Abstrak
Abstract
Surgery of the thyroid cyst of tiroglossus (fistula tiroglossus) has a low success
rate and recurrence rates of up to 50% are still present. The best surgical
technique is the Sistrunk technique which aims to minimize the recurrence rate by
3-5%. This case report was prepared by comparing two cases with a view to
evaluating and discussing the results to achieve success in the management of
thyroglococcal fistulas. Two cases of thyroglosus fistula were reported in women
aged 19 and 22 years. The first patient had never undergone surgery, the patient
had a history of surgery three times in 2006, 2011, 2014.A reconstruction of the
thyroid fistula was performed by the resection method in both patients. After the
operation is evaluated both patients recover well, the surgical wound is good, the
fistulas can be overcome and no recurrence is expected.
Keywords: Thyroglossal fistula, thyroglossal duct cyst, Sistrunk Procedure
1
PENDAHULUAN
Kista duktus tiroglosus adalah salah satu massa kongenital tersering yang
ditemukan pada garis tengah leher. Kista ini merupakan 70% dari kasus kista yang
ada di leher. Kista ini terbentuk akibat kegagalan involusi dari duktus tiroglosus.1
Pada proses perkembangannya, kelenjar tiroid turun ke tempatnya yang
seharusnya melalui suatu duktus bernama tiroglosus. Normalnya, duktus ini akan
berinvolusi.2 Patensi dari duktus ini menimbulkan potensi besar terbentuknya
kista duktus tiroglosus. Munculnya kista di leher pada penyakit ini baru terbentuk
bertahun-tahun setelahnya. Biasanya kemunculannya diasosiasikan dengan infeksi
saluran pernapasan atas.3 Massa yang muncul dapat berlokasi mulai dari batas
bawah tulang hyoid sampai setinggi tiroid. Kista yang muncul biasanya tidak
menimbulkan gejala apapun selain pembesarannya namun pada beberapa kasus
dapat menimbulkan gangguan tiroid. Kista ini juga dapat terinfeksi dan
menimbulkan abses dan reaksi radang. Penatalaksanaan kista duktus tiroglosus
bervariasi, dari drainase, aspirasi perkutan, eksisi sederhana, reseksi, injeksi
dengan bahan sklerotik, dan teknik Sistrunk yang diperkenalkan oleh Walter Elis
Sistrunk pada tahun1920 yang bertujuan untuk memperkecil angka kekambuhan
hingga 5 %, yaitu dengan mengangkat kista beserta duktusnya, bagian tengah
korpus hioid, traktus yang menghubungkan kista dengan foramen saekum serta
mengangkat otot lidah di sekitarnya kurang lebih 1 cm.4 Komplikasi setelah
operasi termasuk infeksi, hematoma, dan fistula. Tingkat kekambuhan terkait
dengan eksisi sederhana kista tiroglosus adalah sekitar 50%.5
PEMBAHASAN
Definisi
Kista duktus tiroglosus merupakan kista yang terbentuk dari duktus tiroglosus
yang menetap sepanjang alur penurunan kelenjar tiroid, yaitu dari foramen sekum
sampai kelenjar tiroid bagian superior di depan trakea. Kista ini merupakan 70%
dari kasus kista yang ada di leher. Kista ini biasanya terletak di garis median
leher, dapat ditemukan di mana saja antara pangkal lidah dan batas atas kelenjar
tiroid. Kista duktus atau sinus ini bisa menjadi terinfeksi. Bila terinfeksi mungkin
2
menghasilkan pembentukan pus, abses dan ruptur, menyebabkan sinus atau fistula
persisten.6
Kelenjar tiroid tumbuh dari invaginasi dasar faring yang terjadi pada minggu ke
empat kehamilan. Primordial kelenjar tiroid bermigrasi ke arah kaudal dan
bergabung dengan sebagian dari kantong faring keempat. Invaginasi ini berjalan
turun dari dasar lidah ke daerah leher sampai akhirnya mencapai letak
anatomisnya. Sebagian jaringan tiroid ini kadang tertinggal di sepanjang lintas
tersebut sehingga membentuk duktus tiroglosus yang berawal dari foramen sekum
di basis lidah.6 Pada proses perkembangannya, kelenjar tiroid turun ke tempatnya
yang seharusnya melalui suatu duktus bernama tiroglosus. Normalnya, duktus ini
akan berinvolusi mengalami atrofi dan menghilang dalam 10 minggu.2,3 Patensi
dari duktus ini menimbulkan potensi besar terbentuknya sinus, fistula atau kista
duktus tiroglosus. Jaringan tiroid ektopik dapat tumbuh di mana saja sepanjang
perjalanan ke bawah kelenjar tiroid, mulai dari foramen sekum sampai tempatnya
menetap di daerah leher. Saluran tiroglosus persisten terletak di sepanjang
pangkal lidah dari foramen saekum melewati inferior, anterior, dan terkadang
melalui korpus hyoid, dan sering memiliki divertikulum yang melewati dari
bawah dan belakang hyoid, sebelum berjalan di depan kista duktus tiroglosus atau
kelenjar tiroid.8 Infeksi tenggorok berulang akan merangsang sisa epitel traktus,
sehingga mengalami degenerasi kistik. Sumbatan duktus tiroglosus akan
mengakibatkan terjadinya penumpukan sekret sehingga membentuk kista. Teori
lain mengatakan mengingat duktus tiroglosus terletak di antara beberapa kelenjar
limfe di leher, jika sering terjadi peradangan, maka epitel duktus juga ikut
meradang, sehingga terbentuklah kista.9
3
Klasifikasi
Kista duktus tiroglosus dibagi dalam enam klasifikasi berdasarkan di mana lokasi
kistanya tumbuh, yaitu: (1) Kista Lingual (2) Kista Suprahyoid (3)Kista Tirohyoid
(4) Kista Suprasternal (5) Kista Mediastinal ( Jarang ). Kista duktus tiroglosus
dapat tumbuh di mana saja di garis tengah leher bahkan sampai ke mediastinal
meskipun kasusnya jarang.10
Keluhan yang sering terjadi adalah adanya benjolan di garis tengah leher, dapat di
atas atau di bawah tulang hioid. Benjolan membesar dan tidak menimbulkan rasa
tertekan di tempat timbulnya kista. Konsistensi massa teraba kistik, berbatas
tegas, bulat, mudah digerakkan, tidak nyeri, warna sama dengan kulit sekitarnya
dan bergerak saat menelan atau menjulurkan lidah. Diameter kista berkisar antara
2-4 cm, kadang lebih besar. Duktus yang paten ini bisa menetap selama beberapa
tahun atau lebih sehingga terjadi sesuatu stimulus yang bisa mengakibatan
pembesaran kista. Tanda patognomonis kista duktus tiroglosus adalah massa yang
ikut bergerak keatas saat menelan dan saat lidah diprotrusikan. Kista duktus atau
sinus ini bisa mengakibatan penghasilan sekresi oral yang berlebihan dimana
kondisi ini bisa menyebabkan kista menjadi terinfeksi. Bila terinfeksi, benjolan
akan terasa nyeri dan menjadi lebih besar, dapat menghasilkan pembentukan
abses dan ruptur, menyebabkan sinus atau fistula persisten.11 Diagnosis biasanya
dapat dibuat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik leher secara menyeluruh.
Fistulogram dapat dilakukan sebagai penunjang untuk menunjukkan jalan
4
saluran.10Diagnosis kista duktus tiroglosus dibuat berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Rentang waktu yang lama dan
perlahan membesar menunjukkan bahwa massa bersifat jinak, sedangkan massa
kistik seringkali merupakan lesi kongenital.7 Pemeriksaan penunjang dapat secara
langsung (FNAB) maupun tidak langsung (USG, CT scan).7 Pada kepustakaan
pemeriksaan fungsi tiroid masih merupakan kontroversi, namun USG merupakan
cara terbaik untuk melihat kodisi tiroid.8,9
Penatalaksanaan
Cara Sistrunk:
5
sekum dijahit, otot lidah yang longgar dijahit, dipasang drain dan irisan
kulit ditutup kembali.
Komplikasi
Komplikasi sebelum operasi ialah inflamasi yang sering terjadi akibat infeksi kista
duktus tiroglosus hingga terbentuk fistula. Apabila terjadi infeksi, kista menjadi
semakin besar dan dapat terjadi ruptur secara spontan yang seterusnya
mengakibatan formasi traktus sinus sekunder dan fistula yang bisa memburukkan
prognosis dan hasil operasi. Komplikasi setelah operasi termasuk infeksi,
hematoma, dan kekambuhan kembali12
Prognosis
Tingkat kekambuhan terkait dengan insisi dan drainase, aspirasi perkutan, eksisi
sederhana, reseksi dan injeksi dengan bahan sklerotik dilaporkan antara 50%.
Schlange (1893) melakukan eksisi dengan mengambil korpus hioid dan kista
beserta duktus-duktusnya, dengan cara ini angka kekambuhan menjadi 20%.
Prosedur
Sistrunk (1920) dapat menurunkan angka kekambuhan menjadi 5%.11 Tingkat
kekambuhan dapat meningkat dengan riwayat infeksi berulang.13
6
LAPORAN KASUS I
1.1 Identitas Pasien
Nama : YA
Umur : 22 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Meulaboh
No. CM : 1-15-85-98
Tanggal masuk : 28-02-2018
Pekerjaan : Mahasiswi
Suku : Aceh
Agama : Islam
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama: Keluar cairan dari lubang di leher depan.
7
2. Tahun 2011 ( usia 16 tahun ). Benjolan yang sudah membesar sebesar
kacang tanah kembali dilakukan operasi, 4 hari setelah operasi
benjolan muncul kembali awalnya kecil lama kelamaan membesar.
3. Tahun 2014 ( usia 19 tahun ). Dilakukan operasi kembali, benjolan
tidak muncul lagi dan pasien dinyatakan sembuh.
4. Tahun 2017 ( Usia 22 tahun ). Keluar cairan dari bekas operasi. Cairan
bening, kental dan tidak berbau. Cairan keluar selama enam bulan
semakin lama semakin sering dan pasien diputuskan untuk dilakukan
operasi kembali.
8
3.3.3 Status lokalis
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Ukuran T1 T1
9
Gigi geligi Tidak dijumpai gigi molar atas yang busuk
Deviasi trakea ( - )
Gambar 5 Fistula regio anterosuperior colli Gambar 6 Fistula regio anterosuperior colli
Thorax
Inspeksi : Simetris
Jantung
10
Inspeksi : Denyut jantung tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas – batas jantung
Atas : ICS III line midclavicula
Kiri : ICS Vlinea midclavicula sinistra
Kanan : ICS IV Linea parasternalis dekstra
Auskultasi : BJ I > BJ II, Reguler, Bising (-).
Abdomen
Ekstremitas :
Pucat : tidak dijumpai
Edema : Tidak dijumpai
Ht : 38% 37-47
MCV : 91 fl 80-100
MCH : 30 pg 27-31
MCHC : 33 % 32-36
11
MPV : 9 fl 7,2-11,1
Kesan:
Foto soft tissue colli tidak tampak kelainan.
1.5 Diagnosis
1.6 Penatalaksanaan
12
Laporan Operasi :
13
2. Instruksi post operasi
Awasi tanda-tanda vital dan perdarahan
IVFD Ringer Lactat 20 gtt/i
O/ vs /Kes : CM
TD : 125/80 mmHg
N : 74x/i
RR : 21x/i
P/ Pasien diperbolehkan pulang, kontrol ke poli THT-KL untuk buka verban dan
evaluasi hasil operasi. Terapi pulang :
Cefixime 2x100mg
14
S/ Tidak ada keluhan
O/ vs /Kes : CM
TD : 120/80 mmHg
N : 80x/i
RR : 20x/i
Luka operasi baik, bersih, tidak ada cairan yang keluar dari tempat operasi.
Th/Cefixime 2x100mg
O/ vs /Kes : CM
TD : 120/80 mmHg
N : 80x/i
RR : 20x/i
Luka operasi baik, bersih, tidak ada cairan yang keluar dari tempat operasi.
15
LAPORAN KASUS II
2.1 Identitas Pasien
Nama : RW
Umur :19 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sigli
No. CM : 1-16-18-81
Tanggal masuk : 07-3-2018
Pekerjaan : Mahasiswi
Suku : Aceh
Agama : Islam
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama: Keluar cairan dari lubang di leher depan
16
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 92x/ menit
Pernapasan : 22x/ menit
Suhu : 36,8˚C
Status General
Kulit
Warna : Putih
Turgor : Kembali cepat
Ikterik : (-)
Pucat : (-)
Kepala
Rambut : Hitam
Mata :Pupil isokor 3mm/3mm , reflek cahaya langsung (+/+),
reflek cahaya tidak langsung (+/+), hematom (-/-),
konjungtiva tarsal pucat (-/-).
3.3.3 Status lokalis
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
17
Septum nasi Deviasi tidak ada
Ukuran T1 T1
Deviasi trakea ( - )
18
Gambar 9 Fistula colli anterior Gambar 10 Fistula colli anterior
Thorax
Inspeksi : Simetris
Jantung
Abdomen
19
Ekstremitas :
Pucat : tidak dijumpai
Edema : Tidak dijumpai
Ht : 37% 37-47
MCV : 81 fl 80-100
MCH : 30 pg 27-31
MCHC : 33 % 32-36
MPV : 9 fl 7,2-11,1
20
Kesan: Cor dan pulmo tidak tampak kelainan. Kesan : soft tissue colliTidak tampak
kelainan
1.5 Diagnosis
1.6 Penatalaksanaan
Laporan Operasi :
21
Spesimen yang telah diangkat diinspeksi didapatkan duktus tiroglosus dengan
panjang kurang lebih 2cm.
O/ vs /Kes : CM
TD : 120/80 mmHg
N : 73x/i
RR : 20x/i
P/ Pasien diperbolehkan pulang, kontrol ke poli THT-KL untuk buka verban dan
evaluasi hasil operasi. Terapi pulang :
Cefixime 2x100mg
22
DISKUSI KASUS
Kista duktus tiroglosus merupakan kista yang terbentuk dari duktus tiroglosus
yang menetap sepanjang alur penurunan kelenjar tiroid, yaitu dari foramen sekum
sampai kelenjar tiroid bagian superior di depan trakea. Kista ini merupakan 70%
dari kasus kista yang ada di leher. Kista ini biasanya terletak di garis median
leher, dapat ditemukan di mana saja antara pangkal lidah dan batas atas kelenjar
tiroid. Kista duktus atau sinus ini bisa menjadi terinfeksi. Bila terinfeksi mungkin
menghasilkan pembentukan pus, abses dan ruptur, menyebabkan sinus atau fistula
persisten.6
Pada kedua pasien ini didapatkan fistula berada tepat di garis tengah leher yang
merupakan alur penurunan kelenjar tiroid yaitu duktus tiroglosus yang
membentang dimulai dari foramen saekum hingga ke kelenjar tiroid bagian
superior di depan trakea. Pada kedua pasien sama-sama didapatkan awalnya
muncul benjolan menyerupai kista di tempat terjadi fistula. Pada pasien pertama
benjolan berulang kali muncul meski sudah dilakukan berulang kali operasi,
hingga akhirnya terbentuk fistula. Sedangkan pada pasien kedua benjolan muncul
sekali lalu pecah menjadi fistula. Kedua pasien mengeluh dari fistula mengelurkan
cairan, pada pasien pertama cairan yang keluar bening dan kental, pasien kedua
keluar cairan berupa nanah dan terasa nyeri di daerah fistula.
Kista duktus tiroglosus dibagi dalam enam klasifikasi berdasarkan di mana lokasi
kistanya tumbuh, yaitu: (1) Kista Lingual (2) Kista Suprahyoid (3)Kista Tirohyoid
(4) Kista Suprasternal (5) Kista Mediastinal( Jarang ). Kista duktus tiroglosus
dapat tumbuh di mana saja di garis tengah leher bahkan sampai ke mediastinal
meskipun kasusnya jarang.10
Letak fistula pada kedua pasien diantara os hioid dan tiroid, maka keduanya
masuk ke dalam klasifikasi fistula duktus tiroglosus tirohioid. Pada pasien
pertama letaknya lebih superior dibandingkan pada pasien kedua yang letaknya
lebih inferior di depan kartilago tiroid.
Duktus yang paten ini bisa menetap selama beberapa tahun atau lebih sehingga
terjadi sesuatu stimulus yang bisa mengakibatan pembesaran kista. Tanda
23
patognomonis kista duktus tiroglosus adalah massa yang ikut bergerak keatas saat
menelan dan saat lidah diprotrusikan. Kista duktus atau sinus ini bisa
mengakibatan penghasilan sekresi oral yang berlebihan dimana kondisi ini bisa
menyebabkan kista menjadi terinfeksi. Bila terinfeksi, benjolan akan terasa nyeri
dan menjadi lebih besar, dapat menghasilkan pembentukan abses dan ruptur,
menyebabkan sinus atau fistula persisten.11 Fistulogram dapat dilakukan sebagai
penunjang untuk menunjukkan jalan saluran.10
Pada kedua pasien ini terdapat duktus yang menetap, yang lama kelamaan
menjadi fistula diduga karena proses inflamasi lama di daerah duktus. Pasien
pertama duktus tetap menetap bahkan setelah dilakukan operasi berulang kali.
Begitu juga dengan pasien kedua duktus menetap lama hingga lama kelamaan
menjadi fistula. Pada kedua pasien dijumpai fistula ikut bergerak ke atas pada saat
pasien menelan dan dan saat lidah diprotrusikan. Pada kedua pasien ini tidak
dilakukan pemeriksaan fistulogram yang bermanfaat untuk melihat alur jalannya
fistula.
Pada kedua pasien ini dilakukan tindakan reseksi sederhana dengan menyusuri
alur fistula dan melakukan pengangkatan fistula tanpa mengambil korpus hyoid
dan otot lidah sekitarnya. Pada pasien pertama operasi menjadi lebih sulit dan
lebih dalam karena ini adalah operasi yang keempat kalinya. Saat identifikasi
terlihat alur fistula sudah lebih ke inferior sehingga perlu dilakukan pemotongan
strap muscle. Berbeda pada pasien kedua letak fistula lebih superfisial sehingga
24
memudahkan pada saat dilakukan tindakan. Menurut literatur, angka kekambuhan
dengan cara tersebut dilaporkan kurang lebih 50%. Penatalaksanaan yang paling
baik dari fistula duktus tiroglosus ini adalah dengan Teknik Sistrunk yaitu
pengangkatan kista beserta duktusnya, korpus hioid, traktus yang menghubungkan
kista dengan foramen sekum serta otot lidah sekitarnya kurang lebih 1 cm
diangkat. Cara ini dapat menurunkan angka kekambuhan menjadi 5%. Meskipun
demikian diharapkan pada kedua pasien ini tidak terjadi kekambuhan kembali.
KESIMPULAN
Telah dilaporkan dua kasus fistula duktus tiroglosus pada perempuan usia 22 dan
19 tahun berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada kedua pasien ini
didapatkan fistula berada tepat di garis tengah leher yang merupakan alur
penurunan kelenjar tiroid yaitu duktus tiroglosus yang membentang dimulai dari
foramen saekum hingga ke kelenjar tiroid bagian superior di depan trakea. Pada
kedua pasien didapatkan awalnya muncul benjolan menyerupai kista di tempat
terjadi fistula. Pada pasien pertama benjolan berulang kali muncul meski sudah
dilakukan berulang kali operasi, hingga akhirnya terbentuk fistula. Sedangkan
pada pasien kedua benjolan muncul sekali lalu pecah menjadi fistula. Kedua
pasien mengeluh dari fistula mengelurkan cairan. Letak fistula pada kedua pasien
diantara os hioid dan tiroid, maka keduanya masuk ke dalam klasifikasi fistula
duktus tiroglosus tirohyoid. Pada kedua pasien fistula ikut bergerak ke atas pada
saat pasien menelan dan dan saat lidah diprotrusikan. Pada kedua pasien ini
dilakukan tindakan reseksi sederhana dengan menyusuri alur fistula. Pada pasien
pertama operasi menjadi lebih sulit dan lebih dalam karena ini adalah operasi
yang keempat kalinya. Berbeda pada pasien kedua letak fistula lebih superfisial
sehingga memudahkan pada saat dilakukan tindakan. Menurut literatur, angka
kekambuhan dengan cara tersebut dilaporkan kurang lebih 50%. Penatalaksanaan
yang paling baik dari fistula duktus tiroglosus ini adalah dengan Teknik Sistrunk
yaitu pengangkatan kista beserta duktusnya, korpus hioid, traktus yang
menghubungkan kista dengan foramen sekum serta otot lidah sekitarnya kurang
lebih 1 cm diangkat. Cara ini dapat menurunkan angka kekambuhan menjadi 5%.
Meskipun demikian diharapkan pada kedua pasien ini tidak terjadi kekambuhan
kembali.
25
DAFTAR PUSTAKA
26