PATOFISIOLOGI PENYAKIT
A. Pengertian
Migrain, adalah sakit kepala primer berulang, berulang dengan intensitas sedang sampai
berat, mengganggu fungsi normal dan berhubungan dengan gejala gastrointestinal (GI),
neurologis, dan otonom. Pada migrain dengan aura, gejala neurologis fokal mendahului atau
menyertai serangan. (Wells, 2017)
Sindroma sakit kepala yang sejak berabad-abad menjadi keluhan banyak orang, tidak
semuanya sama. Di samping migrain yang diakibatkan oleh pembuluh darah yang secara
bergiliran berkontraksi dan berelaksasi, masih dikenal dua bentuk sakit kepala yang agak
sering terjadi.
1. Sakit kepala tegang (tension headache), yang paling mudah diobati dan disebabkan oleh
otot-otot yang menegang di bagian kepala dan tengkuk. Kerapkali sakit kepala ini
disebabkan oleh stres dalam berbagai bentuk, seperti kerja di bawah tekanan dan
hubungan buruk di rumah atau di pekerjaan. Jenis sakit kepala ini dapat muncul selama
masa dengan penuh dan perasaan murung.
Gejalanya berupa sakit terus-menerus di sebagian atau seluruh kepala dan adakalanya
dirasakan seperti bando yang diikat ketat di sekitar kepala, tetapi tanpa denyutan seperti
pada migrain. Nyeri Kerapkali sudah terasa bila kulit kepala disentuh, yang dapat
bertahan berbulan-bulan.
Penanganan dapat dilakukan secara efektif dengan jalan masase kulit kepala dan latihan-
latihan tertentu guna menghilangkan ketegangan otot. Bila stres merupakan penyebab
terjadinya sakit kepala, 'terapi wicara' dengart petunjuk bagaimana menanggulangi dan
menghadapi ketegangan, sering kali ampuh (stress management). Pengobatan dengan
analgetika hanya efektif untuk sementara.
2. Sakit kepala cluster (cluster headache) terhitung sakit kepala vaskuler pula (seperti
migrain), yang disebabkan oleh pembuluh darah yang hiperaktif (Ing. Cluster =
kelompok). Meskipun gejalanya mirip, malah bersifat lebih parah, namun tidak termasuk
penyakit migrain.
Gejalanya berupa sakit sebelah kepala yang sangat hebat dan berpusat di sekitar satu
mata, disertai keluarnya air mata dan hidung mampat, juga muntah. Ciri khas jenis sakit
kepala ini adalah serangannya timbul dalam siklus-siklus tertentu, kadang-kadang 2-3
gelombang seharinya, terutama pada tengah malam. Lamanya serangan beberapa jam.
Masa bebas serangan bisa sampai 1 tahun. Gangguan ini lebih sering menghinggapi
kaum pria (antara usia 30-50 tahun) daripada wanita.
Pengobatan dilakukan dengan sumatriptan subkutan, sedangkan efek ergotamin lemah
atau tidak menentu. Untuk memutuskan siklus, dapat digunakan metisergida, pizotifen
atau antidepresivum litiumkarbonat sebagai profilaksis dan obat interval.
Diagnosa. Kadang-kadang timbul kesulitan untuk mengetahui jenis sakit kepala guna
menentukan apakah penderita pengobatan atau harus menjalani terapi "stress
management" Akhir-akhir ini telah dikembangkan suatu tes skrining 15 menit (Ohio
University) untuk memperoleh informasi di mana letaknya nyeri, keparahan dan apakah
ada faktor penyebab lain.
B. Gejala
Fasa prodromal. Sekitar 25% penderita migrain mendapat serangan setelah didahului
oleh suatu fasa pertanda, umumnya ½ - 2 jam sebelum nyeri kepala muncul. Fasa ini
bercirikan tanda-tanda pertama (aura) berupa gejala neurologis, seperti fonofobia dan
fotofobia, yakni kepekaan terhadap bunyi-bunyian yang keras, bau yang tajam, maupun
cahaya yang tampak seperti kilat (teichopsia), bintik-bintik hitam atau warna-warni
(scotomata). Gejala ini disertai perasaan gelisah, mudah tersinggung, pusing dan
termenung-menung. Umumnya terjadi gangguan lambung-usus, (mual, muntah),
pengosongan lambung dihambat, sehingga absorpsi obat yang diberikan diperlambat.
Maka pengobatan dengan analgetika sebaiknya disertai suatu prokinetikum (domperidon
atau cisaprida). Lamanya fasa ini lebih kurang ½ - 1 jam lebih.
Serangan. Aura dihubungkan dengan ischemia (tak menerima darah) dari arteri otak
yang menciut keras (vasokonstriksi) selama kira-kira 15 menit sampai 1 jam. Kemudian
disusul oleh vasodilatasi, udema dari pembuluh darah dan sakit kepala yang berdenyut-
denyut. Penyaluran darah ke bagian kepala meningkat dan denyutan arteri (pulsasi)
diperkuat hingga tampak jelas di permukaan pelipis (sebelah atau kedua pelipis), Gejala
ini menimbulkan nyeri hebat, seolah-olah kepala mau pecah. Perasaan mual meningkat,
timbul muntah dan pasien memilih untuk tiduran di tempat yang gelap. Setelah beberapa
jam, serangan migrain ini berhenti dan kemudian dapat timbul diare serta pasien
cenderung banyak kencing dan mengantuk.
C. Jenis-jenis migrain
Bila ditemukan semua gejala tersebut di atas, penyakit disebut migrain cum aura (dahulu
disebut migrain klasik), dengan insidensi 10-15%. Pada migrain biasa tanpa aura,
serangan berlangsung tanpa gejala neurologis. Migrain biasa ini paling sering terjädi
dengan gejala sakit kepala yang timbul-hilang, perasaan mual serta malaise.
Insidensi. Migrain terhitung penyakit keturunan dan banyak orang menderita gangguan
ini; wanita dua sampai tiga kali lebih sering terkena migrain daripada pria, terutama
menjelang haid atau saat menopause. Frekuensi dan intensitas serangan kadang-kadang
meningkat saat penggunaan pil antihamil, selama hamil dan ketika timbul hipertensi. Di
atas usia 55 tahun, insidensinya lebih rendah dan terus menurun hingga sekitar 20% dari
seluruh populasi.
D. Patogenesis
Penyebab migrain belum diketahui dengan pasti, walaupun dikenal beberapa teori, lihat di
bawah. Hanya jarang sekali diakibatkan oleh suatu penyakit organis, seperti tumor otak
atau cedera kepala. Namun sudah dipastikan migrain adalah suatu gangguan sirkulasi
darah, yang menimbulkan vasodilatasi dan penyaluran darah berlebihan ke selaput otak
(meninges) dengan efek nyeri hebat di sebelah kepala.
Keturunan memegang peranan pada kepekaan seseorang untuk migrain. Para peneliti di
Edinburg (1997) telah menemukan suatu gen yang terlibat pada kambuhnya migrain. Gen
yang dapat diturunkan ini menghambat kemampuan sel-sel tubuh menggunakan kalsium
agar dapat berkomunikasi satu dengan yang lain. Tetapi faktor keturunan ini tidak selalu
menentukan. Ada juga orang-orang yang mempunyai predisposisi demikian, tetapi baru
mendapat serangan migrain bila ada faktor-faktor lain yang memicunya, misalnya faktor
lingkungan.
Teori. Ada sejumlah teori tentang terjadinya migrain, yang terpenting adalah teori
neurovaskuler dan teori agregasi trombosit.
a. Teori neurovaskuler
Pada keadaan tertentu, misalnya stress, terjadi hiperaktivitas saraf adrenergis, yang
melepaskan NA dan 5-HT berlebihan dengan daya vasokonstriksi kuat. Akibatnya
ialah kekurangan penyaluran darah setempat di dalam otak (intracranial) dan timbul
kekurangan oksigen. Hipoksia ini menyebabkan fase prodromal dan aura, juga
mendorong sel-sel otak untuk mensekresi neurokinin. Zat mediator ini mengakibatkan
Vasodilatasi dari arteri extracranial, antara lain arteri leher. Oleh karena itu,
penyaluran darah ke otak bertambah dengan terjadinya udema. Membran dari sel-sel
dengan hipoksia menjadi lebih permeabel bagi ion-kalsium, yang kemudian
menginvasi sel-sel itu dengan menimbulkan vasospasme. Dengan demikian keadaan
hipoksia ditunjang terus dan prosesnya laksana lingkaran setan (vicious circle) dengan
serangan-serangan yang berlangsung terus pula.
b. Teori agregasi trombosit
Praktis semua serotonin dalam darah diangkut oleh trombosit. Pelat-pelat darah ini
bergumpal di bawah pengaruh induktor, seperti adrenalin (stress) dan tiramin (keju)
pada orang yang peka. Pada proses agregasi ini, serotonin dilepaskan ke dalam darah,
yang mem- buat trombosit lain lebih peka terhadap induktor tersebut. Dengan
demikian pada migrain proses agregasi mempercepat diri dan berlangsung lebih cepat
daripada keadaan normal. Oleh karena itu pada permulaan serangan, kadar serotonin
(dan NA) dalam darah naik sedikit, tetapi kemudian menurun; sedangkan dalam urin
kadar metabolitnya (5HIAA) meningkat.
Serotonin menimbulkan vasodilatasi atau konstriksi, tergantung dari tipe reseptor-
5HT yang berada di pembuluh tertentu. Pada arteri besar serotonin berdaya
vasokonstriksi kuat, tetapi pada arteriole berdaya dilatasi, sedangkan kapiler antara
arteri-vena (anastomose arteriovena) ditutup (konstriksi) olehnya. Penurunan kadar
serotonin mengakibatkan efek kebalikannya, antara lain mendilatasi arteri otak, juga
dapat menurunkan ambang- nyeri.
Pada migrain, khususnya reseptor 5-HT1D dan 5-HT2, memegang peranan. Reseptor 5-
HT2A antara lain bertanggungjawab atas kontraksi otot polos pembuluh, sedangkan
reseptor 5HT antara lain meningkatkan nafsu makan. Obat-obat anti-agregasi
trombosit, seperti asetosal dan propranolol, ternyata efektif pada penanganan jenis
migrain ini.
E. Faktor-faktor pencetus serangan
Ada sejumlah faktor yang dapat memicu serangan migrain, yang untuk setiap penderita
harus ditentukan secara individual.
a. Stress fisik dan mental, misalnya terlalu letih, sibuk atau kurang tidur, serta emosi
berlebihan dan ketegangan, memicu anak-ginjal melepaskan noradrenalin (NA). Yang
terkenal adalah migrain yang muncul justru setelah ketegangan reda dan stress sudah
lewat ('weekend migraine', "let-down headache").
b. Diet yang mengandung amin vaso-aktif, artinya yang dapat mengakibatkan
vasokonstriksi, seperti tiramin dalam keju masak (terutama jenis keju dari Perancis,
seperti brie, camembert, dsb), anggur merah (wine) dan feniletilamin dalam coklat
pahit. Bahan makanan lain yang diketahui dapat menginduksi serangan adalah ikan,
telur, susu, mentega, pisang, tomat dan bermacam-macam buncis, juga alkohol dalam
minuman, mungkin karena meningkatkan resorpsi amin tersebut dari saluran cerna.
c. Alergen, yakni zat-zat yang dapat menimbulkan reaksi alergi, misalnya bau-bauan
(bensin, ter, aspal) dan wangi-wangian (parfum, khususnya muskus), juga matahari
kuat (silau) dan perubahan suhu yang mendadak.
d. Perubahan hormonal. Sejak lama diduga bahwa ada hubungan antara hormon seks
tertentu dan migrain.
Masa haid. Sebagian wanita menderita sakit kepala sewaktu masa haid, karena
turunnya kädar estrogen dan progesteron pada akhir siklus, atau juga karena naiknya
kadar-kadar itu.
Selama menzelan pil antilhamil kadar hormon tersebut meningkat, yang juga dapat
mencetuskan serangan.
Gangguan ginekologi. Wanita dengan masalah ginekologi mempunyai kecenderungan
dua kali lipat untuk serangan sakit kepala berat kronis dibandingkan dengan wänita
lainnya. Misalnya wanita dengan siklus haid yang tidak teratur, adanya kista di indung
telur, atau setelah menjalani pembedahan hysterectomia (pengangkatan rahim).
Selama masa kehamilan sering kali migrain lenyap, juga setelah masa peralihan
(climacterium), yang berkaitan pula dengan perubahan kadar hormon dalam darah.
e. Hipoglikemia, kadar gula darah terlampau rendah, misalnya karena puasa atau lapar
karena makan terlambat.
F. Pencegahan
Pertama-tama penderita perlu menentukan faktor mana dari daftar di atas yang
mencetuskan serangan dan menghindarinya sejauh mungkin. Pencegahan tersebut
termasuk menghentikan penggunaan pil antihamil atau mengganti jenisnya. Di samping
ini, penderita harus berusaha menjalani pola hidup yang tenang dan teratur. Makan dan
tidur tepat pada waktunya, jangan melampaui kemampuan diri sendiri, baik fisik maupun
psikis dan menjauhi sedapat mungkin segala macam stress dan emosi berlebihan. Selain
itu, psikoterapi ('terapi wicara') dapat bermanfaat untuk meningkatkan semangat penderita
serta menghilangkan kegelisahan. (Tjay, 2007)
PENATALAKSANAA TERAPI
A. Pengobatan Farmakologi
Terapi profilaksis diberikan setiap hari untuk mengurangi frekuensi, tingkat keparahan, dan
durasi serangan, dan untuk meningkatkan respons terhadap terapi akut.
Pertimbangkan profilaksis dalam pengaturan migrain berulang yang menghasilkan
kecacatan yang signifikan; serangan yang sering membutuhkan pengobatan
simptomatik lebih dari dua kali seminggu; terapi simtomatik yang tidak efektif,
kontraindikasi, atau menghasilkan efek samping yang serius; varian migrain yang
tidak umum yang menyebabkan gangguan berat atau risiko cedera neurologis; dan
preferensi pasien untuk membatasi jumlah serangan.
Terapi pencegahan juga dapat diberikan sewaktu-waktu bila sakit kepala berulang
dalam pola yang dapat diprediksi (misalnya, akibat olahraga atau migrain saat
menstruasi).
Karena kemanjuran berbagai agen profilaksis tampaknya serupa, pemilihan obat
didasarkan pada profil efek samping dan kondisi komorbid. Respon terhadap agen
tidak dapat diprediksi, dan percobaan 2 sampai 3 bulan diperlukan untuk mencapai
keuntungan klinis.
Hanya propranolol, timolol, natrium divalproex, dan topiramate.dll adalah Makanan
dan Obat Administrasi (FDA) disetujui untuk pencegahan migrain.
Mulailah profilaksis dengan dosis rendah, dan lanjutkan perlahan sampai efek
terapeutik tercapai atau efek samping tidak dapat ditoleransi.
Lanjutkan profilaksis setidaknya selama 6 sampai 12 bulan setelah frekuensi dan
keparahan sakit kepala berkurang, dan kemudian pengurangan atau penghentian
secara bertahap mungkin masuk akal.
Antagonis Β-Adrenergik
Propranolol, timolol, dan metoprolol mengurangi frekuensi serangan migrain hingga
50% di lebih dari 50% pasien. Atenolol dan Nadolol mungkin juga efektif.
Efek sampingnya antara lain mengantuk, kelelahan, gangguan tidur, mimpi yang jelas,
gangguan memori, depresi, disfungsi seksual, bradikardia, dan hipotensi.
Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan gagal jantung, penyakit pembuluh
darah perifer, gangguan konduksi atrioventrikular, asma, depresi, dan diabetes.
Antidepresan
Antidepresan trisiklik (TCA) amitriptyline dan venlafaxine.dll mungkin efektif untuk
profilaksis migrain. Ada cukup data untuk mendukung atau menyangkal kemanjuran
antidepresan lain.
Efek menguntungkannya dalam profilaksis migrain tidak bergantung pada
antidepresan aktivitas dan mungkin terkait dengan regulasi turun dari 5HT pusat 2
reseptor, peningkatan norepinefrin sinaptik, dan peningkatan aksi reseptor opioid.
TCA biasanya ditoleransi dengan baik pada dosis yang digunakan untuk profilaksis
migrain, tetapi efek antikolinergik dapat membatasi penggunaan, terutama pada
pasien usia lanjut atau mereka dengan hiperplasia prostat jinak atau glaukoma. Dosis
malam lebih disukai karena sedasi. Nafsu makan meningkat dan berat badan bisa
meningkat. Hipotensi ortostatik dan konduksi atrioventrikular yang melambat kadang-
kadang dilaporkan.
Antikonvulsan
Asam valproat, natrium divalproex ( a 1: 1 kombinasi molar natrium valproat dan
asam valproat), dan topiramate.dll dapat mengurangi frekuensi, keparahan, dan durasi
sakit kepala.
Efek samping dari asam valproik dan natrium divalproex termasuk mual (lebih jarang
dengan natrium divalproex dan titrasi dosis bertahap), tremor, mengantuk,
penambahan berat badan, rambut rontok, dan hepatotoksisitas (risiko hepatotoksisitas
tampaknya rendah pada pasien yang berusia lebih dari 10 tahun monoterapi).
Dapatkan tes fungsi hati dasar. Formulasi divalproex pelepasan diperpanjang
diberikan sekali sehari dan lebih baik ditoleransi daripada formulasi berlapis enterik.
Valproate merupakan kontraindikasi pada kehamilan dan pasien dengan riwayat
pankreatitis atau penyakit hati kronis.
Lima puluh persen pasien menanggapi topiramate.dll Parestesia (~ 50% pasien) dan
penurunan berat badan (9% -12% pasien) sering terjadi. Efek samping lain termasuk
kelelahan, anoreksia, diare, kesulitan dengan ingatan, masalah bahasa, gangguan rasa,
dan mual. Gunakan topiramate dengan hati-hati atau dihindari pada mereka yang
memiliki riwayat batu ginjal atau gangguan kognitif.
Karbamazepin mungkin efektif.
Obat Anti Inflamasi Nonsteroid
Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) cukup efektif untuk mengurangi frekuensi,
keparahan, dan durasi serangan migrain, tetapi potensi GI dan toksisitas ginjal
membatasi penggunaan harian atau jangka panjang.
Mereka dapat digunakan sesekali untuk mencegah sakit kepala yang kambuh dalam
pola yang dapat diprediksi (misalnya, migrain menstruasi). Lakukan hingga satu
minggu sebelum waktu kerentanan sakit kepala, dan lanjutkan sampai kerentanan
berlalu.
Untuk pencegahan migrain, bukti kemanjuran paling kuat untuk naproxen dan
terlemah untuk aspirin.
Obat Lainnya
Verapamil telah banyak digunakan, tetapi bukti kemanjurannya tidak memadai.
Frovatriptan.dll efektif untuk profilaksis migrain menstruasi, dan naratriptan.dll dan
zolmitriptan mungkin efektif.
Obat lain yang mungkin efektif termasuk Petasites, riboflavin (vitamin B 2), ekstrak
feverfew, magnesium, subkutan histamin, lisinopril, candesartan, clonidine,
guanfacine, dan koenzim Q10, tetapi penelitian tambahan diperlukan untuk itu
mengkonfirmasi kemanjuran.
Analgesik sederhana ( sendiri atau dalam kombinasi dengan kafein) dan NSAID
adalah
andalan terapi akut. Asetaminofen, aspirin, diklofenak, ibuprofen, naproxen,
ketoprofen, dan ketorolac efektif.
Kombinasi aspirin atau acetaminophen dengan butalbital, atau jarang, kodein adalah
pilihan yang efektif, tetapi hindari penggunaan kombinasi butalbital dan kodein bila
memungkinkan.
Berikan obat akut untuk sakit kepala episodik tidak lebih dari 3 hari (mengandung
butalbital), 9 hari (analgesik kombinasi), atau 15 hari (NSAID) per bulan untuk
mencegah berkembangnya sakit kepala tipe tegang kronis.
Tidak ada bukti yang mendukung kemanjuran pelemas otot.
Pertimbangkan pengobatan pencegahan jika frekuensi sakit kepala lebih dari dua per
minggu, durasinya lebih dari 3 sampai 4 jam, atau tingkat keparahan menyebabkan
penggunaan obat yang berlebihan atau kecacatan substansial.
Itu TCA paling sering digunakan untuk profilaksis sakit kepala tegang, tapi
venlafaxine, mirtazapine, gabapentin, topiramate, dan tizanidine mungkin juga efektif.
(Wells, 2017)
B. Pengobatan Nonfarmakologi
1. Pengobatan Nonfarmakologi Migrain
Tempelkan es ke kepala dan anjurkan periode istirahat atau tidur, biasanya di
lingkungan yang gelap dan tenang.
Identifikasi dan hindari pemicu serangan migrain ( Tabel 1 ).