Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS FISTEL PERIANAL

DI RUAGAN POLI BEDAH

RSUD MADUKELLENG SENGKANG

Disusun Oleh:

ARNANG DENY REFKY, S.Kep

202103006

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN

KEBIDANAN INSITITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS

ITKES MUHAMMADIYAH SIDRAP

TAHUN 2021/2022
A. Konsep teoritis

1. Pengertian

Fistula perianal berbentuk seperti saluran yang menyerupai tabung dan

panjangnya dimulai dari saluran anus (dubur) hingga ke kulit sekitar lubang

anus. Kondisi ini bisa dipicu oleh berbagai penyakit, seperti tuberkulosis,

penyakit Crohn, kanker, atau penyakit menular seksual.Abses perianal adalah

kondisi di mana rongga rektum terisi dengan nanah dan nanah tersebut muncul

di sekitar anus. Rektum adalah bagian terakhir dari usus besar di mana tinja

disimpan sebelum dikeluarkan melalui anus. Ketika rektum dan kelenjar lendir

dubur terinfeksi, maka akan terbentuk lubang-lubang kecil pada rongga rektum

dam terisi dengan nanah. Rongga yang diisi dengan nanah ini disebut abses dan

jika mereka muncul di sekitar anus, mereka akan menyebabkan abses

perianal.Fistula adalah hubungan abnormal antara dua tempat yang berepitel.

Fistula ani adalah fistula yang menghubungkan antara kanalis anal ke kulit di

sekitar anus (ataupun ke organ lain seperti ke vagina).  Pada permukaan kulit

bisa terlihat satu atau lebih lubang fistula, dan dari lubang fistula tersebut dapat

keluar nanah ataupun kotoran saat buang air besar.Terdapat berbagai jenis

fistula, mulai dari yang simple hingga fistula kompleks yang bercabang cabang

dan melibatkan otot sphincter ani (otot yang mengatur proses defekasi).

Fistula ani sering terjadi pada laki laki berumur 20 – 40 tahun, berkisar 1-3

kasus tiap 10.000 orang. Sebagian besar fistula terbentuk dari sebuah abses
(tapi tidak semua abses menjadi fistula). Sekitar 40% pasien dengan abses akan

terbentuk fistula.

Mayoritas penyakit supurativ anorektal terjadi karena infeksi dari kelenjar anus

(cyptoglandular). Kelenjar ini terdapat di dalam ruang intersphinteric. Diawali

kelenjar anus terinfeksi, sebuah abses kecil terbentuk di daerah intersfincter.

Abses ini kemudian membengkak dan fibrosis, termasuk di bagian luar

kelenjar anus di garis kripte. Ketidakmampuan abses untuk keluar dari kelenjar

tersebut akan mengakibatkan proses peradangan yang meluas sampai

perineum, anus atau seluruhnya, yang akhirnya membentuk abses perianal dan

kemudian menjadi fistula.

Fistula ani juga dapat terjadi pada pasien dengan kondisi inflamasi

berkepanjangan pada usus, seperti pada Irritable Bowel Syndrome (IBS),

diverticulitis, colitis ulseratif, dan penyakit crohn, kanker rectum, tuberculosis

usus, HIV-AIDS, dan infeksi lain pada daerah ano-rektal.

Sebagian besar fistula ani memerlukan operasi karena fistula ani jarang sembuh

spontan. Setelah operasi risiko kekambuhan fistula termasuk cukup tinggi yaitu

sekitar 21% (satu dari lima pasien dengan fistula post operasi akan mengalami

kekambuhan).

2. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi fistula ani terjadi akibat abses perianal yang secara

sengaja atau spontan pecah, menyisakan ruang kosong. Ruang sisa abses

dapat menetap membentuk kista atau fistula antara kanalis anal dengan kulit
perianal. Fistula ani sering terjadi di kripta anus. Fistula ani dimulai dari

sekresi kelenjar ani yang mengalir masuk ke kripta anus dan keluar melalui

kanalis anus. Apabila kelenjar-kelenjar tersebut tersumbat, maka terjadi statis

dan infeksi pada kripta anus.

Fistula ani sering ditemukan pada pasien dengan inflammatory bowel

disease, termasuk penyakit Crohn, divertikulitis di samping usus besar, benda

asing di daerah anus yang menyebabkan respon inflamasi, sifilis,

tuberkulosis, pajanan radiasi, dan penyakit HIV.

Fistula ani diklasifikasikan berdasarkan hubungannya dengan sfingter anal,

yaitu:

1. Fistula interspfingterik, terletak di linea dentata atau intersphincteric

space, sampai ke kulit perianal

2. Fistula transfingterik rendah, yaitu fistula yang melewati sepertiga

bawah sfingter anus eksternus kemudian membentuk saluran sampai

kulit perianal

3. Fistula transfingterik tinggi, yaitu fistula yang melewati sepertiga atau

dua pertiga atas sfingter anus eksternal kemudian membentuk saluran

sampai ke kulit perianal

4. Fistula suprasfingterik, yaitu fistula yang melewati kripta anus dan

membentuk saluran yang melingkar di sepanjang sfingter dan berakhir

di fossa ischioanal
5. Fistula ekstrasfingterik, yaitu fistula yang berawal dari kanalis anal

bagian atas dan membentuk saluran di sepanjang lingkaran sfingter

kemudian berakhir di kulit perianal

3. ETIOLOGI

Etiologi fistula ani belum diketahui secara jelas, tetapi biasanya

diawali oleh infeksi anorektal. Beberapa mikroba yang menjadi etiologi abses

anorektal adalah Bacteroides fragilis, Peptostreptococcus, Prevotella,

Fusobacterium, Porphyromonas, Clostridium, Staphylococcus aureus,

dan Escherichia coli. Abses perianal dapat menyebabkan adanya ruang

kosong yang menetap, membentuk kista atau fistula antara kanalis analis

dengan kulit perianal.

Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kejadian fistula ani,

yaitu:

1. Riwayat penyakit kronis, seperti penyakit Crohn, tuberkulosis, HIV,

diabetes mellitus, hiperlipidemia, dan dermatosis

2. Trauma, yaitu trauma obstetrik atau saat proses persalinan

3. Benda asing pada daerah kanalis anal

4. Konstipasi yang menyebabkan trauma kanalis anal

5. Faktor gaya hidup, seperti riwayat merokok dan konsumsi alkohol,

terlalu lama duduk di toilet ketika buang air besar, jarang berolahraga

atau gaya hidup sedentary. Kebiasaan ini berhubungan dengan


kondisi overweight dan peningkatan risiko penyakit pada anus,

seperti hemoroid dan fistula ani

6. Diet tinggi garam yang dapat meningkatkan kecenderungan respon

inflamasi dalam kondisi infeksi

4. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan fistula ani biasanya membutuhkan tindakan bedah.

Prosedur bedah bertujuan untuk memperbaiki fistula ani atau memotong

orificium fistula. Pilihan tindakan operasi ditentukan jenis fistula ani.

Fistulotomi

Fistulotomi merupakan teknik yang paling sering dilakukan untuk

menangani fistula ani, yaitu sebesar 85-95% dari pasien fistula ani. 

Fistulotomi dilakukan dengan cara memasukkan probe ke dalam orificium

eksternal dan dilakukan pemotongan dengan pisau atau elektrokauter

untuk memisahkan kulit, jaringan subkutan, dan otot sfingter internal.

Fistulotomi merupakan tata laksana standard untuk fistula ani submukosal

karena memiliki risiko rendah terjadinya rekurensi.

Terapi Konservatif Medikamentosa dengan pemberian analgetik,

antipiretik serta profilaksis antibiotik jangka panjang untuk mencegah

fistula rekuren.

Terapi pembedahan:
 Fistulotomi: Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke lubang

kulit, dibiarkan terbuka, sembuh per sekundam intentionem.

Dianjurkan sedapat mungkin dilakukan fistulotomi.

 Fistulektomi:Jaringan granulasi harus di eksisi keseluruhannya

untuk menyembuhkan fistula. Terapi terbaik pada fistula ani adalah

membiarkannya terbuka.

 Seton: benang atau karet diikatkan malalui saluran fistula. Terdapat

dua macam Seton, cutting Seton, dimana benang Seton ditarik secara

gradual untuk memotong otot sphincter secara bertahap, dan loose

Seton, dimana benang Seton ditinggalkan supaya terbentuk granulasi

dan benang akan ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri setelah

beberapa bulan.

 Advancement Flap: Menutup lubang dengan dinding usus, tetapi

keberhasilannya tidak terlalu besar.

 Fibrin Glue: Menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistula Plug/AFP)

ke dalam saluran fistula yang merangsang jaringan alamiah dan

diserap oleh tubuh. Penggunaan fibrin glue memang tampak menarik

karena sederhana, tidak sakit, dan aman, namun keberhasilan  jangka

panjangnya tidak tinggi, hanya 16%.


5. MANIFESTASI KLINIS

Tanda Dan Gejala

Gejala Fistula Ani

Berikut adalah sejumlah gejala yang dapat muncul akibat fistula ani:

 Nyeri pada area anus yang semakin parah saat duduk, bergerak, buang

air besar, atau batuk

 Iritasi kulit di sekitar anus, seperti bengkak, perubahan warna kulit

menjadi kemerahan, dan gatal

 Keluar darah saat buang air besar

 Keluar nanah berbau busuk dari kulit dekat bukaan anus

 Demam, meriang, dan merasa kelelahan

 Kesulitan mengontrol keluarnya feses

6. KOMPLIKASI

Komplikasi pada fistula ani umumnya terjadi pada periode pasca

operasi. Komplikasi ini bisa berupa retensi urine, perdarahan hebat atau

keluarnya cairan dari lokasi fistulotomi, pembentukan bekuan darah di

dalam wasir, dan impaksi tinja.

Tak cuma itu saja, komplikasi lain yang umumnya dapat timbul setelah

prosedur operasi, seperti stenosis anus, inkontinensia usus, dan

penyembuhan luka yang tertunda (tidak sembuh selama lebih dari 12

minggu).
Pada dasarnya semua operasi membawa risiko infeksi ketika sayatan

dibuat ke dalam kulit, termasuk prosedur fistulektomi (prosedur bedah

pada saluran fistula). Dalam beberapa teknik bedah fistula, prosedur ini

mungkin harus diselesaikan dalam beberapa tahap.

Nah, dalam kasus seperti itu, infeksi pada saluran fistula dapat menyebar

ke seluruh tubuh dan menyebabkan infeksi sistemik. Sehingga, antibiotik

sering diperlukan untuk mengobati infeksi yang terkait dengan operasi

fistula.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Penunjang

1. Fistulografi: Injeksi kontras melalui pembukaan internal, diikuti

dengan anteroposterior, lateral dan gambaran X-ray oblik untuk

melihat jalur fistula.

2. Ultrasound endoanal / endorektal: Menggunakan transduser 7 atau

10 MHz ke dalam kanalis ani untuk membantu melihat

differensiasi muskulus intersfingter dari lesi transfingter.

Transduser water-filled ballon membantu evaluasi dinding rectal

dari beberapa ekstensi suprasfingter.

3. MRI: MRI dipilih apabila ingin mengevaluasi fistula kompleks,

untuk memperbaiki rekurensi.

4. CT- Scan: CT Scan umumnya diperlukan pada pasien dengan

penyakit crohn atau irritable bowel syndrome yang memerlukan


evaluasi perluasan daerah inflamasi. Pada umumnya memerlukan

administrasi kontras oral dan rektal.

5. Barium Enema: untuk fistula multiple, dan dapat mendeteksi

penyakit inflamasi usus.

6. Anal Manometri: evaluasi tekanan pada mekanisme sfingter

berguna pada pasien tertentu seperti pada pasien dengan fistula

karena trauma persalinan, atau pada fistula kompleks berulang

yang mengenai sphincter ani.

8. KLASIFIKASI

Klasifikasi

Selain fistula simple, Parks membagi fistula ani menjadi 4 type:

1. Intersphinteric fistula

Berawal dalam ruang di antara muskulus sfingter eksterna dan

interna dan bermuara berdekatan dengan lubang anus.

2. Transphinteric fistula

Berawal dalam ruang di antara muskulus sfingter eksterna dan

interna, kemudian melewati muskulus sfingter eksterna dan

bermuara sepanjang satu atau dua inchi di luar lubang anus,

membentuk huruf ‘U’ dalam tubuh, dengan lubang eksternal berada

di kedua belah lubang anus (fistula horseshoe).

3. Suprasphinteric fistula

Berawal dari ruangan diantara m. sfingter eksterna, dan interna dan

membelah ke atas muskulus pubrektalis lalu turun di antara


puborektal dan m.levator ani lalu muncul satu atau dua inchi di luar

anus.

4. Ekstrasphinteric fistula

Berawal dari rektum atau colon sigmoid dan memanjang ke bawah,

melewati muskulus levator ani dan berakhir di sekitar anus. Fistula

ini biasa disebabkan oleh abses appendiceal, abses diverticular,

atau Crohn’s Disease

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Data Fokus

DO: ekspresi wajah tampak meringis saat memegang bagian yang nyeri

DS: klien mengatakan terasa nyeri

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Nyeri area operasi berhubungan dengan adanya eksisi luka operasi.

2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan risiko prosedur invasive,

luka yang mungkin terkontaminasi.


3. INTERVENSI

1. Nyeri pada area operasi berhubungan dengan adanya eksisi luka

operasi.

Tujuan: nyeri berkurang atau terkontrol Kriteria hasil: ekspresi

wajah klien rileks, cukup istirahat, mengungkapkan nyeri

berkurang /dapat ditahan.

Intervensi:

 Kaji lokasi, intensitas nyeri dengan skala 0 – 10, faktor yang

mempengaruhi. Perhatikan tanda-tanda nonverbal. Rasional:

membantu menentukan intervensi selanjutnya.

 Monitor tanda-tanda vital Rasional: perubahan tanda-tanda vital,

peningkatan tekanan darah, nadi dan pernafasan bisa diakibatkan

karena nyeri.

 Kaji area luka operasi, adanya edema, hematoma atau inflamasi.

Rasional: pembengkakan, inflamasi dapat menyebabkan

meningkatnya nyeri.

 Berikan posisi yang nyaman dan lingkungan yang tenang, ajarkan

tehnik relaksasi, pengalihan perhatian. Rasional: membantu

mengurangi dan mengontrol rasa nyeri.

 Kolaborasi dengan medik untuk pemberian analgesik. Rasional:

analgesik membantu mengurangi nyeri.


2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur

invasive, luka yang mungkin terkontaminasi.

Tujuan: tidak terjadi infeksi, luka sembuh tanpa komplikasi.

Intervensi:

 Kaji area luka operasi, observasi luka, karakteristik drainage,

adanya inflamasi. Rasional: penambahan infeksi dapat

mengambat proses penyembuhan.

 Monitor tanda-tanda vital, temperatur, respirasi, nadi.

Rasional: peningkatan temperatur, pernapasan, nadi merupakan

indikasi adanya proses infeksi.

 Rawat area luka dengan prinsip aseptik. Jaga balutan kering.

Rasional: menjaga pasien dari infeksi silang selama

penggantian balutan.

 Kolaborasi untuk pemeriksaan cultur dari sekret/drainage,

kedua dari tengah dan pinggir luka. Rasional: dengan

mengetahui adanya organisme akan menentukan pemberian

antibiotik.

 Berikan antibiotik sesuai pesan medik. Rasional: antibiotik

mencegah dan melawan infeksi.

 Bila perlu lakukan irigasi luka. Rasional: irigasi luka dengan

antiseptik baik untuk melawan infeksi

Anda mungkin juga menyukai