Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE BEDAH

PADA KLIEN DENGAN PHLEGMON

oleh :
Nabilatuz Zulfa Salimah, S.Kep.
NIM 202311101063

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi Fisiologi Mulut


Rongga mulut adalah jalan masuk menuju sistem pencernaan dan berisi
organ aksesori yang berfungsi dalam proses awal pencernaan. Rongga vestibulum
atau yang dinamakan dengan bukal terletak dianatraa gigi, bibi dan pipi dianggap
sebagai batas luarnya. Rongga oral atau mulut utama dibatasi dengan gigi dan gusi
di bagian depan, palatum lunak dan keras di bagian atas, ,lidah dibagian bawah
dan orofaring di bagian belakang (Sloane, 2016) Palatum membentuk atap mulut
yang memisahkan rongga mulut dan hidung.

Palatum diagi menjadi dua bagian, terdapat palatum keras dan palatum
lunak. Palatum keras membentu perbedaan natara rongga mulut dan rongga
hidung. Palatum keras terbentuk dari proses palatina maksilaris dan prosesus
horizontal dari tulang palatina dan bergabung ke arah interior dan lateral oleh
arkus alveolaris dan terus berkembang kea rah posterior menjadi palatum lunak.
Di tengah palatum lunak menggantung keluar sebuah proses berbentuk kerucut,
yaitu uvula (Kemenkes, 2017) Uvula yaitu daging kecil yang menempel di
belakang palatina lunak yang memiliki fungsi yaitu sebagai pemerang infeksi
serta memberikan saliva atau pelumas saat tenggorokan memluai aktivitasnya
untuk makan atau berbicara. Kemudian terdapat tonsil yang merupakan organ
kecil yang berada diantara uvula dengan gigi yang memiliki fungsi sebagai
penghadang virus atau bakteri yang akan menyebabkan infeksi pada tubuh
(Aphrodita, 2015) Selain itu, juga terdapat tongue atau lidah yang dilekatkan pada
dasar muluit oleh frinulun lingua. Lidah berfungsi untuk menggerakkan makanan
saat dikunyah atau ditelan, untuk pengecapan dan dalam produksi wicara (Sloane,
2016)

B. Definisi Phlegmon
Phlegmon dasar mulut adalah selulitis supuratif difus yang menyebar
terutama pada jaringan ikat longgar. Selulitis sendiri merupakan suatu inflamasi
atau infeksi yang menyebabkan penyebaran edema pada jaringan lunak dan
bersifat difus. Selulitis pada phlegmon dasar mulut sering kali vilateral, tetapi bila
hanya mengenai satu sisi atau unilateral disebut dengan pseudophlegmon (Aditya
dan Janar Wulan, 2015)
Phlegmon atau yang biasa disebut dengab Ludwigs angina ini adalah suatu
infeksi yang menyerang jaringan dasar mulut yang berpotensi untuk
membahayakan hidup seseorang. Penyakit ini merupakan salah satu jenis infeksi
yang menyangkut spasia submandibular kiri dan kanan, submental serta
sublingual. Infeksi ini merupakan kedaruratan yang harus segera ditangani karena
dapat menyebabkan terjadinya sumbatan jalan nafas (Kawulusan Netty N, 2018)

C. Epidemiologi
Pasien dengan kasus phlegmon ini kebanyakan adalah pasien yang berusia
antara 20 hingga 60 tahun. Walau begitu kasus pada usia 12 hari sampai 84 tahun
pernah juga untuk dilaporkan dan pasien dengan jenis kelamin laki-laki lebih
banyak dibandingkan dengan perempuan dengan rasio 3:1 sampai 4:1 (Aditya dan
Janar Wulan, 2015)
Penyakit pada anak seperti gigi caries dapat menyebabkan menyebabkan
komplikasi serius penyakit phlegmon ini, angka kejadian penyakit ini sekitar 13%
dari seluruh infeksi dan sebanyak prevalensi sebanyak 90% kasus disebabkan dari
infeksi akut gigi molar rahang bawah yang menyebar. Penyakit phlegmon ini
umum terjadi pada anak dengan prevalensi lebih dari 40% pada anak usia 6 tahun
dengan pertumbuhan gigi susu dan lebih dari 85% pada usia 17 tahun pada gigi
permanen (Aditya dan Janar Wulan, 2015)

D. Etiologi
Penyakit phlegmon ini paling banyak dilaporkan diakibatkan oleh kuman
Streptococcus sp. Akan tetapi tak menutup kemungkinan juga mikroorganisme
comorbid lainnya seperti Prevotella, Porphyromona dan Fusobacterium yang
merupakan anaerom gram negative yang terlapor sebagai salah satu penyebab
penyakit ini. Selain itu infeksi primer yang terjadi dapat berasal dari gigi
(odontogenic) seperti perluasan infeksi atau abses pariaprikal. Selain
odontogenic, infeksi dapat pula terjadi akibat dari penyuntikan dengan jarum yang
tidak steril, infeksi kelenjar ludah, laserasi dalam mulut, fraktur maksila atau
mandibula serta infeksi sekunder dari keganasan rongga mulut (Aditya dan Janar
Wulan, 2015)
Kasus pasien dengan phlegmon ini terjadi pada pasien dengan kondisi
sehat dan tanpa penyakit komorbid. Akan tetapi tak jarang juga penyakit lain juga
menyadi faktor predisposisi untuk transisi penyakit ini, penyakit bawaan atau
comorbid yang dijadikan praduga untuk penyakit ini adalah seperti HIV, diabtes
mellitus, pengobatan dengan imunosupresan, neutropenia, anemia aplastic,
sistemik lupus eritromatosus atau SLE, alkoholisme dan defisiensi gama globulin.
Penyakit comorbid diatas dapat menyebabkan imunitas menurun sehingga infeksi
supuratif dapat menyebar dengan cepat dan meluas (Aditya dan Janar Wulan,
2015)

E. Manifestasi Klinis

Penyakit phlegmon ini menyebabkan berbagai tanda dan gejala atau manifestasi
klinis, antara lain :

1.) Pembengkakan pada mulut dan nyeri menelan


2.) Eodema jaringan
3.) Demam
4.) Takikardi
5.) Takipnea
6.) Gangguan cemas dan agitasi
7.) Nampak berliur
8.) Trismus
9.) Nyeri pada gigi
10.) Hoasrseness atau suara menjadi serak
11.) Sianosis
12.) Postur tubuh tegak dengan leher menjulur kedepan dengan dagu terangkat
seperti orang mengendus

Selain itu, gejala disfonia juga dapat muncul sebagai potensi akibat dari sumbatan
jalan nafas yang dialami oleh pasien (Aditya dan Janar Wulan, 2015)

F. Patofisiologi
Pada umumnya kasus ini dosebabkan oleh infeksi odontogenic yang
berasal dari pulpa dan periodontal. Berawal dari etiologi seperti infeksi pada gigi
dan adanya nekrosis pada gigi yang menyebabkan bakteri masuk ke ruang pulpa
sampai pakes gigi kemudian foramen aplikalis dentis pada pulpa tidak dapat
mendrainase pulpa yang terinfeksi kemudian infeksi tersebut menjalar dengan cepat
keruangan atau jaringan gigi lain yang jaraknya dengan gigi yang nekrosis
(Karasutisna, 2019) Penyebaran ini dipengaruhi oleh struktur anatomi local yang
bertindak sebagai barrier pencegahan penyebaran hal tersebut dapat dijadikan acuan
penyebaran infeksi pada proses septik. Kemudian infeksi ini yang kemudian
menyebabkan abses atau pus ini akibat dari gigi yang nekrosis. Abses ini terbagi
menjadi dua, yaitu penjalaran yang tidak berat sampai penjalaran yang bserat
sehingga menyebabkan abses yang menumpuk dan membutuhkan penanganan
yang lebih intensif (Hutomo, 2018)

G. Pemeriksaan Penunjang dan Penatalaksanaan


Pemeriksaan fisik pada phlegmon dapat memperlihatkan adanya demam
dan takikardi dengan karakteristik dasar mulut yang tegang dan keras. Karies pada
gigi molar bawah dapat dijumpai. Biasanya ditemui pula indurasi dan
pembengkakan ruang submandibular yang dapat disertai dengan lidah yang
terdorong ke atas. Selain pemeriksaan fisik, terdapat juga pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan labolatorium, antara lain seperti pemeriksaan darah dan lain
sebagainya (Mahaputri, 2013) :
1.) Tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya infeksi akut
2.) Pemeriksaan Trombosit sebagai tanda penurunan karena agresi trombosit
3.) Pemeriksaan gula darah yang ditandai dengan hiperglikemia yang
menyebabkan gluconeogenesis meningkat
4.) Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan insisi
drainase
5.) Pemeriksaan kultur dan sensitivitas untuk menemukan bakteri yang
menginfeksi
6.) Pemeriksaan CT-Scan dan MRI untuk mendeteksi akumulasi cairan,
penyebaran infeksi serta obstruksi jalan nafas sehingga dapat memutuskan
untuk diperlukannya nafas buatan atau tidak
Selain itu, terdapat penatalaksanaan phlegmon memerlukan tiga focus utama
Menurut (Mahaputri, 2013) antara lain :
1.) Menjaga potensi jalan nafas. Hal tersebut menjadi penting karena kematian
utamanya bisa jadi disebabkan oleh asfiksia karena obstruksi jalan nafas.
Apabila ditemukan tanda-tanda gangguan jalan napas, maka segera dilakukan
pembebasan
2.) Terapi antibiotic secara prgresif, dibutuhkan untuk mengobati dan membatasi
penyebaran infeksi. Dikarenakan kebanyakan kasus yang terjadiadalah
infeksi campuran aerob dan anaerob oleh karena itu penggunaan antibiotic
diperlukan. Salah satu terapi pilihannya adalah seperti golongan penicillin
dosis tinggi secara IV, terapi ampicillin dosis 2-4g/hari dosis terbagi,
golongan penicillin seperti sefalosporin, gentamycin dan untuk
mengeradikasi bakteri anaerob dibutuhkan metronidazole.
3.) Dekompresi ruang submandibular, sublingual dan submental. Tindakan ini
diindikasikan apabila sudah terbukti adanya infeksi supuratif dan bukti
radiologis bahwa adanya penumpukan cairan atau gas.
H. Clinical Pathway

Kurang menjaga Kuman/ Masuk ke dalam


Caries Gigi
kebersihan diri Mikroorganisme tubuh

Infeksi

Mengeluarkan mediator kimiawi


(bradykinin, sitokinin, serotonin, Inflamasi Proses
dll) Fagositosis

Rusaknya sel
Merangsang darah putih
syaraf
Peningkatan
Nyeri Akut pus/debris

Gangguan Membendung di
rasa aman dalam ronga
nyaman
Menurunnya Edema di Pola nafas tidak
Abses
imun kerongkongan efektif

Merangsang Sepsis Pecah


Hipertermia Gangguan
hipotalamus
Menelan
Risiko
Infeksi
I. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas diri klien
Melakukan pengkajian identitas diri klien meliputi, Nama klien, jenis
kelamin, usia klien, TB/BB klien, status perkawinan, Golongan darah,
agama, suku, pendidikan terakhir dan alamat klien.
2. Riwayat Kesehatan
a.) Keluhan Utama : Demam, nyeri, gangguan jalan nafas hingga muncul
keluhan sesak nafas
b.) Riwayat penyakit sekarang : adanya keluhan nyeri, terdapat bengkak
pada leher bawah rahang kanan dan kiri, bawah dagu, demam, myeri
pada leher, susah menelan, susah dan sesak saat bernafas
c.) Riwayat penyakit dahulu : Kasus pasien dengan phlegmon ini terjadi
pada pasien dengan kondisi sehat dan tanpa penyakit komorbid. Akan
tetapi tak jarang juga penyakit lain juga menyadi faktor predisposisi
untuk transisi penyakit ini, penyakit bawaan atau comorbid yang
dijadikan praduga untuk penyakit ini adalah seperti HIV, diabtes
mellitus, pengobatan dengan imunosupresan, neutropenia, anemia
aplastic, sistemik lupus eritromatosus atau SLE, alkoholisme dan
defisiensi gama globulin. Penyakit comorbid diatas dapat menyebabkan
imunitas menurun sehingga infeksi supuratif dapat menyebar dengan
cepat dan meluas.
d.) Riwayat penyakit keluarga : melakukan pengkajian apakah keluarga
sebelumnya terdapat riwayat penyakit praduga faktor risiko seperti
TBC, diabetes mellitus, asma hipertensi dan sebagainya.
e.) Riwayat alergi : Melakukan pengkajian apakah pasien
terdapat alergi debu, obat, makanan dan sebagainya
f.) Tingkat kesadaran klien : Ada tidaknya klien nampak compos
mentis atau menurunnya kesadaran
g.) Tanda Vital : Memeriksa apakah ekanan darah dalam
rentang normal atau menurun, frekuensi nadi dan nafas meningkat,
suhu tubuh tidak dalam rentang normal diatas 38C, gejala dan sesak
nafas
3. Kebutuhan Dasar
a.) Pola aktivitas dan istirahat
Melakukan pengkajian kepada pasien dengan menanyakan aktivitas
sehari-hari. Melakukan pengkajian objektif biasanya klien akan merasa
lelah, pucat, kurang bertenaga, letargi dan penuruan toleransi aktivitas
b.) Sirkulasi
Pasien umumnya merasakan nyeri, takikardia dan nampak pucat
c.) Eliminasi
Terdapat gangguan atau perubahan pada urin dan feses
d.) Nutrisi
Umumnya pasien akan merasakan hilang nafsu makan karena terdapat
gangguan menelan, turgor tidak baik
e.) Nyeri / kenyamanan
Umumnya pasien akan mengeluhkan nyeri bagian mulut, susah
menelan dan myalgia sehingga kurang merasa nyaman
f.) Pernafasan
Umumnya pasien akan mengeluhkan sesak dan distress pernafasan

J. Diagnosa Keperawatan (SDKI, 2017)


1.) Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d terdapat penimbunan
abses dan klien mengeluh sulit untuk bernafas
2.) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d klien merasakan nyeri
3.) Hipertermia b.d proses infeksi d.d suhu tubuh diatas normal
4.) Risiko infeksi b.d peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan d.d
pecahnya abses
5.) Gangguan menelan b.d anomaly jalan nafas d.d mengeluh sulit menelan
INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnosa Kriteria Hasil (SLKI, 2017) Intervensi (SIKI, 2017)
Pola Nafas (L.01004) Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 jam, Observasi
1. Monitor pola nafas (frekuensi,
kondisi klien membaik dengan kriteria hasil :
kedalaman, usaha nafas)
Skor Skor yang ingin 2. Monitor bunyi napas tambahan
Pola nafas tidak Indikator
saat ini dicapai
1. efektif (D.0005) Terapeutik
Kapasitas vital 1 Meningkat (5)
3. Pertahankan kepatenan jalan nafas
Penggunaan otot 1 Menurun (5) 4. Berikan oksigenasi
bantu nafas
Kolaborasi
Frekuensi Nafas 1 Membaik (5)
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator

Tingkat Nyeri (L.08063) Manajemen Nyeri (I.08238)


Observasi :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 jam,
1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
kondisi klien membaik dengan kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
Nyeri akut dan skala nyeri
2. Skor saat Skor yang 2. Identifikasi faktor yang
(D.0077) Indikator
ini ingin dicapai mempperberat dan memperingan
nyeri
Terapeutik :
1. Berikan teknik non-farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Melaporkan 2. Fasilitasi istirahat dan tidur
3. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri 1 Meningkat(5)
nyeri dalam pemilihan strategu
terkontrol meredakan nyeri
Kemampuan Edukasi :
menggunakan 1. Jelaskan penyebab, periode dan
1 Meningkat(5) pemicu nyeri
teknik non- 2. Ajarkan teknik nonfarmakologis
farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Keluhan Kolaborasi :
1 Menurun(5) 1. Kolaborasi pemberian analgetik
nyeri
Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipertermia (I.14508)
Observasi :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 jam,
1. Monitor suhu tubuh
kondisi klien membaik dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi penyebab hipertermia
3. Monitor tanda dan gejala
Skor saat Skor yang hipertermia
Indikator
Hipertermia ini ingin dicapai Terapeutik :
3. 4. Sediakan lingkungan yang hangat
(D.0130) Suhu 5. Ganti pakaian atau linen yang basah
1 Membaik(5) 6. Lakukan penghangatan yang
tubuh massif/aktif
Takikardi 4 Menurun(1)
Edukasi :
Takipneu 4 Menurun(1) 7. Anjurkan makan/minum hangat
Pencegahan Infeksi (I.14539)
Observasi
1. Identifikasi kemungkinan interaksi dan
kontraindikasi obat
2. Mintor tanda vital dan nilai
Tingkat Infeksi (L.14137) labolatorium
Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 jam, 3. Monitor kepatuhan menjalani
pengobatan
kondisi klien membaik dengan kriteria hasil :
Risiko infeksi Terapeutik
Skor Skor yang ingin
4. Indikator
(D.0142) saat ini dicapai 4. Fasilitasi program pengobatan
Demam 1 Menurun (5) 5. Atur interval pemantauan sesuai
Kadar sel darah 1 Membaik (5) kondisi pasien
putih 6. Perhatikan prosedur pemberian obat
yang aman dan akurat
Drainase purulent 1 Menurun (5)
Edukasi
1. Ajarkan pasien mengelola obat,
(dosis, penyimpanan, rute dan waktu
pemberian)

Status Menelan (L.06053) Dukungan Perawatan Diri :


Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 jam, Makan/Minum (I.11351)
Gangguan menelan Observasi
5. kondisi klien membaik dengan kriteria hasil : 1. Monitor kemampuan menelan
(D.0063)
Skor Skor yang ingin 2. Monitor status hidrasi pasien, jika
Indikator perlu
saat ini dicapai 3. Identifikasi status nutrisi
Reflek menelan 1 Meningkat (5) 4. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Usaha menelan 1 Meningkat(5)
- Terapeutik
Mempertahankan 1 Meningkat (5) 1. Atur posisi yang nyaman untuk
makan/mium
makanan di mulut 2. Berikan bantuan saat makan/minum,
jika perlu
3. Sajikan makanan yang menarik dan
suhu yang sesuai
Edukasi
4. Ajarkan keterampilan koping untuk
penyelesaikan maslaah perilaku
makan
Kolaborasi
5. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Aditya, M. dan A. Janar Wulan. 2015. Phlegmon dasar mulut odontogenik : laporan
kasus odontogenic mouth floor phlegmon : case report. JuKe Unila. 5(9):76–80.

Aphrodita, R. B. 2015. Tinjauan gambaran anatomis dan kelainan klinis celah bibir dan
palatum. Universitas Trisakti. 1–20.

Hutomo, L. C. 2018. Identifikasi odontogen submandibular dengan komplikasi


perluasan ke temporal. Universitas Udayana. 14.

Karasutisna, T. 2019. Selulitis fasialis. Universitas Padjajaran. 38(6):439–440.

Kawulusan Netty N, M. I. R. 2018. Penatalaksanaan infeksi rongga mulut : ludwig ’ s


angina ( laporan kasus ) management of oral cavity infection : ludwig ’ s angina (
case report ). Makassar Dent J. 7(1):30–34.

Kemenkes. 2017. Histologi Dan Anatomi Fisiologi Manusia. Edisi 205. Jakarta: Pusat
Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan. 1.

Mahaputri, A. 2013. Angina kudwig pada pasien laki-laki dewasa muda karena infeksi
odontogen. Hematemesis Melena Et Causa Gastritis Erosif Dengam Riwayat
Penggunaan Obat Nsaid Pada Pasien Laki-Laki Lanjut Usia. 1(September):72–78.

SDKI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi 1. tim pokja SDKI DPP
PPNI.

SIKI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. tim pokja SDKI DPP
PPNI.

SLKI. 2017. Starndar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. tim pokja SDKI DPP
PPNI.

Sloane, E. 2016. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Edisi 640. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai