Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN NEURALGIA


TRIGEMINAL DI INSTALASI RAWAT INAP RUANG EFRATA
RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI

Disusun Oleh :

DINA RAGIL LESTARI

NIM : 01.1.17.00804

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RUMAH SAKIT BAPTIS


KEDIRI
MAHASISWA PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DIII
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
BAB I

Tinjauan Teori

A.    Neuralgia Trigeminal

1.1  Definisi Neuralgia Trigeminal

            Neuralgia Trigeminal, merupakan suatu kondisi yang mempengaruhi


saraf kranial kelima, dicirikan dengan paroksisme nyeri seperti tertembak dan
tertusuk disalah satu sisi tubuh (unilateral). Pada area yang dipersyarafi oleh
salah satu dari tiga cabang, tetapi yang paling sering adalah area yang
dipersyarafi oleh cabang kedua dan ketiga saraf trigeminal. Nyeri hilang
secara tiba-tiba sama seperti kemunculannya, dan nyeri didiskripsikan sebagai
sensasi seperti tertembak atau tersusuk disatu sisi (unilateral). Sifat unilateral
nyeri adalah karakteristik  yang penting. Kontraksi involunter pada otot wajah
yang menyertai gangguan ini dapat menyebabkan tertutupnya kelopak mata
secara tiba-tiba atau munculnya kedutan pada mulut sehingga dahulu kondisi
ini disebut dengan tic douloureux (kedutan yang nyeri). Neuralgia Trigeminal
paling sering terjadi sebelum usia 35 tahun. Interval bebas nyeri dapat
berlangsung selama beberapa menit, jam, hari atau lebih lama. Dalam
beberapa tahun berikutnya, episot nyeri cenderung menjadi lebih sering dan
menyiksa. Pasien terus menerus hidup dalam ketakutan akan serangan.

            Neuralgia trigeminal merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah


satu sisi yang berulang. Disebut trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah
ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf trigeminal. Saraf
yang cukup besar ini terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah ke
otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf trigeminal sesuai
dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf trigeminal yang
diakibatkan oleh berbagai penyebab.

1.2  Etiologi
Neuralgia trigeminal dapat terjadi akibat berbagai kondisi yang melibatkan
sistem persarafan trigeminus ipsilateral. Pada kebanyakan kasus, tampaknya
yang menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di
dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat
pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak. Lima sampai
delapan persen kasus disebabkan oleh adanya tumor benigna pada sudut
serebelo-pontin seperti meningioma, tumor epidermoid, atau neurinoma
akustik. Kira-kira 2-3% kasus karena sklerosis multipel. Ada sebagian kasus
yang tidak diketahui sebabnya. Menurut Fromm, neuralgia trigeminal bisa
mempunyai penyebab perifer maupun sentral.

Sebagai contoh dikemukakan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf ini,
apapun penyebabnya, bisa menimbulkan kegagalan pada inhibisi segmental
pada nukleus/ inti saraf ini yang menimbulkan produksi ectopic action
potential pada saraf trigeminal. Keadaan ini, yaitu discharge neuronal yang
berlebihan dan pengurangan inhibisi, mengakibatkan jalur sensorik yang
hiperaktif. Bila tidak terbendung akhirnya akan menimbulkan serangan nyeri.
Aksi potensial antidromik ini dirasakan oleh pasien sebagai serangan nyeri
trigerminal yang paroksismal. Stimulus yang sederhana pada daerah pencetus
mengakibatkan terjadinya serangan nyeri.

1.3  Tanda Gejala

Trigeminal neuralgia memberikan gejala dan tanda sebagai berikut :


(olesen,1988; Passon ,2001; Sharav, 2002 ; Brice, 2004)

1. Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal, tajam,
seperti menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar
yang berlangsung singkat beberapa detik sampai beberapa menit tetapi
kurang dari dua menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya
ada interval bebas nyeri, atau hanya ada rasa tumpul ringan.
2. Lokasi nyeri umumnya terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus
dan yang karakteristik nyeri unilateral Tersering nyeri di daerah distribusi
nervus mandibularis (V2) 19,1% dan nervus maksilaris (V3) 14,1% atau
kombinasi keduanya 35,9% sehingga paling sering rasa nyeri pada
setengah wajah bawah. Jarang sekali hanya terbatas pada nervus
optalmikus (V3) 3,3%. Sebagaian pasien nyeri terasa diseluruh cabang
nervus trigeminus (15,5%) atau kombinasi nervus maksilaris dan
optalmikus (11,5%). Jarang ditemukan kombinasi nyeri pada daerah
distribusi nervus optalmikus dan mandibularis (0,6%). Nyeri bilateral
3,4%, nyeri jarang terjadi pada kedua sisi bersamaan, umumnya diantara
kedua sisi tersebut dipisahkan beberapa tahun. Kasus bilateral biasanya
berhubungan dengan sklerosis multiple atau familial.
3. Trigeminal neuralgia dapat dicetuskan oleh stimulus non-neksus seperti
perabaan ringan, getaran, atau stimulus mengunyah. Akibatnya pasien
akan mengalami kesulitan atau timbul saat gosok gigi, makan, menelan,
berbicara, bercukur wajah, tersentuh wajah, membasuh muka bahkan
terhembus angin dingin. Biasanya daerah yang dapat mencetuskan nyeri
(triger area) diwajah bagian depan, sesisi dengan nyeri pada daerah
percabangan nervus trigeminus yang sama. Bila triger area didaerah kulit
kepala, pasien takut untuk berkeramas atau bersisir.
4. Nyeri pada trigeminal neuralgia dapat mengalami remisi dalam satu tahun
atau lebih. Pada periode aktif neuralgia, karakteristik terjadi peningkatan
frekuensi dan beratnya serangan nyeri secara progesif sesuai dengan
berjalannya waktu.
5. Sekitar 18% penderita dengan trigeminal neuralgia, pada awalnya nyeri
atipikal yang makin lama menjadi tipikal, disebut preneuralgia trigeminal.
Nyeri terasa tumpul, terus-menerus pada salah satu rahang yang
berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stimulus termal dapat
menimbulkan nyeri berdenyut sehingga sering dianggap sebagai nyeri
dental. Pemberian terapi anti konvulsan dapat meredakan nyeri
preneuralgia trigeminal sehingga cara ini dapat dipakai untuk
membedakan kedua nyeri tersebut.
6. Pada pemeriksaan fisik dan neurologik biasanya normal atau tidak
ditemukan defisit neurologik yang berarti. Hilangnya sensibilitas yang
bermakna pada nervus trigeminal mengarah pada pencairan proses
patologik yang mendasarinya, seperti tumor atau infeksi yang dapat
merusak syaraf. Pada tumor selain nyerinya atipikal dan hilangnya
sensibilitas, disertai pula gangguan pada syaraf kranial lainnya.

1.4  Patofisiologis (Pohon Masalah)

Meskipun penyebabnya tidak pasti, kompresi vaskular dan tekanan vaskular


diduga sebagai penyebabnya. Gangguan lebih sering terjadi pada wanita dan
penderita sklerosis multiple dibandingkan dengan populasi umum.

Neuralgia Trigeminal dapat terjadi akibat berbagai kondisi yang melibatkan


sistem persarafan trigeminus ipsilateral. Pada kebanyakan kasus, tampaknya
yang menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di
dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat
pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak. Lima sampai
delapan persen kasus disebabkan oleh adanya tumor benigna pada sudut
serebelo-pontin seperti meningioma, tumor epidermoid, atau neurinoma
akustik. Kira-kira 2-3% kasus karena sklerosis multipel. Ada sebagian kasus
yang tidak diketahui sebabnya. Menurut Fromm, neuralgia Trigeminal bisa
mempunyai penyebab perifer maupun sentral.

Sebagai contoh dikemukakan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf ini,
apapun penyebabnya, bisa menimbulkan kegagalan pada inhibisi segmental
pada nukleus/ inti saraf ini yang menimbulkan produksi ectopic action
potential pada saraf Trigeminal. Keadaan ini, yaitu discharge neuronal yang
berlebihan dan pengurangan inhibisi, mengakibatkan jalur sensorik yang
hiperaktif. Bila tidak terbendung akhirnya akan menimbulkan serangan nyeri.
Aksi potensial antidromik ini dirasakan oleh pasien sebagai serangan nyeri
trigerminal yang paroksismal. Stimulus yang sederhana pada daerah pencetus
mengakibatkan terjadinya serangan nyeri.
Efek terapeutik yang efektif dari obat yang diketahui bekerja secara sentral
membuktikan adanya mekanisme sentral dari neuralgi. Tentang bagaimana
multipel sklerosis bisa disertai nyeri Trigeminal diingatkan akan adanya
demyelinating plaques pada tempat masuknya saraf, atau pada nukleus
sensorik utama nervus trigeminus.

Pada nyeri Trigeminal pasca infeksi virus, misalnya pasca herpes, dianggap
bahwa lesi pada saraf akan mengaktifkan nociceptors yang berakibat
terjadinya nyeri. Tentang mengapa nyeri pasca herpes masih bertahan sampai
waktu cukup lama dikatakan karena setelah sembuh dan selama masa
regenerasi masih tetap terbentuk zat pembawa nyeri hingga kurun waktu yang
berbeda. Pada orang usia muda, waktu ini relatif singkat. Akan tetapi, pada
usia lanjut nyeri bisa berlangsung sangat lama. Pemberian antiviral yang
cepat dan dalam dosis yang adekuat akan sangat mempersingkat lamanya
nyeri ini.

1.5  Manifestasi Klinis

Serangan neuralgia trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik


sampai semenit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa
seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup kerap,
berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik. Penderita neuralgia trigeminal
yang berat menggambarkan rasa sakitnya seperti ditembak, kena pukulan jab,
atau ada kawat di sepanjang wajahnya. Serangan ini hilang timbul dan bisa
jadi dalam sehari tidak ada rasa sakit. Namun, bisa juga sakit menyerang
setiap hari atau sepanjang minggu kemudian, tidak sakit lagi selama beberapa
waktu. Neuralgia trigeminal biasanya hanya terasa di satu sisi wajah, tetapi
bisa juga menyebar dengan pola yang lebih luas. Jarang sekali terasa di kedua
sisi wajah dalam waktu bersamaan.
      Paroksisme yang diransang oleh setiap stimulasi terminal cabang
saraf yang terganggu(mis, mencuci muka, bercukur, mensikat gigi, makan
dan minum). Pasien mungkin akan menghindari aktifitas ini (perilaku
memberikan petunjuk untuk diagnosis).

      Aliran udara dingin dan tekanan pada badan saraf dapat


menyebabkan nyeri.

      Titik pemicu adalah area yang langsung mengalami paroksisme


begitu terkena sentuhan ringan.

Menurut Baughman (2000) Manifestasi klinis yang muncul pada kasus


neuralgia trigeminal adalah sebagai berikut:

1.      Nyeri dirasakan pada kulit, bukan pada struktur yg lebih dalam,


lebih  gawat pada area perifer dari distribusi dari syaraf yang terkena, yaitu
pada bibir, dagu, lobang hidung, dan pada gigi.

2.      Paroksisme dirangsang oleh stimulasi dari terminal dari cabang-cabang


saraf yang terkena, yaitu mencuci muka, mencukur, menyikat gigi, makan
dan minum.

3.      Aliran udara dingin dan tekanan langsung pada saraf trunkus dapat juga
menyebabkan nyeri. Hal tersebut terjadi karena aliran udara dingin
mengenai trigger area atau area nyeri pada bagian percabangan dari saraf
trigeminus (saraf kranial kelima). Aliran udara dingin termasuk stimulus non-
noksius (stimulus yang berupa perabaan ringan, getaran atau stimulus
mengunyah).

4.      Titik pencetus adalah area pasti dimana sentuhan yang paling ringan
dengan segera mencetuskan paroksisme.

1.6  Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk membedakan trigeminal


neuralgia yang idiopatik atau simptomatik. CT Scan kepala untuk melihat
keberadaan tumor. Sklerosis multiple dapat terlihat dengan Magnetic
Resonance Imaging (MRI). MRI sering digunakan sebelum tindakan
pembedahan untuk melihat kelainan pembuluh darah. Diagnosa trigeminal
neuralgia dibuat dengan mempertimbangkan riwayat kesehatan dan gambaran
rasa sakitnya. Sementara tidak ada pemeriksaan diagnostik yang dapat
mempertegas adanya kelainan ini. Teknologi CT Scan dan MRI sering
digunakan untuk melihat adanya tumor atau abnormalita lain yang
menyebabkan sakit tersebut.

Pemeriksaan MRTA (high-definition MRI angiography) pada nervus


trigeminal dan brain stem dapat menunjukkan daerah nervus yang tertekan
oleh vena atau arteri. Sebagai tambahan, dilakukan pemeriksaan fisik untuk
menentukan stimuli pemicu, dan lokasi yang pasti dari sekitarnya.
Pemeriksaan termasuk inspeksi komea, nostril, gusi, lidah dan dipipi untuk
melihat bagaimana daerah tersebut merespon sentuhan dan perubahan suhu
(panas dan dingin), (Brice DD,2004). Beberapa jenis pemeriksaan penunjang:

Ø  Electromyography (EMG) dan uji konduksi saraf. Disini diukur muatan


listrik otot. Uji ini berguna untuk menyingkirkan kondisi seperti neuropati,
anomaly saraf dan myopati (kelainan pada otot bukannya pada saraf

Ø  Imaging. Dapat berupa magnetic resonance imaging (MRI) atau


computerized tomography (CT), meneliti adanya kelainan pada otak dan
sumsum tulang belakang. Dapat menyingkirkan kelainan seperti spondylosis,
kelainan pada sumsum tulang belakang akibat degenerasi, atau spinal
stenosis, penyempitan kolumna spinalis yang menekan saraf.

Ø  Test darah. Penderita dengan post-polio syndrome didapatkan hasil darah


normal, bila didapatkan kelainan tes darah dapat menunjukkan kelainan lain,
seperti diabetes, dll
1.7  Penatalaksanaan

1.7.1 Terapi Farmakologis

            Agens atikejang, seperti karbamazepin (tegretol), mengurangi


transmisi infus diterminal saraf tertentu dan meredakan nyeri pada sebagian
besar pasien. Karbamazepin diberikan bersama dengan makanan. Pasien
dipantau untuk melihat adanya efek samping, termasuk mual, pusing,
mengantuk, dan anemia aplastik. Pasien dipantau untuk melihat adanya
depresi sum-sum tulang selama terapi jangka panjang. Gabapenten dan
blakofen juga digunakan untuk mengatasi nyeri. Jika nyeri tidak juga
terkontrol, fenitoin (dilantin) dapat digunakan sebagai terapi tambahan.

1.7.2 Terapi non Farmakologi

            Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien


yang tidak bereaksi atau timbul efek sampingnya yang tidak diinginkan
maka diperlukan terapi pembedahan. Tindakan operatif yang dapat
dilakukan adalah prosedur ganglion gasseri, terapi gamma knife dan
dekompresi mikrovaskuler. Pada prosedur perifer dilakukan blok pada
nervus trigeminus bagian disatal ganglion gasseri yaitu dengan suntikan
streptomisin, lidokain, radiofrekwensi termoregulasi, suntikan gliserol atau
kompresi dengan balon ke dalam kavum Meckel. Terapi gamma knife
merupakan terapi radiasi yang difokuskan pada radiks nervus trigeminus di
fossa posterior. Dekompresi mikrovaskuler adalah kraniotomi sampai
nervus trigeminus diffosa posterior dengan tujuan memisahkan pembuluh
darah yang menekan nervus trigeminus.  

1.7.3  Penatalaksanaan Bedah

            Pada kasus dekompresi mikrovaskular saraf trigeminal, digunakan


pendekatan intrakranial (kraniotomi) untuk menekan saraf trigeminal.
Radiofrekuensi perkutan menimbulkan lesitermal pada saraf trigeminal.
Meskipun nyeri segera berkurang, wajah dapat mengalami disestesia dan
reflek korne menghilang. Penggunaan MRI stereotaktik untuk
mengidentifikasi saraf trigeminal yang dilanjutkan dengan gama knife radio
surgery telah diterapkan dibeberapa pusat layanan medis mikrokompresi
balon perkutan mengganggu banyak serabut bermielin diketiga cabang saraf
trigeminal.

1.7. 4 Terapi Konservatif

Obat antikonvulsan seperti karbamazepim dan fenitoin dilaporkan efektif


untuk mengurangi atau mengontrol nyeri pada neuralgia trigeminal.
Demikian juga obat baklofen. Karbamazepin biasanya dimulai dengan
pemberian dosis sekali 200mg/hari yang kemudian dapat ditingkatkan
sampai 3-4 kali 200 mg/hari. Sasarannya adalah hilangnya nyeri dengan
dosis yang minimal. Fenitoin biasanya diberikan dengan dosis awal
3x100mg/hari, sedangkan baklofen 3x5-10mg/hari. Kadang kala ada kasus
yang perlu diberikan kombinasi dari ketiganya untuk mengatasi serangan
nyeri.

1.7.5 Terapi fisik.

Umumnya dengan aktivitas yang tidak terlalu menguras tenaga seperti


berenang atau olah raga aerobic di air. Tapi tetap tidak boleh berlebihan

1.7.6 Occupational therapy.

Dilakukan perubahan gaya hidup termasuk aktivitas sehari-hari termasuk


pekerjaan/profesi.

1.7.7 Speech therapy.

Terutama pada penderita dengan gangguan otot bicara.

1.7.8 Terapi sleep apnea.

Sering didapatkan pada penderita dengan post-polio syndrome, sebaiknya


hindari tidur tengkurap karena pangkal lidah akan jatuh ke bawah dan
menutup saluran pernafasan.
1.7.9 Obat-obatan.

Seperti Aspirin dan obat penghilang rasa sakit lainnya. Banyak obat lain
yang sedang dalam uji klinis tapi belum didapatkan hasil yang dapat
digunakan pada klinis seperti pyridostigmine (Mestinon), amantadine
(Symmetrel), modafinil (Provigil), insulin-like growth factor-I (IGF-I) dan
alpha-2 recombinant interferon. Studi lain meneliti penggunaan
immunoglobulin intravena, tetapi sekali lagi belum didapat hasil yang dapat
digunakan secara praktis diklinik.
BAB II

Tinjauan Asuhan Keperawatan

2.1 Pengkajian

1. Dapatkan riwayat kesehatan pasien, khususnya mengenai tanda-tanda


neuralgia trigeminal dan arteritis temporalis.

2.  Lakukan pemeriksaan yang berkaitan dengan system saraf.

3.  Observasi adanya tanda-tanda neuralgia trigeminus dan arteritis


termporalis

2.2 Anamnesa

            Terdapat serangan nyeri paroksismal dengan awitan tiba-tiba yang


berlangsung selama beberapa detik sampai kurang dari 2 menit. Nyeri bersifat
tajam seperti tertusuk atau tersetrum listrik yang terjadi di sepanjang satu atau
lebih cabang inervasi N. V. Nyeri dapat tercetus oleh rangsangan ringan
(alodinia) seperti terpapar angin, berbicara,mengunyah atau cuci muka. Pada
anamnesa yang perlu diperhatikan adalah lokalisasi nyeri, kapan dimulainya
nyeri, menentukan interval bebas nyeri, menentukan lamanya, efek samping,
dosis dan respons terhadap pengobatan, menanyakan riwayat penyakit lain
seperti ada penyakit herpes atau tidak.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik neurologi dapat ditemukan sewaktu terjadi serangan,


penderita tampak menderita sedangkan diluar serangan tampak normal. Hal-
hal yang perlu diperhatikan adalah:

a.       Pada B3 ditemukan gangguan sensorik berupa hiperalgesi dan aldonia.


b. Menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral (termasuk
refleks kornea).

c. Menilai fungsi mengunyah (masseter) dan fungsi pterygoideus (membuka


mulut, deviasi dagu

2.4  Rencana Asuhan Keperawatan

a.       Gangguan rasa nyaman / nyeri b/d penekanan syaraf trigeminal dan


inflamasiarteri temporalis.

Tujuan Intervensi Rasional


Setelah dilakukan Mandiri 1.      Memudahkan pilihan
tindakan 3x24 jam 1.      Pastikan durasi atau intervensi yang sesuai.
nyeri pasien episode nyeri 2.      Nyeri merupakan
berkurang 2.      Teliti keluhan nyeri pengalaman subyektif dan
3.      Evaluasi perilaku nyeri harus dijelaskan oleh
pasien.
3.      Dapat diperkuat
karena persepsi pasien
tentang nyeri tidak dapat
dipercaya.

Kolaboratif 1.      Penanganan pertama


Berikan carbamazepine. pada nyeri
Pemberian gabapeptin. 2.      Penanganan lanjutan
jika carbamazepin tidak
berhasil
b.      Koping individu tidak efektif b/d nyeri berat, ancaman berlebih pada diri
sendiri.

Tujuan Intervensi Rasional


Setelah dilakukan Mandiri 1.      Nyeri dapat
tindakan 3x 24 jam 1.      Kaji kapasitas mengurangi kemampuan
koping pasien baik. fisiologi yang bersifat koping.
umum. 2.      Menemukan
2.      Dekati pasien kebutuhan psikologis
dengan ramah dan penuh yang akan meningkatkan
perhatian. harga diri.
3.      Bantu pasien dalam 3.      Pasien mungkin
memahami perubahan menganggap dirinya
konsep citra tubuh. sebagai seseorang “yang
mengalami nyeri” dan
mulai melihat dirinya
sebagai seorang yang
tidak mengalami nyeri.

2.5 Evaluasi

a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d penekanan syaraf trigeminal.

S: Klien mengatakan rasa nyeri telah hilang dan klien merasa nyaman.

O: Ekspresi klien kembali normal (tidak gelisah), TTV dalam batas normal
(HR:60xper menit, RR: 18x per menit, TD 110/80 mmHg).

A: Masalah teratasi

P: Intervensi dihentikan

b. Koping individu tidak efektif b/d nyeri berat, ancaman berlebih pada diri
sendiri.
S: klien mengatakan mampu memanajemen koping dengan baik

O: Kebutuhan tidur klien cukup, klien turut terlibat dalam perencanaan asuhan
keperawatan.

A: Masalah teratasi

P: Intervensi dihentikan
Daftar Pustaka

pustaka_unpad_terapi_medikamentosa_pada_trigeminal_neuralgia.PDF

http://www.scribd.com/doc/230555448/Askep-Trigenimal-Neuralgia

Anda mungkin juga menyukai