Anda di halaman 1dari 53

PERKEMBANGAN

ILMU
KESEHATAN
MASYARAKAT
I Putu Sudayasa

KULIAH DARING IKM FK UHO


PERIODE SEBELUM ILMU PENGETAHUAN
 Dokumen Peraturan zaman Romawi Kuno :
 Mencatatkan pembangunan rumah,
 Melaporkan hewan piaraan yang berbahaya,
 Melaporkan binatang-binatang piaraan yang menimbulkan
aroma bau, dsb.

• Supervisi atau peninjauan tempat publik


• Abad I-VII, kesehatan masyarakat makin dirasakan
kepentingannya karena :
 Bermacam penyakit menular mulai menyerang
 Terjadi epidemi  telah menjadi endemi.
PERIODE SEBELUM ILMU PENGETAHUAN
• Penyakit KOLERA  menyebar dari Asia, Timur Tengah
dan Asia Selatan ke Afrika.
• India telah menjadi pusat endemi kolera.
• LEPRA  menyebar dari Mesir ke Asia Kecil dan Eropa.

• Upaya-upaya untuk mengatasi epidemi dan endemi :


 Memperhatikan masalah lingkungan, terutama
hygiene dan sanitasi lingkungan.
 Pembuangan kotoran manusia (latrin),
 Pengusahaan air minum yang bersih,
 Pembuangan sampah,
 Pengaturan ventilasi rumah/tempat pemukiman.
PERIODE SEBELUM ILMU PENGETAHUAN

• Abad ke-14 : wabah “PES”, di China dan India.


• Tercatat 13.000.000 orang meninggal karena
wabah pes  13.000 orang meninggal tiap hari.
• Jumlah meninggal di dunia : > 60.000.000 orang.
• Keadaan ini, disebut “The Black Death”
• Keadaan atau wabah penyakit-penyakit menular
ini berlangsung sampai menjelang abad ke-18.
• Disamping wabah pes, wabah kolera dan tipus
masih berlangsung.
PERIODE SEBELUM ILMU PENGETAHUAN

• Abad 17: 1/5 org meninggal  penyakit menular


• Abad 18 : 70.000 orang penduduk kepulauan
Cyprus meninggal karena penyakit menular.
• Penyakit-penyakit lain yang menjadi wabah ,
antara lain difteri, tipus, disentri, dsb.
• Penyebaran penyakit menular sangat meluas,
• Upaya pemecahan masalah kesehatan
masyarakat secara menyeluruh belum
dilakukan
PERIODE ILMU PENGETAHUAN
• Ditemukan bermacam penyebab penyakit dan
vaksin pencegah penyakit.
• Louis Pasteur telah berhasil menemukan vaksin
untuk mencegah penyakit cacar.
• Joseph Lister menemukan asam carbol (carbolic
acid) untuk sterilisasi ruang operasi
• William Marton menemukan ether sebagai
anestesi pada waktu operasi.
• Penyelidikan dan upaya-upaya kesehatan
masyarakat secara ilmiah mulai dilakukan
pada tahun 1832 di Inggris.
PERIODE ILMU PENGETAHUAN
 Edwin Chadwich seorang pakar sosial (social
scientist) melaporkan hasil penyelidikannya :
 Masyarakat hidup dalam kondisi sanitasi yang jelek,
 Sumur penduduk berdekatan dengan aliran air kotor
dan pembuangan kotoran manusia.
 Air limbah mengalir terbuka tidak teratur,
 Makanan yang dijual di pasar banyak dirubung lalat
dan kecoa.
 Masyarakat miskin, bekerja rata-rata 14 jam per hari,
dengan gaji dibawah kebutuhan hidup.
 Sebagian besar masyarakat tidak mampu membeli
makanan yang bergizi.
PERIODE ILMU PENGETAHUAN
• Parlemen mengeluarkan undang-undang yang
mengatur upaya peningkatan kesehatan penduduk,
sanitasi lingkungan, tempat-tempat kerja, pabrik.
• Pada tahun 1848, John Simon diangkat oleh pemerintah
Inggris untuk menangani masalah kesehatan penduduk
(masyarakat).
• Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 mulai
dikembangkan pendidikan tenaga kesehatan yang
profesional.
• Pada tahun 1893, John Hopkins, seorang pedagang
wiski dari Baltimore Amerika mempelopori berdirinya
universitas dan Fakultas Kedokteran.
PERIODE ILMU PENGETAHUAN
Mulai tahun 1908, sekolah kedokteran mulai
menyebar ke Eropa, Canada.
Kurikulum kedokteran tersebut terlihat bahwa kesehatan
masyarakat sudah diperhatikan.
Mulai tahun kedua para mahasiswa sudah mulai melakukan
kegiatan penerapan ilmu di masyarakat.
Pengembangan kurikulum sekolah kedokteran sudah
didasarkan kepada suatu asumsi bahwa :
“Penyakit dan kesehatan itu merupakan hasil
interaksi yang dinamis antara faktor genetik,
lingkungan fisik, lingkungan sosial (termasuk kondisi
kerja), kebiasaan perorangan dan pelayanan
kedokteran /kesehatan”.
PERKEMBANGAN DI INDONESIA
Sejarah perkembangan kesehatan masyarakat dimulai
sejak pemerintahan Belanda pada abad ke-16.
Kesehatan masyarakat di Indonesia saat itu dimulai
dengan adanya upaya pemberantasan cacar dan kolera.
Kolera masuk di Indonesia tahun 1927 dan tahun 1937
terjadi wabah kolera eltor di Indonesia
Pada tahun 1948, cacar masuk ke Indonesia melalui
Singapura dan mulai berkembang di Indonesia.
Pada tahun 1807, pemerintahan Gubernur Jenderal
Daendels, melakukan pelatihan dukun bayi.

Upaya ini dilakukan dalam rangka penurunan


angka kematian bayi yang tinggi.
PERKEMBANGAN DI INDONESIA
Pada tahun 1930 dimulai didaftarnya para dukun bayi
sebagai penolong dan perawatan persalinan.
Pada tahun 1952 pada zaman kemerdekaan pelatihan
secara cermat dukun bayi tersebut dilaksanakan lagi.
Pada tahun 1851 sekolah dokter Jawa didirikan oleh
dr. Bosch, kepala pelayanan kesehatan sipil dan
militer dan dr. Bleeker di Indonesia.
Sekolah ini terkenal dengan nama STOVIA (School
Tot Oplelding Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk
pendidikan dokter pribumi.
Pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter di
Surabaya dengan nama NIAS (Nederland Indische
Arsten School).
PERKEMBANGAN DI INDONESIA
Pada tahun 1927, STOVIA, menjadi Sekolah Kedokteran.
Sejak berdirinya Universitas Indonesia, 1947, berubah
menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kedua sekolah tersebut mempunyai andil yang sangat besar
dalam menghasilkan nakes (dokter-dokter) yang
mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia.
Dalam mengembangkan kesehatan masyarakat, berdiri
Pusat Laboratorium Kedokteran di Bandung, tahun 1888.
 Pada tahun 1938, pusat laboratorium ini berubah
menjadi Lembaga Eykman, disusul didirikan
laboratorium lain di Medan, Semarang, Makassar,
Surabaya dan Yogyakarta.
PERKEMBANGAN DI INDONESIA
Laboratorium tersebut berperanan penting dalam
menunjang pemberantasan penyakit menular, seperti
malaria, lepra, cacar, bahkan untuk bidang kesehatan
masyarakat yang lain, seperti gizi dan sanitasi.
Pada tahun 1922, Penyakit Pes masuk ke Indonesia dan
pada tahun 1933, 1934 dan 1935 terjadi epidemi di
beberapa tempat, terutama di pulau Jawa.
Mulai tahun 1935 dilakukan program pemberantasan pes
ini dengan melakukan penyemprotan DDT terhadap
rumah-rumah penduduk dan juga vaksinasi massal.
 Tercatat pada tahun 1941, 15.000.000 orang telah
memperoleh suntikan VAKSINASI.
PERKEMBANGAN DI INDONESIA
• Tahun 1925, Hydrich, petugas kesehatan Belanda,
melakukan pengamatan masalah tingginya angka
kematian dan kesakitan di Banyumas-Purwokerto.
• Hasil pengamatan dan analisisnya, menyimpulkan
penyebab tingginya angka kematian dan kesakitan,
karena jeleknya kondisi sanitasi lingkungan :
 Masyarakat membuang kotorannya di sembarang
tempat, di kebun, selokan, kali, bahkan di pinggir
jalan padahal mereka mengambil air minum juga
dari kali (sungai).
 Kondisi sanitasi lingkungan ini disebabkan karena
ulah perilaku penduduk.
PERKEMBANGAN DI INDONESIA
• Untuk memulai UKM, Hydrich mengembangkan daerah
percontohan dengan melakukan propaganda
(pendidikan) penyuluhan kesehatan.
• Sampai sekarang usaha Hydrich ini dianggap sebagai
awal kesehatan masyarakat di Indonesia.
• Tahun 1951, diperkenalkannya Konsep Bandung
(Bandung Plan) oleh dr. Y. Leimena dan dr. Patah, yang
selanjutnya dikenal dengan Patah-Leimena.
• Bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat,
aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan,
baik di rumah sakit maupun di puskesmas.
PERKEMBANGAN DI INDONESIA
• Pada tahun 1956 dimulai kegiatan pengembangan
kesehatan sebagai bagian dari upaya pengembangan
kesehatan masyarakat.
• Pada tahun 1956 ini oleh dr. Y. Sulianti didirikan
Proyek Bekasi (Lemah Abang) sebagai proyek
percontohan atau model pelayanan pengembangan
kesehatan masyarakat pedesaan dan pusat
pelatihan tenaga kesehatan.
• Model atau konsep keterpaduan antara pelayanan
kesehatan perdesaan dan pelayanan medis, juga
menekankan pada pendekatan tim dalam
pengelolaan program kesehatan.
PERKEMBANGAN DI INDONESIA
Terpilih 8 desa wilayah pengembangan masyarakat yaitu
Inderapura (Sumatera Utara), Lampung, Bojong Loa (Jawa
Barat), Sleman (Jawa Tengah), Godean (Yogyakarta),
Mojosari (Jawa Timur), Kesiman (Bali) dan Barabai
(Kalimantan Selatan).
Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal sistem
PUSKESMAS sekarang ini.
Pada bulan November 1967, dilakukan seminar yang
membahas dan merumuskan program kesehatan
masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan kemampuan
rakyat Indonesia.
Pada waktu itu dibahas KONSEP PUSKESMAS yang
dibawakan oleh dr. Achmad Dipodilogo yang mengacu
kepada konsep Bandung dan Proyek Bekasi.
Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem
puskesmas yang terdiri dari tipe A, B, dan C.
PERKEMBANGAN DI INDONESIA
• Berpedoman hasil-hasil seminar tersebut, Departemen
Kesehatan menyiapkan Rencana Induk Pelayanan
Kesehatan Terpadu (RIPKT) di Indonesia.
• Pada tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional,
dicetuskan bahwa Puskesmas adalah merupakan sistem
pelayanan kesehatan terpadu yang kemudian dikembangkan
oleh pemerintah (Departemen Kesehatan) menjadi Pusat
Pelayanan Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS).
• Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan
kesehatan yang memberikan Pelayanan Kuratif dan
Preventif secara Terpadu, Menyeluruh dan Mudah
Dijangkau dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian
kecamatan, di kotamadya atau kabupaten.
PERKEMBANGAN DI INDONESIA
• Pada tahun 1969, sistem puskesmas hanya disepakati 2
saja, yakni tipe A dan B, dimana tipe A dikelola oleh dokter,
sedangkan tipe B hanya dikelola oleh paramedis.
• Dengan adanya perkembangan tenaga medis maka
akhirnya pada tahun 1979, tidak diadakan perbedaan
puskesmas tipe A atau tipe B, hanya ada satu tipe
puskesmas yang dikepalai oleh seorang dokter.
• Pada tahun 1979 juga dikembangkan 1 piranti manajerial
guna penilaian puskesmas yakni Stratifikasi Puskesmas
sehingga dibedakan adanya :
• 1. Strata 1 : puskesmas dengan prestasi sangat baik
• 2. Strata 2 : puskesmas dengan prestasi rata-rata atau standar
• 3. Strata 3 : puskesmas dengan prestasi dibawah rata-rata
RUANG
LINGKUP
KEILMUA
NI Putu Sudayasa
KULIAH DARING IKM FK UHO
RUANG LINGKUP UMUM
• Secara umum ilmu kesehatan masyarakat
mencakup 4 Pokok Bahasan, yaitu:
1. Gaya hidup dan perilaku,
2. Lingkungan,
3. Biologi manusia,
4. Organisasi sistem dan
program kesehatan.
RUANG LINGKUP KHUSUS
1. UPAYA PREVENSI / PENCEGAHAN
2. KOORDINASI LINTAS SEKTORAL (KESEHATAN)
3. JAMINAN CAKUPAN YANKES.
4. KONTROL LINGKUNGAN.
5. PENILAIAN STATUS KESEHATAN
6. SISTEM KENDALI MUTU bagi profesi kesehatan, intitusi
kesehatan, dan organisasi kesehatan.
7. Membantu PERKEMBANGAN KEBUTUHAN pelayanan
kesehatan.
8. Advokasi dan perencanaan untuk kesehatan komunitas
9. MANAJEMEN PROGRAM sektor publik dan pelayanan
kesehatan.
RUANG LINGKUP KESMAS
• Sebagai Ilmu, kesmas pada
mulanya hanya mencakup 2
disiplin pokok keilmuan, yakni
ilmu bio-medis (Medical
Biologi) dan ilmu-ilmu sosial
(Social Sciences).
23
7 PILAR UTAMA ILMU KESMAS
1. Epidemiologi
2. Biostatistik-Statistik Kesehatan
3. Kesehatan Lingkungan
4. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu
Perilaku
5. Administrasi Kesehatan Masyarakat
6. Gizi Masyarakat
7. Kesehatan Kerja
24
SENI - PENERAPAN KESMAS
• Pemberantasan penyakit, baik
menular maupun tidak menular
• Perbaikan sanitasi lingkungan
• Perbaikan lingkungan pemukiman
• Pemberantasan vektor
• Pendidikan (penyuluhan) kesehatan
masyarakat

25
SENI-PENERAPAN KESMAS

• Pelayanan kesehatan ibu dan anak


• Pembinaan gizi masyarakat
• Pengawasan sanitasi tempat-tempat umum
• Pengawasan obat dan makanan-minuman
• Pembinaan peran serta masyarakat,
• dan bidang kedokteran lainnya.
TUJUAN Upaya KESMAS
• Tujuan semua upaya kesmas, baik dalam
bidang promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif ialah agar setiap
warga masyarakat dapat mencapai
derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya baik jasmani, rohani maupun
sosialnya.

27
TUJUAN Upaya KESMAS
• Untuk mencapai tujuan ini Winslow
menetapkan satu syarat yang sangat
penting yaitu;
– Harus selalu ada pengertian,
bantuan dan partisipasi dari
masyarakat secara teratur
dan terus-menerus.
28
PERJALANAN ALAMIAH PENYAKIT
Perjalanan alamiah penyakit dimaknai sebagai proses
kemajuan penyakit pada seorang individu dari waktu ke
waktu dan ketika tidak adanya intervensi.
PERJALANAN ALAMIAH PENYAKIT
Proses penyakit dimulai dengan adanya paparan atau faktor risiko atau
terpenuhinya sufficient cause.
Jika hal tersebut tidak mendapatkan intervensi yang tepat, proses penyakit
ini akan berakhir menjadi sembuh, mengalami kecacatan, atau bahkan
bisa terjadi kematian.
Pemahaman mengenai perjalanan alamiah penyakit ini akan membantu kita
mengetahui adanya efek dan mekanisme pemberian, tindakan, pemilihan
intervensi yang dianggap potensial, dan berbagai tingkat pencegahan
penyakit.

 Skrining DM membantu mendeteksi individu


yang berada di fase subklinis/preklinis.
 Penyuluhan kepada petani saat KLB Leptospirosis merupakan intervensi
pada fase kerentanan (sebelum fase preklinis).

 Terapi antivirus pada penderita HIV


merupakan strategi pada fase klinis.
KEDOKTERAN PENCEGAHAN
Ilmu kedokteran pencegahan mencakup pencegahan
penyakit pada individu, yang terdiri dari:
1. Pencegahan terhadap faktor biologis dari penyakit
tertentu, seperti penyakit menular tertentu dan
penyakit defisiensi,
2. Pencegahan terhadap akibat dari penyakit (yang dapat
dicegah dan diobati), seperti sifilis, tuberkulosis, kanker,
diabetes, dan hipertensi,
3. Mengurangi akibat dari penyakit (yang tidak dapat
dicegah dan diobati), seperti penyakit genetis,
4. Motivasi tentang upaya meningkatkan derajat kesehatan
pada individu melalui perubahan gaya hidup yang akan
mengurangi akibat potensial dari perilaku dan gangguan
kesehatan.
KEDOKTERAN PENCEGAHAN
• Kedokteran pencegahan menjadi komponen penting
dalam praktek kedokteran,
• Peningkatan peluang penerapan konsep kedokteran
pencegahan dalam diagnosis dini dan pengobatan
penyakit yang baru diderita ataupun sudah menetap.
• Namun dengan bergesernya kurikulum pendidikan
dokter yang berorientasi ke arah kedokteran
komunitas dan kedokteran keluarga, perkembangan
pelayanan kesehatan yang komprehensif dan holistik,
dan upaya kesehatan yang berkesinambungan,
• Penerapan pendekatan kedokteran pencegahan
cenderung menurun dalam praktek dokter.
KEDOKTERAN PENCEGAHAN
• Upaya promosi kesehatan yang semula berorientasi
pada individu (kedokteran pencegahan), sekarang
meluas menajdi berorientasi pada masyarakat atau
komunitas (kedokteran komunitas).
• Pendekatan kesehatan masyarakat yang semula
berorientasi pada lingkungan fisik dan sanitasi,
kemudian berubah menjadi kedokteran pencegahan,
sekarang kembali berorientasi pada individu dan
lingkungan, namun dalam kerangka kesatuan
masyarakat dan lingungan fisiknya (komunitas).
• Dokter akan menjadi lebih baik bila melakukan
pelayanan yang paripurna, yaitu sebagai konsultan
kesehatan individu dan keluarga, terapis, dan pelaku
upaya pencegahan, dan promosi kesehatan.
TUJUAN PENCEGAHAN
Tujuan kedokteran adalah meningkatan derajat
kesehatan, memelihara kesehatan,
memperbaiki kesehatan (bila terjadi kerusakan
tubuh), mengurangi penderitaan dan
kegawatan.

Tujuan itu menggambarkan makna kata


pencegahan, yang lebih mudah dipahami
dalam tingkatan upaya pencegahan, yaitu
primordial, primer, sekunder dan tersier.
PRIMORDIAL PREVENTION
Pencegahan tingkat dasar (PRIMORDIAL
PREVENTION) :
Usaha mencegah terjadinya risiko atau
mempertahankan keadaan risiko rendah
dalam masyarakat terhadap penyakit
secara umum.
> Pengendalian Fakto Risiko
(Risk Restriction)
PRIMARY PREVENTION
Pencegahan tingkat pertama (PRIMER
PREVENTION)
Usaha mengatasi atau mengkontrol faktor-
faktor risiko (risk factors) dengan sasaran
utamanya orang sehat melalui usaha
peningkatan derajat kesehatan secara umum
1. Promosi Kesehatan (Health Promotion)
2. Perlindungan khusus (Spesific Protection)
terhadap penyakit tertentu.
SECONDARY PREVENTION
Pencegahan tingkat kedua (SECUNDER
PREVENTION)

Sasaran utama pada mereka yang baru


terkena penyakit atau yang terancam akan
menderita penyakit tertentu melalui :
1. Diagnosa dini (Early Diagnosis)
2. Pengobatan yang akurat (Prompt Treatment).
TERTIARY PREVENTION
Pencegahan tingkat ketiga
(TERSIER PREVENTION)
Pencegahan dengan sasaran utamanya adalah
penderita penyakit tertentu, dalam usaha
mencegah bertambah beratnya penyakit atau
mencegah terjadinya cacad
1. Pembatasan Kecacatan (Dissability Limitation)
2. Rehabilitasi Medis (Medical Rehabilitation).
Rehabilitasi Medis
Rehabilitasi merupakan usaha pengembalian
fungsi fisik, psikhologis dan sosial seoptimal
mungkin yang meliputi :
 Rehabilitasi Fisik (Medicorehabilitation),
 Rehabilitasi Mental (Psychorehabilitation)
 Rehabilitasi Sosial (Sociorehabilitation),
 setiap individu dapat menjadi
anggota masyarakat yang produktif
dan berdaya guna.
INFORMASI KESEHATAN
Informasi adalah kumpulan fakta, items, atau
data yang memiliki arti

Dalam kesehatan masyarakat, informasi ini sangat diperlukan


dalam :
1. Memahami masalah kesehatan masyarakat
2. Menetapkan prioritas dan mengembangkan intervensi
3. Menerapkan intervensi untuk mengatasi masalah
tersebut.

Salah satu cara pengumpulan informasi kesehatan yang


penting adalah dengan SISTEM SURVEILANS RESPON.
INFORMASI KESEHATAN
Secara rutin, informasi mengenai morbiditas datang dari fasilitas
pelayanan kesehatan seperti puskesmas, klinik, rumah sakit,
maupun praktek dokter pribadi.
Jenis data morbiditas ini pun bervariasi antara negara yang satu
dengan negara yang lain, atau antara satu daerah dengan
daerah yang lain, tergantung struktur kesehatan serta metode
pengumpulan dan analisis data yang digunakan.
Dalam presentasi seminar epidemiologi, pembicara dari Jepang
menggambarkan kesigapannya menghadapi wabah influenza
H1N1 karena sistem informasi dan sistem surveilansnya telah
terhubung dengan dokter-dokter praktek spesialis maupun
umum dan bahkan dengan absensi murid di sekolah-sekolah.
Sayangnya, di Indonesia sistem pelaporan seperti itu (khususnya
dari dokter praktek pribadi) belum berjalan dengan baik.
INFORMASI KESEHATAN
Banyaknya kasus penyakit yang tidak diketahui
atau tidak terlaporkan, menjadikan adanya
fenomena gunung es pada beberapa penyakit,
misalnya penyakit HIV AIDS, tuberkulosis, gizi
kurang, diabetes, kanker dini, dll.
Fenomena gunung es, terlihat dipermukaan
hanyalah sebagian dari keseluruhan gunung es
yang berada di dalam air.
Bahkan yang didalam air bisa jadi lebih besar dari
yang tampak di permukaan.
INFORMASI KESEHATAN
Dokter berperan penting untuk mengurangi fenomena gunung es
ini dengan antara lain mendeteksi kasus yang belum terdeteksi
dan melaporkan kasus yang datang padanya kepada pihak yang
berwenang (dinas kesehatan atau puskesmas setempat).
Peran dokter dalam melaporkan penyakit ini sangat penting,
terutama terhadap penyakit infeksi.
Terdapat peraturan pemerintah yang menyebutkan mbahwa
dokter HARUS melaporkan bila menemukan pasien dengan
diagnosis beberapa penyakit infeksi, misalnya campak,
meningitis, tuberculosis, pertusis, kolera, dan keracunan
makanan.
Tujuannya adalah agar pihak puskesmas/dinas kesehatan bisa
segera mengambil langkah yang tepat untuk mencegah
perkembangan kasus baru penyakit tersebut dan mencegah
adanya Kejadian Luar Biasa atau wabah.
SISTEM SURVEILANS-RESPON
Sistem surveilans respon merupakan kegiatan pengamatan
secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek kejadian
penyakit dan kematian akibat penyakit tertentu, baik keadaan
maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk
kepentingan pencegahan dan penanggulangannya.

Kegiatan surveillans meliputi:


1. Deteksi kasus
2. Pelaporan kasus
3. Investigasi dan Konfirmasi
4. Analisis dan Interpretasi Data
5.Tindakan atau Action, yang dapat berupa pengendalian
(control/response), kebijakan, dan umpan balik
MANFAAT SURVEILANS-RESPON

Kegunaan Surveillans :
a. Mendeteksi deteksi dini penyakit dan melakukan
tindakan segera
b. Penilaian, pengawasan dan evaluasi program
c. Perencanaan program
d. Penentuan keperluan penelitian
e. Pengenalan perjalanan alamiah penyakit
f. Penemuan perubahan dalam dinamika penyakit
g. Penemuan perubahan atau keperluan perubahan
dalam penanganannya
h. Menentukan kebijakan
Peran Dokter dalam SISTEM SURVEILANS
Dokter sebagai bagian dari sistem surveilans respon
berkewajiban untuk melaporkan penyakit-penyakit
yang dihadapinya, terutama penyakit-penyakit
yang wajib dilaporkan seperti penyakit-penyakit
akibat kerja dan penyakit-penyakit menular
tertentu. (Peraturan Menakertrans
PER.01/MEN/1981)
Penyakit penyakit menular yang wajib dilaporkan
adalah penyakit-penyakit yang memerlukan
kewaspadaan ketat yang merupakan penyakit
penyakit wabah atau yang berpotensi wabah atau
yang dapat menimbulkan kejadian luar biasa (KLB).
SURVEILANS Penyakit Menular
Penyakit-penyakit menular dikelompokkan, sbb :

1. Penyakit karantina atau penyakit wabah :


a. DHF
b. Campak
c. Rabies
d. Tetanus Neonatorum
e. Diare
f. Pertusis
g. Poliomyelitis
SURVEILANS Penyakit Menular
2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu
cepat atau mempunyai mortalitas tinggi, dan penyakit yang
telah masuk program eradikasi/eliminasi dan memerlukan
tindakan segera:
a. Malaria
b. Frambosia
c. Influenza
d. Anthrax
e. Hepatitis
f. Typhus abdominalis
g. Meningitis
h. Keracunan
i. Encephalitis
j. Tetanus
SURVEILANS Penyakit Menular

4. Penyakit-penyakit potensial wabah/KLB lainnya


dan beberapa penyakit penting.
5. Penyakit-penyakit menular yang tidak
berpotensi menimbulkan wabah dan KLB tetapi
diprogramkan, ditingkat kecamatan dilaporkan
secara bulanan melalui RR terpadu Puskesmas
ke Kabupaten, dan seterusnya secara
berjenjang sampai ke tingkat pusat.
Penyakit-penyakit tersebut meliputi : Cacing,
Lepra, Tuberculosa, Syphilis, Gonorhoe,
Filariasis, HIV/AIDS, dll.
SURVEILANS KHUSUS
Disamping penyakit menular,
dikembangkan jenis surveilans khusus
seperti surveillans:
1. Gizi dan masalah gizi
2. Lingkungan,
3. Prilaku,
4. Penyakit tidak menular seperti kanker,
penyakit jantung, DM, kecelakaan , dll.
5. Surveillans keracunan bahan kimiawi.
PELAKSANAAN SURVEILANS
Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Puskesmas

Kegiatan surveilans tingkat Puskesmas


dilaksanakan oleh petugas surveilan puskesmas
dengan serangkaian kegiatan berupa
pengumpulan data, pengolahan, analisis dan
interpretasi data penyakit, yang dikumpulkan
dari setiap desa siaga.
PETUGAS SURVEILANS
1. Membangun sistem kewaspadaan dini penyakit, diantaranya melakukan
Pemantauan Wilayah Setempat dengan menggunakan data W2 (laporan
mingguan). Melalui PWS  perkembangan kasus penyakit setiap saat.
2. Membuat peta daerah rawan penyakit. Melalui peta ini akan
terlihat daerah-daerah yang mempunyai risiko terhadap muncul
dan berkembangnya suatu penyakit. Sehingga secara tajam
intervensi program diarahkan ke lokasi-lokasi berisiko.
3. Membangun kerjasama dengan program dan sektor terkait untuk
memecahkan kan permasalah penyakit di wilayahnya.
4. Bersama Tim Gerak Cepat (TGC) KLB Puskesmas, melakukan respon cepat jika
terdapat laporan adanya KLB/ancaman KLB penyakit di wilayahnya.
5. Melakukan pembinaan/asistensi teknis kegiatan surveilans
secara berkala kepada petugas di Poskesdes.
6. Melaporkan kegiatan surveilans ke Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota secara berkala (mingguan/bulanan/tahunan).
TERIMAKASIH
ATAS PERHATIANNYA

Anda mungkin juga menyukai