Anda di halaman 1dari 6

MIGREN

I. DEFINISI
adalah suatu nyeri kepala adanya gangguan fungsi otak tanpa adanya kelainan
struktural.

II. KLASIFIKASI
berdasarkan konsensus PERDOSSI tahun 2013 (adaptasi dari kriteria ISH)
adalah:
a. Migren tanpa aura atau common migraine
b. Migren dengan aura atau classic migraine
c. Sindrom periodik pada anak yang dapat menjadi prekursor migren, yaitu
cyclic vomiting, migren abdominal, vertigo paroksismal benigna pada anak.
d. Migren retinal
e. Komplikasi migren:
 Migren kronis
 Status migrenosus (serangan migren >72 jam)
 Aura persisten tanpa infark
 Migrainous infarct
 Migrain-triggered seizure
f. Probable migren

III. DIAGNOSIS
Kriteria sbb
sekurang-kurangnya 5 serangan nyeri kepala yang berakhir dalam 4-72 jam
a. Lokasi unilateral
b. Berdenyut
c. Nyeri moderat hingga berat
d. Bertambah oleh aktivitas fisik rutin misalnya berjalan tangga.
Tambahan: selama nyeri kepala pasien harus mengalami 1 dari 3
a. Nausea dan atau fomiting (+)
b. Fotofobia dan fonofobia (+)
c. Pemeriksaan neurolgis dan pemeriksaan lain dalam batas normal.
Migraine dibagi dalam 2 subtipe utama:

1. Migren dengan aura


a. Gejala neurologi kompleks
b. Mendahului atau bersamaan dengan nyeri kepala atau tersendiri
c. Biasanya berkembang susudah 5-20 menit dan berakhri kurang dari 60
d. Bisa aura visual, sensorik, atau motorik atau kombinasi
2. Migren tanpa aura
a. Syndrome klinik secara umum

IV. PATOFISIOLOGI
Mekanisme munculnya nyeri pada migren belum sepenuhnya dimengerti, ada
beberapa teori, yaitu:
1. Teori Vaskular
Berdasarkan teori ini, aura pada migren diperkirakan akibat vasokonstriksi
pembuluh darah intrakranial yang menginduksi iskemia jaringan. Selanjutnya, terjadi
rebound vasodilatasi mengaktifkan saraf nosiseptif perivaskular yang akhirnya
menyebabkan nyeri kepala. Namun teori ini memiliki kelemahan, sehingga digantikan
oleh teori neurovaskular.
2. Teori Neurovaskular
Menurut teori ini, migren pada awalnya merupakan proses neurogenik yang
kemudian diikuti dengan perubahan perfusi serebral (neuro ke vaskular). Pada teori
ini, dikatakan orang dengan migren memiliki saraf yang gampang dieksitasi pada
korteks serebral, terutama pada daerah oksipital.
3. Cortical Spreading Depression (CSD)
CSD merupakan teori yang menjelaskan mekanisme migren dengan aura. CSD
merupakan gelombang eksitasi neuronal pada substansia grisea yang menyebar dari
satu sisi ke sisi lain otak dengan kecepatan 2-6mm/menit.
Depolarisasi seluler ini menyebabkan fenomena korteks primer atau biasa
disebut dengan aura. Selanjutnya, proses depolarisasi akan menstimulasi aktivasi
neuron nosiseptif pada pembuluh darah dura yang kemudian mengaktivasi saraf
trigeminus dan pada akhirnya meng hasilkan nyeri kepala. Aktivasi neuron nosiseptif
dilakukan melalui pelepasan berbagai protein plasma dan substansi yang menstimulus
inflamasi, seperti calcitonin generelated peptide (CGRP), substansi P peptida
intestinal vasoaktif, dan neurokinin A. Proses inflamasi ini kemu- dian merangsang
vasodilatasi dan akanditeruskan ke korteks sensorik sebagai rasa nyeri yang berdenyut
(Gambar 1).
Gambar1. Proses nyeri pada migren
Sementara itu, selama proses depolarisasi dilepaskan beberapa nerotransmiter,
seperti kalium dan/atau asam amino glutamat dari jaringan saraf. Substansi tersebut
kemudian mendepolarisasikan jaringan sekitarnya. Kondisi ini akan semakin
merangsang pelepasan berbagai neurotransmiter tersebut dan menyebabkan semakin
luasnya depolarisasi yang terjadi.
Selama penjalaran jaras nyeri dari tri geminovaskular ke korteks sensorik,
terjadi sinaps di nukleus salivatorius superior daerah batang otak, sehingga me- micu
gejala mual dan muntah. Terdapat pula sinaps di daerah nukleus rafe dor- salis yang
jika distimulus berulang akan menyebabkan penurunan serotonin dan norepinefrin,
sehingga menimbulkan gangguan konsentrasi, kognitif, depresi dan ansietas (Gambar
2).
Gambar 2. Patofisiologi migren
Serangan migren yang berlangsung ber- ulang-ulang juga akan menyebabkan
keru sakan pada periaquaductalgreymatter (PAG) sehingga terjadi sensitisasi sentral
dan me- nyebabkan ambang nyeri menurun. Pasien adi lebih mudah mengalami
migren pada stimulus yang lebih ringan. Gejala lain, seperti menguap, iritabel,
hipotensi, dan hip aktivitas merupakan gejala penyerta migren yang muncul melalui
jaras dopamin yang dipercaya mengalami hiperaktivasi sehingga merangsang
munculnya gejala tersebut.

V. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor predisposisi migren
Riwayat kelaurga
Riwayat mabuk perjalanan
Riwayat siklus muntah pada masa kanak-
kanak
Stress
Siklus menstruasi
Menopause
Trauma kepala-leher
Latihan berat
Relaksasi setelah stress weekend migraine
Perubahan kebiasaan kurang makan dan
kurang tidur
Cahaya terang
Bunyi keras
Bau parfum atau minyak
Makanan mengandung MSG/ pengawet
Obat (nitorgliserin, histamine, reserpin,
hidralazin, ranitidine, estrogen)
Makanan seperti keju, dan coklat
Minuman mengandung soda dan dingin

VI. TALAKSANAAN
Umum:
 Pasien akan merasa lebih nyaman berbaring diruangan gelap dan tidur.
 Analgesic sederhana seperti parasetamol atau aspirin diberikan dengan
kombinasi antiemetic.
 Episode yang tidak responsive dengan terapi di atas dapat diberikan
ergotamine. suatu vasokonstriktor poten atau sumatriptan, agonis reseptor
selektif 5-HT yang dapat diberikan subkutan intranasal atau oral.
 Kedua obat tersebut memiliki kelemahan. Alkaloid ergot dapat menimbulkan
keracunan akut dengan gejala muntah, nyeri dan kelemahan otot (Katzung,
1998).
Khusus:
medikamentosa
1. Abortif
Merupakan terapi yang dibutuhkan saat serangan akut dan bertujuan untuk
menghentikan progresif nyerinya.
a. Non-spesifik
 Golongan OAINS : Paracetamol/ ibuprofen/ klaium dikofenat/
ketorolak
 Anti muntah : metoklopramid
 Status migren : dexametason/ metilprednisolon
b. Abortif spesifik
 Golongan antagonis 5HT (triptonik)
 Derivat ergot (ergotamin)
2. Obat pencegahan (profilaksis)
a. Anti depresan trisiklik
Contoh:
 Amitriptilin
 Neurotriptilin
Mekanisme kerja:
Menginhibisi norephinefrin dan serotonin.
b. Serotoninreuptake inhibitors
Contoh: fluoksetin
c. Serotonin norephinefrin reuptake inhibitors
Contoh: venlavaxine
d. Penghambat beta (beta blocker)
Contoh: propanolol atau atenolol
e. Penghambat kanal kalsium (calcium chanel blocker)
Contoh: diltiazema atau nikardipin
f. Sodium valporat
g. Gabapentin
Indikasi terapi profilaktif:
1. Terganggu aktifitas sehari-hari
2. Frekuensi serangan terlalu sering (medication overuse)
3. Serangan:
a. lebih dari 8 kali sehari
b. lebih dari 3 hari dalam satu bulan
c. 2 kali seminggu
d. Lebih dari 48 jam dalam sehari
e. Pengobatan abortif tidak berhasil
4. Timbul komplikasi seperti: migren basiler, hemiplegik dan aura yang
memanjang

Anda mungkin juga menyukai