Anda di halaman 1dari 34

ANATOMI, VASKULARISASI DAN INERVASI KEPALA

PATOFISIOLOGI NYERI

Komponen yang perlu diketahui: Nociceptors (pada sistem saraf perifer): mendeteksi dan menyaring intensitas dan tipe stimulus noxious (rangsangan nyeri) Saraf aferen primer (A-delta dan C) mentransmisikan stimulus noxious (rangsangan nyeri) ke CNS. Reseptor Serat-serat saraf aferen ini banyak ditemukan di jaringan kulit, periosteum, dan pulpa gigi serta di jaringan-jaringan tubuh yang lain Kornu dorsalis medulla spinalis adalah tempat dimana terjadi hubungan antara serat afferent primer dengan neuron kedua dan tempat kompleks hubungan antara lokal eksitasi dan inhibitor interneuron dan traktus decendens inhibitor dari otak Traktus acending nosiseptik (spinotalamikus lateralis dan ventralis) menyampaikan signal kepada area yang lebih tinggi pada thalamus Sistem inhibitor decendens mengubah impuls nosiseptik pada level medulla spinalis

Proses perjalanan nyeri

1. Transduksi Stimulasi kuat mekanik, termik atau kimiawi diubah menjadi suatu aktifitas listrik 2. Transmisi : Perjalanan impuls melalui syaraf sensoris menyusul proses transduksi 3. Modulasi Interaksi antara sistem analgesic endogen dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis 4. Persepsi Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik

Efek nyeri pada tubuh

Sistem Inhibisi terhadap nyeri :

Patomekanisme Nyeri Wajah Map. Kasus

Etiologi : 1. 2. 3. 4. Penegangan/ kompresi N. V Malformasi vaskular (a. Serebral posterior) Tumor Inflamasi N.V

Stimulasi

Nosiseptor

Serabut Saraf A

Serabut Saraf C

Kornus dorsalis Medula Spinalis

A (I) Lamina Marginalis

C (II dan III) Substansia Gelatinosa

Komisura anterior Traktus spinotalamikus anterolateralis

Traktus Neospinotalamikus (nyeri cepat A)

Traktus Palospinotalamikus (nyeri lambat C)

Nukleus Postolateral Ventralis (NPV)

Formatio retikularis Brainstem

Area Somatosensoris

Nukleus Paravesikular Nukleus Intralaminer Thalamus Hipotalamus, Nukleus lain di sistem limbik dan korteks anterior serebri

Persepsi nyeri Akupunktur pelepasan endorfin, Epinefrin dan NE

Modulasi nyeri

Kerusakan jaringan Mediator inflamasi (histamin, bradikinin dan serotonin) stimulasi nosiseptor

Inflamasi N. V

Dimielinisasi

Kebocoran impuls N. V

Kornu dorsalis Medula spinals

Serabut Saraf A
Carbamazepine bekerja di presinaps dg menghambat kanal Na+

Serabut Saraf C

Transmisi dimediasi Glutamat akan berikatan dengan Reseptor NMDA

Transmisi dimediasi Zat P akan berikatan dengan Reseptor Zat P

Neutransmiter SSP yang terlibat dalam transmisi nyeri Acetylcholine Epinefrin Norepinefrin Serotonin Dopamin

Medula Retroventral (RVM) banyak terdapat serotonin Pons Dorsolateral banyak terdapat norepinefrin

Proyeksi kornu dorsalis medula spinalis

Jalur Desenden dalam Sistem Modulasi Nyeri/ Analgesik 1. - Substansia grisea periakuaduktus (PAG) - Substansi grisea paraventrikular (PVG) Mengelilingi akuaduktus Sylvii-Mesensefalon Midbrain 2. Neuron-neuron dari daerah (1) mengirim impuls Nukleus Rafe Magnus (NRM) Medula bg. Atas dan Pons bg. Bawah 3. (2) kornu dorsalis - Medula spinalis Kompleks inhibitor - kornu dorsalis Medula spinalis Mekanisme Penghambatan Neuron-neuron yang membawa sinyal penghambata dapat bersinaps pada neuron yang melepaskan GABA Sinyal-sinyal desenden mungkin bekerja pada kornu dorsalis dg menghambat pelepasan neurotansmiter pronosiseptif dari neuron sensorik (aferen)

Penjelasan
Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson Patofisiologi Konsep Klinik dan Proses-proses Penyakit, vol. 2, ed.6 Bab 52 (Nyeri)

NEURALGIA TRIGEMINAL
UTOYO SUNARYO RSUD Dr M.SALEH PROBOLINGGO

SUMMARY Trigeminal Neuralgia is disabling painful condition. It is characterized by sudden severe and intense attacks of stabbing or electricshock-like pain that are typically brief, lasting for a few seconds up to several minutes. Trigeminal Neuralgia is mostly unilateral, involving the innervations area of the trigeminal nerve. Two major types of trigeminal neuralgia are distinguished: the idiopathic or so called primary Trigeminal Neuralgia and the symptomatic or secondary Trigeminal Neuralgia. So far none of the many existing theories fully explain all known characteristic of Trigeminal Neuralgia. So far no specific clinical or laboratory test exists for the diagnosis of Trigeminal Neuralgia. At the present time, pharmacotherapy remains the mainstay of treatment of Trigeminal Neuralgia. In general, neurosurgical interventions are considered when medical therapy proves ineffective in controlling Trigeminal Neuralgia. Key words: Trigeminal Neuralgia, Etiology, Pathophysiology, Diagnosis, Treatment.

=============================================================== Nyeri kepala merupakan keluhan utama yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari hari dan salah satunya dapat disebabkan oleh karena gangguan pada cabang saraf no 5 yaitu Nervus Trigeminus. Gangguan tersebut dikenal dengan penyakit Neuralgia Trigeminal atau dikenal dengan istilah lain Tic Douloureux yang berupa adanya keluhan serangan nyeri hebat diwajah salah satu sisi yang berulang dan dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai menit. Narasi pertama yang dicatat adalah oleh seorang doker dari Jerman Johanes Laurentius Bausch pada tahun 1671 yang mengalami nyeri disisi kanan wajahnya sehingga dia tidak bisa berbicara dan makan dan akhirnya mengalami malnutrisi. Kemudian istilah Tic Douloureux digunakan oleh seorang dokter dari Perancis Nicolaus Andre pada tahun 1756. (6)

Definisi. Neuralgia Trigeminal ( NT) digambarkan oleh IASP ( International Association for the study of Pain ) sebagai nyeri di wajah yang timbulnya mendadak, biasanya unilateral. Nyerinya singkat dan berat seperti ditusuk disalah satu cabang nervus trigeminus.(8) Dalam Konsensus Nasional II kelompok studi nyeri kepala Perdossi, neuralgia trigeminal dideskripsikan sebagai suatu serangan nyeri wajah dengan gejala khas berupa nyeri unilateral, tiba tiba, seperti tersengat aliran listrik berlangsung singkat, jelas terbatas pada satu atau lebih distribusi cabang nervus trigeminus. Nyeri umumnya dicetuskan oleh stimulus ringan dan timbul spontan. Terdapat trigger area diplika nasolabialis dan atau dagu. Pada umumnya terjadi remisi dalam jangka waktu yang bervariasi. (9).

Epidemiologi. Neuralgia Trigeminal banyak diderita pada usia diatas sekitar 40 tahun dengan rata rata antara 50 sampai 58 tahun , walaupun kadang kadang ditemukan pada usia muda terutama jenis atipikal atau sekunder, dan ada yang melaporkan kasus neuralgia trigeminal pada anak laki laki usia 9 tahun. Pada wanita sedikit lebih banyak dibandingkan dengan lakilaki dengan perbandingan 1,6 : 1. Faktor ras dan etnik tampaknya tidak terpengaruh terhadap kejadian Neuralgia Trigeminal. Prevalensi lebih kurang 155 per 100.000 penduduk dan insidensi 40 per 1.000.000. Angka prevalensi maupun insidensi untuk Indonesia belum pernah dilaporkan . Bila insidensi dianggap sama dengan Negara lain maka terdapat 8000 penderita baru pertahun. Akan tetapi mengingat harapan hidup orang Indonesia makin tinggi maka diperkirakan prevalensi penderita Neuralgia Trigeminal akan meningkat (2,5).

Anatomi.

Saraf trigeminal atau saraf kranial ke 5 terutama memberi persarafan pada kulit muka, konjungtiva dan kornea, mukosa dari hidung , sinus-sinus dan bagian frontal dari rongga mulut , juga sebagian besar dari duramater. Saraf ini keluar dari bagian lateral pons berupa akar saraf motoris dan saraf sensoris. Akar saraf yang lebih kecil, yang disebut juga portio minor nervi trigemini, merupakan akar saraf motoris. Berasal dari nukleus motoris dari saraf trigeminal dibatang otak terdiri dari serabut-serabut motoris, terutama mensarafi otot-otot pengunyah. Dalam perjalanannya akar saraf ini melalui ganglion disebelah medial dari akar sensoris yang jauh lebih besar, sebelum bergabung dengan saraf mandibularis pada saat melalui foramen ovale dari os. Sphenoid. Akar sensoris saraf trigeminal yang lebih besar disebut dengan portio major nervi trigemini yang memberi penyebaran serupa dengan akar-akar saraf dorsalis dari saraf spinal. Akar-akar saraf sensoris ini akan melalui ganglion trigeminal ( ganglion gasseri ) dan dari sini keluar tiga cabang saraf tepi yaitu cabang optalmikus, cabang maksilaris dan cabang mandibularis.Cabang pertama yaitu saraf optalmikus berjalan melewati fissura orbitalis superior dan memberi persarafan sensorik pada kulit kepala mulai dari fissura palpebralis sampai bregma ( terutama dari saraf frontalis ) dan suatu cabang yang lebih kecil ke bagian atas dan medial dari dorsum nasi. Konjungtiva, kornea dan iris, mukosa dari sinus frontalis dan sebagian dari hidung, juga sebagian dari duramater dan pia-arakhnoid juga disarafi oleh serabut, saraf sensoris dari saraf ophtalmikus. Cabang kedua, yaitu saraf maksilaris memasuki fossa pterygopalatina melalui foramen maksilaris superior memberikan cabang saraf zygomatikus yang menuju ke orbita melewati fissura orbitalis inferior. Batang utamanya yaitu saraf infra orbitalis menuju ke dasar orbita melewati fissura yang sama. Sewaktu keluar dari foramen infra orbitalis, saraf ini terbagi menjadi beberapa cabang yang menyebar di permukaan maksila bagian atas dari wajah bagian lateral dari hidung dan bibir sebelah atas. Sebelum keluar dari foramen infra orbitalis, didapat beberapa cabang yang mensarafi sinus maksilaris dan gigi-gigi molar dari rahang atas, ginggiva dan mukosa mulut yang bersebelahan. Cabang yang ketiga, merupakan cabang yang terbesar yaitu saraf mandibularis. Saraf ini keluar dari rongga kepala melalui foramen ovale dari os sphenoid, selain terdiri dari akar-akar saraf motoris dari saraf trigeminal, juga membawa serabut-serabut sensoris untuk daerah buccal, ke rahang bawah dan bagian depan dari lidah, gigi mandibularis, ginggiva. Cabang aurikulo temporalis yang memisahkan diri sejak awal, mensarafi daearah didepan dan diatas daun telinga maupun meatus akustikus eksternus dan membrana tympani. Serabut serabut sensoris untuk duramater yang merupakan cabang cabang dari ketiga bagian saraf trigeminal berperan dalam proyeksi rasa nyeri yang berasal dari intrakranial. Terdapat hubungan yang erat dari saraf trigeminal dengan saraf otonomik/simpatis, dimana ganglia siliaris berhubungan

dengan saraf ophtalmikus , ganglion pterygopalatina dengan saraf maksilaris sedangkan ganglion otikus dan submaksilaris berhubungan dengan cabang mandibularis. (2)

Patofisiologi. (5) Patofisiologi dan etiologi sampai saat ini belum ada penjelasan yang pasti dan ada dua pendapat yang pertama mengatakan gangguan mekanisme perifer sebagai penyebab Neuralgia trigeminal dan pendapat kedua mengatakan gangguan mekanisme sentral. Gangguan saraf tepi sebagai penyebab NT didukung oleh data-data klinis berupa: 1. 2. 3. 4. Ditemukannya peregangan atau kompresi nervus V. Ditemukannya malformasi vaskular pada beberapa penderita NT. Adanya tumor dengan pertumbuhan yang lambat. Adanya proses inflamasi pada N.V.

Mekanisme sentral sebagai penyebab NT didukung oelh data-data klinis sebagai berikut: 1. Adanya periode laten yang dapat diukur antara waktu stimulus terhadap trigger poin dan onset NT. 2. Serangan tak dapat dihentikan apabila sudah berlangsung. 3. Setiap serangan selalu diikuti oleh periode refrakter dan selama periode ini pemicu apapun tidak dapat menimbulkan serangan. 4. Serangan seringkali dipicu oleh stimulus ringan yang pada orang normal tidak menimbulkan gejala nyeri. 5. nyeri yang menyebar keluar daerah yang diberi stimulus. Kriteria diagnostik. (1) A. Serangan serangan paroxysmal pada wajah atau nyeri di frontal yang berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit. B. Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut: 1. Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus, tersering pada cabang mandibularis atau maksilaris. 2. Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba , kuat, tajam , superficial, serasa menikam atau membakar. 3. Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral, lebih sering disisi kanan. 4. Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti makan, mencukur, bercakap cakap, mambasuh wajah atau menggosok gigi, area picu dapat ipsilateral atau kontralateral. 5. Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.

C. Tidak ada kelainan neurologis. D. Serangan bersifat stereotipik. E. Tersingkirnya kasus-kasus nyeri wajah lainnya melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus bila diperlukan. Klasifikasi.(9)

Menurut klasifikasi IHS ( International Headache Society ) membedakan NT klasik dan NT simptomatik. Termasuk NT klasik adalah semua kasus yang etiologinya belum diketahui ( idiopatik ) Sedangkan NT simptomatik dapat akibat tumor, multipel sklerosis atau kelainan di basis kranii. Sebagai indikator NT simptomatik adalah defisit sensorik n. Trigeminus, terlibatnya nervus trigeminus bilateral atau kelainan refleks trigeminus. Tidak dijumpai hubungan antara NT simptomatik dengan terlibatnya nervus trigeminus cabang pertama, usia muda atau kegagaralan terapi farmakologik. Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik (4). Neuralgia Trigeminus Idiopatik. 1. Nyeri bersifat paroxysmal dan terasa diwilayah sensorik cabang maksilaris, sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis. 2. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul antara beberapa detik sampai menit. 3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama. 4. Penderita berusia lebih dari 45 tahun , wanita lebih sering mengidap dibanding laki-laki.

Neuralgia Trigeminus simptomatik. 1. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus atau nervus infra orbitalis. 2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul kembali. 3. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf kranial, berupa gangguan autonom ( Horner syndrom ). 4. Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan tidak terbatas pada golongan usia.

Etiologi Mengenai etiologi sampai sekarang juga masih belum jelas, seperti yang disebutkan diatas tadi tetapi ada beberapa penyebab yang berhubungan dengan gigi, dari berbagai kepustakaan disebut sebagai berikut. Seperti diketahui N. V merupakan satu-satunya serabut saraf yang kemungkinan selalu dihadapkan dengan keadaan sepsis sepanjang hidup. Keadaan sepsis tersebut dapat berupa karies gigi, abses, sinusitis, pencabutan gigi oleh berbagai sebab, infeksi periodontal, yang kesemuanya diperkirakan dapat menjadi penyebab NT. Akan tetapi bukti lain menunjukkan banyak juga penderita dengan infeksi disekitar mulut, cabut gigi yang tidak menderita NT. Disisi lain, tidak jarang pula penderita NT yang ditemukan tanpa menderita infeksi seperti tersebut diatas.
( 5)

Dahulu diketahui bahwa NT berawal dari dikeluhkannya rasa nyeri area mulut pasca suatu prosedur dental sehingga berakibat munculnya diagnosis sebagai dry socket pasca ekstraksi gigi. Oleh karena seringnya keluhan nyeri dirasakan pada gigi geligi atas atau bawah disatu sisi, maka penderita terdorong mencari pengobatan ke bagian gigi dengan asumsi nyeri tersebut berasal dari gigi. ( 1) Setelah dilakukan ekstraksi gigi timbul nyeri setelah 24-48 jam kemudian dan biasanya disebabkan adanya osteitis superfisial pada tulang alveolar. Pada pemeriksaan tidak menunjukkan adanya pembekuan darah setelah dilakukan ekstraksi maupun tidak ada nyeri lokal pada waktu dilakukan palpasi (3). Satu laporan kasus disebutkan kurang lebih sekitar 2 bulan setelah dilakuka n endodontic treatment timbul nyeri paroxysmal yang tajam, dan makin bertambah frekwensinya, dan nyeri timbul bila ada trigger sentuhan ringan pada pipi kiri dan setiap serangan berlangsung 1-2 detik dan kadang sampai 5-10 serangan berulang, kemudian akhirnya didiagnosa sebagai Neuralgia Trigeminal (7). Pada satu penelitian kasus dari 48 penderita dengan NT , 31 penderita yang diobati sebelumnya telah mengalami 83 tindakan prosedur dental diantaranya ekstraksi tunggal, ekstraksi multipel, prosedur endodontik, complete denture, periapical surgery dsbnya. Kesimpulan hasil penelitian didapatkan adanya korelasi yang bermakna antara sejumlah pasien yang mendapat tindakan terapi dental dengan durasi terjadinya neuralgia trigeminal ( 8).

Diagnosa (2,4,6) Pada saat ini belum ada tes yang dapat diandalkan dalam mendiagnosa neuralgia trigeminal. Diagnosa neuralgia trigeminal dibuat berdasarkan anamnesa pasien secara teliti dan pemeriksaan fisik yang cermat. Pada anamnesa yang perlu diperhatikan adalah lokalisasi nyeri , kapan dimulainya nyeri , menentukan interval bebas nyeri, menentukan lamanya , efek samping, dosis, dan respons terhadap pengobatan, menanyakan riwayat penyakit lain seperti ada penyakit herpes atau tidak, dsb. Pada pemeriksaan fisik neurologi dapat ditemukan sewaktu terjadi serangan, penderita tampak menderita sedangkan diluar serangan tampak normal. Reflek kornea dan test sensibilitas untuk menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral.Membuka mulut dan deviasi dagu untuk menilai fungsi otot masseter (otot pengunyah) dan fungsi otot pterygoideus. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti CT scan kepala atau MRI kepala. CT scan kepala dari fossa posterior bermanfaat untuk mendeteksi tumor yang tidak terlalu kecil dan aneurisma. MRI sangat bermanfaat karena dengan alat ini dapat dilihat hubungan antara saraf dan pembuluh darah juga dapat mendeteksi tumor yang masih kecil, MRI juga diindikasikan pada penderita dengan nyeri yang tidak khas distribusinya atau waktunya maupun yang tidak mempan pengobatan. Indikasi lain misalnya pada penderita yang onsetnya masih muda, terutama bila jarang jarang ada saat saat remisi dan terdapat gangguan sensisibilitas yang obyektif. Selain itu harus diingat, bahwa neuralgia trigeminal yang klasik dengan hanya sedikit atau tanpa tanda-tanda abnormal ternyata bisa merupakan gejala gejala dari tumor fossa posterior. Diagnosa Banding. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
( 1,5)

Post herpetic neuralgia Cluster headache Glossopharingeal neuralgia Kelainan temporomandibuler. Sinusitis Migrain Giant cell arteritis Atypical facial pain

Pengobatan (9) Terapi Farmakologik. Peneliti-peneliti dalam bidang nyeri neuropatik telah mengembangkan beberapa pedoman terapi farmakologik. Dalam guidline EFNS ( European Federation of Neurological Society ) disarankan terapai neuralgia trigeminal dengan carbamazepin ( 200-1200mg sehari ) dan oxcarbazepin ( 600-1800mg sehari ) sebagai terapi lini pertama. Sedangkan terapai lini

kedua adalah baclofen dan lamotrigin. Neuralgia trigeminal sering mengalami remisi sehingga pasien dinasehatkan untuk mengatur dosis obat sesuai dengan frekwensi serangannya. Dalam pedoman AAN-EFNS ( American Academy of Neurology- European Federation of Neurological Society ) telah disimpulkan bahwa: carbamazepin efektif dalam pengendalian nyeri , oxcarbazepin juga efektif, baclofen dan lamotrigin mungkin juga efektif. Studi open label telah melaporkan manfaat terapi obat-obatan anti epilepsi yang lain seperti clonazepam, gabapentin, phenytoin dan valproat. Dalam publikasi mutakhir dari The Neurologist dinyatakan carbamazepine merupakan terapi lini pertama , sedangkan terapi lini kedua adalah Oxcarbazepine, gabapentin, phenytoin. Terapi lini ketiga adalah lamotrigin dan baclofen. Pregabalin yang telah terbukti efektif dalam terapi nyeri neuropatik mungkin juga bermanfaat pada terapi neuralgia trigeminal.

Terapi non Farmakologik. Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang tidak bereaksi atau timbul efek samping yang tidak diinginkan maka diperlukan terapi pembedahan. Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur ganglion gasseri, terapi gamma knife dan dekompresi mikrovaskuler. Pada prosedur perifer dilakukan blok pada nervus trigeminus bagian disatal ganglion gasseri yaitu dengan suntikan streptomisin, lidokain, alkohol . Prosedur pada ganglion gasseri ialah rhizotomi melalui foramen ovale dengan radiofrekwensi termoregulasi, suntikan gliserol atau kompresi dengan balon ke dalam kavum Meckel. Terapi gamma knife merupakan terapi radiasi yang difokuskan pada radiks nervus trigeminus di fossa posterior. Dekompresi mikrovaskuler adalah kraniotomi sampai nervus trigeminus difossa posterior dengan tujuan memisahkan pembuluh darah yang menekan nervus trigeminus.

Kesimpulan: Neuralgia Trigeminal adalah suatu keadaan nyeri yang sangat hebat dengan ditandai serangan nyeri yang mendadak dan terus menerus seperti menusuk atau seperti tersengat aliran listrik yang berlangsung singkat dan berakhir dalam beberapa detik sampai beberapa menit. Neuralgia trigeminal kebanyakan bersifat unilateral dan mengenai daerah yang disarafi nervus trigeminus. Ada dua macam etiologi yang pertama adalah idiopatik atau disebut Neuralgia Trigeminal primer dan yang kedua adalah simptomatik yang disebut Neuralgia Trigeminal sekunder sedangkan patofisiologi sampai sekarang masih belum jelas dan sejauh ini belum ada pemeriksaan spesifik baik secara klinis maupun laboratorium untuk mendiagnosa Neuralgia

Trigeminal. Pada saat sekarang pengobatan utama adalah pemberian dengan cara farmakologik dan bila tidak berhasil dapat dipertimbangkan dengan cara pembedahan.

KLASIFIKASI TRIGEMINAL NEURALGIA

TN tipikal memiliki gejala nyeri sensasi tersengat listrik, rasa nyeri yang unilateral,tipikal, dan didahului dengan etiologi yang

Tipikal

Atipikal

Multiple Sclerotic Gejala-gejala dan karakteristik multiple sclerosis (MS) Seseorang dengan potensi MS dan gejala awal pada usia muda TN Tumor Neuralgia Trigeminal nyeri disebabkan oleh lesi, seperti tumor, rasa mati rasa pada wajah, kelemahan otot mengunyah, dan / atau nyeri sakit konstan

Pasca trauma Cedera pada saraf trigeminal, mati rasa mungkin menjadi terkait dengan sensasi mengganggu atau sakit, kadangkadang disebut nyeri phantom atau nyeri deafferentation. Pre-trigeminal neuralgia beberapa penderita mengalami sensasi disekitar cabang trigeminal yang kemudian menjaberkembang menjadi TN. Sensasi rasa sakit, (sakit gigi) atau tidak nyaman ( parasthesia), mungkin gejala pratrigeminal neuralgia. Neuralgia Trigeminal failed Disebabkan salah satu obat atau intervensi bedah. (tractotomy), atau stimulasi dari saraf trigeminal atau ganglion Gasserion (stimulasi saraf trigeminal).

TN Atypical ditandai dengan nyeri tumpul, sepihak sakit, sensasi terbakar konstan dan berat serta bersifat idiopatik

Berdasarkan Penyebabnya

Berdasarkan Waktunya

MEKANISME KERJA AKUPUNKTUR

Berbagai penelitian telah dilakukan dalam kalangan kedokteran modern untuk menyelidiki akupunktur dalam berbagai aspeknya. Kini telah diketahui bahwa titik akupunktur mempunyai sifat -sifat yang berbeda dengan daerah kulit di sekitarnya, seperti potensial listrik lebih tinggi, tahanan listrik lebih rendah, daya hantar listrik lebih tinggi, daya hantar gelombang suara lebih tinggi, mempunyai hubungan dengan saraf otonom (titik akupunktur disebut pula zone of autonomic concentration) dan sebagainya. Adanya titik akupunktur dapat diperlihatkan dengan point detector dari alat akupunktur listrik. Namun sampai saat ini belum didapatkan keterangan yang memuaskan mengenai mekanisme kerja akupunktur secara menyeluruh. Berbagai teori telah dikemukakan untuk mencoba menjelaskan hal itu. Antara lain dikemukakan bahwa akupunktur bekerja melalui susunan saraf pusat, susunan saraf otonom, refleks kutaneoviseral/ visero-kutaneal, mobilisi pertahanan dan regenerasi jaringan, pelepasan zat-zat neurohumoral, teori stres dan adaptasi, teori Gate Control dan lain-lain. Akhir-akhir ini dikemukakan pula teori adanya perangsangan pelepasan senyawa morfin endogen dalam tubuh sebagai akibat pe rangsangan titik akupunktur. Hal tersebut menyebabkan ambang rangsang nyeri meninggi dan menimbulkan efek analgesi.

1. Reaksi lokal Penjaruman menyebabkan mikrotrauma. Selanjutnya jaringan melepaskan mediatornya untuk memperbaiki kerusakan jaringan dengan segera dan memulai reaksi biokimia berantai yang cepat. Mediator pada reaksi berantai ini adalah histamin oleh sel mast, bradikinin, serotonin, kinin, limfokinin, leukotrien dan prostaglandin, asetilkolin dan kalium, substansia P (SP) prostaglandin beserta peptida lain mengaktivasi serabut aferen nosiseptif mengakibatkan nyeri. Efeknya terbatas hanya secara lokal. Mediator tersebut jarang menyebabkan reaksi jauh. Mikrotrauma tersebut juga menyebabkan pelepasan neuropeptida Calsitonine Gene Related Peptide (CGRP), Substansia P anti inflamasi dan endorfin lokal. CGRP dalam jumlah besar menyebabkan reaksi pro inflamasi, tetapi sebaliknya CGRP dalam jumlah kecil mempunyai efek anti inflamasi. Pemberian terapi akupunktur dengan perangsangan yang lemah dapat menyebabkan pelepasan CGRP yang mempunyai efek anti inflamasi tanpa merangsang sel sel pro inflamasi. endorfin merangsang sel T helper 2 untuk menghasilkan Inter Leukin 10 yang dapat mengurangi reaksi inflamasi. endorfin juga berfungsi mengurangi rasa nyeri. (Zijlstra F J, Lange I B, Huygen F J P M, Klein J , 2003). 2. Reaksi segmental Penjaruman memicu gamma loop eferen pada kornu ventralis medulla spinalis yang mengaktifkan saraf motorik somatik ke otot, dan saraf motorik otonom ke pembuluh darah dan ke organ organ dalam. Informasi aferen juga disalurkan ke medulla spinalis ke atas dan ke bawah menyebabkan refleks otot, nosiseptive dan viseral di sepanjang medulla spinalis dari tingkat segmental spinal dimana rangsangan tersebut dihasilkan. Neuron neuron yang berhubungan dengan sistem otot terdiri dari sebuah jalur yang dikenal sebagai gamma loop, yang penting untuk fungsi otot walaupun sinyal motorik volunter ditimbulkan oleh jalur yang turun dari otak. Reaksi regional terdiri dari aktivasi dari sebuah area yang luas (2 3 dermatom) melalui lengkung refleks. Refleks refleks ini adalah refleks visero-kutaneus (refleks splakno-fasial), refleks kutaneoviseral, refleks visero-muskular dan visero-viseral (refleks somato-otonomik), refleks somatomotor (refleks kutaneo-muskular segmental) dan juga refleks vegetatif. Susunan Saraf manusia terdiri dari Susunan Saraf Pusat (SSP) dan Susunan Saraf Perifer. Susunan Saraf Perifer dibagi lagi menjadi Sistem saraf Otonom (SSO) dan Sistem saraf somatik. SSO terdiri dari sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Juga ada 12 saraf cranial yang berasal dari dalam otak yang berasal dari batang otak dan merupakan bagian dari SSO. Saraf otak dapat diklasifikasikan sebagai bagian dari SSP dan juga Susunan Saraf Perifer. Susunan saraf viseral merupakan bagian dari SSO. (Lihat gambar 2). Nukleus saraf cranial berada dalam cranium di atas foramen magnum dan medulla spinalis. Hanya saja ada kekecualian yaitu untuk traktus spinalis saraf trigeminal, turun ke medulla spinalis bagian cervical. Semua saraf perifer berasal dari medulla spinalis. Medulla spinalis merupakan jalur utama dari kebanyakan saraf.

Banyak gejala dan efek akupunktur yang dapat dijelaskan melalui neurofisiologis dari persarafan segmental. Terapi segmental digunakan terutama untuk gejala gejala segmental dan fungsional, memodulasi nyeri dan pengobatan simtomatis dari gejala gejala struktural. Sebuah segmen terdiri dari sebuah dermatom, sebuah miotom, sebuah sklerotom dan sebuah viserotom. Semua bagian ini berhubungan satu dengan yang lain melalui persarafan yang sama, dan melalui persarafan ini setiap bagian dari sebuah segmen mampu mempengaruhi bagian lain dalam satu segmen. Dalam terapi akupunktur segmental, seseorang menggunakan titik titik akupunktur yang secara neuroanatomi berhubungan dengan segmen yang terganggu. Pada prinsipnya, titik titik ini berada pada dermatom, miotom, sklerotom dari segmen yang terganggu.

Penelitian kedokteran barat terhadap akupunktur banyak difokuskan pada dasar neurokimia saja dari akupunktur analgesia dan SSP. Dalam melakukan penelitian tersebut, mereka telah mengabaikan Sistem saraf tepi dan beberapa petunjuk penting pada efektivitas akupunktur. Konsep keseimbangan Yin Yang dalam Ilmu Pengobatan Tradisional Cina juga analog dengan keseimbangan sistem simpatis dan parasimpatis pada SSO.
3. Reaksi sentral Menurut Le Bars, Dickenson dan Benson (1979) terdapat suatu mekanisme neuronal yang disebut Diffuse noxious inhibitory controls (DNIC). DNIC berasal dari subnukleus retikularis dorsalis dalam medulla oblongata kaudal dan menghambat Substansia Gelatinosa. Sinyal penusukan dibawa oleh serabut somatik aferen ke medulla spinalis kemudian mengaktifkan Hipofise hipothalamus sehingga melepaskan endorfin ke pembuluh darah dan cairan serebro spinalis, mengakibatkan meningkatnya analgesia fisiologis dan homeostasis berbagai macam sistem termasuk sistem imun, sistem kardiovaskular, sistem pernapasan dan perbaikan jaringan. Ia juga mensekresi ACTH dan hormon lainnya seperti Thyrotropin Releasing Hormone, Growth Hormone, Anti Diuretic Hormone, Folicle Stimulating Hormone, Luteinizing Hormone, Steroid Hormone dan lain lain. Hormon ini dapat merangsang pembentukan kortisol yang berguna untuk memodifikasi sensasi nyeri dan reaksi imun. Beberapa penelitian telah mengkonfirmasikan bahwa terdapat sebuah keteraturan tertentu yang dapat diramalkan dalam manfaat terapeutik dari setiap titiknya, misalnya jarak terapeutik dari setiap titik bergantung terutama pada area yang dipersarafi oleh segmen saraf yang bersesuaian. Setiap titik dapat diambil untuk mengobati penyakit penyakit organ yang terletak pada zona / area yang dipersarafi oleh segmen saraf yang sama atau berdekatan. Meridian meridian yang terletak membujur pada daerah dada, perut dan punggung termasuk diantaranya adalah Meridian Ren, Lambung, Hati, Ginjal, Kandung empedu, Kandung kemih dan Du, mempunyai hubungan tertentu secara teratur dengan persarafan segmental. Titik titik pada meridian Ren, Ginjal, Lambung, Du dan Kandung Kemih letaknya teratur dengan jarak tertentu (ukuran unit proporsional tubuh). Distribusi saraf saraf pada daerah punggung juga terletak dalam keteraturan segmental. Berdasarkan fungsi dan efek dari titik titik Shu-belakang pada daerah punggung dan Mu depan pada daerah dada, indikasinya adalah identik dengan persarafan segmental dari saraf.

PERBEDAAN ANTARA TERAPI KONVENSIONAL DAN KOMPLEMENTER


Kedokteran komplementer adalah pengobatan tradisional yang sudah diakui dan dapat dipakai sebagai pendamping terapi konvesional/medis dan tidak dapat dipisahkan denganterapi alternative. Menurut National Center for Complementary and Alternative Medicine (NCCAM) dikategorikan menjadi 5 kategori : Alternative Medical System/ Healing System non medis terdiri dari Homeopathy, Naturopathy, Ayurveda dan Traditional Chinese Medicine (selanjutnya disingkat TCM) Mind Body Intervention terdiri atas Meditasi, Autogenics, Relaksasi Progresif, Terapi Kreatif, Visualisasi Kreatif, Hypnotherapy, Neurolinguistik Programming (NLP), Brain Gym, dan Bach Flower Remedy. Terapi Biologis terdiri dari Terapi Herbal, Terapi Nutrisi, Food Combining, Terapi Jus, Makrobiotik, Terapi Urine, Colon Hydrotherapy. Manipulasi Anggota Tubuh terdiri atas Pijat/Massage, Aromatherapy, Hydrotherapy, Pilates, Chiropractic, Yoga, Terapi Craniosacral, Teknik Buteyko. Terapi Energi terdiri dari Akupunktur, Akupressur, Refleksiologi, Chi Kung, Tai Chi, Reiki, dan Prana healing.

Manfaat dari pengobatan komplementer : Meningkatkan efektivitas pengobatan konvensional Mengurangi gejala Meningkatkan kualitas hidup

Perbedaan mendasar pengobatan komplementer alternatif dengan kedokteran konvensional lebih kepada tidak adanya dasar penelitian. Sebenarnya penelitian mengenai PKA ini sudah banyak dilakukan namun berbagai permasalahan seperti kelemahan metodologi penelitian maupun intepretasi akhir hasil penelitian yang berbeda mengakibatkan PKA belum dapat diterima secara luas pada kalangan medis.

Mapping Algoritma Penatalaksanaan Trigeminal Neuralgia

Mapping Algoritma Diagnosa Trigeminal Neuralgia

Mapping Alur Diagnosa

: Ny.W

Anamnesa

Identitas K.U RPS

: Wanita / 47 tahun : nyeri hebat pada wajah sebelah kanan : berlangsung 11 bulan, nyeri seperti tersetrum, nyeri tidak tertahankan RPD :RPK :R.Pengobatan : Karbamazepin

Pemeriksaan Fisik Vital Sign Head to toe Status lokalis :::-

Differential Diagnose a) Trigeminal Neuralgia : Perempuan > laki: 1,17 : 1 Sering pada usia dewasa setelah 40 thn, ditemukan juga pada anak usia 12 thn. Nyeri tajam menusuk seperti kesetrum listrik -> 2030 detik secara paroksismal. Unilateral (97%) dapat bilateral Paling sering pada cabang ke 2 & 3, Presipitasi mengunyah, menggigit,kontak pada daerah trigger zone. b) Neuralgia Post-Herpeticum : Nyeri bakar yang hebat dengan eksaserbasi yang tajam. Unilateral, biasanya cabang I trigeminal Kontinu

c)

d)

e) f)

Diprovokasi oleh raba ringan Tidak ada factor yang dapat mengurangi gejala secara total Meningioma : Nyeri hebat berdenyut dan menyengat Uni atau bilateral atau temporalis Intermitten atau kontinu Memperberat bila mengunyah Sindroma Costen : Rasa sakit tumpul, berdenyut Unilateral atau bilateral pada daerah periaurikular Intermiten bertahun lahun Diprovokasi oleh gerakan rahang Sinusitis : Atypical Facial Pain : Nyeri yang bervariasi lokasi bervariasi dari unilateral ke seluruh wajah Kontinyu dengan eksaserbasi yang tajam Diprovokasi oleh stress

Working Diagnose - Trigeminal Neuralgia -

Anda mungkin juga menyukai