II, EGC, Jakarta; 78-127
11. Fitzgerald MJ, Gruener G, Mtui E, Clinical Neuroanatomy and
Neuroscience Fifth edition International edition, Saunders Elsevier,
British, 2007; 225-257
12. Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken., Lai, Susanna., and Braner, Dana. 2006.
Lumbar Puncture. The New England Journal of Medicine. 12 : 355 URL
:http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf

Anda mungkin juga menyukai