PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Menurut American Diabetes Association Diabetes Melitus adalah
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik adanya hiperglikemia
dari hasil defek sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia
kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal,
saraf, jantung dan pembuluh darah. 1,2
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif
yang jumlahnya akan meningkat di masa datang. Karakteristik dari gejala
diabetes mellitus seperti poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat
badan. Komplikasi yang dapat terjadi oleh akibat hiperglikemik dapat
menimbulkan ketoasidosis atau non-ketotik hyperosmolar yang dapat
menyebabkan pingsan, koma bahkan kematian.2,3
Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang terjadi pada
DM tipe 1 ataupun DM tipe 2. Keadaan ini merupakan komplikasi yang
serius oleh karena kadar gula darah yang tidak terkontrol. Krisis
hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosi diabetik (KAD),
status hyperosmolar hiperglikemik (SHH) atau keduanya. Angka kejadian
KAD berdasarkan penelitian didapatkan antara 4 sampai 8 kejadian per
1,000 pasien diabetes sedangkan angka kejadian SHH < 1% dimana angka
kematian yang disebabkan HHS lebih tinggi dibandingkan DKA 4
KAD merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan asidosis
metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan sedangkan SHH
ditandai dengan hiperosmolaritas berat dengan kadar glukosa serum yang
biasanya lebih tinggi dari KAD murni.5
BAB II
PEMBAHASAN
Page 1
2.1.
Diabetik Ketoasidosis
2.1.1. Definisi
Keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh trias
hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi
insulin absolut atau relatif. KAD merupakan komplikasi akut diabetes
mellitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat
diuresis osmotic, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan
dapat sampai menyebabkan syok. Kriteria diagnostik untuk KAD adalah
pH arterial < 7,3,kadar bikarbonat < 15 mEq/L, dan kadar glucosa darah >
250 mg/dL disertai ketonemia dan ketonuria moderate.5,6
2.1.2. Epidemiologi
Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester menunjukkan
bahwa insiden KAD sebesar 8/1000 pasien DM per tahun untuk semua
kelompok umur, sedangkan untuk kelompok umur kurang dari 30 tahun
sebesar 13,4/1000 pasien DM per tahun. Insidensi KAD berdasarkan
penelitian lain adalah antara 4.6 sampai 8 kejadian per 1,000 pasien
diabetes. Walaupun data komunitas di Indonesia belum ada, insiden KAD
di Indonesia tidak sebnyak di Negara barat, mengingat prevalensi DM tipe
1 yang rendah. Laporan insiden KAD di Indonesia umumnya berasal dari
data rumah sakit, dan terutama pada pasien DM tipe 2. Di Negara maju
dengan sarana yang lengkap angka kematian KAD berkisar antara 9-10%,
sedangkan di klinik dengan sarana sederhana dan pasien usia lanjut angka
kematian dapat mencapai 25-50 %.6,7
2.1.3
Etiologi
Infeksi tetap merupakan faktor pencetus paling sering untuk KAD
dan KHH, namun beberapa penelitian terbaru menunjukkan penghentian
atau kurangnya dosis insulin dapat menjadi faktor pencetus penting. Tabel
Page 2
Kasus (%)
Infeksi
Penyakit kardiovaskular
Insulin inadekuat/stop
Diabetes awitan baru
Penyakit medis lainnya
Tidak diketahui
19-56
3-6
15-41
10-22
10-12
4-33
karboksilase/PEPCK,
fruktose
1,6
Page 3
bifosfat,
dan
piruvat
karboksilase).
patogenesis
Peningkatan
utama
yang
produksi
glukosa
bertanggung
jawab
hepar
menunjukkan
terhadap
keadaan
Page 4
Page 5
harus
diberikan
untuk
pasien
dengan
hipotermia
karena
KAD
Sedang
Berat
>250
7,25-7,30
15-18
>250
7,00-7,24
10- (<15)
>250
<7,00
<10
(mEq/l)
Keton urine
Keton serum
Osmolaritas serum
+
+
Variable
+
+
Variabel
Variable
efektif (mOsm/kg)
Anion gap
Perubahan sensorial
>!0
Alert
>12
Alert/drowsy
>12
Stupor/coma
Parameter
Gula darah (mg/dl)
pH arteri
Serum
bikarbonat/HCO3-
atau mental
obtundation
Catatan :
2.1.6. Penatalaksanaan6
Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah:
1. Pasien harus dirawat di ruang perawatan intensif
Page 6
diberikan 1 liter.
Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD
dan rehidrasi yang memadai. Pemberian insulin akan menurunkan kadar
hormon glukagon, sehingga dapat menekan produksi benda keton di hati,
pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino
dari jaringan otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan.
Pemberian
insulin
intravena
paling
umum
digunakan.
Insulin
intramuskular adalah alternatif bila pompa infus tidak tersedia atau bila
akses vena mengalami kesulitan.
Efek kerja insulin terjadi dalam beberapa menit setelah insulin
diberikan dengan reseptor. Kemudian reseptor yang telah berikatan akan
mengalami internalisasi dan insulin akan mengalami destruksi. Dalam
keadaan jormon kontraregulator masih tinggi dalam darah, dan untuk
mencegah terjadinya lipolisis dan ketogenesis, pemberian insulin tidak
boleh dihentikan tiba-tiba dan perlu dilanjutkan beberapa jam setelah
koreksi hiperglikemia tercapai. Bersamaan dengan pemberian larutan
mengandung glukosa untuk mencegah hipoglikemia. Kesalahan yang
sering terjadi ialah penghentian drip insulin lebih awal sebelum klirens
benda keton darah cukup adekuat tanpa konversi ke insulin kerja panjang.
Page 7
Page 8
pencegahan
merupakan
hal
yang
penting
pada
Page 9
Page 10
tirotoksikosis,
dan
penyakit
Chusing.
Pasien HHNK
yang
buruk
terhadap
pengobatan
DM
juga
sering
Page 11
Page 12
Page 13
factor
pencetus
misalnya
infeksi,
penyakit
Page 14
Hilang
7 13 mEq per kg
3 7 mEq per kg
5 15 mEq per kg
70 140 mmol per kg
50 100 mEq per kg
50 100 mEq per kg
100 200 mL per kg
Natrium
Klorida
Kalium
Fosfat
Kalsium
Magnesium
Air
Page 15
2.2.7 Penatalaksanaan6,11,13
Penatalaksanaannya serupa dengan KAD, hanya cairan yang
diberikan adalah cairan hipotonis (1/2 N, 2A). Pemantauan kadar glukosa
darah harus lebih ketat, dan pemberian insulin harus lebih cermat dan hatihati. Respon penurunan kadar glukosa darah lebih baik.
Penatalaksanaan HHNK memerlukan monitoring yang lebih ketat
terhadap kondisi dan responnya terhadap terapi yang diberikan. Pasienpasien tersebut harus dirawat, dan sebagian besar dari pasien-pasien
tersebut sebaiknya di rawat di ruang rawat intensif atau intermediate.
Penatalaksanaan HHNK yaitu dengan pemberian oksigen 10
L/menit dan meliputi lima pendekatan:
1) rehidrasi intravena yang agresif
2) penggantian elektrolit
3) pemberian insulin intravena
4) diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta
5) pencegahan.
Cairan
Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksanaan HHNK
adalah penggantian cairan yang agresif, dimana sebaiknya dimulai dengan
mempertimbangkan perkiraan defisit cairan (biasanya 100 sampai 200 mL
perkg, atau total rat-rata 9 L). Penggunaan cairan isotonik akan dapat
menyebabkan overload cairan dan cairan hipotonik mungkin dapat
mengkoreksi defisit cairan terlalu cepat dan potensial menyebabkan
kematian dan lisis mielin difus. Sehingga pada awalnya sebaiknya
diberikan 1 L normal saline per jam. Jika pasiennya mengalami syok
hipovolemi, mungkin dibutuhkan plasma ekspander.
Page 16
Elektrolit
Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui dengan
pasti, karena kadar kalium dalam tubuh dapat normal atau tinggi. Kadar
kalium yang sebenarnya akan terlihat ketika diberikan insulin, karena ini
akan mengakibatkan kalium serum masuk ke dalam sel. Kadar elektrolit
harus dipantau terus menerus dan irama jantung pasien juga harus
dimonitor.
Jika kadar kalium awal <3,3 mEq/L, pemberian insulin ditunda dan
diberikan kalium (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat sampai tercapai
kadar kalium setidaknya 3,3 mEq/L). Jika kadar kalium lebih besar dari 5
mEq/L, sebaiknya kadar kalium harus diturunkan sampai di bawah 5,0
mEq/L dan sebaiknya kadar kalium perlu dimonitor tiap 2 jam. Jika kadar
awal kalium antara 3,3-5 mEq/L, maka 20-30 mEq kalium harus diberikan
dalam tiap liter cairan intravena yang diberikan (2/3 kalium klorida dan
1/3 kalium fosfat) untuk mempertahankan kadar kalium antara 4 mEq/L
dan 5 mEq/L.
Insulin
Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya
pemberian cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika insulin diberikan
sebelum pemberian cairan, maka cairan akan berpindah ke intrasel dan
berpotensi menyebabkan perburukan hipotensi, kolaps vaskular, atau
kematian. Insulin sebaiknya diberikan dengan bolus awal 0,15U/kgBB
secara intravena, dan diikuti dengan drip 0,1 U/kgBB per jam sampai
kadar glukosa darah turun antara 250 mg/dL sampai 300 mg/dL. Jika kadar
glukosa darah tidak turun 50-70 mg/dl per jam, dosis yang diberikan dapat
ditingkatkan. Ketika kadar glukosa darah sudah mencapai dibawah 300
mg/dL, sebaiknya diberikan dekstrose secara intravena dan dosis insulin
dititrasi secara sliding scale
hiperosmolar.
Page 17
Page 18
Page 19
2.2.8 Prognosis
Biasanya buruk,tetapi sebenarnya kematian pasien bukan disebabkan
oleh sindrom hyperosmolar sendiri tetapi oleh penyakit yang mendasari
atau menyertainya. Angka kematian berkisar antara 30 50%. Di Negara
maju dapat dikatakan penyebab utama kematian adalah infeksi, usia lanjut
dan osmolaritas darah yang sangat tinggi. Di Negara maju angaka
kematian dapat ditekan menjadi sekitar 12%.6
Page 20
BAB III
KESIMPULAN
3.1
Manifestasi
utamanya
adalah
kekurangan
insulin
dan
bila
ditemkan
hiperglikemia
(250
Page 21
3.2
ketosis,
disertai
menurunnya
kesadaran.
Faktor
yang
infeksi,
diabetes
mellitus
yang
tidak
terdiagnosis
dan
penyalahgunaan obat
Faktor yang memulai timbulnya koma hiperosmolar hiperglikemik non
ketotik (HHNK) adalah diuresis glukosuria. Glukosuria mengakibatkan
kegagalan pada kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin, yang
akan semakin memperberat derajat kehilangan air.
Penegakan diagnosis selain dari keluhan pasien, pemeriksaan fisik, juga
dengan hasil laboratorium yang menunjukkan konsentrasi glukosa darah
yang sangat tinggi, osmolaritas serum yang tinggi dan juga pH lebih besar
dari 7.30 dan disertai ketonemia ringan atau tidak.
Penatalaksanaan medikamentosa dengan cara rehidasi intravena agresif,
penggantian elektrolit dan pemberian insulin intravena sedangkan
penatalaksanaan non medikamentosanya tidak bisa dilakukan hal ini
disebabkan karena pasien tidak koperatif.
Page 22
DAFTAR PUSTAKA
1. American
Diabetes
Assosiation
,2007,
Nutrition
http://www.diabetes.org/food-nutrition-lifestyle/nutrition.jsp
2. Gustaviani, Reno. 2006, Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III,Edisi IV;Jakarta 1857-1859.
3. Who. Definition, diagnosis and classification of diabetes mellitus and its
complications. Part 1: diagnosis and classification of diabetes mellitus
provisional
report
of
WHO
consultation.
Diabetes
Medical.
2016;15(7):53953.
4. Gosmanov AR, Gosmanova EO, Kitabchi AE. Hyperglycemic Crises:
Diabetic Ketoacidosis (DKA), and Hypergycemic Hyperosmolar State
(HHS). National Center for Biotechnology Information. 2015
5. Kitabchi, A. E., Umpierrez, G. E., Miles, J. M. & Fisher, J. N. Hyperglycemic
crises in adult patients with diabetes. Diabetes Care 32, 13351343 (2009).
6. Soewondo, Pradana. Ketoasidosis Diabetikum, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jild III, Edisi IV; Jakarta 1874-1880.
7. Savage MW, Dhatariya KK, Kilvert A, Rayman G, Rees JAE, Coentrey CH,
Hilton L, Dyer PH and Hamersley MS.2011. Joint British Diabetes Societies
Guideline for the Management of Diabetic Medecine. P 1464 5491.
8. Chaithongdi N, Subauste.SJ, Koch A.Christian, Geraci.A,Stephen. Diagnosis
and management of hyperglycemic emergencies.2011,10(4).250 - 260
9. Westerberg,Dyanne
P.Diabetic
Ketoacidosis:
Evaluation
and
Page 23
Melitus.
Diabetic
s102. http://dx.doi.org/10.2337/diacare.27.2007.S94
Page 24
Care.
2004.s94-