Anda di halaman 1dari 14

Rencana Keuangan Apotek (Analisis Keuangan)

A. Sumber Pendanaan Bisnis


Modal diperlukan dalam menjalankan suatu kegiatan usaha. Modal merupakan
salah satu hal yang paling dibutuhkan dan memegang peranan penting dalam
keberlangsungan suatu usaha. Sumber dana atau permodalan dapat diperoleh secara
ekuitas dan hutang. Modal ekuitas dapat diperoleh antara lain dari tabungan pribadi
dan penjualan saham umum, sedangkan untuk modal hutang dapat diperoleh antara
lain dari investor perorangan, bank komersial, dan program yang didukung
pemerintah. Modal yang dibutuhkan dalam pendirian apotek dapat berupa: modal
operasional, modal non operasional, dan cadangan modal. Modal operasional adalah
investasi usaha dalam bentuk aktiva jangka pendek atau aktiva lancar, yaitu kas, surat
berharga, piutang usaha, persediaan, dan biaya dibayar dimuka. Modal operasional
digunakan untuk pengadaan obat-obatan di apotek sedangkan cadangan modal
digunakan untuk menutup biaya operasional selama enam bulan (terutama untuk
apotek baru yang baru buka). Modal non operasional adalah investasi usaha dalam
bentuk aktiva tetap yaitu aset yang lebih permanen dalam sebuah usaha (Soeprajitno,
2016).

B. Proyeksi Keuangan Bisnis


1. Proyeksi Penjualan, Pembelian dan Biaya Operasional Apotek
Ada dua macam metode peramalan, yaitu metode kualitatif dan metode
kuantitatif. Metode kualitatif digunakan jika tidak ada atau hanya ada sedikit data
yang tersedia sehingga pendapat dan prediksi pakar dijadikan dasar untuk
menetapkan perkiraan. Metode kuantitatif adalah metode yang digunakan untuk
memperkirakan atau memproyeksikan permintaan masa depan dengan dasar
suatu set data masa lalu (historis). Model data peramalan dengan metode
kuantitatif dikelompokkan menjadi model data time series atau deret waktu
model data hubungan kausal dan simulasi (Chase and Jacobs, 2014).
2. Proyeksi Laba Bersih Apotek
Penyusunan laporan laba rugi apotek didasarkan pada proyeksi penjualan,
pembelian, dan biaya operasional apotek yang telah diramalkan sebelumnya
dengan menggunakan metode yang tepat. Metode yang seringkali digunakan
adalah metode exponential smoothing(ES) (Chase and Jacobs, 2014).

C. Harga Pokok Penjualan


Harga perolehan atau harga pokok adalah jumlah yang dapat diukur dalam satuan
uang dalamb entuk kas yang dibayarkan, atau nilai aktifitas lainnya yang
diserahkan /dikorbankan, ataunilai jasa yang diserahkan/ dikorbankan, atau hutang
yang timbul, atau tambahan modal (Supriyono dalam Macpal dkk, 2014). Menurut
Purba dalam Widayawati (2013: 194) menyatakan bahwa “Harga jual adalah
sejumlah nilai yang ditukar oleh konsumen dengan manfaat dan memiliki
ataumenggunakan produk atau jasa yang nilainya ditetapkan oleh pembeli dan
penjual untuksatu harga yang sama terhadap semua pembeli.
Struktur dasar harga pokok penjualan terdiri dari tiga elemen besar saja yaitu
meliputi, Persediaan (inventory), Tenaga kerja Langsung (Direct Labor Cost), dan
Overhead Cost.

1. Persediaan (inventory)
Dalam perusahaan dagang, elemen persediaan hanya terdiri dari persediaan
barang jadi saja atau yang di kenal inventory.Sedangkan perusahaan manufaktur
persediaannya terdiri dari persediaan bahan baku (Raw materials), persediaan
barang dalam proses (WIP= Work In Process), persediaan barang jadi
(inventory). Elemen Persediaan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah besarnya
persediaan terjual maka perlu mengetahui unsur-unsur persediaan antara lain :
a. Persediaan Awal
Persediaan awal merupakan persediaan yang tersedia pada awal suatu periode
atautahun buku berjalan. Saldo persediaan awal perusahaan terdapat pada
neraca saldo periode berjalan atau pada neraca awal perusahaan atau laporan
neraca tahunan sebelumnya. Artinya persediaan tersebut telah ada sebelum
aktivitas periode ini dimulai.
b. Pembelian
Pembelian yang dimaksudkan adalah cost yang terjadi, sehingga besarnya
nilai pembelian yang diakui hanya sebesar cost yang timbul saja, diwujudkan
dengan pengeluaran kas atau pengakuan utang dagang. Sehingga nilai
pembelian yang diakuiadalah sebesar nilai bersihnya (net purchase) saja. Hal
ini perlu ditegaskan karena dalam praktek bisnis, seringkali perusahaan
sebagai pembeli, baik itu pembelian barang jadi (untuk perusahaan dagang)
maupun pembelian bahan baku (perusahaan manufaktur) memperoleh
potongan harga (discount), bisa juga terjadi pengembalianbarang kepada
pihak penjual (return). Artinya Untuk memperoleh pembelian bersih
(netpurchase), perusahaan dalam melakukan pembelian baik secara tunai
maupunsecara kredit, ditambah dengan biaya angkut pembelian serta
dikurangi denganpotongan pembelian (discount) dan return pembelian yang
terjadi.
c. Persediaan Akhir
Persediaan akhir merupakan persediaan pada akhir suatu periode atau tahun
bukuberjalan. Saldo persediaan akhir perusahaan akan diketahui dari data
penyesuaian perusahaan pada ahir periode.
d. Persediaan Tersedia Untuk dijual
Harga pokok pembelian dari seluruh barang yang dibeli selama periode,
ditambah denganharga pokok persediaan yang ada pada awal periode
(persediaan awal) merupakanjumlah harga pokok dari seluruh barang yang
tersedia untuk dijual selama periode. Jumlah ini disebut harga pokok barang
yang tersedia dijual.
Persediaan awal ditambah dengan harga pokok barang yang dibeli
samadengan harga pokok barang yang tersedia dijual, dan harga pokok
barang yang tersedia dijual dikurangi persediaan akhir sama dengan harga
pokok penjualan. Seperti terlihat dalam laporan laba-rugi, hubungan ini dapat
diringkas sebagai berikut:

2. Tenaga kerja Langsung (Direct Labor Cost)


Tenaga kerja langsung adalah upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja yang
langsung terlibat pada proses pengolahan barang dagangan. Dikatakan Direct
Labor Cost hanya jika besarnya upah yang dibayarkan tergantung pada jumlah
output product yang dihasilkan. Yang termasuk kelompok tenaga kerja langsung
adalah tenaga kerja yang dibayar berdasarkan upah satuan atau upah harian/jam.
Dalam hal ini tenaga kerja dibayar dengan upah satuan, tentu dengan jelas bisa
kita lihat bahwa upah tenaga kerja tersebut dapat dibebankan langsung pada
product yang dihasilkan. Jika upah yang dibayarkanberdasarkan jumlah jam
kerja, maka biasanya perusahaan telah menentukan jumlah(satuan) yang harus
dihasilkan untuk tenggang waktu tertentu (per jam atau per hari). Sehingga pada
akhir perhitungan, dapat diketahui berapa direct labor costuntuk
akumulasiproductyang dihasilkan. Pada perusahaan pedagang kecil (small
wholesaler atau retailer) direct labor cost sulit untuk bisa di alokasikan dengan
semestinya. Sehingga direct labor cost hanya bisa kita temukan pada perusahaan-
perusahaan manufaktur atau pertambangan.
3. Overhead Cost
Overhead cost Adalah cost yang timbul selain dari kedua elemen diatas, yang
biasanya disebut dengan indirect cost, jenis tentu saja bervariasi, tergantung jenis
usaha, skala usaha dan jenis sumberd aya yang dipakai oleh perusahaan. Yang
sering ditemui pada usaha manufaktur atau dagang adalah
a. Sewa (Rental Cost)
b. Penyusutan Mesin dan Peralatan (Depreciation on Machineries &
Equipment)
c. Penyusutan Bangunan Pabrik (Factory’s Building Depreciation)
d. Listrik, Air untuk Pabrik (Factory’s Utilities)
e. Pemeliharaan Pabrik & Mesin (Factory & Machiniries Maintenance)
f. Pengemasan (Packaging/Bottling & Labor Cost-nya)7
g. .Gudang (Warehousing Cost)
h. Sample Produksi (Pre-Production Sampling)
i. Ongkos kirim (Inbound & Outbound deliveries)
j. Container (Continer).

D. Analisis Investasi Keuangan


Menurut Scarborough dan Cornwall (2015) manajemen keuangan adalah
kegiatan manajerial terkait peningkatan dana dan pemanfaatan modal yang efektif
untuk tujuan memaksimalkan pendapatan bagi pemegang saham. Beberapa metode
analisa yang dapat digunakan yaitu:
1. Metode Non-Discounted Cash Flow
Non-discounted cash flow yaitu model keputusan penganggaran modal yang
tidak mendasarkan keputusannya dari nilai sekarang dari arus kas di masa depan.
Metode yang digunakan adalah Payback Period (PP), dengan formula umum
sebagai berikut:
Total Investasi
Payback Period = x 1 tahun
Net Income+ Depreciation
Model ini umum digunakan untuk pemilihan alternatif-alternatif usaha yang
mempunyai resiko tinggi, karena modal yang telah ditanamkan harus segera
dapat diterima kembali secepat mungkin.
2. Metode Discounted Cash Flow
Discounted cash flow merupakan model keputusan penganggaran modal yang
menggabungkan nilai sekarang dari arus kas di masa yang akan datang. Metode
yang digunakan adalah Net Present Value (NPV). Kriteria yang dipergunakan
dalam penilaian NPV adalah sebagai berikut:a.Jika NPV= -(negative), maka
investasi tersebut rugi atau hasilnya (return) di bawah tingkat bunga yang
dipakai.b.Jika NPV= + (positif), maka investasi tersebut menguntungkan atau
hasilnya (return) melebihi tingkat bunga yang dipakai.
3. Break Even Point (BEP)
Break Even Point (BEP) merupakan suatu teknik analisa yang mempelajari
hubungan antara biaya tetap, biaya variable, keuntungan, dan volume kegiatan.
Suatu apotek dikatakan BEP jika keadaan apotek pada suatu periode tertentu
tidak mengalami kerugian dan tidak pula memperoleh laba, yang berarti antara
jumlah biaya dengan jumlah hasil penjualannya adalah sama. Fungsi dari analisa
BEP antara lain digunakan untuk perencanaan laba, sebagai alat pengendalian,
alat pertimbangan dalam menentukan harga jual, dan alat pertimbangan dalam
mengambil keputusan. Perhitungan BEP dilakukan menggunakan rumus berikut
ini:
Biaya tetap
BEP = 1−
Biaya variable
Hasil penjualan
Biaya tetap adalah biaya yang bersifat tetap, yang besarnya tidak bergantung
pada tingkat/volume barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu bisnis. Biaya
tidak tetap adalah biaya yang berubah-ubah karena adanya perubahan
jumlah/volume barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu bisnis (Chase and
Jacobs, 2014).
Aspek Permodalan dan Bisnis
A.  Modal Tetap
Bangunan dan Perlengkapan Apotek Biaya

Tanah dan Gedung Rp 120.000.000

Desain Interior dan Furniture (Lampu, Cat Rp 14.000.000


Ruangan)
Perlengkapan Apotek
Lemari es LG GC 150 (1 set) Rp 1.500.000
Rak Kaca etalse ukuran 2 meter @ Rp. 3.300.000
1.650.000 ( 2 buah)
Lemari Narkotik Rp. 500.000
Mesin telepon Rp 150.000
Komputer dengan MONITOR LCD Rp 2.375.000
Printer Rp 285.000
Mesin kasir Rp 373.000
LED TV 19 Inch Rp. 590.000
Kipas Angin gantung Rp. 149.000
Wastafel Rp. 150.000
Dispenser merk Sanex Rp. 85.000
Plang Nama Apotek + Buku Wajib Rp. 500.000
Farmasi
Total Rp 9.957.000
Peralatan Peracikan
Timbangan Digital kecil Rp 125.000
Cawan porselen 100 ml (1 buah) Rp 13.000
Spatula stainlees (1 buah) Rp 10.000
Gelas Ukur 50 ml (1 buah) Rp25.000
Gelas Ukur 100 ml (1 buah) Rp 55.000
Mortir stamper ukuran kecil (1 buah)
Mortir stamper ukuran sedang ( 1 Rp 25.000
buah) Rp 40.000
Batang pengaduk 15 cm (1 buah) Rp 6.000
Corong glas 100mm (1 buah) Rp 5.000

TOTAL Rp 304.000
Biaya Perizinan Rp 2.000.000
Total Modal Tetap Rp 146.261.000

Modal Tetap = Bangunan &Perlengkapan Rp 146.261.000


Apotek + Perijinan
Modal Operasional (Obat-obatan, Gaji
pegawai dan biaya lain-lain) Rp 40.000.000
Modal Investasi Rp186.261.000
Cadangan modal Rp 13.739.000
TOTAL MODAL Rp 200.000.000

B. Modal Operasional (Gaji pegawai dan biaya lain)


Pengadaan Obat-obatan Rp. 34.200.000
Gaji Pegawai
 Apoteker Pengelola Apotek (1) Rp 3.000.000
 Asisten Apoteker (2) @1.000.000 Rp 2.000.000
Total Gaji Rp 5.000.000
Biaya lain-lain
 Listrik, air, telpon, keamanan Rp 600.000
 Pemeliharaan gedung dan Rp 200.000
Pemeliharaan
Total Biaya Lain Perbulan Rp 800.000
Gaji Pegawai Perbulan + Biaya lain-lain Rp 5.800.000
Gaji Pegawai pertahun + Biaya lain-lain Rp. 69.600.000
Gaji Pegawai Apoteker + THR (dalam 1 Rp 6.000.000
tahun)
Gaji Pegawai Asisten Apoteker + THR Rp. 4.000.000
(dalam 1 Tahun)
Total Modal Operasional Rp. 40.000.000

Asumsi terjadi peningkatan sebesar 10% per tahunnya maka :


 Perkiraan Pendapatan
 Proyeksi Pendapatan Tahun I
Asumsi resep yang masuk ke apotek sebanyak 10 lembar, dengan harga rata-
rata per resepnya Rp. 50.000
- Penjualan obat resep :
10 lembar x 26 hari x 12 bulan x Rp. 50.000 = Rp. 156.000.000
- Penjualan obat bebas/OTC :
26 hari x 12 bulan x Rp. 700.000 = Rp. 218.400.000
- Penjualan OWA :
26 hari x 12 bulan x Rp. 400.000 = Rp. 124.800.000
Total = Rp. 499.200.000
 Proyeksi Pendapatan Tahun II
Rp. 499.200.000 x 110 % = Rp. 549.120.000
 Proyeksi Pendapatan Tahun III
Rp. 549.120.000 x 110 % = Rp. 604.032.000
 Proyeksi Pengeluaran Rutin Tahun I
- Pembelian obat resep : 30 % x Rp. 156.000.000 = Rp. 46.800.000
- Pembelian obat bebas : 15 % x Rp. 218.400.000 = Rp. 32.760.000
- Pembelian OWA : 30 % x Rp. 124.800.000 = Rp. 37.440.000
- Biaya lain tahunan = Rp. 19.600.000
Total = Rp. 136.600.000
Total penjualanobat resep pertahun
 Indeks Penjualan obat resep = × 1,3
Total Penjualanobat keseluruhan
Rp. 156.000 .000
= × 1,3=0,40
Rp . 499.200 .000
 Indeks Penjualan obat bebas/OTC =

Total penjualanobat bebas pertahun


×1,15
Total Penjualan obat keseluruhan
Rp. 218.400 .000
= × 1,15=0,50
Rp . 499.200 .000
Total penjualan OWA pertahun
 Indeks Penjualan OWA = ×1,3
Total Penjualanobat keseluruhan
Rp. 124.800 .000
= × 1,3=0,325
Rp . 499.200 .000
1,22−1
HPP = 100% - x 100% = 82%
1,22
 Perkiraan Profit tahun I
Omset tahun pertama = Rp. 499.200.000
HPP = 82 % x Rp. 499.200.000 = Rp. 409.344.000
Laba Kotor = Omset – HPP
= Rp. 499.200.000 - Rp. 409.344.000
= Rp. 89.856.000
Laba Bersih = Rp. 89.856.000 – Rp. 10.00.000
= Rp. 79.856.000
PPH = Rp. 79.856.000 x 10%
= Rp. 7.985.600
Profit = Laba bersih- PPH
= Rp. 79.856.000 - Rp 7.985.600
= Rp. 71.870.400

 Perkiraan Profit tahun II


Omset tahun kedua = Rp. 549.120.000
HPP = 82 % x Rp. 549. 120.000 = Rp. 450.278.400
Laba Kotor = Omset – HPP
= Rp. 549.120.000 - Rp. 450.278.400
= Rp. 98.841.600
Laba Bersih = Rp. 98.841.600 – Rp. 20.000.000
= Rp. 78.841.600
PPH = Rp. 78.841.600 x 10%
= Rp. 7.884.160
Profit = Laba bersih- PPH
= Rp. 78.841.600 - Rp 7.884.160
= Rp. 70.956.440
 Perkiraan Profit tahun III
Omset tahun ketiga = Rp. 604.032.000
HPP = 82 % x Rp. 604.032.000 = Rp. 495.306.240
Laba Kotor = Omset – HPP
= Rp. 604.032.000 - Rp. 495.306.240
= Rp. 108.725.760
Laba Bersih = Rp. 108.725.760 – Rp. 30.000.000
= Rp. 78.725.760
PPH = Rp. 78.725.760 x 10%
= Rp. 7.872.576
Profit = Laba bersih- PPH
= Rp. 78.725.760 - Rp 7.872.576
= Rp. 70.853.184
Profit rata-rata dalam 3 tahun adalah Rp 71. 226.674 per tahun
Kelayakan Apotek:
1. Analisis Payback Periode (PP)
Payback Periode (PP) adalah pengukuran periode yang diperlukan dalam menutup
investasi dengan menggunakan aliran kas yang akan diterima.
Jumlah total investasi
Payback Periode (PP) = x 1 tahun
Laba netto per tahun
Rp .186 .261.000
Payback Periode = x 1 tahun = 2,6 ( 2 tahun 6 bulan)
Rp . 71.226.674
Berdasarkan perhitungan Payback Periode (PP), apotek layak untuk dibuka
karena nilainya lebih kecil dari waktu jatuh tempo pinjaman modal yang
ditetapkan sehingga modal yang digunakan sudah kembali sebelum pinjaman jatuh
tempo.

2. Analisis Return On Investment (ROI)


Return On Investment (ROI) adalah pengukuran besaran tingkat return (%) yang
akan diperoleh selama periode investasi dengan cara membandingkan jumlah nilai
laba bersih pertahun dengan nilai investasi.
ROI = laba bersih / total investasi x 100 %
Rp . 71.226.674
ROI = x 100 % = 38%
Rp .186 .261.000
Proyek layak dilaksanakan, karena nilai ROI yang diperoleh, yaitu 38,2% >
dari bunga pinjaman (kredit untuk investasi) yang ditetapkan, yaitu 22,5% .
3. Analisis Break Point Even (BEP)
Break Point Even (BEP) adalah suatu titik yang menggambarkan bahwa keadaan
kinerja apotek berada pada posisi yang tidak memperoleh keuntungan dan juga
tidak memperoleh kerugian. Posisi keadaan kinerja apotek seperti ini disebut
sebagai posisi titik pulang pokok atau titik impas. TR = TC atau TR – TC = 0
Untuk mengetahui resep pertahun atau perbulan maupun perhari melalui langkah-
langkah sebagai berikut :
 TR adalah Total Revenue (total pendapatan)
Persamaan Total Revenue :
P : Harga rata-rata obat yang dibeli konsumen (OTC + Resep + OWA)
Q : Jumlah konsumen
TR = P x Q = (Rp 700.000 + Rp 50.000 + 400.000) x Q
= Rp 1.150.000 Q
 TC (Total Cost)
Biaya tetap (FC)
- Sarana penunjang : Rp 10.261.000
- Gaji Pegawai : Rp 60.000.000
Total : Rp 70.261.000
Variabel cost ditetapkan sebesar 75%
Persamaan Total Cost:
TC = FC + (VC setiap konsumen x Q)
= Rp 70.261.000 + (75% x Rp 1.150.000 Q)
= Rp 70.261.000 + Rp 862.500 Q
 BEP (Break Event Point)
TR = TC
Rp 1.150.000 Q = Rp 70.261.000 + Rp 862.500 Q
Rp. 287.500 Q = Rp 70. 261.000 = 244,3 ≈ 244 𝒌𝒐𝒏𝒔𝒖𝒎𝒆𝒏
Jadi, BEP terjadi pada jumlah penjualan 244 konsumen dengan nilai tiap
penjualan Rp 1.150.000 atau bila total penjualan Resep, OTC atau OWA sudah
mencapai Rp 280.600.000.

PUSTAKA
Chase, Rhichard B., and Jacobs, Robert F. (2014). Operations and Supply Chain
Management. (14thGlobal ed.). Asia: McGraw Hill Education.
Scarborough, N. M., & Cornwall, J.R. (2015). Entrepreneurship and Effective Small
Business Management, Eleventh Global Edition.Essex: Pearson.
Soeprajitno, H. (2016). Entrepreneurial Marketing Recipe. Indonesia: Marketeers.
Sululing, S. Doddy, A. (2014). Analisis Harga Pokok Penjualan Pada Laba Di Apotek
Kimia Farma No.66 Luwuk. Luwuk: Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah
Luwuk.

Anda mungkin juga menyukai