Anda di halaman 1dari 4

MIGRAIN

A. Defiisi
Migren merupakan nyeri kepala akibat kelainan neurovaskular yang sering
terjadi, menyebabkan hendaya, rekuren, serta dapat diwariskan. Biasanya bersifat
unilateral dan seringkali memiliki kualitas berdenyut. Migrain seringkali berasosiasi
dengan mual, muntah, fotofobia,fonofobia. Migrain dapat dibagi menjadi migrain
tanpa aura dan migrain dengan aura.

B. Gejala Klinis

Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migraine :

1. Fase Prodromal
Fase prodromal dapat ditemukan sekitar 10-80% penderita migren, fase ini
mendahului timbulnya fase nyeri kepala yang berlangsung 1-24 jam
dengan gambaran klinis berupa iritabilitas, eksitabilitas, hiperaktif, atau
depresi. Gejala awal ini juga termasuk hipoaktif, keinginan makan,
menguap berulang-ulang, kaku leher, dan lain-lain. Gejala-gejala
prodromal ini menunjukkan sistem saraf sentral yang terlibat dalam
serangan migren.
2. Fase Aura
Aura didapatkan pada 15-20% penderita migren. Fase ini kontradiktif
dengan fase prodromal; merupakan fenomena fokal bisa berupa gejala
“positif ” (kelebihan sensasi) dan “negatif ” (sedikit sensasi). Aura tipikal
berlangsung 5-60 menit, 90% berupa aura visual, yang lain bisa berupa
gangguan sensoris maupun gangguan bicara (disfasia). Aura tersering
adalah berupa kilatan visual scotoma dengan pandangan kabur.
3. Fase Nyeri Kepala
Nyeri kepala pada penderita migren 60% unilateral, dapat berpindah-
pindah, mungkin berbeda sisi pada serangan yang berbeda. Karakteristik
nyeri kepala pada migren adalah unilateral atau bilateral, bisa di frontal,
oksipital atau suboksipital dengan intensitas sedang sampai berat,
berdenyut, dan diperberat dengan aktivitas fi sik atau batuk, bersin, dan
turun atau naik tangga.
4. Fase Postdromal
Setelah fase nyeri kepala penderita biasanya terganggu konsentrasinya dan
merasa lelah, kehabisan tenaga, iritabel. Kemudian penderita merasa
lemah, kesakitan, dan lapar.

C. Etiologi
Penyebab terjadinya migraine masih belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor atau pemicu yang dapat menyebabkan terjadinya migraine:
1. Riwayat penyakit migren dalam keluarga. 70-80% penderita migraine
memiliki anggota keluarga dekat dengan riwayat migraine juga.
2. Perubahan hormone (esterogen dan progesterone) pada wanita, khususnya
pada fase luteal siklus menstruasi.
3. Makanan yang bersifat vasodilator (anggur merah, natrium nitrat)
vasokonstriktor (keju, coklat) serta zat tambahan pada makanan.
4. Stres
5. Faktor fisik, tidur tidak teratur
6. Rangsang sensorik (cahaya silau dan bau menyengat)
7. Alkohol dan Merokok

D. Epidemiologi
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), migren menduduki
peringkat keenam dari seluruh penyakit serta peringkat pertama dari seluruh gangguan
neurologi sebagai kelainan yang menyebabkan hendaya. Persentase penyakit ini
berkisar 15-18% pada rentang usia 22-55 tahun.

E. Patomekanisme
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan terjadinya
sakit kepala migraine. Tetapi dalam beberapa tahun belakangan ini telah banyak
penelitian yang menjelaskan patomekanisme terjadinya migraine. Paling tidak ada 3
teori yang diyakini dapat menjelaskan mekanisme migraine.
1. Teori Vaskular
Berdasarkan teori ini, aura pada migren diperkirakan akibat vasokonstriksi
pembuluh darah intrakranial yang menginduksi iskemia jaringan. Selanjutnya,
terjadi rebound vasodilatasi dan mengaktitkan saraf nosiseptif perivaskular
yang akhirnya menyebabkan nyeri kepala. Namun teori ini memiliki
kelemahan, sehingga digantikan oleh teori neurovaskular.
2. Teori Neurovaskular
Menurut teori ini, migren pada awalnya merupakan proses neurogenik yang
kemudian diikuti dengan perubahan perfusi serebral (neuro ke vaskular). Pada
teori ini, dikatakan orang dengan migren memiliki saraf yang gampang
dieksitasi pada korteks serebral, terutama pada daerah oksipital.
3. Cortical Spreading Depression (CSD)
CSD merupakan teori yang menjelaskan mekanisme migren dengan aura. CSD
merupakan gelombang eksitasi neuronal pada substansia grisea yang
menyebar dari satu sisi ke sisi lain otak dengan kecepatan 2-6mm/menit.
Depolarisasi seluler ini menyebabkan fenomena korteks primer atau biasa
disebut dengan aura. Selanjutnya, proses depolarisasi akan menstimulasi
aktivasi neuron nosiseptif pada pembuluh darah dura yang kemudian
mengaktivasi saraf trigeminus dan pacta akhirnya menghasilkan nyeri kepala.
Aktivasi neuron nosiseptif dilakukan melalui pelepasan berbagai protein
plasma dan substansi yang menstimulus inflamasi, seperti calcitonin gene-
related peptide (CGRP), substansi P, peptida intestinal vasoaktif, dan
neurokinin A. Proses inflamasi ini kemudian merangsang vasodilatasi dan
akan diteruskan ke korteks sensorik sebagai rasa nyeri yang berdenyut
(Gambar 1). Sementara itu, selama proses depolarisasi dilepaskan beberapa
neurontransmiter, seperti kalium danjatau asam amino glutamat dari jaringan
saraf. Substansi tersebut kemudian mendepolarisasikan jaringan sekitarnya.
Kondisi ini akan semakin merangsang pelepasan berbagai neurotransmiter
tersebut dan menyebabkan semakin luasnya depolarisasi yang terjadi. Selama
penjalaran jaras nyeri dari trigeminovaskular ke korteks sensorik, terjadi
sinaps di nukleus salivatorius superior daerah batang otak, sehingga memicu
gejala mual dan muntah. Terdapat pula sinaps didaerah nukleus rafe dorsalis
yang jika distimulus berulang akan menyebabkan penurunan serotonin dan
norepinefrin, sehingga menimbulkan gangguan konsentrasi, kognitif, depresi,
dan ansieta.
(Gambar 1)

(Gambar 2)

SUMBER :

Tuda, aprilia e.j.., dkk. 2020. MIGRAINE: PATHOMECHANISM,


DIAGNOSIS, AND MANAGEMENT. Manado

Suharjanti I., 2013. Strategi Pengobatan Akut Migren. Surabaya

Bahan Ajar Migrain. Fakultas Kedokteran Hasanuddin

Anda mungkin juga menyukai