Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

THYROGLOSSAL DUCT CYST


DENGAN TINDAKAN THYROIDECTOMY
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Profesi Ners
Departemen Surgical di Ruang OK RSPN

Disusun Oleh:
REZKY PRAYOGIATMO
170070301111075

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

THYROGLOSSAL DUCT CYST


DENGAN TINDAKAN THYROIDECTOMY
RUANG OK RS PANTI NIRMALA MALANG
Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Surgikal Ruang OK RSPN Malang

Oleh :
REZKY PRAYOGIATMO
NIM. 170070301111075

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )
1. Thyroglossal duct cyst
1.1. Definisi
Thyroglossal duct cyst atau kista duktus tiroglosus adalah suatu kantung berisi
cairan yang terdapat saat lahir pada garis tengah leher. Suatu kista tiroglosus adalah
malformasi kongenital (suatu defek lahir). Hal ini terjadi akibat penutupan yang tidak
komplit dari suatu segmen duktus tiroglossus, suatu struktur seperti tabung yang
normalnya menutup saat perkembangan embrio.
1.2. Etiologi
Terdapat beberapari teori yang dapat menyebabkan terjadinya kista ductus
tiroglosus. Kista ini terbentuk akibat kegagalan involusi dari duktus tiroglossus. Pada
proses perkembangan , Kelenjar thyroid berkembang mulai pada minggu keempat
kehidupan fetal dengan membentuk endoderm di medial, tumbuh ke bawah dari
pangkal lidah.
Proses tumbuh ke bawah ini dengan cepat membentuk saluran yang disebut
ductus thyroglossus. Saluran ini bermuara pada lidah berhubungan dengan foramen
secum. Ujung bawah terbelah menjadi dua lobus dan akhirnya terletak berhubungan
dengan trachea pada sekitar minggu ketujuh. Ductus thyroglossus kemudian
menghilang, tetapi bagian terbawah sering tetap ada dalam bentuk lobus piramidalis
kelenjar tiroid turun ke tempatnya yang seharusnya melalui suatu duktus bernama
tiroglossus. Secara normal, duktus ini akan berinvolusi dan menghilang. Patensi dari
duktus ini menimbulkan potensi besar terbentuknya sinus, fistula atau kista ductus
tiroglossus.
Infeksi tenggorok berulang akan merangsang sisa epitel traktus, sehingga
mengalami degenerasi kistik. Sumbatan duktus tiroglosus akan mengakibatkan
terjadinya penumpukan sekret sehingga membentuk kista. Teori lain mengatakan
mengingat duktus tiroglosus terletak di antara beberapa kelenjar limfe di leher, jika
sering terjadi peradangan, maka epitel duktus juga ikut meradang, sehingga
terbentuklah kista.
1.3. Klasifikasi
Kista duktus tiroglosus dibagi dalam enam klasifikasi berdasarkan di mana lokasi
kistanya tumbuh, yaitu:
a. Kista Suprahyoid;
b. Kista Juxtahyoid;
c. Kista Intralingual;
d. Kista Suprasternal;
e. Kista Intralaryngeal;
f. Kista Infrahyoid
Kista duktus tiroglosus dapat tumbuh di mana saja di garis tengah leher,
sepanjang jalur bebas duktus tiroglosus mulai dari dasar lidah sampai ismus tiroid.

1.4. Manifestasi Klinis


Keluhan yang sering terjadi adalah adanya benjolan di garis tengah leher,
dapat di atas atau di bawah tulang hioid. Benjolan membesar dan tidak menimbulkan
rasa tertekan di tempat timbulnya kista. Konsistensi massa teraba kistik, berbatas
tegas, bulat, mudah digerakkan, tidak nyeri, warna sama dengan kulit sekitarnya dan
bergerak saat menelan atau menjulurkan lidah. Diameter kista berkisar antara 2-4 cm,
kadangkadang lebih besar. Kebanyakan kasus kista duktus tiroglosus tidak
diperhatikan dan tidak didiagnosa sampai umur dewasa. Duktus yang paten ini bisa
menetap selama beberapa tahun atau lebih sehingga terjadi sesuatu stimulus yang
bisa mengakibatan pembesaran kista.
Kista duktus atau sinus ini bisa mengakibatan penghasilan sekresi oral yang
berlebihan dimana kondisi ini bisa menyebabkan kista menjadi terinfeksi. Bila
terinfeksi, benjolan akan terasa nyeri dan menjadi lebih besar. Pasien mengeluh kulit
di atasnya berwarna merah, disfagia, disfonia, draining sinus, sesak terutamanya
apabila kista bertambah besar. Kista duktus tiroglosus yang terinfeksi bisa presentasi
seperti infeksi saluran nafas atas (ISPA). Obstruksi jalan pernafasan bisa terjadi
terutamanya pada kista intralingual yang berdekatan dengan jalan pernafasan.
1.5. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis biasanya dapat dibuat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dan leher
secara menyeluruh. Selalu palpasi kelenjar tiroid selama pemeriksaan fisik. Jika
kelenjar tidak dapat diraba, USG, tiroid scan atau CT scan dapat membantu.
Diagnosis biasanya dapat dicapai secara rawat jalan
a. Dilakukan TFTs. Namun, kelenjar tiroid ektopik tidak bisa dikesampingkan
bahkan dalam adanya tingkat TSH yang normal dan riwayat klinis eutiroid. Oleh
karena itu, USG, CT scan, thyroid scan, atau MRI mungkin diperlukan untuk
mengidentifikasi kelenjar tiroid normal.
b. Ultrasonografi adalah paling sering digunakan dalam pemeriksaan. USG dan CT
scan adalah pemeriksaan penunjang pilihan pertama:
 USG dapat membedakan yang solid dari komponen kistik.
 CT scan dapat menunjukkan capsular enhancement.6
c. Fistulogram dapat menunjukkan jalan saluran.
d. Scanning tiroid dapat digunakan untuk menunjukkan fungsi tiroid ektopik.
Jaringan tiroid ektopik dapat menyertai kista tiroglosus (TGCs) pada lokasi
mereka sepanjang garis keturunan embriologi tiroid. Hal ini juga dapat
digunakan untuk menunjukkan posisi dan fungsi tiroid yang normal sebelum
penghapusan setiap jaringan tiroid yang dapat menyertai kista.
1.6. Penatalaksanaan
Kista duktus tiroglosus harus diangkat secara operasi karena:
a. Operasi menyediakan diagnosis yang patologi;
b. Infeksi yang terjadi bisa menyebabkan nyeri akut dan komplikasi yang lain (
obstruksi jalan pernafasan dan disfagia);
c. Masalah kosmetik; dan
d. Bisa terjadi malignansi walaupun jarang

Salah satu tindakan operasi yang bisa dilakukan adalah thyroidectomy.

A. Pengertian
Tiroidektomi adalah sebuah operasi yang melibatkan operasi pemindahan semua
atau sebagian dari kelenjar tiroid.
B. Klasifikasi
Tiroidektomi terbagi atas :
1. Tiroidektomi total
Tiroidektomi total, yaitu mengangkat seluruh kelenjar tiroid. Klien yang
menjalani tindakan ini harus mendapat terapi hormone pengganti yang besar
dosisnya beragam pada setiap individu dan dapat dipengaruhi oleh usia,
pekerjaan, dan aktifitas.
2. Tiroidektomi subtotal
Tiroidektomi subtotal, yaitu mengangkat sebagian kelenjar tiroid. Lobus kiri
atau kanan yang mengalami pembesaran diangkat dan diharapkan kelenjar
yang masih tersisa masih dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan hormon-
hormon tiroid sehingga tidak diperlukan terapi penggantian hormon.
C. Indikasi
Tiroidektomi pada umumnya dilakukan pada :
1. Penderita dengan tirotoksikosis yang tidak responsif dengan terapi
medikamentosa atau yang kambuh
2. Tumor jinak dan ganas tiroid
3. Gejala penekanan akibat tonjolan tumor
4. Tonjolan tiroid yang mengganggu penampilan seseorang
5. Tonjolan tiroid yang menimbulkan kecemasan seseorang
D. Komplikasi
a. Perdarahan. Resiko ini minimum tetapi harus hati-hati dalam mengamankan
hemostasis. Perdarahan selau mungkin terjadi setelah tiroidektomi. Bila ini
timbul biasanya ini adalah suatu kedaruratan bedah, yang perlu secepat
mungkin dilakukan dekompresi leher dan mengembalikan pasien ke kamar
operasi.
b. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
Dengan tindakan anestesi mutakhir, ventilasi tekanan positif intermiten dan
teknik bedah yang cermat, bahaya ini harus minimum dan cukup jarang
terjadi.
c. Trauma pada nervus laryngeus recurrens. Ia menimbulkan paralisis
sebagian atau total (jika bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah yang
adekuat dan kehati-hatian pada operasi seharusnya mencegah cedera pada
saraf ini atau pada nervus laryngeus superior.
d. Memaksa sekresi glandula dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi
dengan tekanan. Hal ini dirujuk pada ‘throtoxic storm’, yang sekarang jarang
terlihat karena persiapan pasien yang adekuat menghambat glandula tiroid
overaktif pada pasien yang dioperasi karena tirotoksikosis.
e. Sepsis yang meluas ke mediastinum. Perhatian bagi hemostasis adekuat
saat operasi dilakukan dalam kamar operasi berventilasi tepat dengan
peralatan yang baik dan ligasi yang dapat menghindari terjadinya infeksi.
f. Hipotiroidisme pasca bedah. Perkembangan hipotiroidisme setelah reseksi
bedah tiroid jarang terlihat saat ini. Ini dilakukan dengan pemeriksaan klinik
dan biokimia yang tepat pasca bedah.
1.7. Komplikasi
Komplikasi sebelum operasi ialah inflamasi yang sering terjadi akibat infeksi kista
duktus tiroglosus. Apabila terjadi infeksi, kista menjadi semakin besar dan akhirnya
membentuk pus. Ruptur secara spontan akan terjadi dan seterusnya mengakibatan
formasi traktus sinus sekunder yang bisa memburukkan prognosis dan hasil
operasi.
DAFTAR PUSTAKA

Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 13. Jilid 1. Alih
Bahasa: Staf Pengajar Bag. THT FKUI. Jakarta: Bina Rupa Aksara, 2006; 295-6,
381-2.
Cohen JI. Massa Jinak Leher. Dalam Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6, Alih Bahasa:
Wijaya C. Jakarta : EGC, 2008; 415-21

Anda mungkin juga menyukai