Disusun Oleh :
NIM : 01.1.17.00804
Tinjauan Teori
A. Neuralgia Trigeminal
1.2 Etiologi
Neuralgia trigeminal dapat terjadi akibat berbagai kondisi yang melibatkan
sistem persarafan trigeminus ipsilateral. Pada kebanyakan kasus, tampaknya
yang menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di
dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat
pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak. Lima sampai
delapan persen kasus disebabkan oleh adanya tumor benigna pada sudut
serebelo-pontin seperti meningioma, tumor epidermoid, atau neurinoma
akustik. Kira-kira 2-3% kasus karena sklerosis multipel. Ada sebagian kasus
yang tidak diketahui sebabnya. Menurut Fromm, neuralgia trigeminal bisa
mempunyai penyebab perifer maupun sentral.
Sebagai contoh dikemukakan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf ini,
apapun penyebabnya, bisa menimbulkan kegagalan pada inhibisi segmental
pada nukleus/ inti saraf ini yang menimbulkan produksi ectopic action
potential pada saraf trigeminal. Keadaan ini, yaitu discharge neuronal yang
berlebihan dan pengurangan inhibisi, mengakibatkan jalur sensorik yang
hiperaktif. Bila tidak terbendung akhirnya akan menimbulkan serangan nyeri.
Aksi potensial antidromik ini dirasakan oleh pasien sebagai serangan nyeri
trigerminal yang paroksismal. Stimulus yang sederhana pada daerah pencetus
mengakibatkan terjadinya serangan nyeri.
1.3 Tanda Gejala
1. Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal, tajam,
seperti menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar
yang berlangsung singkat beberapa detik sampai beberapa menit tetapi
kurang dari dua menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya
ada interval bebas nyeri, atau hanya ada rasa tumpul ringan.
2. Lokasi nyeri umumnya terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus
dan yang karakteristik nyeri unilateral Tersering nyeri di daerah distribusi
nervus mandibularis (V2) 19,1% dan nervus maksilaris (V3) 14,1% atau
kombinasi keduanya 35,9% sehingga paling sering rasa nyeri pada
setengah wajah bawah. Jarang sekali hanya terbatas pada nervus
optalmikus (V3) 3,3%. Sebagaian pasien nyeri terasa diseluruh cabang
nervus trigeminus (15,5%) atau kombinasi nervus maksilaris dan
optalmikus (11,5%). Jarang ditemukan kombinasi nyeri pada daerah
distribusi nervus optalmikus dan mandibularis (0,6%). Nyeri bilateral
3,4%, nyeri jarang terjadi pada kedua sisi bersamaan, umumnya diantara
kedua sisi tersebut dipisahkan beberapa tahun. Kasus bilateral biasanya
berhubungan dengan sklerosis multiple atau familial.
3. Trigeminal neuralgia dapat dicetuskan oleh stimulus non-neksus seperti
perabaan ringan, getaran, atau stimulus mengunyah. Akibatnya pasien
akan mengalami kesulitan atau timbul saat gosok gigi, makan, menelan,
berbicara, bercukur wajah, tersentuh wajah, membasuh muka bahkan
terhembus angin dingin. Biasanya daerah yang dapat mencetuskan nyeri
(triger area) diwajah bagian depan, sesisi dengan nyeri pada daerah
percabangan nervus trigeminus yang sama. Bila triger area didaerah kulit
kepala, pasien takut untuk berkeramas atau bersisir.
4. Nyeri pada trigeminal neuralgia dapat mengalami remisi dalam satu tahun
atau lebih. Pada periode aktif neuralgia, karakteristik terjadi peningkatan
frekuensi dan beratnya serangan nyeri secara progesif sesuai dengan
berjalannya waktu.
5. Sekitar 18% penderita dengan trigeminal neuralgia, pada awalnya nyeri
atipikal yang makin lama menjadi tipikal, disebut preneuralgia trigeminal.
Nyeri terasa tumpul, terus-menerus pada salah satu rahang yang
berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stimulus termal dapat
menimbulkan nyeri berdenyut sehingga sering dianggap sebagai nyeri
dental. Pemberian terapi anti konvulsan dapat meredakan nyeri
preneuralgia trigeminal sehingga cara ini dapat dipakai untuk
membedakan kedua nyeri tersebut.
6. Pada pemeriksaan fisik dan neurologik biasanya normal atau tidak
ditemukan defisit neurologik yang berarti. Hilangnya sensibilitas yang
bermakna pada nervus trigeminal mengarah pada pencairan proses
patologik yang mendasarinya, seperti tumor atau infeksi yang dapat
merusak syaraf. Pada tumor selain nyerinya atipikal dan hilangnya
sensibilitas, disertai pula gangguan pada syaraf kranial lainnya.
Sebagai contoh dikemukakan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf ini,
apapun penyebabnya, bisa menimbulkan kegagalan pada inhibisi segmental
pada nukleus/ inti saraf ini yang menimbulkan produksi ectopic action
potential pada saraf Trigeminal. Keadaan ini, yaitu discharge neuronal yang
berlebihan dan pengurangan inhibisi, mengakibatkan jalur sensorik yang
hiperaktif. Bila tidak terbendung akhirnya akan menimbulkan serangan nyeri.
Aksi potensial antidromik ini dirasakan oleh pasien sebagai serangan nyeri
trigerminal yang paroksismal. Stimulus yang sederhana pada daerah pencetus
mengakibatkan terjadinya serangan nyeri.
Efek terapeutik yang efektif dari obat yang diketahui bekerja secara sentral
membuktikan adanya mekanisme sentral dari neuralgi. Tentang bagaimana
multipel sklerosis bisa disertai nyeri Trigeminal diingatkan akan adanya
demyelinating plaques pada tempat masuknya saraf, atau pada nukleus
sensorik utama nervus trigeminus.
Pada nyeri Trigeminal pasca infeksi virus, misalnya pasca herpes, dianggap
bahwa lesi pada saraf akan mengaktifkan nociceptors yang berakibat
terjadinya nyeri. Tentang mengapa nyeri pasca herpes masih bertahan sampai
waktu cukup lama dikatakan karena setelah sembuh dan selama masa
regenerasi masih tetap terbentuk zat pembawa nyeri hingga kurun waktu yang
berbeda. Pada orang usia muda, waktu ini relatif singkat. Akan tetapi, pada
usia lanjut nyeri bisa berlangsung sangat lama. Pemberian antiviral yang
cepat dan dalam dosis yang adekuat akan sangat mempersingkat lamanya
nyeri ini.
1.5 Manifestasi Klinis
3. Aliran udara dingin dan tekanan langsung pada saraf trunkus dapat juga
menyebabkan nyeri. Hal tersebut terjadi karena aliran udara dingin
mengenai trigger area atau area nyeri pada bagian percabangan dari saraf
trigeminus (saraf kranial kelima). Aliran udara dingin termasuk stimulus non-
noksius (stimulus yang berupa perabaan ringan, getaran atau stimulus
mengunyah).
4. Titik pencetus adalah area pasti dimana sentuhan yang paling ringan
dengan segera mencetuskan paroksisme.
1.6 Pemeriksaan Penunjang
1.7.3 Penatalaksanaan Bedah
1.7.6 Occupational therapy.
1.7.7 Speech therapy.
Seperti Aspirin dan obat penghilang rasa sakit lainnya. Banyak obat lain
yang sedang dalam uji klinis tapi belum didapatkan hasil yang dapat
digunakan pada klinis seperti pyridostigmine (Mestinon), amantadine
(Symmetrel), modafinil (Provigil), insulin-like growth factor-I (IGF-I) dan
alpha-2 recombinant interferon. Studi lain meneliti penggunaan
immunoglobulin intravena, tetapi sekali lagi belum didapat hasil yang dapat
digunakan secara praktis diklinik.
BAB II
2.1 Pengkajian
2.2 Anamnesa
2.5 Evaluasi
S: Klien mengatakan rasa nyeri telah hilang dan klien merasa nyaman.
O: Ekspresi klien kembali normal (tidak gelisah), TTV dalam batas normal
(HR:60xper menit, RR: 18x per menit, TD 110/80 mmHg).
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
b. Koping individu tidak efektif b/d nyeri berat, ancaman berlebih pada diri
sendiri.
S: klien mengatakan mampu memanajemen koping dengan baik
O: Kebutuhan tidur klien cukup, klien turut terlibat dalam perencanaan asuhan
keperawatan.
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
Daftar Pustaka
pustaka_unpad_terapi_medikamentosa_pada_trigeminal_neuralgia.PDF
http://www.scribd.com/doc/230555448/Askep-Trigenimal-Neuralgia