Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Migrain seperti yang ditetapkan oleh panitia ad Hoc mengenai klasifikasi nyeri
kepala (Ad Hoc Committee on Classification of Headache) adalah serangan nyeri kepala
berulang-ulang dengan frekuensi lama dan hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam,
serangannya sesisi dan biasanya berhubungan dengan tak suka makan dan kadang-kadang
dengan mual dan muntah. Kadang-kadang dengan mual didahului dengan gangguan
sensorik, motorik, dan kejiwaan. Sering ada faktor keturunan (Widjaja, 2003).
Sedangkan menurut Dorland, migrain adalah kompleks gejala serangan periodik
sakit kepala vascular yang biasanya bersifat familial, biasanya terjadi di temporal dan
onsetnya unilateral, sering disertai iritabilitas, mual, muntah, konstipasi, atau diare, dan
seringkali fotofobia. Serangan didahului dengan penyempitan arteri kranial, biasanya
menghasilkan gejala sensorik prodromal (terutama okular), dan penyebab depresi Leao,
migrain sendiri akan mulai dengan vasodilatasi yang mengikuti. Dibedakan atas dua
bentuk primer, migrain dengan aura dan migrain tanpa aura ; jenis tanpa aura lebih sering
ditemukan (Dorland, 2002).
Blau mengusulkan definisi migrain sebagai berikut : nyeri kepala yang berulangulang dan berlangsung 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri kepalanya harus
berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointestinal atau keduanya. Gejala visual
timbul sebagai aura, dan/atau fotofobia selama fase nyeri kepala. Bila tak ada gangguan
visual hanya gastrointestinal, maka muntah harus sebagai gejala pada beberapa serangan
(Widjaja, 2003).
Migrain (Yun. hemicrania = nyeri sebelah kepala ; hemi = setengah, cranium =
tengkorak) adalah penyakit yang bercirikan serangan nyeri hebat dari satu sisi (unilateral)
kepala dengan denyutan di pelipis yang dating secara berkala, imimnya disertai gangguan
saluran cerna seperti mual dan muntah. Serangan dapat terjadi beberapa kali setahun
sampai beberapa kali seminggi, sedangkan lama serangan umumnya 1-2 jam, yang bias
disusul oleh sakit kepala tersebar selama beberapa hari (Tjay dan Rahardja, 2002).

4
2.2 ETIOLOGI
Penyebab migrain belum diketahui dengan pasti, hanya jarang sekali diakibatkan
oleh suatu penyakit organis seperti tumor otak atau cedera kepala. Namun sedah
dipastikan bahwa migrain adalah suatu gangguan sirkulasi darah, yamg menimbulkan
vasodilatasi dan penyaluran darah secara berlebihan ke selaput otak (meninges) dengan
efek nyeri hebat di sebelah kepala. Keturunan memegang peranan penting kepekaan
seseorang untuk migrain. Para peneliti di Edinburg (1997) telah menemukan suatu gen
yang terlibat pada kambuhnya migrain. Gen yang dapat diturunkan ini menghambat
kemampuan sel-sel tubuh untuk menggunakan kalsium agar dapat berkomunikasi satu
dengan yang lain. Tetapi faktor keturunan ini tidak selalu menentukan. Ada juga orangorang yang yang mempunyai predisposisi demikian, tetapi baru mendapat serangan
migrain bila ada faktor-faktor lain yang memicunya.(Tjay dan Rahardja, 2002).
Mudah tidaknya seseorang terkena penyakit migrain ditentukan oleh adanya defek
biologis herediter pada sistem saraf pusat. Berbagai faktor dapat memicu serangan
migrain pada orang yang berbakat tersebut antara lain :
1. Hormonal.
Fluktuasi hormon merupakan faktor pemicu pada 60% wanita, 14% hanya
mendapat serangan selama haid. Nyeri kepala migrain dipicu oleh turunnya kadar
17- estradiol plasma saat akan haid. Serangan migrain berkurang selama
kehamilan karena kadar estrogen yang relatif tinggi dan konstan, sebaliknya
minngu pertama post partum, 40% pasien mengalami serangan yang hebat, karena
turunnya kadar estradiol. Pemakaian pil kontraseptif juga meningkatkan serangan
migrain.
2.

Menopause.
Umumnya, nyeri kepala migrain akan meningkat frekuensi dan berat ringannya
pada saat menjelang menopause. Tetapi, beberapa kasus membaik setelah
menopause. Terapi hormonal dengan estrogen dosis rendah dapat diberikan untuk
mengatasi serangan migrain pascamenopause.

3. Makanan.
Berbagai makanan/zat dapat memicu timbulnya serangan migrain. Pemicu migrain
tersering adalah alkohol berdasarkan efek vasodilatasinya di mana anggur merah
dan bir merupakan pemicu terkuat. Makanan yang mengandung tiramin, yang
berasal dari asam amino tirosin, seperti keju, makanan yang diawetkan atau diragi,

5
hati, anggur merah, yogurt, dll. Makanan lain yang pernah dilaporkan dapat
mencetuskan migrain adalah coklat (feniletilamin), telur, kacang, bawang, pizza,
alpokat, pemanis buatan, buah jeruk, pisang, daging babi, teh, kopi, dan coca cola
yang berlebihan.
4. Monosodium glutamat.
Adalah pemicu migrain yang sering dan penyebab dari sindrom restoran Cina
yaitu nyeri kepala yang disertai kecemasan, pusing, parestesia leher dan tangan,
serta nyeri perut dan nyeri dada.
5. Obat-obatan.
Seperti nitrogliserin, nifedipin sublingual, isosorbid-dinitrat, tetrasiklin, vitamin A
dosis tinggi, fluoksetin,dll.
6. Aspartam.
Yang merupakan komponen utama pemanis buatan dapat menimbulkan nyeri
kepala pada orang tertentu.
7. Kafein yang berlebihan (350 mg/hari) atau penghentian mendadak minum
kafein.
8. Lingkungan.
Perubahan lingkungan dalam tubuh yang meliputi fluktuasi hormon pada siklus
haid dan perubahan irama bangun tidur dapat menimbulkan serangan akut
migrain. Perubahan lingkungan eksternal meliputi cuaca, musim, tekanan udara,
ketinggian dari permukaan laut, dan terlambat makan.
9. Rangsang sensorik.
Cahaya yang berkedap-kedip, cahaya silau, cahaya matahari yang terang atau bau
parfum, zat kimia pembersih.
10. Stres fisik dan mental dapat memperberat serangan migrain.
11. Faktor pemicu lain aktivitas seksual, trauma kepala, kurang atau kelebihan tidur
(Mansjoer dkk, 2000)
2.3 EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan 9% dari laki-laki, 16% dari wanita, dan 3-4% dari anak-anak
menderita migrain. Dua perseratus dari kunjungan baru di unit rawat jalan penyakit saraf
menderita nyeri kepala migrain. (Widjaja, 2003)

6
Marcus Ferrone et al menyimpulkan bahwa prevalensi migrain tetap stabil di U. S.
A sejak lebih dari beberapa dekade yang lalu. Pada tahun pertama prevalensi dilaporkan
menjadi 18,2 % di antara wanita dan 6,4 % di antara pria. Prevalensi tertinggi baik pada
laki-laki dan wanita terjadi antara umur 25 sampai 55 tahun. Angka ini menurun setelah
melewati decade ke-5 dari usia hidup baik pada laki-laki maupun wanita; akan tetapi
masih menyisakan lebih banyak pada wanita daripada laki-laki. Lebih dari 28 juta
penduduk Amerika (kira-kira 10% sampai 12% dalam populasi) yang menderita migrain,
hampir 91% memiliki bentuk kelemahan fungsional. Ketidakmampuan ini tidak hanya
mempengaruhi dalam kehilangan waktu untuk bekerja atau sekolah, akan tetapi juga
mengganggu aktivitas social dan keluarga. Perusahaan-perusahaan di Amerika kehilangan
mendekati 13 juta dollar tiap tahun dikarenakan oleh kelemahan atau penurunan
produktivitas pekerja yang menderita migrain. (Ferrone et al, 2003).
2.4 PATOFISIOLOGI
Ada sejumlah teori tentang terjadinya migrain :
1. Teori neurovasculer
Pada keadaan tertentu, misalnya stress, terjadi hiperaktivitas saraf adrenergis,
yang melepaskan NA dan 5HT berlebihan dengan daya vasokonstriksi kuat.
Akibatnya ialah kekurangan penyaluran darah setempat di dalam otak (intracranial)
dan timbul kekurangan oksigen. Hipoksia ini menyebabkan fase prodromal dan
aura, juga menolong sel-sel otak untuk mensekresi neurokinin. Zat-zat mediator ini
mengakibatkan vasodilatasi dari arteri extracranial, antara lain arteri leher. Oleh
karena itu penyaluran darah ke otak bertambah dengan terjadinya udem. Membran
dari sel-sel dengan hipoksia menjadi lebih permeabel bagi ion-ion kalsium, yang
kemudian menginvasi sel-sel itu dengan menimbulkan vasospasme. Dengan
demikian, keadaan hipoksia ditunjang terus dan prosesnya menjadi laksana
lingkaran setanm (vicious circle) dengan serangan-serangan yang berlangsung terus
pula.
2. Teori agregasi trombosit
Seperti telah dibicarakan sebelumnya bahwa semua serotonin dalamdarah
diangkut oleh trombosit. Pelat-pelat darah ini bergumpal di bawah pengaruh
induktor seperti adrenalin (stress) dan tiramin (keju) pada orang-orang yang peka.
Pada proses agregasi ini, serotonin dilepaskan kedalam darah, yang membuat
trombosit lain lebih peka terhadap indikator tersebut. Dengan demikian, pada

7
migrain proses agregasi mempercepat diridang berlangsung lebih cepat daripada
keadaan normal. Oleh karena itu pada permulaan serangan kadar serotonin (dan
NA) dalam darah naik sedikit, tetapi kemudian menurun; sedangkan dalam urin
kadar metabolitnya (5HIAA) meningkat.
Serotonin menimbulkan vasodilatasi atau konstriksi, tergantung dari tipe
reseptor 5HT yang berada di pembuluh tertentu.
Obat-obat anti-agregasi trombosit, seperti asetosal dan propranolol, ternyata
efektif pada penanganan jenis migrain ini.
3. Teori spreading depression untuk migrain klasik
Pada tahun 1955 dilakukan penelitian dengan injeksi Xenon-133 radioaktif di
arterileher penderita migrain klasik pada permulaan serangan dengan menggunakan
alat tomografi canggih untuk membentuk gambar potongan bagian tubuh (PET =
Positron Emission Tomographi). Penelitian ini menunjukkan bahwa semula terdapat
kekurangan penyaluran darah di bagian belakang kepala. Hipoperfusi ini berangsurangsur menjalar ke bagian depan kepala selama fasa aura dan jauh sampai fasa
nyeri kepala. Diperkirakan gejala mata diakibatkan hipoperfusi ini, yang kemudian
disusul oleh penyaluran darah berlebihan (hiperperfusi) yang dimulai dari batang
otak dan menjalar ke seluruh selaput otak. Hiperperfusi masih bertahan juga setelah
sakit kepala hilang. Nyeri hebat diperkirakan dimulai dari bagian depan selaput
otak, di mana terdapat saraf nyeri dan tidak dari (batang) otak yang tidak memiliki
saraf nyeri. Pada migrain tanpa aura tidak terjadi hipoperfusi, maka mekanisme ini
tidak berlaku bagi jenismigrain tersebut.
Penelitian ini menunjukkan bahwa migrain klasik mungkin sekali disebabkan
oleh suatu cortical spreading depression, yaitu suatu gelombang-depolarisasi dari
neuron dan sel-sel-glia (jaringan-ikat dari sistem saraf), yang berangsur-angsur
meluas ke seluruh permukaan kulit otak (cortex). Akan tetapi terdapat indikasi
bahwa peradangan neurogen (dari arteri-arteri yang telah mendilatasi) dan agregasi
trombosit turut memegang peranan pada mekanisme proses yang rumit ini.

flunarizin
Ischemia
hipoksia

asetosal
diett

Agregasi
trombosit

tiramin

Hiperaktiv
adrenergik

5-HT
NA

Invasi Ca

neurokinin

Vasokontrikstiksi

Vasodilatasi

ergotamin
sterss
Pizotefen
propranolol

serangan

klonidin

Gambar skema patogenesis migrain menurut teori neurovaskulaer dengan titiktitik kerja berbagai obat pencegahan
2.5 KLASIFIKASI MIGRAIN
Menurut Panitia Klasifikasi Sakit Kepala dari Perhimpunan Sakit Kepala
Internasional 1988 (Headache Classification Committee of The International Headache
Society), migrain dibagi sebagai berikut:
1. Migrain tanpa aura (migrain biasa)
2. Migrain dengan aura (migrain klasik)

Migrain dengan aura yang khas

Migrain dengan aura yang berlangsung lama

Migrain dengan lumpuh separuh badan (familial hemiplegic migraine)

Migrain dengan aura berasal daribatang otak atau bagian belakang (basilar
migraine)

Migrain aura tanpa sakit kepala

Migrain dengan permulaan aura yang mendadak

3. Migrain dengan kelumpuhan otot-otot mata (opthalmoplegic migraine)


4. Migrain dengan serangan buta yang berlangsung kurang dari satu jam atau
skotoma satu mata. Ini dapat atau tanpa diikuti oleh nyeri kepala.
5. Tanda-tanda permulaan migrain pada anak-anak

Pusing (mumet) berulang-ulang yang timbul pada kanak-kanak (Basors


syndrome)

Lumpuh separuh badan berganti-ganti (kadang-kadang kanan, kadang-kadang


kiri). Permulaannya biasanya sebelum umur 18 bulan.

6. Migrain yang berhubungan dengan kelainan di otak, misalnya tumor otak.


7. Penyulit migrain

Status migraenosus, yaitu serangan migrain dengan sakit kepala lebih dari 72
jam walaupun diberi pengobatan intensif.

Infark otak akibat migrain.

8. Gangguan seperti migrain yang tak dapat diklasifikasi.


2.6 GAMBARAN KLINIK
Migrain jalannya serangan dapat diterangkan sebagai berikut :
1. Fasa prodromal.
Sekitar 25% penderita migrain mendapat serangan setelah didahului oleh suatu
fasa pertanda, umumnya - 2 jam sebelumnyeri kepala muncul. Fasa ini
bercirikan tanda-tanda pertama (aura) berupa gejala neurologis seperti fonofobia
dan fotofobia, yaitu kepekaan berlebihan terhadap bunyi-bunyian yang keras, bau
yang tajam, maupun cahaya yang tampak seperti kilat (teichopsia), bintik-bintik
hitam atau warna-warni (scotomata). Gejala ini disertai gelisah, mudah
tersinggung, pusing, termenung, mual dan pada sebagian orang timbul perasaan
nyaman. Lamanya fasa ini lebih kurang - 1 jam lebih, kemudian disusul
serangan.

10
2. Serangan.
Aura ini dihubungkan dengan ischemia (tak menerima darah) dari arteri otak, yang
menciut keras (vasokonstriksi) selama kira-kira 15 menit sampai 1 jam.
Kemudian disusul oleh vasodilatasi, udema dari pembuluh darah dan sakit kepala
yang berdenyut-denyut. Penyaluran darah ke bagian kepala meningkat dan
denyutan arteri tersebut (pulsasi) diperkuat hingga tampakjelas di permukaan
pelipis (sebelah atau kedua pelipis). Gejala ini menimbulkan rasa sakit yang hebat
seolah-olah kepala mau pecah. Perasaan mual meningkat, timbul muntah dan
pasien memilih tiduran di tempat yang gelap. Setelah beberapa jam, serangan
migrain ini berhenti dan kemudian dapat timbul diare, serta pasien cenderung
banyak kencing dan mengantuk.(Tjay dan Rahardja, 2002).
2.7 DIAGNOSIS BANDING
1. Nyeri kepala kluster.
2. Nyeri kepala tegang (tension headache).
3. Spondilosis servikal.
4. Peningkatan tekanan darah.
5. Kelainan intrakranial.
6. Sinusitis.
7. Otitis media.
8. Transcient Ischemic Attack (TIA). (Longmore et al, 2001).
2.8 DIAGNOSIS
Kadang-kadang timbul kesulitan untuk mengetahui jenis sakit kepala guna
menentukan apakah penderita memerlukan pengobatan atau harus menjalani terapi
stress management. Akhir-akhir ini telah dikembangkan suatu screening test 15
menit (Ohio University) untuk memperoleh informasi di mana letak sakit, keparahan,
dan apakah ada factor-faktor lain yang menjadi penyebabnya (Tjay dan Rahardja,
2002).
Gejala prodrom atau aura yang dapat terjadi bersamaan atau mendahului
serangan migrain, berupa :

11
1. Fenomena visual positif (penglihatan berkunang-kunang seperti melihat kembang
api, bulatan-bulatan terang kecil yang melebar seperti gejala fortifikasi yang
berupa gambararan benteng dari atas).
2. Fenomena visual negatif (penglihatan semakin kabur, seperti berawan sampai
semuanya tampak gelap).
3. Anoreksia, mual, muntah, diare, fotofobia/takut cahaya, dan/atau kelainan otonom
lainnya.
Kadang-kadang terdapat kelainan neurologik (misalnya gangguan motorik,
sensorik, kejiwaan) yang menyertai, timbul kemudian atau mendahului serangan
migrain dan biasanya berlangssung sepintas/reversibel (Nuartha, 2003)
Migrain diklasifikasikan sebagai kelainan nyeri kepala primer. Untuk nyeri
kepala didiagnosis sebagai migrain, penyebab sekundernya harus berperan seperti
tumor, kecelakaan serebrovaskular, atau meningitis. Akan tetapi, pasien dengan
penyakit organik yang hanya memiliki simptom nyeri kepala saja adalah sangat
jarang. Para klinisi harus mengarahkan secara cermat tentang sejarah pasien;
pemeriksaan fisik dan mata, skening imaging neurodiagnostik (contoh CT-scan atau
MRI), dan lumbal punksi jika disangka ada meningitis. Semua hasil pemeriksaan yang
didapat disesuaikan dengan tes-tes yang lain (gambaran hitung darah lengkap dan
kadar Thyroid Stimulating Hormone/TSH) dapat membantu mendiagnosis banding
dengan penyakit-penyakit lain.
2.9 PENATALAKSANAAN
Terapi lini pertama menggunakan antiemetik oral atau intravena, parasetamol, asam
asetil-salisilat (ASA), NSAID (ibuprofen, naproksen, diklofenak), fenotiazin, dihidroergotamin (DHE) intranasal atau subkutan, naratriptan, rizatriptan, atau zolmitriptan.
Terapi lini kedua menggunakan antiemetik (intravena), NSAID (mis., ketorolak
intramuskular), sumatriptan (subkutan), ergotamin, haloperidol, lidokain intranasal, opiat
intranasal, kortikosteroid, fenotiazin, atau opiat. Terapi lini ketiga menggunakan
sumatriptan (intranasal), fenotiazin intravena, barbiturat.
Tiga lini terapi migren di atas secara umum dapat dikelompokkan lagi menjadi
terapi akut non-spesifik dan terapi akut spesifik. Terapi akut non-spesifik Analgesik dan
NSAID (non-steroidal anti-inflammatory drugs) Analgesik dan NSAID merupakan terapi
akut lini pertama. Obat-obat golongan ini meliputi asam asetilsalisilat (500-1000 mg),

12
kalium diklofenak (50-100 mg), Ibuprofen (100-300 mg), ibuprofen (400-2400 mg atau
200-800 mg), naproxen (750-1250 mg), naproksen sodium (550-1100 mg), parasetamol
(1000 mg), piroksikam SL (40 mg), dan asam mefenamat (200-400 mg). Kombinasi
analgesik seperti: parasetamol, aspirin dan kafein, secara signii kan terbukti lebih efektif
daripada placebo. Terkadang efikasi analgesik dilengkapi dengan pemberian bersama
metoklopramid (5 mg atau 10 mg oral) diberikan sebelum atau bersamaan dengan
analgesik oral); penambahan ini dapat meningkatkan absorpsi asam asetilsalisilat,
menurunkan mual, dan memperbaiki respons terapeutik.
Antiemetik
Beberapa agen gastroprokinetik efektif mengatasi mual dan muntah pada penderita
migren. Contoh obat golongan ini adalah metoklopramid (10 mg PO, IM, atau IV) dan
domperidon (20-30 mg PO atau PR), yang memiliki keuntungan tambahan dalam
meningkatkan bioavailabilitas obat-obat yang diberikan bersamaan secara oral untuk
mengatasi migren. Klorpromazin (25-50 mg IM), metoklopramid (10 mg IV atau IM),
dan proklorperazin (10 mg IV atau IM) juga telah digunakan sebagai terapi tunggal untuk
mengatasi migren.
Terapi akut spesifik
Triptan, Sumatriptan,
triptan yang pertama, pada mulanya tersedia dalam sediaan subkutan. Enam triptan
yang ditemukan setelah sumatriptan ialah almotriptan, eletriptan, frovatriptan, naratriptan,
rizatriptan, dan zolmitriptan. Onset tercepat dijumpai pada pemberian sumatriptan
subkutan. Eletriptan dan rizatriptan adalah triptan oral dengan aksi paling cepat, yang
efeknya terlihat setelah 30 menit. Almotriptan, sumatriptan, dan zolmitriptan bekerja
dalam waktu 45-60 menit. Yang paling memungkinkan untuk keberhasilan terapi secara
konsisten adalah almotriptan, eletriptan, dan rizatriptan. Efek samping paling rendah
dilaporkan pada almotriptan, eletriptan, dan naratriptan. Triptan lebih efektif bila nyeri
kepala masih ringan, tidak bermanfaat bila diminum sebelum onset nyeri kepala, atau
selama gejala-gejala premonitory atau aura. Kontraindikasi pemberian triptan antara lain
penyakit arteri yang tidak diobati, penyakit Raynaud, kehamilan, laktasi, gagal ginjal
berat, dan gagal hati berat. Triptan sebaiknya dihindari penderita dengan aura yang tidak
biasa atau memanjang, migren basilar, dan migren hemiplegik.

13
Turunan ergot
Dihidroergotamin dapat diberikan secara intramuskuler, intravena, subkutan, dan
intranasal. Kontraindikasi pemberian turunan ergot sama seperti kontraindikasi pemberian
triptan.
Manajemen migren akut
Di IGD, untuk migren derajat ringan/sedang dan pasien belum minum obat, dapat
diberikan aspirin 900 mg dan metoklopramid 10 mg per oral. Untuk migren sedang
hingga berat, ada dua pilihan. Pilihan pertama, bila sudah diberi obat dokter, biasa minum
obat, atau disertai muntah, dapat diberikan metoklopramid 10 mg IM atau proklorperazin
12,5 mg IM atau sumatriptan 6 mg SC. Pilihan kedua, untuk migren derajat sedang
hingga berat (pada situasi kegawatdaruratan), bisa digunakan klorpromazin 25 mg dalam
1.000 mL saline normal IV, diberikan dalam 30-60 menit (diulangi bila perlu), atau
proklorperazin 12,5 mg IV atau sumatriptan 6 mg SC.
Untuk mencegah penderita migren akut menjadi kronis, diperlukan pula pendekatan
psikosomatik yang meliputi penilaian fisik dan mental, contohnya autogenic training,
biofeedback therapy, dan cognitive therapy. Hal ini perlu dilakukan mengingat stres
sosial dan psikologis serta gangguan ansietas dan depresi adalah faktor terpenting dalam
perjalanan dan pemeliharaan penderita migren.
Selain medikamentosa, suplemen magnesium oral juga dapat dipakai sebagai
komplemen, berupa magnesium disitrat, dalam dosis 600 mg/hari, atau bentuk garam
magnesium lainnya, seperti chelated magnesium, magnesium oksida, dan magnesium
lepas lambat (bentuk terbaik untuk diabsorpsi), dengan dosis harian 400 mg dan efek
samping diare. Petasites hybridus, dengan dosis 75 mg dua kali sehari selama 1 bulan,
lalu 50 mg dua kali sehari, Feverfew (100 mg setiap hari), CoQ10 (300 mg setiap hari),
ribol avin (vitamin B2), dengan dosis 400 mg setiap hari, dan asam alfa lipoat (600 mg
setiap hari) merupakan komplemen lain yang pernah digunakan.
2.10 PROGNOSIS
Dubia ad bonam apabila diterapi dengan baik, akurat dan cepat, tetapi apabila
etiologi sudah diketahui maka sebaiknya diupayakan untuk menghindari etiologi, karena
biasanya akan terjadi serangan ulang pada pasien-pasien yang memiliki riwayat migrain.

Anda mungkin juga menyukai