Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Menurut American Diabetes Association Diabetes Melitus adalah
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik adanya hiperglikemia
dari hasil defek sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia
kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal,
saraf, jantung dan pembuluh darah. 1,2
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif
yang jumlahnya akan meningkat di masa datang. Karakteristik dari gejala
diabetes mellitus seperti poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat
badan. Komplikasi yang dapat terjadi oleh akibat hiperglikemik dapat
menimbulkan ketoasidosis atau non-ketotik hyperosmolar yang dapat
menyebabkan pingsan, koma bahkan kematian.2,3
Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang terjadi pada
DM tipe 1 ataupun DM tipe 2. Keadaan ini merupakan komplikasi yang
serius oleh karena kadar gula darah yang tidak terkontrol. Krisis
hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosi diabetik (KAD),
status hyperosmolar hiperglikemik (SHH) atau keduanya. Angka kejadian
KAD berdasarkan penelitian didapatkan antara 4 sampai 8 kejadian per
1,000 pasien diabetes sedangkan angka kejadian SHH < 1% dimana angka
kematian yang disebabkan HHS lebih tinggi dibandingkan DKA 4
KAD merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan asidosis
metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan sedangkan SHH
ditandai dengan hiperosmolaritas berat dengan kadar glukosa serum yang
biasanya lebih tinggi dari KAD murni.5
BAB II
PEMBAHASAN

KAD & HHNK

Page 1

2.1.

Diabetik Ketoasidosis

2.1.1. Definisi
Keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh trias
hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi
insulin absolut atau relatif. KAD merupakan komplikasi akut diabetes
mellitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat
diuresis osmotic, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan
dapat sampai menyebabkan syok. Kriteria diagnostik untuk KAD adalah
pH arterial < 7,3,kadar bikarbonat < 15 mEq/L, dan kadar glucosa darah >
250 mg/dL disertai ketonemia dan ketonuria moderate.5,6
2.1.2. Epidemiologi
Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester menunjukkan
bahwa insiden KAD sebesar 8/1000 pasien DM per tahun untuk semua
kelompok umur, sedangkan untuk kelompok umur kurang dari 30 tahun
sebesar 13,4/1000 pasien DM per tahun. Insidensi KAD berdasarkan
penelitian lain adalah antara 4.6 sampai 8 kejadian per 1,000 pasien
diabetes. Walaupun data komunitas di Indonesia belum ada, insiden KAD
di Indonesia tidak sebnyak di Negara barat, mengingat prevalensi DM tipe
1 yang rendah. Laporan insiden KAD di Indonesia umumnya berasal dari
data rumah sakit, dan terutama pada pasien DM tipe 2. Di Negara maju
dengan sarana yang lengkap angka kematian KAD berkisar antara 9-10%,
sedangkan di klinik dengan sarana sederhana dan pasien usia lanjut angka
kematian dapat mencapai 25-50 %.6,7

2.1.3

Etiologi
Infeksi tetap merupakan faktor pencetus paling sering untuk KAD
dan KHH, namun beberapa penelitian terbaru menunjukkan penghentian
atau kurangnya dosis insulin dapat menjadi faktor pencetus penting. Tabel

KAD & HHNK

Page 2

1 memberikan gambaran mengenai faktor-faktor pencetus penting untuk


kejadian KAD.
Kondisi pencetus

Kasus (%)

Infeksi
Penyakit kardiovaskular
Insulin inadekuat/stop
Diabetes awitan baru
Penyakit medis lainnya
Tidak diketahui

19-56
3-6
15-41
10-22
10-12
4-33

Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah


infeksi, miokard infark akut, pankreatitis akut, pengguanaan obat golongan
steroid, menghentikan atau mengurangi dosis insulin. Sementara itu, 20%
pasien KAD tidak didapatkan faktor pencetus. Menghentikan atau
mengurangi dosis insulin merupakan salah satu pencetus terjadinya KAD.
Musey et al melaporkan 56 kasus KAD negro Amerika yang tinggal di
daerah perkotaan. Diantara 56 kasus tersebut, 75% telah diketahui DM
sebelumnya dan 67% factor pencetusnya adalah menghentikan insulin.6,8,9
2.1.4. Patofisiologi
KAD ditandai oleh adanya hiperglikemia, asidosis metabolik, dan
peningkatan konsentrasi keton yang beredar dalam sirkulasi. Ketoasidosis
merupakan akibat dari kekurangan atau inefektivitas insulin yang terjadi
bersamaan dengan peningkatan hormon kontraregulator (glukagon,
katekolamin, kortisol, dan growth hormon). Kedua hal tersebut
mengakibatkan perubahan produksi dan pengeluaran glukosa dan
meningkatkan lipolysis dan produksi benda keton. Hiperglikemia terjadi
akibat peningkatan produksi glukosa hepar dan ginjal (glukoneogenesis
dan glikogenolisis) dan penurunan kadar glukosa pada jaringan perifer.
Peningkatan glukoneogenesis akibat dari tingginya kadar substrat
nonkarbohidrat (alanin, laktat, dan gliserol pada hepar, dan glutamin pada
ginjal) dan dari peningkatan aktivitas enzim glukoneogenik (fosfoenol
piruvat
KAD & HHNK

karboksilase/PEPCK,

fruktose

1,6

Page 3

bifosfat,

dan

piruvat

karboksilase).
patogenesis

Peningkatan
utama

yang

produksi

glukosa

bertanggung

jawab

hepar

menunjukkan

terhadap

keadaan

hiperglikemia pada pasien dengan KAD.


Selanjutnya, keadaan hiperglikemia dan kadar keton yang tinggi
menyebabkan diuresis osmotic yang akan mengakibatkan hipovolemia dan
penurunan glomerular filtration rate(GFR). Mekanisme yang mendasari
peningkatan produksi benda keton telah dipelajari selama ini. Kombinasi
defisiensi insulin dan peningkatan konsentrasi hormon kontraregulator
menyebabkan aktivasi hormon lipase yang sensitive pada jaringan lemak.
Peningkatan aktivitas ini akan memecah trigliserid menjadi gliserol dan
asam lemak bebas (free fatty acid/FFA). Diketahui bahwa gliserol
merupakan substrat penting untuk gluconeogenesis pada hepar, sedangkan
pengeluaran asam lemak bebas yang berlebihan diasumsikan sebagai
prekursor utama dari ketoasid.
Pada hepar, asam lemak bebas dioksidasi menjadi benda keton
yang prosesnya distimulasi terutama oleh glukagon. Peningkatan
konsentrasi glukagon menurunkan kadar malonyl coenzyme A (CoA)
dengan cara menghambat konversi piruvat menjadi acetyl Co A melalui
inhibisi acetyl Co A carboxylase, enzim pertama yang dihambat pada
sintesis asam lemak bebas. Malonyl Co A menghambat camitine
palmitoyl-transferase I (CPT I), enzim untuk merubah dari fatty acyl Co
A menjadi fatty acyl camitine, yang mengakibatkan oksidasi asam lemak
menjadi benda keton. CPT I diperlukan untuk perpindahan asam lemak
bebas ke mitokondria tempat dimana asam lemak teroksidasi. Peningkatan
aktivitas fatty acyl Co A dan CPT I pada KAD mengakibatkan peningkatan
ketogenesis.
Hanya insulin yang dapat menginduksi transport glukosa ke dalam
sel, memberi signal untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen,
menghambat liposes pada sel lemak ( menekan pembentukan asam lemak
bebas), menghambat gluconeogenesis pada sel hati serta mendorong
proses oksidasi melalui siklus Krebs dalam mitokondria sel. Melalui

KAD & HHNK

Page 4

oksidasi tersebut akan dihasilkan adenine trifosfat (ATP) yang merupakan


sumber energy utama sel. Resistensi insulin juga berperan dalam
memperberat keadaan defisiensi insulin relative. Meningkatnya hormone
kontra regulator insulin, meningkatnya asam lemak bebas, hiperglikemia,
gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-bas dapat mengganggu
sensitivitas insulin.6,10

2.1.5. Gejala Klinis


Gejala DM yang tidak terkontrol mungkin tampak dalam beberapa
hari, perubahan metabolik yang khas untuk KAD biasanya tampak dalam
jangka waktu pendek (< 24 jam). Umumnya penampakan seluruh gejala
pasien dapat tampak menjadi KAD tanpa gejala atau tanda KAD
sebelumnya. Gambaran klinis klasik termasuk riwayat poliuria, polidipsia,
dan polifagia, penurunan berat badan, muntah, sakit perut, dehidrasi,

KAD & HHNK

Page 5

lemah, clouding of sensoria, dan akhirnya koma. Pemeriksaan klinis


termasuk turgor kulit yang menurun, respirasi Kussmaul, takikardia,
hipotensi, perubahan status mental, syok, dan koma. Lebih dari 25%
pasien KAD menjadi muntah-muntah yang tampak seperti kopi. Perhatian
lebih

harus

diberikan

untuk

pasien

dengan

hipotermia

karena

menunjukkan prognosis yang lebih buruk. Demikian pula pasien dengan


abdominal pain, karena gejala ini dapat merupakan akibat atau sebuah
indikasi dari pencetusnya, khususnya pada pasien muda. 5,10,11
Ringan

KAD
Sedang

Berat

>250
7,25-7,30
15-18

>250
7,00-7,24
10- (<15)

>250
<7,00
<10

(mEq/l)
Keton urine
Keton serum
Osmolaritas serum

+
+
Variable

+
+
Variabel

Variable

efektif (mOsm/kg)
Anion gap
Perubahan sensorial

>!0
Alert

>12
Alert/drowsy

>12
Stupor/coma

Parameter
Gula darah (mg/dl)
pH arteri
Serum
bikarbonat/HCO3-

atau mental
obtundation
Catatan :

a. Pengukuran keton serum dan urine memakai metode reaksi


nitroprusida
b. Osmolalitas serum efektif (mOsm/kg) = 2X Na (mEq/l) +
Glukosa (mg/dl)/18
c. Anion gap= Na+ - (Cl+HCO3-) (mEq/l)

2.1.6. Penatalaksanaan6
Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah:
1. Pasien harus dirawat di ruang perawatan intensif

KAD & HHNK

Page 6

2. Penggantian cairan dan garam yang hilang


3. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan
pemberian insulin
4. Mengatasi faktor pencetus KAD
5. Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya
pemantauan serta penyesuaian pengobatan
Pengobatan KAD tidak terlalu rumit. Ada 6 hal yang harus diberikan; %
diantaranya ialah: cairan, garam, insulin, kalium, dan glukosa. Sedangkan terakhir
tetapi sangat menentukan adalah asuhan keperawatan.
Cairan
Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam fisiologis.
Berdasarkan perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100
ml/kgBB, maka pada jam pertama diberikan 1-2 liter, dan jam kedua

diberikan 1 liter.
Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD
dan rehidrasi yang memadai. Pemberian insulin akan menurunkan kadar
hormon glukagon, sehingga dapat menekan produksi benda keton di hati,
pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino
dari jaringan otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan.
Pemberian

insulin

intravena

paling

umum

digunakan.

Insulin

intramuskular adalah alternatif bila pompa infus tidak tersedia atau bila
akses vena mengalami kesulitan.
Efek kerja insulin terjadi dalam beberapa menit setelah insulin
diberikan dengan reseptor. Kemudian reseptor yang telah berikatan akan
mengalami internalisasi dan insulin akan mengalami destruksi. Dalam
keadaan jormon kontraregulator masih tinggi dalam darah, dan untuk
mencegah terjadinya lipolisis dan ketogenesis, pemberian insulin tidak
boleh dihentikan tiba-tiba dan perlu dilanjutkan beberapa jam setelah
koreksi hiperglikemia tercapai. Bersamaan dengan pemberian larutan
mengandung glukosa untuk mencegah hipoglikemia. Kesalahan yang
sering terjadi ialah penghentian drip insulin lebih awal sebelum klirens
benda keton darah cukup adekuat tanpa konversi ke insulin kerja panjang.

KAD & HHNK

Page 7

Tujuan pemberian insulin bukan hanya untuk mencapai kadar glukosa


normal, tetapi untuk mengatasi keadaan ketonemia.
Gunakan human insulin yang dapt larut, misalnya Actrapid. Tidak
dibutuhkan pemberian bolus awal. Berikan insulin 0,1 unit/kg/jam,
sesuaikan lagi pemberian infus insulin sampai dapat menurunkan glukosa
darah 4-5 mmol/jam. Cara yang cocok adalah memberikan larutan salin
normal 49,5 ml dan 50 unit insulin menggunakan syringe pump dan
konektor Y. Jangan tambahkan insulin ke dalam kantong cairan. Bila
petugas di bangsal tidak bisa menggunakan pompa infus, insulin dapat
diberikan i.m 0,05 unit/kg/jam. Bila kadar glukosa darah turun sampai 15
mol/L beri insulin subkutan 4 jam pertama, kemudian 6 jam, selanjutnya
tiga kali per hari sebelum makan bila diet ringan dapat ditoleransi.
Kalium
Pada awal KAD biasanya kadar ion K serum meningkat.
Hiperkalemia yang fatal sangat jarang dan bila terjadi harus segera diatasi
dengan pemberian bikarbonat. Bila pada elektrokardiogram ditemukan
gelombang T yang tinggi, pemberian cairan dan insulin dapat segera
mengatasi keadaan hiperkalemia tersebut. Perlu menjadi perhatian adalah
terjadinya hipokalemia yang dapat fatal selama pengobatan KAD. Ion
kalium terutama terdapat intraselular. Pada keadaan KAD, ion K bergerak
ke luar sel dan selanjutnya dikeluarkan melalui urin. Total defisit K yang
terjadi selama KAD diperkirakan mencapai 3-5 mEq/KgBB. Hasil kalium
serum dan keluaran urin yang adekuat harus diperhatikan sebelum
memberikan terapi.
Glukosa
Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya kadar glukosa
darah akan turun. Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi
penurunan kadar glukosa sekitar 60 mg%/jam. Bila kadar glukosa darah
mencapai <200 mg% maka dapat dimulai infus mengandung glukosa.
Perlu ditekankan disini bahwa tujuan terapi KAD bukan untuk
menormalkan kadar glukosa tetapi untuk menekan ketogenesis.
Pengobatan umum

KAD & HHNK

Page 8

Disamping hal tersebut di atas pengobatan umumtak kalah penting.


Pengobatan umum KAD terdiri atas: 1) antibiotik yang adekuat, 2)
oksigen 10 L/menit, 3) heparin bila ada DIC atau bila hiperosmolar (>380
mOsm/l).
Pemantauan
Pemantauan merupakan bagian yang terpenting dalam pengobatan
KAD mengingat penyesuaian terapi perlu dilakukan selama berlangsung.
Untuk itu perlu dilaksanakan pemeriksaan:
1) kadar glukosa darah tiap jam dengan alat glucometer
2) elektrolit tiap 6 jam selama 24 jam selanjutnya tergantung keadaan
3) analisis gas darah bila pH<7 waktu masuk periksa setiap 6 jam sampai
pH >7,1 selanjutnya setiap hari sampai stabil
4) tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan dan temperatur setiap jam
5) keadaan hidrasi, balans cairan
6) waspada terhadap kemungkinan DIC.
2.1.7 Pencegahan6
Faktor pencetus utama KAD ialah pemberian dosis insulin yang
kurang memadai dan kejadian infeksi. Pada beberapa kasus, kejadian
tersebut dapat dicegah dengan akses pada sistem pelayanan kesehatan
lebih baik (termasuk edukasi DM) dan komunikasi efektif terutama pada
saat penyandang DM mengalami sakit akut (misalnya batuk, pilek diare,
demam,luka).
Upaya

pencegahan

merupakan

hal

yang

penting

pada

penatalaksanaan DM secara kompherensif. Upaya pencegahan sekunder


untuk mencegah terjadinya komplikasi DM kronik dan akut, melalui
edukasi sangat penting untuk mendapatkan ketaatan berobat pasien yang
baik.
Khusus mengenai pencegahan KAD dan hipoglikemia, program
edukasi perlu menekankan pada cara cara mengatasi saat sakit akut
meliputi informasi mengenai pemberian insulin kerja cepat, target kadar
glukosa darah saat sakit, mengatasi demam dan infeksi, memulai
pemberian makanan cair mengandung karbohidrat dan garam yang mudah
dicerna, yang paling penting ialah agar tidak menghentikan pemberian

KAD & HHNK

Page 9

insulin atau obat hipoglikemia oral dan sebaiknya segera mencari


pertolongan atau nasihat tenaga kesehatan yang professional.
Pasien DM harus didorong untuk perawatan mandiri terutama saat
mengalami masa masa sakit, dengan melakukan pemantauan kadar
glukosa darah dan keton urin sendiri.

2.2. Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis


2.2.1 Defenisi
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik ialah suatu
sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi
berat tanpa ketoasidosis, disertai penurunan kesadaran.
Perjalanan klinis HHNK biasanya berlangsung dalam jangka waktu
tertentu (beberapa hari sampai beberapa minggu), dengan gejala khas
meningkatnya rasa haus disertai poliuri, polidipsi dan penurunan berat
badan. Koma hanya ditemukan kurang dari 10 % kasus. 6,12
2.2.2 Epidemiologi
HHNK yang merupakan komplikasi dari DM tipe II telah menjadi
salah satu masalah kesehatan masyarakat global dan menurutInternational
Diabetes Federation (IDF) pemutakhiran ke-5 tahun 2012, jumlah
penderitanya semakin bertambah. Menurut estimasi IDF tahun 2012, lebih
dari 371 juta orang di seluruh dunia mengalami DM, 4,8 juta orang
meninggal akibat penyakit metabolik ini dan 471 miliar dolar Amerika
dikeluarkan untuk pengobatannya.
Di Indonesia pervalensi HHNK belum teridentifikasi secara pasti.
Namun terjadinya HHNK tersebut disebabkan oleh DM tipe 2.Prevalensi
DM Tipe 2 yang terdiagnosis dokter tertinggi menurut Riskesdas terdapat
di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan
Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter
KAD & HHNK

Page 10

atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara


(3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur 3,3 persen.
Hiperglikemia ditemukan 85% pasien HHNK mengidap penyakit
ginjal atau kardiovaskuler, pernah jugaditemukan pada penyakit
akromegali,

tirotoksikosis,

dan

penyakit

Chusing.

Pasien HHNK

kebanyakan usianya tua dan seringkali mempunyai penyakit lain.


Komplikasi sangat sering terjadi dan angka kematian mencapai 25%-50%.
Angka kematian HHNK 40-50%, lebih tinggi dari pada diabetik
ketoasidosis. Karena pasien HHNK kebanyakan usianya tua dan seringkali
mempunyai penyakit lain. Sindrom koma hiperglikemik hiperosmolar non
ketosis penting diketahui karena kemiripannya dan perbedaannya dari
ketoasidosis diabetic berat dan merupakan diagnosa banding serta
perbedaan dalam penatalaksanaan.
Pasien yang mengalami sindrom koma hipoglikemia hiperosmolar
nonketosis akan mengalami prognosis jelek. Komplikasi sangat sering
terjadi dan angka kematian mencapai 25%-50%.
2.2.3 Faktor Pencetus
HHNK biasanya terjadi pada orangtua dengan DM, yang
mempunyai penyakit penyerta yang mengakibatkan menurunya asupan
makanan. Faktor pencetus dapat dibagi menjadi enam kategori : infeksi,
pengobatan, noncompliance, DM tidak terdiagnosis, penyalahgunaan obat,
dan penyakit penyerta. Infeksi merupakan penyebab tersering (57.1 %).
Compliance

yang

buruk

terhadap

pengobatan

DM

juga

sering

menyebabkan HHNK (21%).


2.2.4 Patofisiologi
Faktor yang memulai timbulnya HHNK adalah diuresis glukosuria.
Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalam
mengkonsentrasikan urin, yang akan semakin memperberat derajat
kehilangan air. Pada keadaan normal, ginjal berfungsi mengeliminasi

KAD & HHNK

Page 11

glukosa diatas ambang batas tertentu. Namun demikian, penuruanan


volume intravascular atau penyakit gagal ginjal yang telah ada sebelumnya
akan menurunkan laju filtrasi glomerular, menyebabkan kadar glukosa
meningkat. Hilangnya air yang lebih banyak disbanding natrium
menyebabkan keadaan hyperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup untuk
menurunkan kadar glukosa darah, terutama jika terdapat resitensi insulin.
Kondisi hiperosmolar serum akan menarik cairan intraseluler ke dalam
intra vaskular, yang dapat menurunkan volume cairan intraselluler.
Keadaan hyperosmolar ini akan memicu sekresi hormone antidiuretic.
Keadaan hyperosmolar ini juga akan memicu rasa haus.Tingginya kadar
glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul glycosuria
yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria )
dan mengakibatkan menurunnya cairan tubuh total kerena tidak
dikompensasi dengan masukan cairan oral maka akan timbul dehidrasi dan
kemudian hipovolemia. Dampak dari poliuria akan menyebabkan
kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya potasium, sodium dan
phospat. Hipovolemia akan mengakibatkan hipotensi dan nantinya akan
menyebabkan gangguan perfusi jaringan. Keadaan koma merupakan
stadium terakhir dari proses hiperglikemik ini, dimana telah timbul
gangguan elektrolit berat dalam kaitanya hipotensi.
Tidak seperti pasien dengan KAD, pasien HHNK tidak mengalami
ketoasidosis, namun tidak diketahui dengan jelas alasannya. Factor yang
diduga ikut berpengaruh adalah keterbatasan ketogenesis karena keadaan
hyperosmolar, kadar asam lemak bebas yang rendah untuk ketogenesis,
ketersedian insulin yang cukup untuk menghambat ketogenesis namun
tidak cukup untuk mencegah hiperglikemia, dan resistensi hati terhadap
glucagon.

KAD & HHNK

Page 12

2.2.5 Gejala Klinis


Pasien dengan HHNK, umumnya berusia lanjut, belum diketahui
mempunyai DM, dan paien DM tipe-2 yang mendapat pengaturan diet dan
atau obat hipoglikemik oral. Seringkali dijumpai penggunaan obat yang
semakin memperberat masalah, misalnya diuretik. Keadaan pasien HHNK
ialah : rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki kejang. Dapat pula
ditemukan keluhan mual- muntah, namun lebih jarang dibandingkan
dengan KAD. Kadang, pasien dating dengan keluhan saraf seperti letargi,
disorientasi, hemiparesis, kejang atau koma.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda tanda dehidrasi berat
seperti turgor yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung perabaan
ekstremitas yang dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah. Dapat pula
ditemukan peningkatan suhu tubuh yang tidak begitu tinggi. Akibat
Gastroparesis dapat pula dijumpai distensi abdomen, yang membaik
setelah rehidrasi adekuat.Perubahan pada status mental dapat berkisar dari
diorientasi sampai koma.
Derajat gangguan neurologis yang timbul berhubungan secara
langsusng dengan osmolaritas efektif serum. Koma terjadi saat osmolaritas
serum mencapai lebih dari 350 mOsm per kg (350 mmol per kg). Kejang
ditemukan pada 25% pasien, dan dapat berupa kejang umum, lokal,
maupun mioklonik. Dapat juga terjadi hemiparesis yang bersifat reversible
dengan koreksi defitis cairan.
Secara klinis HHNK akan sulit dibedakan dengan KAD terutama
bila hasil laboratorium seperti kadar glukosa darah, keton dan analisis gas
darah belum ada hasilnya. Berikut dibawah ini adalah beberapa gejala dan
tanda sebagai pegangan :
Sering pada usia lanjut yaitu usia lebih dari 60 tahun, semakin muda
semakin berkurang, dan pada anak belum pernah ditemukan.

KAD & HHNK

Page 13

Hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat DM atau DM tanpa


insulin
Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 85% pasien mengidap
akromegali, tirotoksikosis, dan penyakit cushing.
Sering disebabkan oleh obat obatan, antara lain tiazid, furosemide,
manitol,digitalis, haloperidol (neuroleptik) dll.
Mempunyai

factor

pencetus

misalnya

infeksi,

penyakit

kardiovaskular,aritmia, perdarahan, gangguan keseimbangan cairan,


pankreatitis, koma hepatic dan operasi.
2.2.6 Pemeriksaan Laboratorium
Temuan laboratorium awal pasien dengan HHNK adalah kadar
glukosa darah yang sangat tinggi ( > 600 mg per dL) dan osmolaritas
serum yang tinggi (> 320 mOsm per kg air [ normal = 290 5]), dengan
pH lebih besar dari 7.30 dan disertai ketonemia ringan atau tidak. Separuh
pasien akan menunjukkan asidosis metabolic dengan anion gap yang
ringan (10 - 12). Jika anion gap nya berat (>12), harus dipikirkan
diagnosis differential asidosis laktat atau penyebab lain. Muntah dan
pengguanaan diuretic tiazid dapat menyebabkan alkalosis metabolic yang
dapat menutupi tingkat keparahan asidosis. Kadar kalium dapat meningkat
atau normal. Kadar kreatinin, blood urea nitrogen (BUN), dan hematocrit
hamper selalu meningkat. HHNK menyebabkan tubuh banyak kehilangan
berbagai macam elektrolit.
Kadar natrium harus dikoreksi jika kadar glukosa darah pasien
sangat meningkat. Jenis cairan yang diberikan tergantung dari kadar
natrium yang usdah dikoreksi, yang dapat dihitung dengan rumus :

Sodium + 165 (Glukosa darah (mg per dL) 100) mEq/L


100
KAD & HHNK

Page 14

Tabel. Kehilangan Elektrolit pada HHNK.


Elektrolit

Hilang
7 13 mEq per kg
3 7 mEq per kg
5 15 mEq per kg
70 140 mmol per kg
50 100 mEq per kg
50 100 mEq per kg
100 200 mL per kg

Natrium
Klorida
Kalium
Fosfat
Kalsium
Magnesium
Air

Untuk menghitung osmolaritas serum efektif dapat digunakan rumus :


2 Na (mEq per L) + Glukosa darah mg per dL
18

KAD & HHNK

Page 15

2.2.7 Penatalaksanaan6,11,13
Penatalaksanaannya serupa dengan KAD, hanya cairan yang
diberikan adalah cairan hipotonis (1/2 N, 2A). Pemantauan kadar glukosa
darah harus lebih ketat, dan pemberian insulin harus lebih cermat dan hatihati. Respon penurunan kadar glukosa darah lebih baik.
Penatalaksanaan HHNK memerlukan monitoring yang lebih ketat
terhadap kondisi dan responnya terhadap terapi yang diberikan. Pasienpasien tersebut harus dirawat, dan sebagian besar dari pasien-pasien
tersebut sebaiknya di rawat di ruang rawat intensif atau intermediate.
Penatalaksanaan HHNK yaitu dengan pemberian oksigen 10
L/menit dan meliputi lima pendekatan:
1) rehidrasi intravena yang agresif
2) penggantian elektrolit
3) pemberian insulin intravena
4) diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta
5) pencegahan.

Cairan
Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksanaan HHNK
adalah penggantian cairan yang agresif, dimana sebaiknya dimulai dengan
mempertimbangkan perkiraan defisit cairan (biasanya 100 sampai 200 mL
perkg, atau total rat-rata 9 L). Penggunaan cairan isotonik akan dapat
menyebabkan overload cairan dan cairan hipotonik mungkin dapat
mengkoreksi defisit cairan terlalu cepat dan potensial menyebabkan
kematian dan lisis mielin difus. Sehingga pada awalnya sebaiknya
diberikan 1 L normal saline per jam. Jika pasiennya mengalami syok
hipovolemi, mungkin dibutuhkan plasma ekspander.

KAD & HHNK

Page 16

Elektrolit
Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui dengan
pasti, karena kadar kalium dalam tubuh dapat normal atau tinggi. Kadar
kalium yang sebenarnya akan terlihat ketika diberikan insulin, karena ini
akan mengakibatkan kalium serum masuk ke dalam sel. Kadar elektrolit
harus dipantau terus menerus dan irama jantung pasien juga harus
dimonitor.
Jika kadar kalium awal <3,3 mEq/L, pemberian insulin ditunda dan
diberikan kalium (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat sampai tercapai
kadar kalium setidaknya 3,3 mEq/L). Jika kadar kalium lebih besar dari 5
mEq/L, sebaiknya kadar kalium harus diturunkan sampai di bawah 5,0
mEq/L dan sebaiknya kadar kalium perlu dimonitor tiap 2 jam. Jika kadar
awal kalium antara 3,3-5 mEq/L, maka 20-30 mEq kalium harus diberikan
dalam tiap liter cairan intravena yang diberikan (2/3 kalium klorida dan
1/3 kalium fosfat) untuk mempertahankan kadar kalium antara 4 mEq/L
dan 5 mEq/L.
Insulin
Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya
pemberian cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika insulin diberikan
sebelum pemberian cairan, maka cairan akan berpindah ke intrasel dan
berpotensi menyebabkan perburukan hipotensi, kolaps vaskular, atau
kematian. Insulin sebaiknya diberikan dengan bolus awal 0,15U/kgBB
secara intravena, dan diikuti dengan drip 0,1 U/kgBB per jam sampai
kadar glukosa darah turun antara 250 mg/dL sampai 300 mg/dL. Jika kadar
glukosa darah tidak turun 50-70 mg/dl per jam, dosis yang diberikan dapat
ditingkatkan. Ketika kadar glukosa darah sudah mencapai dibawah 300
mg/dL, sebaiknya diberikan dekstrose secara intravena dan dosis insulin
dititrasi secara sliding scale

sampai pulihnya kesadaran dan keadaan

hiperosmolar.

KAD & HHNK

Page 17

Dibawah ini dicantumkan contoh algoritma penatalaksanaan HHNK pada


orang dewasa menurut rekomendasi American Diabetes Association.

KAD & HHNK

Page 18

KAD & HHNK

Page 19

2.2.8 Prognosis
Biasanya buruk,tetapi sebenarnya kematian pasien bukan disebabkan
oleh sindrom hyperosmolar sendiri tetapi oleh penyakit yang mendasari
atau menyertainya. Angka kematian berkisar antara 30 50%. Di Negara
maju dapat dikatakan penyebab utama kematian adalah infeksi, usia lanjut
dan osmolaritas darah yang sangat tinggi. Di Negara maju angaka
kematian dapat ditekan menjadi sekitar 12%.6

KAD & HHNK

Page 20

BAB III
KESIMPULAN

3.1

KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)


KAD merupakan komplikasi akut paling serius pada pasien diabtes
mellitus.

Manifestasi

utamanya

adalah

kekurangan

insulin

dan

hiperglikemia dan dehidrasi yang berat tapi juga mengakibatkan produksi


keton meningkat serta asidosis.
Diagnosis KAD ditegakkan

bila

ditemkan

hiperglikemia

(250

mg/dL),ketosis darah atau urin, dan asidemia (pH<7.3)


Terapi bertujuan mengoreksi kelainan patofisiologis yang mendasari, yaitu
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kadar glukosa darahm dan
juga gangguan asam basa.
prinsip terapi KAD terdiri dari pemberian cairan, terapi insulin,koreksi
kalium, dan bikarbonat.
Komplikasi KAD dapat berupa edema paru, hipertrigliseridemia, infark
miokard akut dan komplikasi iatrogenik. Komplikasi iatrogenic tersebut
adalah hipoglikemia, hypokalemia, edema otak, hipokalsemia.

KAD & HHNK

Page 21

3.2

HIPERGLICEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK (HHNK)


Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik ialah suatu sindrom yang
ditandai hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ditandai
adanya

ketosis,

disertai

menurunnya

kesadaran.

Faktor

yang

mempengaruhi koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik diantara


adalah

infeksi,

diabetes

mellitus

yang

tidak

terdiagnosis

dan

penyalahgunaan obat
Faktor yang memulai timbulnya koma hiperosmolar hiperglikemik non
ketotik (HHNK) adalah diuresis glukosuria. Glukosuria mengakibatkan
kegagalan pada kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin, yang
akan semakin memperberat derajat kehilangan air.
Penegakan diagnosis selain dari keluhan pasien, pemeriksaan fisik, juga
dengan hasil laboratorium yang menunjukkan konsentrasi glukosa darah
yang sangat tinggi, osmolaritas serum yang tinggi dan juga pH lebih besar
dari 7.30 dan disertai ketonemia ringan atau tidak.
Penatalaksanaan medikamentosa dengan cara rehidasi intravena agresif,
penggantian elektrolit dan pemberian insulin intravena sedangkan
penatalaksanaan non medikamentosanya tidak bisa dilakukan hal ini
disebabkan karena pasien tidak koperatif.

KAD & HHNK

Page 22

DAFTAR PUSTAKA
1. American

Diabetes

Assosiation

,2007,

Nutrition

http://www.diabetes.org/food-nutrition-lifestyle/nutrition.jsp
2. Gustaviani, Reno. 2006, Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III,Edisi IV;Jakarta 1857-1859.
3. Who. Definition, diagnosis and classification of diabetes mellitus and its
complications. Part 1: diagnosis and classification of diabetes mellitus
provisional

report

of

WHO

consultation.

Diabetes

Medical.

2016;15(7):53953.
4. Gosmanov AR, Gosmanova EO, Kitabchi AE. Hyperglycemic Crises:
Diabetic Ketoacidosis (DKA), and Hypergycemic Hyperosmolar State
(HHS). National Center for Biotechnology Information. 2015
5. Kitabchi, A. E., Umpierrez, G. E., Miles, J. M. & Fisher, J. N. Hyperglycemic
crises in adult patients with diabetes. Diabetes Care 32, 13351343 (2009).
6. Soewondo, Pradana. Ketoasidosis Diabetikum, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jild III, Edisi IV; Jakarta 1874-1880.
7. Savage MW, Dhatariya KK, Kilvert A, Rayman G, Rees JAE, Coentrey CH,
Hilton L, Dyer PH and Hamersley MS.2011. Joint British Diabetes Societies
Guideline for the Management of Diabetic Medecine. P 1464 5491.
8. Chaithongdi N, Subauste.SJ, Koch A.Christian, Geraci.A,Stephen. Diagnosis
and management of hyperglycemic emergencies.2011,10(4).250 - 260
9. Westerberg,Dyanne
P.Diabetic
Ketoacidosis:
Evaluation

and

Treatment.Cooper Medical School of Rowan University. New Jersey.


American Family Physician.2013.Vol 87

KAD & HHNK

Page 23

10. Nigam, Anant, Jaipur. Hyperglycemic Emergencies: Evaluation And


Management Guidelines.Vol 2. 2010
11. American Diabetes Association. Hyperglicemic Cries in Patients With
Diabetes Melitus. Diabetic Care. Vol.26. 2002
12. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.
13. American Diabetes Association. Hyperglicemic Cries in Patients With
Diabetes

Melitus.

Diabetic

s102. http://dx.doi.org/10.2337/diacare.27.2007.S94

KAD & HHNK

Page 24

Care.

2004.s94-

Anda mungkin juga menyukai