Anda di halaman 1dari 18

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Balita


Menurut Marimbi (2010) balita adalah anak di bawah usia 5 tahun.
Masa ini merupakan periode kehidupan yang ditandai dengan perkembangan
motorik, kognitif dan sosial yang sangat cepat. Bersamaan dengan pesatnya
pertumbuhan dan perkembangan pada masa balita, semakin meningkat juga
resiko untuk terkena penyakit menular karena karakteristik usia balita adalah
tergantung dengan lingkungan (Sunartyo, 2007).
Masa ini merupakan dasar periode kehidupan yang sesungguhnya
karena pada saat ini banyak pola perilaku, sikap dan pola ekspresi emosi
terbentuk. Untuk itu berbagai sistem tubuh yang membantu proses
pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini harus diperhatikan, antara
lain masalah kesehatan, gizi dan imunitas. Sistem imun pada bayi sangat
penting terutama pada satu tahun pertama dikarenakan pada usia ini bayi
akan beradaptasi dengan lingkungan eksternal baru (post natal) yang
sebelumnya berada pada lingkungan uterin (pre natal) dan sistem imun yang
sebelumnya bergantung pada ibu secara intrauterin. Imunisasi pada bayi
digunakan sebagai benteng tubuh dan membuatnya kebal terhadap berbagai
penyakit yang membahayakan (Depkes, 2010).
Balita terjadi proses pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat pesat
dalam pencapaian keoptimalan fungsinya. Periode tumbuh kembang anak
adalah masa balita, karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan
mempengaruhi dan menentukan perkembangan kemampuan berbahasa,
kreatifitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat
cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya (Supartini, 2004).

6
7

Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh


kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi
penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode
selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang
berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut
golden age atau masa keemasan.
Disamping masa keemasan, masa balita merupakan masa yang kritis,
apabila kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi, sehingga pada masa ini
pemenuhan kebutuhan nutrisi merupakan hal yang sangat penting. Dalam
mendukung proses tersebut perlu diberikan makanan tambahan (PMT) yang
dimulai sejak bayi berusia 6 bulan. Ketentuan PMT harus memenuhi syarat
kebutuhan nutrisi balita (Depkes, 2010).

2.2. Posyandu Balita


2.2.1. Pengertian
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan salah satu bentuk
Upaya kesehatan bersumber Daya Manusia (UKBM) yang dikelola dan
diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Guna memberdayakan
masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan
angka kematian ibu dan bayi. Posyandu yang terintegrasi adalah kegiatan
pelayanan sosial dasar keluarga dalam aspek pemantauan tumbuh kembang
balita (Kemenkes RI, 2012).
Posyandu balita merupakan salah satu wujud peran serta masyarakat
dalam pembangunan di bidang kesehatan. Posyandu memiliki peran yang
sangat penting dalam sistem penyelenggaraan pelayanan dasar untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan merupakan lini terdepan
dari deteksi dini tumbuh kembang balita yang dilakukan oleh masyarakat.
8

2.2.2. Tujuan
Menurut Depkes RI (2010) tujuan Posyandu adalah:
a. Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak.
b. Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu.
c. Mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Dan Sejahtera
d. Meningkatkan kemampuan masyarakat mengembangkan kegiatan
kesehatan dan kegiatan lain yang menunjang peningkatan hidup sehat.

2.2.3. Sasaran
Sasaran kegiatan Posyandu menurut Depkes (2010) adalah meliputi:
a. Bayi berusia kurang dari 1 tahun dan balita (1-5 tahun)
b. Ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan Wanita Usia Subur (WUS)

2.2.4. Lokasi
a. Berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat
b. Ditentukan oleh masyarakat itu sendiri
c. Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai
rakyat, pos RT, RW atau pos lainnya (Zulkifli, 2008).

2.2.5.Penyelenggara
a. Pelaksana Kegiatan Posyandu
Pelaksana posyandu adalah anggota masyarakat yang telah dilatih
menjadi kader kesehatan setempat di bawah bimbingan Puskesmas
b. Pengelola Posyandu
Pengelola posyandu adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang
berasal dari kader PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta
kader kesehatan yang ada di wilayah tersebut (Depkes, 2010).
9

2.2.6. Langkah Pembentukan Posyandu


Langkah pembentukan Posyandu menurut Depkes (2010) meliputi;
a. Pertemuan lintas program dan lintas sektoral tingkat kecamatan.
b. Survey mawas diri yang dilaksanakan oleh kader PKK di bawah
bimbingan teknis unsur kesehatan.
c. Musyawarah masyarakat desa membicarakan hasil survey mawas diri,
sarana dan prasarana posyandu, serta biaya posyandu.
d. Pemilihan, pelatihan, pembinaan dan pengawasan kader Posyandu.

2.2.7. Bentuk Kegiatan


Menurut Depkes RI (2010) kegiatan Posyandu terdiri atas lima kegiatan
(Panca Krida Posyandu) sebagai berikut:
a. Kesehatan Ibu dan Anak
1) Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, melahirkan dan menyusui, serta
bayi, anak balita dan anak prasekolah.
2) Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan
program KIA.
3) Memberikan nasehat tentang makanan guna mencegah gizi buruk
karena kekurangan protein dan kalori, serta bila ada pemberian
makanan tambahan vitamin dan mineral.
4) Pemberian nasehat tentang perkembangan anak dan cara stimulasinya.
b. Bentuk pelayanan; Pemberian pil tambah darah (ibu hamil), pemberian
vitamin A dosis tinggi (bulan vitamin A pada bulan Pebruari dan
Agustus), Pemberian Makanan Tambahan (PMT), lmunisasi dan
penimbangan balita..
c. Keluarga Berencana
1) Pelayanan keluarga berencana kepada Pasangan Usia Subur
2) Cara-cara penggunaan pil, kondom dan sebagainya.
3) Imunisasi
10

d. Peningkatan gizi
1) Memberikan pendidikan gizi kepada masyarakat.
2) Memberikan kapsul vitamin A kepada balita.
3) Memberikan makanan tambahan yang mengandung protein dan kalori
cukup kepada balita dan kepada ibu yang menyusui.
e. Penanggulangan Diare (pemberian oralit dan pengobatan diare).
Lima kegiatan Posyandu dalam pelaksanaannya dikenal dengan istilah lima
meja, yaitu;
1) Meja I : pendaftaran
2) Meja II : penimbangan
3) Meja III: pencatatan
4) Meja IV: penyuluhan dan konseling
5) Meja V : pelayanan kesehatan oleh petugas kesehatan
Lima program posyandu selanjutnya dikembangkan menjadi tujuh
kegiatan Posyandu (Sapta Krida Posyandu), yaitu; 1). Kesehatan Ibu dan
Anak; 2). Keluarga Berencana; 3). Immunisasi; 4). Peningkatan Gizi; 5).
Penanggulangan Diare; 6). Sanitasi Dasar dan 7). Penyediaan Obat essensial
(Zulkifli, 2008).

2.2.8. Kader Posyandu


a. Pengertian
Banyak para ahli mengemukakan mengenai pengertian kader kesehatan;
1) Gunawan (2008) memberikan batasan tentang kader kesehatan
bahwa kader kesehatan dinamakan juga promotor kesehatan desa
(Prokes) adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh dan dari
masyarakat serta bertugas mengembangkan masyarakat.
2) Direktorat bina peran serta masyarakat Depkes RI (2012)
memberikan batasan kader, yaitu warga masyarakat setempat yang
dipilih dan oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela.
11

b. Syarat dan Tugas Kader


Bagus (2000) sebagaimana dikutip oleh Zulkifli (2008) berpendapat
mengenai persyaratan kader, yaitu;
1) Berasal dari masyarakat setempat (tinggal di desa tersebut)
2) Tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu yang lama.
3) Diterima oleh masyarakat setempat.
4) Masih cukup waktu disamping mencari nafkah lain.
5) Sebaiknya bisa baca tulis.

2.3. Indikator Pencapaian Program Posyandu


Indikator Keberhasilan Posyandu tergambar melalui cakupan SKDN,
yaitu;
S : Jumlah seluruh balita yang ada di wilayah kerja Posyandu.
K : Jumlah balita yang terdaftar dan memiliki KMS.
D : Jumlah balita yang datang dan ditimbang.
N : Jumlah balita yang naik berat badannya
Indikator cakupan program Posyandu merupakan indikator pokok untuk
mengukur keberhasilan kegiatan program posyandu, antara lain :
a. Liputan Program ( K/S )
Liputan program merupakan indikator mengenai kemampuan program
untuk menjangkau balita yang ada di masing masing wilayah, diperoleh
dengan cara menghitung perbandingan antara jumlah balita yang
terdaftar dan memiliki KMS dengan seluruh jumlah balita yang ada
di wilayah kerja Posyandu.
Rumus :
Liputan Program = K/S X 100%
Target Indonesia Sehat 2010 ( K/S ) = 80 %
b. Tingkat Kelangsungan Penimbangan ( D/K )
Indikator ini merupakan kemantapan pengertian dan motivasi orang tua
balita untuk menimbangkan anak secara teratur setiap bulannya, yaitu
12

dengan cara menghitung perbandingan jumlah balita yang datang dan di


timbang dengan jumlah balita yang terdaftar dan memiliki KMS.
Rumus :
Tingkat Kelangsungan Penimbangan = D/K X 100%
Target Indonesia Sehat 2010 ( D/K ) = 60 %
c.Partisipasi masyarakat ( D/S )
Indikator ini menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat dalam program
kegiatan posyandu, yaitu dengan menghitung perbandingan antara jumlah
balita yang datang dan ditimbang dengan jumlah seluruh balita yang ada
diwilayah kerja Posyandu.
Rumus :
Partisipasi masyarakat = D/S X 100%
Target Indonesia Sehat 2010 ( D/S ) = 80 %
d. Dampak Program ( N/D )
Indikator dampak program dihitung berdasarkan perbandingan antara
jumlah balita yang naik timbangannya dengan balita yang datang dan
ditimbang.
Rumus :
Dampak Program = N/D X 100%
Target Indonesia Sehat 2010 ( N/D ) = 80 %
e.Tingkat Pencapaian Program ( N/S )
Indikator ini diartikan sebagai keberhasilan atau kegagalan dalam
mencapai program posyandu. Tingkat pencapaian program dapat di
klasifikasikan menjadi dua kategori Posyandu berhasil bila N/S lebih dari
atau sama dengan 40% dan Posyandu kurang berhasil bilai nilai N/S
kurang dari 40%.
Rumus :
Tingkat pencapaian program = N/S X 100
Target Indonesia Sehat 2010 ( N/S ) = 40 %
13

Kemenkes (2012) menyatakan :


D/S merupakan indikator partisipasi masyarakat, dan
N/D merupakan indikator keberhasilan program

2.4. Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Posyandu


Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan dalam program
kesehatan seperti kepatuhan pengobatan dan kunjungan Posyandu menurut
Zulkifli (2008) adalah:
1. Jenis atau Tipe Demografi, seperti usia, jenis kelamin, suku bangsa,
status sosio ekonomi, pendapatan dan pendidikan.
2. Indikator Outcome dari Program, seperti keparahan penyakit atau
meningkatnya kemampuan peserta posyandu setelah mengikuti kegiatan
posyandu.
3. Kinerja Petugas
Petugas posyandu (kader maupun tenaga kesehatan) yang bertugas di
posyandu akan menentukan angka kunjungan posyandu, dalam hal ini
keaktifan, hubungan dengan peserta dan kompetensi petugas
menentukan indikator tersebut.
4. Bentuk Program Kegiatan, seperti kompleksitas program dan bentuk
keterpaduan program posyandu yang kurang baik akan menentukan
tingkat kunjungan posyandu.
5. Psikososial, seperti intelegensia, pengetahuan, sikap, dukungan
lingkungan terhadap pelayanan tenaga kesehatan, penerimaan atau
penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau budaya dan
biaya finansial dan lainnya akan turut mewarnai kepatuhan dalam
program kesehatan.
6. Dukungan Posyandu
Dukungan dalam kegiatan Posyandu menurut Depkes RI (2010)
meliputi:
14

a. Dukungan Dari Puskesmas atau Petugas Kesehatan


Memberikan pelatihan kepada kader yang terdiri dari:
1) Aspek komunikasi.
2) Teknik berpidato.
3) Kepemimpinan yang mendukung Posyandu.
4) Proses pengembangan.
5) Teknik pergerakan peran serta masyarakat.
6) Memberikan pembinaan kepada kader setelah kegiatan Posyandu:
a) Cara melakukan pendataan atau pencatatan.
b) Cara meningkatkan kemampuan kader dalam menyampaikan pesan
kesehatan pada masyarakat.
7) Memotivasi untuk meningkatkan keaktifan kader dalam Posyandu.
b. Dukungan dari Masyarakat
Masyarakat mempunyai peranan besar dalam upaya peningkatan tarap
kesehatan masyarakat di desa, termasuk upaya penurunan masalah yang
diupayakan melalui posyandu. Dukungan tersebut meliputi pembentukan,
pelaksanaan dan pembinaan (Zulkifli, 2008).
1) Peranan LKMD dalam pelaksanaan Posyandu meliputi:
a) Mengingatkan mendorong dan memberi semangat agar kader selalu
melaksanakan tugasnya di Posyandu dengan baik.
b) Mengingatkan ibu hamil, ibu yang mempunyai bayi dan anak balita
serta ibu usia subur agar datang ke Posyandu sesuai jadwal.
2) Peranan LKMD dalam pembinaan Posyandu antara lain:
a) Mengamati apakah penyelenggaraan Posyandu telah dilakukan
secara teratur setiap bulan, sesuai jadwal yang telah disepakati.
b) Mengamati apakah Posyandu telah melaksanakan pelayanan secara
lengkap (KIA, KB, Gizi, Immunisasi dan penanggulangan diare).
c) Memberikan saran kepada kepala desa dan kader agar Posyandu
dapat berfungsi secara optimal (agar buka teratur sesuai jadwal,
melakukan pelayanan lengkap). Saran ini dapat diberikan tentang
iuran untuk PMT.
15

d) Mengingatkan kader untuk melakukan penyuluhan di rumah-rumah


ibu (kunjungan rumah) dengan bahan penyuluhan yang tersedia.
e) Bila dipandang perlu, membantu mencarikan jalan agar Posyandu
dapat melakukan pemberian makanan tambahan kepada bayi dan
anak balita secara swadaya.
Faktor kunjungan posyandu mencakup berbagai aspek, menurut
Notoatmodjo (2012) dalam ranah psikomotor, kunjungan posyandu ditentukan
oleh faktor perilaku kesehatan, yaitu;
1. Menurut Lawrence Green
Green (1991) dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan konsep dan
model rencana pengkajian perilaku kesehatan dengan Konsep PRECEDE
yaitu Predisposing, Reinforcing and Enabling Construc in Health
Education and Environtmental Diagnosis and Evaluation. Model ini
memberi gambaran luas untuk mengkaji perilaku kesehatan dan kualitas
hidup serta untuk merencanakan, implementasi dan evaluasi. Dalam
mengkaji kesehatan, Green (1991) menyatakan bahwa kesehatan individu
dipengaruhi perilaku (behaviour causes) dan di luar perilaku (non behaviour
causes). Analisa tentang perilaku kesehatan ditentukan 3 faktor, yaitu;
a. Faktor Predisposisi (Predispocing Factor)
Yaitu faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya
perilaku tertentu. Yang termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan
yaitu hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap objek tertentu sehingga memahami dan mampu
menginterpretasikan materi yang diterimanya, sikap merupakan reaksi
atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus (objek),
persepsi, kepercayaan yaitu objek yang diwariskan oleh leluhur yang
dianggap mempunyai nilai atau keistimewaan serta nilai masyarakat atau
sesuatu yang dianggap baik dan buruk.
b. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
Yaitu faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku.
Faktor ini adalah faktor yang terwujud dalam lingkungan fisik yang
16

meliputi tersedia atau tidak tersedianya fasilitas kesehatan, ketercapaian


pelayanan kesehatan baik dari segi jarak maupun biaya dan sosial serta
adanya peraturan dan komitmen masyarakat yang memungkinkan sebuah
perilaku (Notoatmodjo, 2010).
c. Faktor Penguat (Reinforcing Factor)
Yaitu faktor yang memperkuat atau memperlunak terjadinya
perilaku. Faktor penguat meliputi pendapatan, dukungan, kritik, baik dari
keluarga atau teman, termasuk sikap dan perilaku petugas kesehatan
sebagai kelompok referensi masyarakat. Faktor ini memberi dukungan
untuk mempertahankan perilaku sehat. Penguatan dapat berasal dari
individu atau kelompok dan institusi di masyarakat (Notoatmodjo, 2012).
2. Menurut Rogers
Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2012) menuliskan bahwa terbentuknya
perilaku melalui proses berurutan (akronim AIETA):
a. Awareness (kesadaran); keadaan menyadari untuk mengetahui dan
memahami terlebih dahulu tentang stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik); keadaan untuk tertarik terhadap stimulus
(objek) yang ada.
c. Evaluation (menimbang-nimbang); keadaan menimbang tentang baik dan
buruknya stimulus bagi individu. Hal ini berarti sikap responden sudah
lebih baik lagi.
d. Trial; tahap mencoba oleh subjek untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan apa yang dikehendaki stimulus.
e. Adoption; tahap dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2.5. Pemberian Makanan Tambahan (PMT)


2.5.1. Definisi
PMT adalah makanan yang diberikan kepada bayi/anak disamping
ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Makanan tambahan adalah
makanan untuk bayi selain ASI atau susu botol, sebagai penambah
17

kekurangan ASI atau susu pengganti (Ismawati, 2010). Pemberian makanan


tambahan adalah memberi makanan lain selain ASI untuk mengisi
kesenjangan antara kebutuhan nutrisi dengan jumlah yang didapat dari ASI
(Rosidah, 2010).

2.5.2. Manfaat PMT


Manfaat PMT adalah
a. Menambah energi dan zat-zat diperlukan karena ASI tidak dapat
memenuhi kebutuhan balita secara terus menerus.
b. Membantu bayi dalam proses belajar makan dan kesempatan untuk
menanamkan kebisaan makan yang baik.
c. Selama proses belajar, berbagai jenis makanan tambahan harus
dikenalkan secara bertahap, mulai makan yang berbentuk cair, semi
padat dan padat (Waryana, 2010).

2.5.3. Jumlah dan Frekuensi PMT


Pemberian makanan tambahan pada anak dilakukan secara bertahap,
karena anak perlu waktu untuk mengenal dan menerima makanan yang
baru. Jadi seorang ibu sebaiknya :
a. Mulai memberikan makanan satu atau dua sendok teh dua kali sehari.
b. Berangsur-angsur tingkatkan jumlah variasinya (seseorang anak sudah
harus mengkonsumsi berbagai jenis makanan keluarga pada usia 9
bulan).
Sewaktu anak bertambah usianya, anjurkan keluarga agar tetap sering
memberikan ASI, meningkatkan jumlah makanan yang diberikan pada
waktu makanan dan memberikan sebanyak yang diinginkan anak dengan
dorongan aktif, berangsur-angsur menambah jumlah makanan. Memberikan
makanan tambahan tiga kali sehari pada usia 6-7 bulan, dan meningkatkan
sedikitnya menjadi lima kali (3 kali makan dan 2 kali makan dalam sehari)
pada usia 12 bulan, pada awalnya membuat makanan yang lunak yang
18

selanjutnya melumatkan dan memotong makanan menjadi bagian-bagian


kecil, dapat membantu dan mendorong anak untuk makan.

2.6. Program PMT di Posyandu


Pemantauan tumbuh kembang balita merupakan salah satu kegiatan
utama di posyandu, yang meliputi :
a. Penimbangan balita setiap bulan
b. Pemantauan perkembangan balita
Untuk meningkatkan status gizi balita, ada 2 jenis PMT yang diberikan
di posyandu, yaitu :
a. PMT penyuluhan yaitu pemberian makanan tambahan yang ditujukan
untuk memberikan contoh pada orang tua balita bagaimana menyiapkan
makanan yang baik dan benar serta bergizi seimbang. PMT diutamakan
terbuat dari bahan makanan yang mudah didapat di wilayah masing-
masing (bahan makanan lokal).
b. PMT pemulihan yaitu makanan yang diberikan bagi kelompok golongan
rawan gizi yang telah diperhitungkan nilai gizinya sesuai dengan
kebutuhannya agar dapat terpenuhi kebutuhan gizi untuk menambah
asupan zat gizi guna memenuhi zat gizi yang kurang dalam tubuhnya

2.7. Berat Badan Naik


Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian,
penyerapan dan penggunaan makanan (Supariasa, 2002). Indikator
perkembangan status gizi balita dapat dilihat dari kenaikan berat badan.
Penambahan berat badan merupakan salah satu hasil keseimbangan antara
asupan dan kebutuhan zat gizi. Penambahan berat badan merupakan
indikator yang baik dari perkembangan status gizi anak.
19

Berdasarkan Soekirman dalam materi Aksi Pangan dan Gizi


nasional (Depkes RI, 2000), status gizi balita dipengaruhi oleh :
a. Penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang
mungkin diderita anak.
b..Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola
pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Menurut Supariasa (2002) menyebutkan bahwa terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi status gizi, yaitu :
a. Faktor penyebab langsung : asupan makan, penyakit infeksi/status
kesehatan
b. Faktor penyebab tak langsung : pendidikan, pengetahuan gizi, pekerjaan,
ketersediaan pangan, pelayanan kesehatan.
20

2.8. Kerangka Teori

Faktor Yang Mempengaruhi


Kunjungan Posyandu

1. Faktor Predisposisi
a. Pengetahuan
b. Sikap
c. Pendidikan
d. Kepercayaan
e. Nilai
f. Persepsi
g. Motivasi

2. Faktor Pemungkin
a. Fasilitas Kesehatan Kunjungan Posyandu
b. Sumber Dana (D/S)

3. Faktor Penguat
a. Sikap dan Ketrampilan
Petugas Kesehatan
b. Sikap dan Perilaku Tokoh Berat badan Naik (N/D)
Masyarakat
c. Dukungan Pemerintah /
LKMD

d. Pemberian Makanan
Tambahan (PMT)

Tidak Langsung :
Langsung a. Pengetahuan
Gizi
b. Pendidikan
a.Asupan b.Infeksi c. Pekerjaan
Gizi d. Ketersediaan
Pangan
e. Pelayanan
kesehatan
f. Pola asuh
Pola asuh
Sosio Ekonomi
Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian
Sumber : Modifikasi Lawrence Green (1991) dalam Notoatmodjo (2012)
21

2.9. Kerangka Konsep

Kunjungan Posyandu (D/S) /


Partisipasi Masyarakat

Program PMT

Berat Badan Naik (N/D) /


Keberhasilan Program

Gambar 3.2. Kerangka Konsep Penelitian

2.10. Hipotesis
a.Ada perbedaan tingkat partisipasi masyarakat (D/S) sebelum dan
sesudah program PMT di wilayah UPT Puskesmas Rendeng Kabupaten
Kudus.
b.Ada perbedaan tingkat keberhasilan program (N/D) sebelum dan
sesudah program PMT di wilayah UPT Puskesmas Rendeng Kabupaten
Kudus.
22
23

Anda mungkin juga menyukai