Anda di halaman 1dari 13

II.

PATOFISIOLOGI PENYAKIT

A. Pengertian

Migrain (Yun. Hemicrania = nyeri sebelah kepala; hemi = setengah, cranium =


tengkorak) adalah penyakit yang bercirikan nyeri hebat dari satu sisi kepala (unilateral) yang
datang secara berkala, dilengkapi gangguan saluran cerna seperti mual dan muntah. Serangan
dapat terjadi pada beberapa kali perizinan sampai beberapa kali seminggu, sedangkan lama
serangan umumnya 1-2 jam, yang bisa disusul oleh sakit kepala populer selama beberapahari.
Sakit kepala masalah kronis ini merupa- kan suatu sosial-ekonomi yang besar yang
memengaruhi kebahagiaan hidup dan mengakibatkan kehilangan ratusan ribu hari kerjanya.
(Tjay, 2007)

Migrain, adalah sakit kepala primer berulang, berulang dengan intensitas sedang sampai
berat, mengganggu fungsi normal dan berhubungan dengan gejala gastrointestinal (GI),
neurologis, dan otonom. Pada migrain dengan aura, gejala neurologis fokal mendahului atau
menyertai serangan. (Wells, 2017)

Jenis Nyeri Kepala Lainnya

Sindroma sakit kepala yang sejak berabad-abad menjadi keluhan banyak orang, tidak
semuanya sama. Di samping migrain yang diakibatkan oleh pembuluh darah yang secara
bergiliran berkontraksi dan berelaksasi, masih dikenal dua bentuk sakit kepala yang agak
sering terjadi.

1. Sakit kepala tegang (tension headache), yang paling mudah diobati dan disebabkan oleh
otot-otot yang menegang di bagian kepala dan tengkuk. Kerapkali sakit kepala ini
disebabkan oleh stres dalam berbagai bentuk, seperti kerja di bawah tekanan dan
hubungan buruk di rumah atau di pekerjaan. Jenis sakit kepala ini dapat muncul selama
masa dengan penuh dan perasaan murung.
Gejalanya berupa sakit terus-menerus di sebagian atau seluruh kepala dan adakalanya
dirasakan seperti bando yang diikat ketat di sekitar kepala, tetapi tanpa denyutan seperti
pada migrain. Nyeri Kerapkali sudah terasa bila kulit kepala disentuh, yang dapat
bertahan berbulan-bulan.
Penanganan dapat dilakukan secara efektif dengan jalan masase kulit kepala dan latihan-
latihan tertentu guna menghilangkan ketegangan otot. Bila stres merupakan penyebab
terjadinya sakit kepala, 'terapi wicara' dengart petunjuk bagaimana menanggulangi dan
menghadapi ketegangan, sering kali ampuh (stress management). Pengobatan dengan
analgetika hanya efektif untuk sementara.
2. Sakit kepala cluster (cluster headache) terhitung sakit kepala vaskuler pula (seperti
migrain), yang disebabkan oleh pembuluh darah yang hiperaktif (Ing. Cluster =
kelompok). Meskipun gejalanya mirip, malah bersifat lebih parah, namun tidak termasuk
penyakit migrain.
Gejalanya berupa sakit sebelah kepala yang sangat hebat dan berpusat di sekitar satu
mata, disertai keluarnya air mata dan hidung mampat, juga muntah. Ciri khas jenis sakit
kepala ini adalah serangannya timbul dalam siklus-siklus tertentu, kadang-kadang 2-3
gelombang seharinya, terutama pada tengah malam. Lamanya serangan beberapa jam.
Masa bebas serangan bisa sampai 1 tahun. Gangguan ini lebih sering menghinggapi
kaum pria (antara usia 30-50 tahun) daripada wanita.
Pengobatan dilakukan dengan sumatriptan subkutan, sedangkan efek ergotamin lemah
atau tidak menentu. Untuk memutuskan siklus, dapat digunakan metisergida, pizotifen
atau antidepresivum litiumkarbonat sebagai profilaksis dan obat interval.
Diagnosa. Kadang-kadang timbul kesulitan untuk mengetahui jenis sakit kepala guna
menentukan apakah penderita pengobatan atau harus menjalani terapi "stress
management" Akhir-akhir ini telah dikembangkan suatu tes skrining 15 menit (Ohio
University) untuk memperoleh informasi di mana letaknya nyeri, keparahan dan apakah
ada faktor penyebab lain.

B. Gejala
Fasa prodromal. Sekitar 25% penderita migrain mendapat serangan setelah didahului
oleh suatu fasa pertanda, umumnya ½ - 2 jam sebelum nyeri kepala muncul. Fasa ini
bercirikan tanda-tanda pertama (aura) berupa gejala neurologis, seperti fonofobia dan
fotofobia, yakni kepekaan terhadap bunyi-bunyian yang keras, bau yang tajam, maupun
cahaya yang tampak seperti kilat (teichopsia), bintik-bintik hitam atau warna-warni
(scotomata). Gejala ini disertai perasaan gelisah, mudah tersinggung, pusing dan
termenung-menung. Umumnya terjadi gangguan lambung-usus, (mual, muntah),
pengosongan lambung dihambat, sehingga absorpsi obat yang diberikan diperlambat.
Maka pengobatan dengan analgetika sebaiknya disertai suatu prokinetikum (domperidon
atau cisaprida). Lamanya fasa ini lebih kurang ½ - 1 jam lebih.
Serangan. Aura dihubungkan dengan ischemia (tak menerima darah) dari arteri otak
yang menciut keras (vasokonstriksi) selama kira-kira 15 menit sampai 1 jam. Kemudian
disusul oleh vasodilatasi, udema dari pembuluh darah dan sakit kepala yang berdenyut-
denyut. Penyaluran darah ke bagian kepala meningkat dan denyutan arteri (pulsasi)
diperkuat hingga tampak jelas di permukaan pelipis (sebelah atau kedua pelipis), Gejala
ini menimbulkan nyeri hebat, seolah-olah kepala mau pecah. Perasaan mual meningkat,
timbul muntah dan pasien memilih untuk tiduran di tempat yang gelap. Setelah beberapa
jam, serangan migrain ini berhenti dan kemudian dapat timbul diare serta pasien
cenderung banyak kencing dan mengantuk.
C. Jenis-jenis migrain
Bila ditemukan semua gejala tersebut di atas, penyakit disebut migrain cum aura (dahulu
disebut migrain klasik), dengan insidensi 10-15%. Pada migrain biasa tanpa aura,
serangan berlangsung tanpa gejala neurologis. Migrain biasa ini paling sering terjädi
dengan gejala sakit kepala yang timbul-hilang, perasaan mual serta malaise.
Insidensi. Migrain terhitung penyakit keturunan dan banyak orang menderita gangguan
ini; wanita dua sampai tiga kali lebih sering terkena migrain daripada pria, terutama
menjelang haid atau saat menopause. Frekuensi dan intensitas serangan kadang-kadang
meningkat saat penggunaan pil antihamil, selama hamil dan ketika timbul hipertensi. Di
atas usia 55 tahun, insidensinya lebih rendah dan terus menurun hingga sekitar 20% dari
seluruh populasi.
D. Patogenesis
Penyebab migrain belum diketahui dengan pasti, walaupun dikenal beberapa teori, lihat di
bawah. Hanya jarang sekali diakibatkan oleh suatu penyakit organis, seperti tumor otak
atau cedera kepala. Namun sudah dipastikan migrain adalah suatu gangguan sirkulasi
darah, yang menimbulkan vasodilatasi dan penyaluran darah berlebihan ke selaput otak
(meninges) dengan efek nyeri hebat di sebelah kepala.
Keturunan memegang peranan pada kepekaan seseorang untuk migrain. Para peneliti di
Edinburg (1997) telah menemukan suatu gen yang terlibat pada kambuhnya migrain. Gen
yang dapat diturunkan ini menghambat kemampuan sel-sel tubuh menggunakan kalsium
agar dapat berkomunikasi satu dengan yang lain. Tetapi faktor keturunan ini tidak selalu
menentukan. Ada juga orang-orang yang mempunyai predisposisi demikian, tetapi baru
mendapat serangan migrain bila ada faktor-faktor lain yang memicunya, misalnya faktor
lingkungan.
Teori. Ada sejumlah teori tentang terjadinya migrain, yang terpenting adalah teori
neurovaskuler dan teori agregasi trombosit.
a. Teori neurovaskuler
Pada keadaan tertentu, misalnya stress, terjadi hiperaktivitas saraf adrenergis, yang
melepaskan NA dan 5-HT berlebihan dengan daya vasokonstriksi kuat. Akibatnya
ialah kekurangan penyaluran darah setempat di dalam otak (intracranial) dan timbul
kekurangan oksigen. Hipoksia ini menyebabkan fase prodromal dan aura, juga
mendorong sel-sel otak untuk mensekresi neurokinin. Zat mediator ini mengakibatkan
Vasodilatasi dari arteri extracranial, antara lain arteri leher. Oleh karena itu,
penyaluran darah ke otak bertambah dengan terjadinya udema. Membran dari sel-sel
dengan hipoksia menjadi lebih permeabel bagi ion-kalsium, yang kemudian
menginvasi sel-sel itu dengan menimbulkan vasospasme. Dengan demikian keadaan
hipoksia ditunjang terus dan prosesnya laksana lingkaran setan (vicious circle) dengan
serangan-serangan yang berlangsung terus pula.
b. Teori agregasi trombosit
Praktis semua serotonin dalam darah diangkut oleh trombosit. Pelat-pelat darah ini
bergumpal di bawah pengaruh induktor, seperti adrenalin (stress) dan tiramin (keju)
pada orang yang peka. Pada proses agregasi ini, serotonin dilepaskan ke dalam darah,
yang mem- buat trombosit lain lebih peka terhadap induktor tersebut. Dengan
demikian pada migrain proses agregasi mempercepat diri dan berlangsung lebih cepat
daripada keadaan normal. Oleh karena itu pada permulaan serangan, kadar serotonin
(dan NA) dalam darah naik sedikit, tetapi kemudian menurun; sedangkan dalam urin
kadar metabolitnya (5HIAA) meningkat.
Serotonin menimbulkan vasodilatasi atau konstriksi, tergantung dari tipe reseptor-
5HT yang berada di pembuluh tertentu. Pada arteri besar serotonin berdaya
vasokonstriksi kuat, tetapi pada arteriole berdaya dilatasi, sedangkan kapiler antara
arteri-vena (anastomose arteriovena) ditutup (konstriksi) olehnya. Penurunan kadar
serotonin mengakibatkan efek kebalikannya, antara lain mendilatasi arteri otak, juga
dapat menurunkan ambang- nyeri.
Pada migrain, khususnya reseptor 5-HT1D dan 5-HT2, memegang peranan. Reseptor 5-
HT2A antara lain bertanggungjawab atas kontraksi otot polos pembuluh, sedangkan
reseptor 5HT antara lain meningkatkan nafsu makan. Obat-obat anti-agregasi
trombosit, seperti asetosal dan propranolol, ternyata efektif pada penanganan jenis
migrain ini.
E. Faktor-faktor pencetus serangan
Ada sejumlah faktor yang dapat memicu serangan migrain, yang untuk setiap penderita
harus ditentukan secara individual.
a. Stress fisik dan mental, misalnya terlalu letih, sibuk atau kurang tidur, serta emosi
berlebihan dan ketegangan, memicu anak-ginjal melepaskan noradrenalin (NA). Yang
terkenal adalah migrain yang muncul justru setelah ketegangan reda dan stress sudah
lewat ('weekend migraine', "let-down headache").
b. Diet yang mengandung amin vaso-aktif, artinya yang dapat mengakibatkan
vasokonstriksi, seperti tiramin dalam keju masak (terutama jenis keju dari Perancis,
seperti brie, camembert, dsb), anggur merah (wine) dan feniletilamin dalam coklat
pahit. Bahan makanan lain yang diketahui dapat menginduksi serangan adalah ikan,
telur, susu, mentega, pisang, tomat dan bermacam-macam buncis, juga alkohol dalam
minuman, mungkin karena meningkatkan resorpsi amin tersebut dari saluran cerna.
c. Alergen, yakni zat-zat yang dapat menimbulkan reaksi alergi, misalnya bau-bauan
(bensin, ter, aspal) dan wangi-wangian (parfum, khususnya muskus), juga matahari
kuat (silau) dan perubahan suhu yang mendadak.
d. Perubahan hormonal. Sejak lama diduga bahwa ada hubungan antara hormon seks
tertentu dan migrain.
Masa haid. Sebagian wanita menderita sakit kepala sewaktu masa haid, karena
turunnya kädar estrogen dan progesteron pada akhir siklus, atau juga karena naiknya
kadar-kadar itu.
Selama menzelan pil antilhamil kadar hormon tersebut meningkat, yang juga dapat
mencetuskan serangan.
Gangguan ginekologi. Wanita dengan masalah ginekologi mempunyai kecenderungan
dua kali lipat untuk serangan sakit kepala berat kronis dibandingkan dengan wänita
lainnya. Misalnya wanita dengan siklus haid yang tidak teratur, adanya kista di indung
telur, atau setelah menjalani pembedahan hysterectomia (pengangkatan rahim).
Selama masa kehamilan sering kali migrain lenyap, juga setelah masa peralihan
(climacterium), yang berkaitan pula dengan perubahan kadar hormon dalam darah.
e. Hipoglikemia, kadar gula darah terlampau rendah, misalnya karena puasa atau lapar
karena makan terlambat.
F. Pencegahan
Pertama-tama penderita perlu menentukan faktor mana dari daftar di atas yang
mencetuskan serangan dan menghindarinya sejauh mungkin. Pencegahan tersebut
termasuk menghentikan penggunaan pil antihamil atau mengganti jenisnya. Di samping
ini, penderita harus berusaha menjalani pola hidup yang tenang dan teratur. Makan dan
tidur tepat pada waktunya, jangan melampaui kemampuan diri sendiri, baik fisik maupun
psikis dan menjauhi sedapat mungkin segala macam stress dan emosi berlebihan. Selain
itu, psikoterapi ('terapi wicara') dapat bermanfaat untuk meningkatkan semangat penderita
serta menghilangkan kegelisahan. (Tjay, 2007)
PENATALAKSANAA TERAPI
A. Pengobatan Farmakologi

GAMBAR 1. Algoritma pengobatan untuk sakit kepala migrain.


1. Pengobatan Farmakologis untuk Migrain Akut
 Perawatan awal dengan antiemetik (misalnya, metoclopramide, klorpromazin, atau
proklorperazin) 15 sampai 30 menit sebelum perawatan migrain oral atau nonoral
(supositoria rektal, semprotan hidung, atau suntikan) mungkin disarankan ketika mual
dan muntah parah. Selain efek antiemetiknya, metoclopramide membantu
membalikkan gastroparesis dan meningkatkan penyerapan obat oral.
 Prochlorperazine (IM atau IV), metoclopramide (IV), serta parenteral klorpromazin
dan droperidol telah digunakan untuk migrain refrakter.
 Penggunaan obat migrain akut yang sering atau berlebihan dapat menyebabkan
peningkatan frekuensi sakit kepala dan konsumsi obat yang dikenal sebagai sakit
kepala akibat penggunaan obat-obatan. Hal ini biasanya terjadi dengan penggunaan
analgesik sederhana atau kombinasi yang berlebihan, opiat, ergotamine tartrate, dan
triptans. Batasi penggunaan terapi migrain akut menjadi 2 atau 3 hari per minggu atau
10 hari per bulan.
Analgesik Dan Obat Anti Inflamasi Nonsteroid
 Analgesik sederhana dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) adalah yang
pertama-
pengobatan lini untuk serangan migrain ringan sampai sedang; beberapa serangan
parah juga responsif. Aspirin, diklofenak, ibuprofen, ketorolac, naproxen sodium,
asam tolfenamat, dan kombinasi dari parasetamol plus aspirin dan kafein adalah
efektif.
 NSAID tampaknya mencegah peradangan yang dimediasi secara neurogenik dalam
sistem trigeminovaskular dengan menghambat sintesis prostaglandin.
 Supositoria rektal dan IM ketorolac adalah pilihan untuk pasien dengan mual dan
muntah yang parah.
 Kombinasi dari acetaminophen, aspirin, dan kafein disetujui di Amerika Serikat untuk
meredakan nyeri migrain.
 Aspirin dan asetaminofen juga tersedia dengan resep dalam kombinasi dengan
barbiturat kerja pendek ( butalbital). Tidak ada studi acak terkontrol plasebo yang
mendukung kemanjuran formulasi yang mengandung butalbital untuk migrain.
Ergot Alkaloid Dan Derivatif
 Alkaloid ergot berguna untuk serangan migrain sedang hingga parah. Mereka bukan
5HT selektif 1 agonis reseptor yang menyempitkan pembuluh darah intrakranial dan
menghambat perkembangan peradangan neurogenik dalam sistem trigeminovaskular.
Terjadi penyempitan vena dan arteri.
 Ergotamine tartrate tersedia untuk pemberian oral, sublingual, dan rektal. Sediaan oral
dan rektal mengandung kafein untuk meningkatkan absorpsi dan mempotensiasi
analgesia. Titrasi ke dosis efektif yang tidak membuat mual.
 Dihydroergotamine (DHE) tersedia untuk pemberian intranasal dan parenteral (IM,
IV, atau subkutan [SC]). Pasien dapat mengatur sendiri IM atau SC DHE.
 Mual dan muntah sering terjadi pada turunan ergotamin, jadi pertimbangkan
perawatan awal antiemetik. Efek samping umum lainnya termasuk sakit perut,
kelemahan, kelelahan, parestesia, nyeri otot, diare, dan sesak dada. Gejala iskemia
perifer yang parah (ergotisme) termasuk dingin, mati rasa, nyeri pada ekstremitas;
parestesia kontinyu; denyut perifer berkurang; dan klaudikasio. Ekstremitas gangren,
infark miokard (MI), nekrosis hati, dan iskemia usus dan otak jarang terjadi dengan
ergotamin. Jangan gunakan turunan ergotamine dan triptans dalam waktu 24 jam satu
sama lain.
 Kontraindikasi penggunaan turunan ergot termasuk gagal ginjal dan hati; penyakit
pembuluh darah koroner, serebral, atau perifer; hipertensi yang tidak terkontrol;
sepsis; dan wanita yang sedang hamil atau menyusui.
 DHE tampaknya tidak menyebabkan sakit kepala rebound, tetapi pembatasan dosis
untuk ergotamine tartrate harus diawasi dengan ketat untuk mencegah komplikasi ini.
Agonis Reseptor Serotonin (Triptan)
 Triptans adalah terapi lini pertama yang sesuai untuk pasien dengan migrain ringan
hingga berat atau sebagai terapi penyelamatan bila obat nonspesifik tidak efektif
 Mereka adalah agonis selektif dari 5HT 1B dan 5HT 1D reseptor. Meredakan sakit
kepala migrain akibat (1) normalisasi arteri intrakranial yang melebar, (2)
penghambatan pelepasan peptida vasoaktif, dan (3) penghambatan transmisi melalui
neuron orde kedua naik ke talamus.
 Sumatriptan Injeksi SC dikemas sebagai perangkat autoinjector untuk administrasi
sendiri. Dibandingkan dengan formulasi oral, administrasi SC menawarkan
peningkatan efikasi dan onset aksi yang lebih cepat. Sumatriptan intranasal juga
memiliki efek onset yang lebih cepat daripada formulasi oral dan menghasilkan
tingkat respon yang sama.
 Triptan generasi kedua (semua kecuali sumatriptan) memiliki ketersediaan hayati oral
yang lebih tinggi dan waktu paruh yang lebih lama daripada sumatriptan oral, yang
secara teoritis dapat mengurangi kekambuhan sakit kepala. Namun, uji klinis
komparatif diperlukan untuk menentukan kemanjuran relatifnya. Frovatriptan.dll dan
naratriptan.dll memiliki waktu paruh terpanjang, onset kerja paling lambat, dan sakit
kepala lebih sedikit.
 Kurangnya respons terhadap satu triptan tidak menghalangi terapi efektif dengan
triptan lain.
 Efek samping triptan termasuk parestesia, kelelahan, pusing, kemerahan, hangat
sensasi, dan mengantuk. Reaksi kecil di tempat suntikan dilaporkan dengan
penggunaan SC, dan penyimpangan rasa dan ketidaknyamanan hidung dapat terjadi
dengan pemberian intranasal. Hingga 25% pasien melaporkan sesak dada; tekanan;
berat; atau nyeri di dada, leher, atau tenggorokan. Mekanisme gejala ini tidak
diketahui, tetapi sumber jantung tidak mungkin terjadi pada kebanyakan pasien.
Kasus MI terisolasi dan vasospasme koroner dengan iskemia telah dilaporkan.
 Kontraindikasi termasuk penyakit jantung iskemik, hipertensi yang tidak terkontrol,
penyakit serebrovaskular, migrain hemiplegia dan basilar, dan kehamilan. Jangan
berikan triptan dalam waktu 24 jam setelah pemberian turunan ergotamin atau dalam
2 minggu setelah terapi dengan inhibitor monoamine oksidase. Penggunaan triptan
secara bersamaan dengan inhibitor reuptake serotonin selektif atau inhibitor reuptake
serotonin – norepinefrin dapat menyebabkan sindrom serotonin, kondisi yang
berpotensi mengancam nyawa.
 Gunakan triptan dengan hati-hati pada pasien yang berisiko terkena penyakit arteri
koroner yang tidak diketahui. Lakukan penilaian kardiovaskular sebelum memberikan
triptan kepada wanita pascamenopause, pria di atas 40 tahun, dan pasien dengan
faktor risiko yang tidak terkontrol, dan berikan dosis pertama di bawah pengawasan
medis.
Opioid
 Memesan opioid dan turunannya (misalnya, meperidine, butorphanol, oxycodone, dan
hydromorphone) untuk pasien dengan sakit kepala yang jarang terjadi sedang sampai
berat dimana terapi konvensional merupakan kontraindikasi atau sebagai obat
penyelamat setelah kegagalan untuk merespon terapi konvensional. Awasi terapi
opioid dengan cermat.

2. Profilaksis Farmakologis Migrain

GAMBAR 2. Algoritma pengobatan untuk manajemen profilaksis sakit kepala migrain

Terapi profilaksis diberikan setiap hari untuk mengurangi frekuensi, tingkat keparahan, dan
durasi serangan, dan untuk meningkatkan respons terhadap terapi akut.
 Pertimbangkan profilaksis dalam pengaturan migrain berulang yang menghasilkan
kecacatan yang signifikan; serangan yang sering membutuhkan pengobatan
simptomatik lebih dari dua kali seminggu; terapi simtomatik yang tidak efektif,
kontraindikasi, atau menghasilkan efek samping yang serius; varian migrain yang
tidak umum yang menyebabkan gangguan berat atau risiko cedera neurologis; dan
preferensi pasien untuk membatasi jumlah serangan.
 Terapi pencegahan juga dapat diberikan sewaktu-waktu bila sakit kepala berulang
dalam pola yang dapat diprediksi (misalnya, akibat olahraga atau migrain saat
menstruasi).
 Karena kemanjuran berbagai agen profilaksis tampaknya serupa, pemilihan obat
didasarkan pada profil efek samping dan kondisi komorbid. Respon terhadap agen
tidak dapat diprediksi, dan percobaan 2 sampai 3 bulan diperlukan untuk mencapai
keuntungan klinis.
 Hanya propranolol, timolol, natrium divalproex, dan topiramate.dll adalah Makanan
dan Obat Administrasi (FDA) disetujui untuk pencegahan migrain.
 Mulailah profilaksis dengan dosis rendah, dan lanjutkan perlahan sampai efek
terapeutik tercapai atau efek samping tidak dapat ditoleransi.
 Lanjutkan profilaksis setidaknya selama 6 sampai 12 bulan setelah frekuensi dan
keparahan sakit kepala berkurang, dan kemudian pengurangan atau penghentian
secara bertahap mungkin masuk akal.

Antagonis Β-Adrenergik
 Propranolol, timolol, dan metoprolol mengurangi frekuensi serangan migrain hingga
50% di lebih dari 50% pasien. Atenolol dan Nadolol mungkin juga efektif.
 Efek sampingnya antara lain mengantuk, kelelahan, gangguan tidur, mimpi yang jelas,
gangguan memori, depresi, disfungsi seksual, bradikardia, dan hipotensi.
 Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan gagal jantung, penyakit pembuluh
darah perifer, gangguan konduksi atrioventrikular, asma, depresi, dan diabetes.
Antidepresan
 Antidepresan trisiklik (TCA) amitriptyline dan venlafaxine.dll mungkin efektif untuk
profilaksis migrain. Ada cukup data untuk mendukung atau menyangkal kemanjuran
antidepresan lain.
 Efek menguntungkannya dalam profilaksis migrain tidak bergantung pada
antidepresan aktivitas dan mungkin terkait dengan regulasi turun dari 5HT pusat 2
reseptor, peningkatan norepinefrin sinaptik, dan peningkatan aksi reseptor opioid.
 TCA biasanya ditoleransi dengan baik pada dosis yang digunakan untuk profilaksis
migrain, tetapi efek antikolinergik dapat membatasi penggunaan, terutama pada
pasien usia lanjut atau mereka dengan hiperplasia prostat jinak atau glaukoma. Dosis
malam lebih disukai karena sedasi. Nafsu makan meningkat dan berat badan bisa
meningkat. Hipotensi ortostatik dan konduksi atrioventrikular yang melambat kadang-
kadang dilaporkan.
Antikonvulsan
 Asam valproat, natrium divalproex ( a 1: 1 kombinasi molar natrium valproat dan
asam valproat), dan topiramate.dll dapat mengurangi frekuensi, keparahan, dan durasi
sakit kepala.
 Efek samping dari asam valproik dan natrium divalproex termasuk mual (lebih jarang
dengan natrium divalproex dan titrasi dosis bertahap), tremor, mengantuk,
penambahan berat badan, rambut rontok, dan hepatotoksisitas (risiko hepatotoksisitas
tampaknya rendah pada pasien yang berusia lebih dari 10 tahun monoterapi).
Dapatkan tes fungsi hati dasar. Formulasi divalproex pelepasan diperpanjang
diberikan sekali sehari dan lebih baik ditoleransi daripada formulasi berlapis enterik.
Valproate merupakan kontraindikasi pada kehamilan dan pasien dengan riwayat
pankreatitis atau penyakit hati kronis.
 Lima puluh persen pasien menanggapi topiramate.dll Parestesia (~ 50% pasien) dan
penurunan berat badan (9% -12% pasien) sering terjadi. Efek samping lain termasuk
kelelahan, anoreksia, diare, kesulitan dengan ingatan, masalah bahasa, gangguan rasa,
dan mual. Gunakan topiramate dengan hati-hati atau dihindari pada mereka yang
memiliki riwayat batu ginjal atau gangguan kognitif.
 Karbamazepin mungkin efektif.
Obat Anti Inflamasi Nonsteroid
 Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) cukup efektif untuk mengurangi frekuensi,
keparahan, dan durasi serangan migrain, tetapi potensi GI dan toksisitas ginjal
membatasi penggunaan harian atau jangka panjang.
 Mereka dapat digunakan sesekali untuk mencegah sakit kepala yang kambuh dalam
pola yang dapat diprediksi (misalnya, migrain menstruasi). Lakukan hingga satu
minggu sebelum waktu kerentanan sakit kepala, dan lanjutkan sampai kerentanan
berlalu.
 Untuk pencegahan migrain, bukti kemanjuran paling kuat untuk naproxen dan
terlemah untuk aspirin.
Obat Lainnya
 Verapamil telah banyak digunakan, tetapi bukti kemanjurannya tidak memadai.
 Frovatriptan.dll efektif untuk profilaksis migrain menstruasi, dan naratriptan.dll dan
zolmitriptan mungkin efektif.
 Obat lain yang mungkin efektif termasuk Petasites, riboflavin (vitamin B 2), ekstrak
feverfew, magnesium, subkutan histamin, lisinopril, candesartan, clonidine,
guanfacine, dan koenzim Q10, tetapi penelitian tambahan diperlukan untuk itu
mengkonfirmasi kemanjuran.

3. Pengobatan Sakit Kepala Tipe Tegang

 Analgesik sederhana ( sendiri atau dalam kombinasi dengan kafein) dan NSAID
adalah
andalan terapi akut. Asetaminofen, aspirin, diklofenak, ibuprofen, naproxen,
ketoprofen, dan ketorolac efektif.
 Kombinasi aspirin atau acetaminophen dengan butalbital, atau jarang, kodein adalah
pilihan yang efektif, tetapi hindari penggunaan kombinasi butalbital dan kodein bila
memungkinkan.
 Berikan obat akut untuk sakit kepala episodik tidak lebih dari 3 hari (mengandung
butalbital), 9 hari (analgesik kombinasi), atau 15 hari (NSAID) per bulan untuk
mencegah berkembangnya sakit kepala tipe tegang kronis.
 Tidak ada bukti yang mendukung kemanjuran pelemas otot.
 Pertimbangkan pengobatan pencegahan jika frekuensi sakit kepala lebih dari dua per
minggu, durasinya lebih dari 3 sampai 4 jam, atau tingkat keparahan menyebabkan
penggunaan obat yang berlebihan atau kecacatan substansial.
 Itu TCA paling sering digunakan untuk profilaksis sakit kepala tegang, tapi
venlafaxine, mirtazapine, gabapentin, topiramate, dan tizanidine mungkin juga efektif.
(Wells, 2017)
B. Pengobatan Nonfarmakologi
1. Pengobatan Nonfarmakologi Migrain
 Tempelkan es ke kepala dan anjurkan periode istirahat atau tidur, biasanya di
lingkungan yang gelap dan tenang.
 Identifikasi dan hindari pemicu serangan migrain ( Tabel 1 ).

Pemicu Migrain yang Sering Dilaporkan


Pemicu makanan
 Alkohol
 Penarikan kafein / kafein Cokelat
 Makanan fermentasi dan acar
 Monosodium glutamat (misalnya, dalam makanan Cina, garam berbumbu, dan makanan
instan) Makanan yang mengandung nitrat (misalnya, daging olahan)
 Sakarin / aspartam (mis., Makanan diet atau soda diet) Makanan yang mengandung
Tyramine
Pemicu lingkungan
 Lampu silau atau berkedip
 Ketinggian tinggi
 Suara keras
 Bau dan asap yang kuat
 Asap tembakau
 Perubahan cuaca
Pemicu perilaku-fisiologis
 Tidur berlebihan atau tidak cukup
 Kelelahan
 Menstruasi, menopause
 Aktivitas seksual
 Melewati jam makan
 Aktivitas fisik yang berat (mis., Aktivitas berlebihan yang berkepanjangan) Stres atau pasca
stres
 Intervensi perilaku (terapi relaksasi, biofeedback, dan terapi kognitif) dapat
membantu pasien yang lebih memilih terapi non-obat atau ketika terapi obat tidak
efektif atau tidak dapat ditoleransi.

2. Pengobatan Nonfarmakologi Sakit Kepala Tipe Tegang


 Terapi nonfarmakologis termasuk jaminan dan konseling, manajemen stres, pelatihan
relaksasi, dan biofeedback. Bukti yang mendukung pilihan terapi fisik (mis., Kompres
panas atau dingin, ultrasonik, stimulasi saraf listrik, pijat, akupunktur, injeksi titik
pemicu, dan blok saraf oksipital) tidak konsisten. (Wells, 2017)
Sumber :
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta
Wells, Barbara G. Joseph T. DiPiro. Terry L. Schwinghammer. Cecily V. Dipiro. 2017.
Pharmacotherapy Handbook 10 th Edition. The McGraw-Hill Companies: United
States

Anda mungkin juga menyukai