Anda di halaman 1dari 7

HIGROMA COLLI

A. SYNONIM

CH, cystic lymphatic lesion, macrocystic lymphatic malformation,


hemangiomas, microcystic lymphangioma dan cystic lymphangioma.

B. DEFINISI

Higroma dalam bahasa Yunani berarti tumor yang berisi air. Higroma
merupakan anomali dari sistem limfatik yang ditandai dengan single atau multiple
kista pada soft tissue. Kista higroma pertama kali dideskripsikan oleh Wernher pada
tahun 1843 sebagai lesi kista limfatik yang dapat mengenai berbagai daerah anatomi
pada tubuh manusia. Kebanyakan (sekitar 75%) higroma kistik terdapat di daerah
leher , dan secara tipikal sering berada di posterior dan lateral leher dibandingkan
bagian anterior leher, dan sering juga terjadi bilateral dengan tampilan yang tidak
simetris. Kelainan ini antara lain juga ditemukan di aksilla (20%), mediastinum dan
regio inguinalis (5%).

Higroma kistik merupakan benjolan yang berisi cairan yang jernih atau keruh
seperti cairan lympe yang diakibatkan oleh blok atau hambatan pada system limpatik.
System limpatik merupakan jaringan pembuluh yang menyuplai cairan ke dalam
pembuluh darah sebagai transport asam-asam lemak dan sel-sel system immune.

Higroma kistik dapat merupakan kelainan kongenital yang dibawa saat lahir
ataupun yang terjadi pada masa neonatus. Sebagian besar kasus kista higroma (50-
65%) ditemukan saat lahir sebagai sebuah pembengkakan yang kurang nyeri, dengan
80-90% kasus menetap sebelum usia 2 tahun.

Insidensi dari kejadian kista higroma di dunia berjumlah 1 kasus setiap 6000-
16000 kelahiran dan merupakan kelainan yang paling sering menjadi penyebab massa
pada leher yang dapat dideteksi pada prenatal. Kista higroma dapat terjadi baik pada
anak laki-laki maupun anak perempuan dengan frekuensi yang sama. Kejadiannya
sama pada populasi kulit berwarna maupun kulit putih.
Bayi dan anak-anak yang ditemukan dengan massa di leher sering diajukan ke
radiologist untuk evaluasi lebih lanjut. Berbagai modalitas seperti USG , CT dan MRI
dapat membantu membedakan jenis massa pada leher ini. Foto Polos diindikasikan
apabila ada kompresi dan pergeseran struktur pada leher.

Kista higroma juga dapat dilihat dengan menggunakan USG abdominal pada
usia gestasi 10 minggu, meskipun USG transvaginal dapat memberikan gambaran
yang lebih detail. MRI juga dapat digunakan untuk mendeteksi perluasan dari kista
higroma pada fetal.

Higroma kistik pada bayi dapat berlanjut ke keadaan hydrops (peningkatan


jumlah cairan di dalam tubuh) yang kadang-kadang dapat menyebabkan kematian dan
dapat menjadi sangat besar di bandingkan dengan badan bayi/anak.

Kista higroma coli yang besar dapat menimbulkan penekanan terhadap saluran
nafas dan pencernaan sehingga memerlukan penatalaksanaan sesegera mungkin.
Modalitas terapi utama berupa tindakan eksisi bedah untuk membuang lesi kista.
Prognosis kista higroma coli bergantung pada ukurannya dan tindakan yang dilakukan
karena jarang ada kasus yang mengalami regresi spontan.

C. PREVALENSI

Belum banyak data yang menjelaskan, akan tetapi hygroma kistik dapat terjadi
antara 1,7:10000 atau sekitar 0,83% kehamilan mempunyai risiko terjadi anomali.
Higroma kistik ini dapat terjadi kira-kira 1% pada janin mulai umur kehamilan 9
minggu sampai 16 minggu. Kejadian pada bayi sekitar 50% - 65% dan pada anak usia
2 tahun sekitar 80% - 90%.

D. ETIOLOGI

Anyaman pembuluh limfe yang pertama kali terbentuk di sekitar pembuluh


vena mengalami dilatasi dan bergabung membentuk jala yang di daerah tertentu akan
berkembang menjadi sakus limfatikus. Pada embrio usia 2 bulan, pembentukan sakus
primitive telah sempurna. Bila hubungan saluran kearah sentral tidak terbentuk maka
timbul penimbunan cairan yang akhirnya membentuk kista berisi cairan. Hal ini
paling sering terjadi di daerah leher (higroma kistik colli). Kelainan ini dapat meluas
ke segala arah seperti ke jaringan sublingualis di mulut.

Higroma kistik dapat terjadi akibat beberapa faktor antara lain:

1. Faktor lingkungan

Dapat disebabkan oleh infeksi karena virus selama masa kehamilan dan
penyalahgunaan zat, obat-obatan dan alkohol. Infeksi pavovirus merupakan yang
paling sering terjadi. Ketika virus menginfeksi ibu, maka virus akan masuk ke
dalam tubuh dan menyerang ke plasenta dan dapat menyebabkan higroma pada
janin.

2. Faktor genetik

Mayoritas higroma kistik yang ditemukan pada masa prenatal banyak


dihubungkan dengan Syndrom Turner, dimana terjadi abnormalitas pada wanita
yang mempunyai satu kromosom X dibanding yang mempunyai dua kromosom
X. Abnormalitas kromosom termasuk trisome 13, 18, 21 dan 47 XXY juga dapat
menyebabkan higroma kistik.

E. PATOLOGI

Pada mulanya bagian dalam kista dilapisi oleh selapis sel endotel dan berisi
cairan jernih kekuningan yang sesuai dengan cairan limfe. Pada permukaan
ditemukan kista besar yang makin ke dalam menjadi makin kecil seperti buih sabun.
Higroma kistik dapat mencapai ukuran yang besar dan menyusup ke otot leher dan
daerah sekitarnya seperti faring, laring, mulut dan lidah. Yang terakhir dapat
menyebabkan makroglosia.

F. GAMBARAN KLINIK

Keluhan adalah adanya benjolan di leher yang telah lama atau sejak lahir tanpa
nyeri atau keluhan lain. Benjolan ini berbentuk kistik, berbenjol-benjol dan lunak.
Permukaannya halus, lepas dari kulit dan sedikit melekat pada jaringan dasar.
Kebanyakan terletak di regio trigonum posterior colli. Sebagai tanda khas, pada
pemeriksaan transiluminasi positif tampak terang sebagai jaringan diafan (tembus
cahaya).

Benjolan ini jarang menimbulkan gejala akut, tetapi suatu saat dapat cepat
membesar karena radang dan menimbulkan gejala gangguan pernafasan akibat
pendesakan saluran nafas seperti trakea, orofaring maupun laring. Bila terjadi
perluasan ke arah mulut dapat timbul gangguan menelan. Perluasan ke aksila dapat
menyebabkan penekanan pleksus brakialis dengan berbagai gejala neurologik.

G. STAGING TUMOR

Stadium tumor dapat di bedakan menjadi 5 stage menurut De Serres, yaitu:

 Stage I : Unilateral infrahyoid (17% complication rate)


 Stage II : Unilateral suprahyoid (41% complication rate)
 Stage III : Unilateral, infrahyoid dan suprahyoid (67% complication rate)
 Stage IV : Bilateral suprahyoid (80% complication rate)
 Stage V : Bilateral infrahyoid dan suprahyoid (100% complication rate)

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 USG
 CT Scan leher untuk melihat batas area tumor
 MRI dapat dilakukan dan lebih detail dibanding CT Scan
 Foto leher untuk melihat deviasi tulang servikal akibat desakan tumor

I. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan

Seorang bayi dengan diagnosis prenatal sebagai kista higroma harus dilahirkan
di pusat pelayanan kesehatan yang memiliki sarana lengkap untuk mewaspadai
komplikasi neonatal. Seorang obstetrician biasanya memutuskan metode melahirkan
yang sesuai. Jika kista higromanya besar, harus dipersiapkan operasi sesar dan
bekerja sama dengan neonatalogist, otolaryngologist, pediatric surgeon dan
anesthesiologist .
Setelah lahir, neonatus dengan kista higroma yang persisten harus diwaspadai
tanda-tanda obstruksi jalan napas. Observasi neonatus oleh neonatalogist setelah lahir
sangat direkomendasikan. Jika resolusi kista tidak terjadi setelah lahir, harus konsul
ke ahli bedah anak.
Modalitas terpilih untuk kista higroma adalah eksisi bedah, akan tetapi sudah
ada beberapa laporan kasus yang mendokumentasikan hasil yang cukup baik dengan
menggunakan agen sclerosant. Kista higroma merupakan lesi jinak dan bisa tetap
asimptomatik dalam periode waktu yang cukup lama. Indikasi pengobatan adalah
apabila terjadi infeksi pada lesi, respiratory distress, disfagia, perdarahan di dalam
kista, peningkatan ukuran yang tiba-tiba, dan terbentuk sinus. Respiratory distress
ditangani dengan melakukan trakeostomi apabila terjadi kompresi laring atau trakea
oleh massa kista. Regresi spontan lesi ini jarang terjadi, meskipun ada beberapa
pasien yang menunjukkan terjadinya regresi parsial spontan.

1. Eksisi

Eksisi kista ini tidak mudah, karena melibatkan struktur dalam dan
vital. Perawatan ekstrim harus dilakukan untuk menghindari komplikasi
selama operasi. Komplikasi yang mungkin terjadi selama operasi adalah
kerusakan nervus facialis, arteri facial, arteri carotid, vena jugularis interna,
duktus torasikus dan pleura, serta eksisi inkomplit. Komplikasi post operasi
yang mungkin terjadi adalah infeksi luka operasi, perdarahan, hypertrophic
scar, dan keluarnya cairan limfe dari luka operasi. Pada 20% kasus, ditemukan
adanya rekurensi setelah eksisi komplit.

Eksisi total merupakan pilihan utama. Pembedahan ini dimaksudkan


untuk mengambil keseluruhan massa kista. Akan tetapi, bila tumor besar dan
telah menyusup ke organ penting, seperti trakea, esofagus, atau pembuluh
darah, ekstirpasi total sulit dikerjakan. Oleh karena itu, penanganannya cukup
dengan pengambilan sebanyak-banyaknya kista, namun mungkin perlu
dilakukan beberapa kali tindakan operasi. Pada akhir pembedahan,
pemasangan drain sangat dianjurkan. Kemudian, pasca bedah diberikan injeksi
bleomisin subkutan untuk mencegah kekambuhan. Hal ini merupakan cara
penanganan yang paling baik dan aman.
Pembedahan sebaiknya dilakukan setelah proide neonatus karena
mortalitas akibat pembedahan pada priode neonatus cukup tinggi.

2. Aspirasi
Aspirasi perkutan diikuti oleh reakumulasi cepat dari cairan dalam
kista atau oleh perkembangan infeksi. Aspirasi kista higroma bisa dilakukan
sebagai penanganan sementara untuk mengurangi ukuran dari kista sehingga
dapat mengurangi efek penekanan terhadap saluran pernafasan dan
pencernaan. Trakeostomi dan gastrostomi dilakukan terutama pada pasien
dengan gangguan menelan dan pernafasan yang berat.

3. Skleroterapi

Modalitas primer untuk kista higroma telah dicoba dengan teknik


skleroterapi menggunakan bleomisin intralesi. Banyak kasus menunjukkan
respon yang baik terhadap terapi ini. Agen lain yang digunakan adalah
OK432, yang memberikan hasil yang lebih memuaskan dengan komplikasi
yang lebih minimal daripada bleomisin.

Komplikasi

Kista higroma merupakan lesi yang jinak, akan tetapi dapat menimbulkan
beberapa komplikasi seperti :

1. Infeksi pada lesi

Infeksi pada kista higroma ini biasanya merupakan infeksi sekunder


dari fokus infeksi di traktus respiratorius, meskipun bisa juga bersifat infeksi
primer. Selama proses infeksi, ukuran kista membesar dan menjadi hangat,
merah, dan nyeri. Pasien bisa juga menjadi demam. Infeksi bisa melibatkan
seluruh kista atau sebagian kista. Selama infeksi aktif, transiluminasi bisa
tidak terlihat lagi dan kadang-kadang kista ini juga bisa menjadi abses
sehingga memerlukan tindakan drainase untuk meredakan gejala. Infeksi ini
diobati dengan antibiotik, antipiretik, dan analgetik.
2. Perdarahan kista

Pada perdarahan, kista menjadi keras dan tegang. Ruptur spontan pada
kista higroma leher yang besar pernah dilaporkan sehingga memerlukan
intervensi bedah segera.

3. Gangguan pernafasan dan disfagia

Gangguan ini disebabkan oleh penekanan oleh massa kista pada


saluran pernafasan dan pencernaan.

Prognosis
Prognosis higroma kistik tergantung pada ukuran kista dan komplikasi-
komplikasi yang terjadi. Pertumbuhan kista dan pertumbuhan ke jaringan sekitar tidak
dapat diprediksi. Sebagian kista dapat mereda secara spontan. Akan tetapi, tetap ada
kemungkinan terjadi rekurensi.

Kista higroma yang berkembang pada trimester ke tiga (setelah 30 minggu


kehamilan) atau periode postnatal biasanya tidak berhubungan dengan abnormalitas
kromosom. Ada kemungkinan rekurensi kista higroma setelah pengangkatan secara
bedah. Kemungkinan rekurensi tergantung atas perluasan kista higroma dan apakah
dinding kista dapat diangkat sempurna.

Sebuah kista hygroma umumnya mulai berkembang pada usia kehamilan


minggu ke 6- ke 9, hal ini merupakan kegagalan dari sakus limfatikus jugularis untuk
mengalir ke vena jugularis interna, yang menghasilkan dilatasi dari sakus limfatikus
menjadi kista dan menyebabkan obstruksi limfe jugular dan hydrops fetalis. Prognosis
pada kasus ini adalah buruk. Hygroma ini terjadi hampir 75% pada leher. Bagian
lateroposterior leher lebih sering dibandingkan bagian anterior leher, sering terjadi
secara bilateral dalam posisi yang tidak simetris.

Anda mungkin juga menyukai