Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Nervus trigeminus adalah saraf campuran. Saraf ini memiliki komponen

yang lebih besar yang terdiri dari serabut sensorik untuk wajah, dan komponen

yang lebih kecil yang terdiri dari serabut motorik untuk otot-otot pengunyah.

Ganglion trigeminale bersifat seperti ganglia radiks dorsalis medula spinalis untuk

persarafan sensorik wajah. Seperti ganglia radiks dorsalis, ganglion ini

mengandung sel-sel ganglion pseudounipolar, yang prosesus perifernya berakhir

di reseptor raba, tekan, diskrimianasi taktil, nyeri, dan suhu, dan prosesusnya

sentralnya berproyeksi ke nukleus sensoris prinsipalis nervis trigemini dan ke

nukleus spinalis nervis trigemini.

Neuralgia trigeminal adalah gangguan pada saraf trigeminal yang

menyebabkan episode nyeri yang terus menerus seperti tertusuk, dan tersetrum

listrik di daerah wajah yang bersesuaian dengan distribusi cabang saraf, seperti di

daerah bibir, mata, hidung, kulit kepala atas, dahi, rahang atas dan rahang bawah.

Penyakit ini merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang

berulang. Disebut neuralgia trigeminal, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu

atau lebih saraf dari tiga cabang saraf trigeminal. Saraf yang cukup besar ini

terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan

oleh terganggunya fungsi saraf Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi

persarafan salah satu cabang saraf Trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai

penyebab.

1
Gangguan ini umumnya mengenai pasien berusia lebih dari 50 tahun, dan

disebabkan oleh kompresi radiks sensoris trigeminus yang dekat dengan batang

otak. Pasien mengalami nyeri wajah unilateral dengan dsitribusi pada satu atau

lebih divisi nervus trigeminus. Sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk, cepat, berat ,

tajam , seperti sengatan listrik, walaupun kadang terdapat nyeri yang terus-

menerus. Umumnya, pada pemeriksaan pasien neuralgiatrigeminal menunjukkan

fungsi trigeminus yang normal. Adanya tanda-tanda neurologis abnormal

meningkatkan kemungkinan ada lesi penyebab seperti tumor.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Neuralgia Trigeminal (NT) digambarkan oleh IASP ( International

Association for the study of Pain ) sebagai nyeri di wajah yang timbulnya

mendadak, biasanya unilateral. Nyerinya singkat dan berat seperti ditusuk disalah

satu cabang nervus trigeminus. Dalam Konsensus Nasional II kelompok studi

nyeri kepala Perdossi, neuralgia trigeminal dideskripsikan sebagai suatu serangan

nyeri wajah dengan gejala khas berupa nyeri unilateral, tiba – tiba, seperti

tersengat aliran listrik berlangsung singkat, jelas terbatas pada satu atau lebih

distribusi cabang nervus trigeminus. Nyeri umumnya dicetuskan oleh stimulus

ringan dan timbul spontan. Terdapat “ trigger area” diplika nasolabialis dan atau

dagu. Pada umumnya terjadi remisi dalam jangka waktu yang bervariasi.

2.2 Anatomi

Saraf trigeminal atau saraf kranial ke 5 terutama memberi persarafan pada

kulit muka, konjungtiva dan kornea, mukosa dari hidung , sinus-sinus dan bagian

frontal dari rongga mulut , juga sebagian besar dari duramater. Saraf ini keluar

dari bagian lateral pons berupa akar saraf motoris dan saraf sensoris. Akar saraf

yang lebih kecil, yang disebut juga portio minor nervi trigemini, merupakan akar

saraf motoris. Berasal dari nukleus motoris dari saraf trigeminal dibatang otak

terdiri dari serabut-serabut motoris, terutama mensarafi otot-otot pengunyah.

3
Dalam perjalanannya akar saraf ini melalui ganglion disebelah medial dari akar

sensoris yang jauh lebih besar, sebelum bergabung dengan saraf mandibularis

pada saat melalui foramen ovale dari os. Sphenoid. Akar sensoris saraf trigeminal

yang lebih besar disebut dengan portio major nervi trigemini yang memberi

penyebaran serupa dengan akar-akar saraf dorsalis dari saraf spinal. Akar-akar

saraf sensoris ini akan melalui ganglion trigeminal ( ganglion gasseri ) dan dari

sini keluar tiga cabang saraf tepi yaitu cabang optalmikus, cabang maksilaris dan

cabang mandibularis.Cabang pertama yaitu saraf optalmikus berjalan melewati

fissura orbitalis superior dan memberi persarafan sensorik pada kulit kepala mulai

dari fissura palpebralis sampai bregma ( terutama dari saraf frontalis ) dan suatu

cabang yang lebih kecil ke bagian atas dan medial dari dorsum nasi. Konjungtiva,

kornea dan iris, mukosa dari sinus frontalis dan sebagian dari hidung, juga

sebagian dari duramater dan pia-arakhnoid juga disarafi oleh serabut, saraf

sensoris dari saraf ophtalmikus.

Cabang kedua, yaitu saraf maksilaris memasuki fossa pterygopalatina

melalui foramen maksilaris superior memberikan cabang saraf zygomatikus yang

menuju ke orbita melewati fissura orbitalis inferior. Batang utamanya yaitu saraf

infra orbitalis menuju ke dasar orbita melewati fissura yang sama. Sewaktu keluar

dari foramen infra orbitalis, saraf ini terbagi menjadi beberapa cabang yang

menyebar di permukaan maksila bagian atas dari wajah bagian lateral dari hidung

dan bibir sebelah atas. Sebelum keluar dari foramen infra orbitalis, didapat

beberapa cabang yang mensarafi sinus maksilaris dan gigi-gigi molar dari rahang

atas, ginggiva dan mukosa mulut yang bersebelahan.

4
Cabang yang ketiga, merupakan cabang yang terbesar yaitu saraf

mandibularis. Saraf ini keluar dari rongga kepala melalui foramen ovale dari os

sphenoid, selain terdiri dari akar-akar saraf motoris dari saraf trigeminal, juga

membawa serabut-serabut sensoris untuk daerah buccal, ke rahang bawah dan

bagian depan dari lidah, gigi mandibularis, ginggiva. Cabang aurikulo temporalis

yang memisahkan diri sejak awal, mensarafi daearah didepan dan diatas daun

telinga maupun meatus akustikus eksternus dan membrana tympani. Serabut –

serabut sensoris untuk duramater yang merupakan cabang – cabang dari ketiga

bagian saraf trigeminal berperan dalam proyeksi rasa nyeri yang berasal dari

intrakranial. Terdapat hubungan yang erat dari saraf trigeminal dengan saraf

otonomik/simpatis, dimana ganglia siliaris berhubungan dengan saraf ophtalmikus

, ganglion pterygopalatina dengan saraf maksilaris sedangkan ganglion otikus dan

submaksilaris berhubungan dengan cabang mandibularis.

Gambar 1. Perjalanan Nervus Trigeminus

5
Fungsi nervus Trigeminus dapat dinilai melalui pemeriksaan rasa suhu,
nyeri dan raba pada daerah inervasi N. V (daerah muka dan bagian ventral
calvaria), pemeriksaan refleks kornea, dan pemeriksaan fungsi otot-otot
pengunyah. Fungsi otot pengunyah dapat diperiksa, misalnya dengan menyuruh
penderita menutup kedua rahangnya dengan rapat, sehingga gigi-gigi pada rahang
bawah menekan pada gigi-gigi rahang atas, sementara m. Masseter dan m.
Temporalis dapat dipalpasi dengan mudah.

2.3 Etiologi

Berbagai keadaan patologis menunjukkan penyebab yang mungkin pada

kelainan ini. Pada kebanyakan pasien yang dioperasi untuk neuralgia trigeminal

ditemukan adanya kompresi atas ‘nerve root entry zone' saraf kelima pada batang

otak oleh pembuluh darah (45-95% pasien). Hal ini meningkat sesuai usia karena

sekunder terhadap elongasi arteria karena penuaan dan arteriosklerosis dan

mungkin sebagai penyebab pada kebanyakan pasien.

Otopsi menunjukkan banyak kasus dengan keadaan penekanan vaskuler

serupa tidak menunjukkan gejala saat hidupnya. Kompresi nonvaskuler saraf

kelima terjadi pada beberapa pasien. 1-8% pasien menunjukkan adanya tumor

jinak sudut serebelopontin (meningioma, kista epidermoid, neuroma akustik) dan

kompresi oleh tulang (misal sekunder terhadap penyakit Paget). Tidak seperti

kebanyakan pasien dengan NT, pasien ini sering mempunyai gejala dan/atau tanda

defisit saraf kranial.

2.4 Gambaran Klinis

6
Serangan neuralgia trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik

sampai semenit, unilateral (97%), paling sering pada cabang ke 2 dan 3. Beberapa

orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain

merasakan nyeri yang cukup berat, seperti nyeri saat terkena setrum listrik,

terkena pukulan , atau ada kawat di sepanjang wajahnya. Nyeri yang muncul

mendadak, berat, seperti sengatan listrik, biasanya pada satu sisi rahang atau pipi.

Pada beberapa penderita, mata, telinga atau langit-langit mulut dapat pula

terserang. Pada kebanyakan penderita, nyeri berkurang saat malam hari, atau pada

saat penderita berbaring.

Serangan ini hilang timbul. Bisa jadi dalam sehari tidak ada rasa sakit.

Namun, bisa juga sakit menyerang setiap hari atau sepanjang minggu. Lalu, tidak

sakit lagi selama beberapa waktu. Neuralgia trigeminal biasanya hanya terasa di

satu sisi wajah, tetapi bisa juga menyebar dengan pola yang lebih luas. Jarang

sekali terasa di kedua sisi wajah dalam waktu bersamaan.

2.5 Klasifikasi

Menurut klasifikasi IHS ( International Headache Society ) membedakan

NT klasik dan NT simptomatik. Termasuk NT klasik adalah semua kasus yang

etiologinya belum diketahui ( idiopatik ) Sedangkan NT simptomatik dapat akibat

tumor, multipel sklerosis atau kelainan di basis kranii. Sebagai indikator NT

simptomatik adalah defisit sensorik N. Trigeminus, terlibatnya nervus trigeminus

bilateral atau kelainan refleks trigeminus. Tidak dijumpai hubungan antara NT

7
simptomatik dengan terlibatnya nervus trigeminus cabang pertama, usia muda

atau kegagaralan terapi farmakologik.

Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik:

Neuralgia Trigeminus Idiopatik.

1. Nyeri bersifat paroxysmal dan terasa diwilayah sensorik cabang

maksilaris, sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis.

2. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul

antara beberapa detik sampai menit.

3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama.

4. Penderita berusia lebih dari 45 tahun , wanita lebih sering mengidap

dibanding laki-laki.

Neuralgia Trigeminus simptomatik.

1. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus

atau nervus infra orbitalis.

2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul

kembali.

3. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf

kranial, berupa gangguan autonom ( Horner syndrom ).

4. Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan tidak

terbatas pada golongan usia.

8
2.6 Patofisiologi

Dikemukakan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf ini, apapun

penyebabnya, bisa menimbulkan kegagalan pada inhibisi segmental pada

nukleus/inti saraf ini yang menimbulkan produksi ektopik potensial aksi pada

saraf trigeminal. Keadaan ini, yaitu discharge neuronal yang berlebihan dan

pengurangan inhibisi, mengakibatkan jalur sensorik yang hiperaktif. Bila tidak

terbendung akhirnya akan menimbulkan serangan nyeri. Aksi potensial

antidromik ini dirasakan oleh pasien sebagai serangan nyeri trigerminal yang

paroksismal. Stimulus yang sederhana pada daerah pencetus mengakibatkan

terjadinya serangan nyeri.

Pada nyeri Trigeminal pasca infeksi virus, misalnya pasca herpes,

dianggap bahwa lesi pada saraf akan mengaktifkan nociceptors yang berakibat

terjadinya nyeri. Tentang mengapa nyeri pasca herpes masih bertahan sampai

waktu cukup lama dikatakan karena setelah sembuh dan selama masa regenerasi

masih tetap terbentuk zat pembawa nyeri hingga kurun waktu yang berbeda. Pada

orang usia muda, waktu ini relatif singkat. Akan tetapi, pada usia lanjut nyeri bisa

berlangsung sangat lama. Pemberian antiviral yang cepat dan dalam dosis yang

adekuat akan sangat mempersingkat lamanya nyeri ini.

Ada kemungkinan terjadi kompresi vaskuler sebagai dasar penyebab

umum dari sindroma saraf kranial ini. Kompresi pembuluh darah yang berdenyut,

baik dari arteri maupun vena, adalah penyebab utamanya. Pembuluh darah yang

menekan tidak harus berdiameter besar. Walaupun hanya kecil, misalnya dengan

9
diameter 50-100 um saja, sudah bisa menimbulkan neuralgia, hemifacial spasm,

tinnitus.

2.7 Diagnosis

Kunci diagnosis adalah riwayat. Umumnya, pemeriksaan dan tes

neurologis (misalnya CT scan) tak begitu jelas. Faktor riwayat paling penting

adalah distribusi nyeri dan terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri

relatif lama. Nyeri mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya

sering menyerang keduanya. Beberapa kasus mulai pada divisi 1.

Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya

pendek (kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari saraf

trigeminal, misalnya bagian rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing

bila suatu daerah tertentu dirangsang (trigger area atau trigger zone).

Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut.

Yang unik dari trigger zone ini adalah rangsangannya harus berupa sentuhan atau

tekanan pada kulit atau rambut di daerah tersebut. Rangsang dengan cara lain,

misalnya dengan menggunakan panas, walaupun menyebabkan nyeri pada tempat

itu, tidak dapat memancing terjadinya serangan neuralgia. Pemeriksaan

neurologik pada neuralgia trigeminal hampir selalu normal. Tidak terdapat

gangguan sensorik pada neuralgia trigeminal murni.

Dilaporkan adanya gangguan sensorik pada neuralgia trigeminal yang

menyertai Multiple sklerosis. Sebaliknya, sekitar 1-2% pasien dengan MS juga

menderita neuralgia trigeminal yang dalam hal ini bisa bilateral.

10
Suatu varian neuralgia trigeminal yang dinamakan tic convulsive ditandai

dengan kontraksi sesisih dari otot muka yang disertai nyeri yang hebat. Keadaan

ini perlu dibedakan dengan gerak otot muka yang bisa menyertai neuralgia biasa,

yang dinamakan tic douloureux. Tic convulsive yang disertai nyeri hebat lebih

sering dijumpai di daerah sekitar mata dan lebih sering dijumpai pada wanita.

Secara sistematis, anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan sebagai berikut:

Anamnesis:

 Lokalisasi nyeri, untuk menentukan cabang nervus trigeminus yang

terkena.

 Menentukan waktu dimulainya neuralgia trigeminal dan mekanisme

pemicunya.

 Menentukan interval bebas nyeri.

 Menentukan lama, efek samping, dosis, dan respons terhadap

pengobatan.

 Menanyakan riwayat penyakit herpes.

Pemeriksaan Fisik:

 Menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral

(termasuk refleks kornea).

 Menilai fungsi mengunyah (masseter) dan fungsi pterygoideus

(membuka mulut, deviasi dagu).

Pemeriksaan penunjang diagnostik seperti CT-scan kepala atau MRI dilakukan

untuk mencari etiologi primer di daerah posterior atau sudut serebelo-pontin.

11
2.8 Diagnosa Banding

1. Post Herpetic Neuralgia

Dengan Gejala; nyeri terbakar yang hebat dengan eksaserbasi yang tajam,
berifat unilateral, kuntinu, diprovokasi oleh raba ringan, tidak ada factor yang
dapat mengurangi gejala secara total, biasanya terdapat gangguan sensorik.

2. Cluster headache

Sakit kepala yang hebat, menusuk, nyeri terbakar, unilateral dan sering
daerah trigeminal, sering terjadi pada malam hari, diprovokasi oleh minuman
alcohol, mata merah, hidung tersumbat, muka merah, sering terjadi pada usia
muda.

3. Glossopharingeal Neuralgia

12
Sakit yang hebat dan berlangsung cepat, unilateral pada distribusi saraf
glosopharingeal, paroksismal serangan dalam bentuk kelompok, diprovoakasi
oleh raba ringan, berkurang dengan pemberian antikonvulsan.

4. Kelainan Temporomandibuler (Conten’s Sindrom)

Rasa sakit tumpul, berdenyut, unilateral atau bilateral pada daerah


aurikular, intermitten bertahun-tahun, diprovokasioleh gerakan rahang, sering
menetap walaupun stress telah berkurang.

5. Sinusitis

Rasa sakit sedang, berdenyut, mengenai satu atau dua sinus, nyeri kontinu,
akut/kronik, memberat dengan gerakan, dekompresi akan mengurangi sakitnya,
sering timbul nasal discharge.

6. Migrain

Nyeri hebat, berdenyut, unilateral dan sering berpindah ke sisi lainnya,


nyeri berlangsung beberapa jam, pasien dapat mengidentifikasi faktor pencetus.

7. Giant Cell Arteritis

Nyeri hebat berdenyut dan menyengat, bersifat unilateral/bilateral atau


temporal, Intermitten/kontinu, Memberat bila mengunyah, membaik dengan
steroid, tampak arteri yang menebal dan berkelok-kelok.

8. Atypical Facial Pain

Nyeri yang berfariasi, lokasi bervariasi, kontinu dengan eksserbasi tajam,


diprovokasi oleh stress, disembuhkan dengan terapi yang tepat.

2.9 Penatalaksanaan

Pengobatan pada dasarnya dibagi atas 3 bagian:

1. Penatalaksanaan pertama dengan menggunakan obat.

13
2. Pembedahan dipertimbangkan bila obat tidak berhasil secara memuaskan.

3. Penatalaksanaan dari segi kejiwaan.

Terapi Medis (obat)

Perlu diingatkan bahwa sebagian besar obat yang digunakan pada penyakit

ini mempunyai cukup banyak efek samping. Penyakit ini juga terutama

menyerang mereka yang sudah lanjut usia. Karena itu, pemilihan dan pemakaian

obat harus memperhatikan secara cermat kemungkinan timbulnya efek samping.

Dasar penggunaan obat pada terapi neuralgia trigeminal dan neuralgia saraf lain

adalah kemampuan obat untuk menghentikan hantaran impulse afferent yang

menimbulkan serangan nyeri.

1. Carbamazepine

Obat yang hingga kini dianggap merupakan pilihan pertama adalah

carbamazepine. Bila efektif maka obat ini sudah mulai tampak hasilnya setelah 4

hingga 24 jam pemberian, kadang-kadang bahkan secara cukup dramatis. Dosis

awal adalah 3 x 100 hingga 200 mg. Bila toleransi pasien terhadap obat ini baik,

terapi dilanjutkan hingga beberapa minggu atau bulan. Dosis hendaknya

disesuaikan dengan respons pengurangan nyeri yang dapat dirasakan oleh pasien.

Dosis maksimal adalah 1200 mg/hari.

Karena diketahui bahwa pasien bisa mengalami remisi maka dosis dan

lama pengobatan bisa disesuaikan dengan kemungkinan ini. Bila terapi berhasil

dan pemantauan dari efek sampingnya negatif, maka obat ini sebaiknya diteruskan

hingga sedikitnya 6 bulan sebelum dicoba untuk dikurangi. Pemantauan

14
laboratorium biasanya meliputi pemeriksaan jumlah leukosit, faal hepar, dan

reaksi alergi kulit.

Bila nyeri menetap maka sebaiknya diperiksa kadar obat dalam darah. Bila

ternyata kadar sudah mencukupi sedangkan nyeri masih ada, maka bisa

dipertimbangkan untuk menambahkan obat lain, misalnya baclofen. Dosis awal

baclofen 10 mg/hari yang bertahap bisa dinaikkan hingga 60 hingga 80 mg/hari.

Obat ketiga boleh ditambahkan bila kombinasi dua obat ini masih belum

sepenuhnya mengendalikan nyerinya. Tersedia phenytoin, sodium valproate,

gabapentin, dan sebagainya. Semua obat ini juga dikenal sebagai obat anti

epileptik.

2. Gabapentin

Gabapentin adalah suatu antikonvulsan baru yang terbukti dari beberapa

uji coba sebagai obat yang dapat dipertimbangkan untuk nyeri neuropatik. Obat

ini mulai dipakai di Amerika pada 1994, sebagai obat anti epilepsi.

Kemampuannya untuk mengurangi nyeri neuropatik yang membandel dilaporkan

secara insidentil mulai 1995 hingga 1997 oleh Mellick, Rosner, dan Stacey.

Waldeman menganjurkan pemberian obat ini bila carbamazepin dan

phenitoin gagal mengendalikan nyerinya. Dosis awal 300 mg, malam hari, selama

2 hari. Bila tidak terjadi efek samping yang mengganggu seperti pusing/dizzy,

ngantuk, gatal, dan bingung, obat dinaikkan dosisnya setiap 2 hari dengan 300 mg

hingga nyeri hilang atau hingga tercapai dosis 1800 mg/hari. Dosis maksimal

yang diperbolehkan oleh pabrik obat ini adalah 2400 mg/hari. Waldeman

15
menganjurkan 1800 mg sebagai dosis tertinggi. Rowbotham dkk. menemukan

bahwa gabapentin dalam dosis mulai 900 hingga 3600 mg sehari berhasil

mengurangi nyeri, memperbaiki gangguan tidur, dan secara umum memperbaiki

quality of life dari para pasien mereka.

Untuk neuralgia yang menyertai pasien dengan Multipel Sklerosis ternyata

gabapentin dalam dosis antara 900 hingga 2400 mg/hari juga efektif pada 6 dari 7

pasiennya.

Cara kerja gabapentin dalam menghilangkan nyeri masih belum jelas

benar. Yang pasti dapat dikemukakan adalah bahwa obat ini meningkatkan

sintesis GABA dan menghambat degradasi GABA. Karena itu, pemberian

gabapentin akan meningkatkan kadar GABA di dalam otak. Karena obat ini

lipophilic maka penetrasinya ke otak baik.

Terapi Non-medis (Bedah)

Pilihan terapi non-medis (bedah) dipikirkan bilamana kombinasi lebih dari

dua obat belum membawa hasil seperti yang diharapkan. Dr. Stephen B. Tatter

menyebutkan bahwa pembedahan disiapkan untuk mereka yang tidak dapat

mentoleransi efek samping dari terapi medis atau ternyata terapi medis tidak

efektif. Terdapat beraneka ragam cara pembedahan, dari yang paling kuno, yang

dapat menimbulkan kecacatan (biasanya pendengaran dan gerak otot wajah)

cukup besar, sampai cara yang lebih sophisticated, yang hanya sedikit atau hampir

tidak pernah dijumpai efek samping.

16
J. Keith Campbell menulis dalam artikelnya "Are All of the Treatment

Options Being Considered” bahwa penatalaksanaan medik sering gagal dalam

menghilangkan nyeri dalam periode yang panjang. Hal ini sering didapati pada

pasien usia lanjut. Untuk pasien-pasien muda, merujuk ke ahli bedah untuk

dekompresi mikrovaskular perlu dipertimbangkan segera sesudah diagnosis

ditegakkan.

Dua cara operasi kuno, yaitu ablatio total dari saraf perifer dan reseksi

bagian sensorik dari saraf trigeminal, kini tidak dikerjakan lagi karena ada metode

yang lebih baik. Walaupun demikian, Waldeman masih menganjurkan Trigeminal

nerve block dengan menggunakan anestesi lokal + methylprednisolone. Yang

dipakai adalah bupivacaine tanpa pengawet yang diberi bersama dengan

methylprednisolone. Suntikan dilakukan tiap hari sampai obat oral yang dimulai

pada saat sama, mulai efektif. Radiofrequency rhizotomy (Meglio and Cioni,

1989).

Hingga kini masih populer karena relatif aman dan murah. Sayang, cara ini

mempunyai kemungkinan kekambuhan sebesar 25%. Efek samping lain yang

kurang enak adalah terjadinya anestesi kornea, rasa kesemutan, dan kelemahan

rahang yang kadang-kadang bisa mengganggu. Bahkan, ada pasien yang merasa

menyesal karena rasa kesemutan yang terus-menerus ini lebih tidak nyaman

daripada nyeri yang masih ada masa bebasnya.

 Percutaneous retrogasserian rhizolisis dengan gliserol

17
Cara ini adalah cara yang dianjurkan oleh Jho dan Lunsforf (1997).

Konon, hasilnya sangat baik dengan gangguan minimal pada kepekaan muka.

Hipotesis yang dikemukakan adalah bahwa gliserol adalah neurotoksik dan

bekerja pada serabut saraf yang sudah mengalami demielinisasi, menghilangkan

compound action potential pada serabut trigeminal yang terkait dengan rasa nyeri.

Cara ini cepat dan pasien bisa cepat dipulangkan. Kerugiannya adalah masih tetap

bisa terjadi gangguan sensorik yang mungkin mengganggu atau kumat lagi

sakitnya.

 Microvascular Decompression

Dasar dari prosedur ini adalah anggapan bahwa adanya penekanan

vaskular merupakan penyebab semua keluhan ini. Neuralgia adalah suatu

compressive cranial mononeuropathy. Para penganut cara pengobatan ini

mengganggap bahwa penyembuhan yang terjadi adalah yang paling sempurna dan

permanen. Kerugian cara ini adalah bahwa bagaimanapun juga ini suatu

kraniotomi dan pasien perlu tinggal sekitar 4-10 hari di rumah sakit, dilanjutkan

dengan masa rekonvalesensi yang juga perlu 1-2 minggu. Pertimbangan lain

adalah bahwa walaupun jarang, mikrovaskular dekompression bisa menyebabkan

kematian atau penyulit lain seperti stroke, kelemahan nervus fasialis, dan tuli.

Di tangan ahli bedah yang berpengalaman, komplikasi ini tentunya sangat

kecil. Pada operasi yang berhasil, pengurangan atau bahkan hilangnya nyeri sudah

dapat dirasakan setelah 5-7 hari pasca bedah. Dr. Fred Barker dan timnya

melaporkan dalam suatu pertemuan ilmiah tentang pengalamannya dengan

18
mikrovaskular dekompression pada 1430 pasien yang dilakukan di Universitas

Pittsburgh. Sebagian besar dari pasien tersebut mendapatkan pengurangan nyeri

secara lengkap atau bermakna. Dua tahun setelah operasi, insidens kekambuhan

1% per tahunnya. Kekambuhan ini secara umum dikarenakan adanya pembuluh

darah baru yang muncul pada nervus trigeminus.

 Stereotactic radiosurgery dengan gamma knife

Merupakan perkembangan yang masih relatif baru. Gamma Knife

merupakan alat yang menggunakan stereotactic radiosurgery. Tekniknya dengan

cara memfokuskan sinar Gamma sehingga berlaku seperti prosedur bedah, namun

tanpa membuka kranium. Gamma Knife pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Lars

Leksell dari Stockholm, Swedia pada 1950. Cara ini hanya memerlukan anestesi

lokal dan hasilnya konon cukup baik. Sekitar 80-90% dari pasien dapat

mengharapkan kesembuhan setelah 3-6 bulan setelah terapi.

Cara kerja terapi adalah lewat desentisisasi pada saraf trigeminal setelah

radiasi yang ditujukan pada saraf ini dengan bantuan komputer. Seorang ahli

bedah saraf dari Seattle Dr. Ronald Young mengatakan bahwa dengan Gamma

Knife hasilnya sangat memuaskan juga dengan komplikasi yang minimal.

Meglio dan Cioni melaporkan cara dekompresi baru dengan menggunakan

suatu balon kecil yang dimasukkan secara perkutan lewat foramen ovale. Balon

diisi sekitar 1 ml sehingga menekan ganglion selama 1 hingga 10 menit. Konon

cara ini membawa hasil pada sekitar 90% dari kasus. Belum ada laporan mengenai

berapa banyak yang mengalami residif.

19
Penatalaksanaan dari Segi Kejiwaan

Hal lain yang penting untuk diperhatikan selain pemberian obat dan

pembedahan adalah segi mental serta emosi pasien. Selain obat-obat anti depresan

yang dapat memberikan efek perubahan kimiawi otak dan mempengaruhi

neurotransmitter baik pada depresi maupun sensasi nyeri, juga dapat dilakukan

teknik konsultasi biofeedback (melatih otak untuk mengubah persepsinya akan

rasa nyeri) dan teknik relaksasi.

Algoritme Terapi Trigeminal Neuralgia

20
21
BAB III

KESIMPULAN

Neuralgia trigeminal merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu

sisi yang berulang, disebut neuralgia trigeminal, karena nyeri di wajah ini terjadi

pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Rasa nyeri

disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf trigeminal sesuai dengan daerah

distribusi persarafan salah satu cabang saraf trigeminal yang diakibatkan oleh

berbagai penyebab. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang menjadi etiologi

adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami

pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya

saraf ini dari batang otak.

Kunci diagnosis adalah riwayat. Faktor riwayat paling penting adalah

distribusi nyeri dan terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri relatif

lama. Nyeri mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering

menyerang keduanya. Beberapa kasus mulai pada divisi 1. Biasanya, serangan

nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya pendek (kurang dari satu menit),

dan dirasakan pada satu bagian dari saraf trigeminal, misalnya bagian rahang atau

sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu daerah tertentu dirangsang

22
(trigger area atau trigger zone). Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping

hidung atau sudut mulut.

DAFTAR PUSTAKA

1. George Dewanto, dkk. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit

Saraf. Nyeri Neuropatik dan Fibromialgia. EGC. Jakarta. 2009.

2. Lionel Ginsberg. Lecture Notes Neurologi. Nyeri Kepala dan Wajah.

Erlangga. Jakarta. 2007.

3. M. Baehr & M. Frotscher. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Nervus

Kranialis. EGC. Jakarta. 2012.

4. Utoyo Sunaryo. Seminar sehari PDGI cabang Probolinggo. Neuralgia

Trigeminal. RSUD DR M.Saleh Probolinggo. Malang. 2010.

5. Meliala L, Dkk . Neuralgia Kranial, dalam Meliala L, Suryamiharja A, Purba

JS dkk. Nyeri Neuropatik: Patofisiologi dan Penatalaksanaan. 2001.

6. Mardjono M, Sidharta P, Saraf Otak kelima atau Nervus Trigeminus dalam

Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2008.

23

Anda mungkin juga menyukai