Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN MANEJEMEN POTENSI PENULARAN COVID-

19 PADA PASIEN DENGAN COVID-19


DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

oleh:
Nabilatuz Zulfa Salimah, S.Kep.
NIM 202311101063

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
A. Risiko Penularan Covid-19
Coronavirus merupakan virus yang menjadi penyebab dalam masa
pandemic seperti sekarang ini. Pada bulan Desember 2019 Wuhan, China
melaporkan kasus misterius yang tidak diketahui penyebabnya. Sumber
penularan kasus ini masih belum diketahui pasti, tetapi kasus pertama dikaitkan
dengan pasar ikan yang ada di daerah Wuha, China. Virus ini dapat ditularkan
dari manusia ke manusia dan telah menyebar secara luas di China dan lebih dari
190negara dan teritori lainnya. Pada bulan maret WHO mengunumkan bajwa
Covid-19 sebagai isu pandemic. Hingga pada bulan setelahnya kasus dan jumlah
kematian di seluruh dunia menjapai angka ribuan hingga jutaan dan Indonesia
sendiri sudah ditetapkan jutaan kasus dengan positif Covid dan ribuan kasus
kematian akibat virus Covid-19
Tenaga kesehatan merupakan garda terdepan dalam peperangan melawan
wabah penyakit, termasuk Covid-19, hal ini menyebabkan nakes terutama okter
dan perawat memiliki risiko yang sangat tinggi dalam terpajan pathogen Covid-
19. Oleh karena itu berbagain pertimbangan di bidang kesehatan perlu dibuat
sebagai persiapan menuju adaptasi kesbiasaan baru dan perlunya penyusunan
standarisasi dan protocol khusus untuk melindungi keselamatan dan kesehatan
kerja (PBIDI, 2020)

B. Faktor Risiko
Faktor risiko yang meningkatkan tenaga kesehatan lebih tinggi tertular
Covid-19 seperti :
1) Kelangkaan masker dan APD
2) Ketidakjujuran pasien selama anamnesis lengkap Covid-19
3) Adanya stigma negative dari masyarakat
4) Kepatuhan tenaga kesehan dan aturan PSBB
5) Terpaparnya droplet, aerosol dan menyentuh benda-benda yang
terdapat virus corona
6) Tenaga medis yang mengalami peningkatan kerja karena adanya
langkah-langkah pengendalian infeksi yang semakin ketat sehingga
mengakibatkan kelelahan yang menurunkan imunitas tubuh
7) Tenaga media yang mengalami kecemasan akibat kematian infeksi
dan khawatir dengan kesejahteraan keluarganya karena adanya stigma
dari masyarakat
8) Penggunaan atau pemeriksaan bronkoskopi, hal ini umumnya harus
dihindari untuk meminimalkan paparan petugas kesehatan terhadap
SARSCoV-2 karena pemeriksaan ini berpotensi menghasilkan aerosol
sehingga menyebarkan dan menularkan Covid-19
9) Kurangnya pelatihan intubasi karena intubasi pada pasien dengan
Covid-19 juga menimbulkan risiko penularan virus ke petugas
pelayanan kesehatan.
Sementara, adanya berbagai kendala dalam Ruang ICU seperti (Semedi, 2020) :
 Perawatan berbiaya tinggi
 Peralatan yang mahal dan canggih
 Penyediaan APD dalam jumlah besar untuk melindungi nakes
 Keterbatasan jumlah perawat yang berkompeten di bidang perawatan
intensif
 Rasio antara perawat dan pasien lebih rendah perawat yang ada
 Keterbatasan suplai bahan habis pakai
 Gas medis dan obat-obatan.
 Di Indonesia sendiri, ICU yang belum terintegrasi akan menyulitkan
koordinasi

C. Pola Pencegahan
Dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja menggunakan hierarki
pengendalian dalam pengendalian bahaya potensial di tempat kerja.
Mengeliminasi bahaya potensial merupakan cara terbaik, dibandingkan dengan
mengurangi biahaya potensial tersebut. oleh karena itu langkah perlindungan
yang paling efektif di mulai dari eliminasi, pengendalian teknik, administrasi,
dan alat pelindung diri. Pengendalian paling efektif adalah eliminasi bahaya
potensial virus Covid-19 dengan vaksinasi sehingga perlu disiapkan anggaran
pembiayannya. Ada kelebihan dan kekurangan dalam setiap pengendalian ini
sehingga perlu dipertimbangkan kemudahan, implementasi, efektivitas dan
biayanya (PBIDI, 2020)
Menurut Perdoki 2020, terdapat beberapa tindakan untuk mencegah
transmisi penularan Covid-19, antara lain :
1. Pengendalian teknis, yang terdiri dari :
a.) Menyediakan ruang ICU isolasi dengan ventilasi yang sesuai dengan
standart airbone infection Isolation Rooms (AIIR) bagi pasien dengan
gejala Covid-19
b.) Melakukan perawatan system HVAC (heating, ventilation, and air
condition) secara optimal dan rutin
c.) Gunakan alat pembatas atauu barrier yang terbuat dari plastic atau akrilik
saat melakukan tindakan yang potensial menimbulkan aerosol apabila
memungkinkan
d.) Jika mungkin, menyediakan alat-alat medis portable, seperti X-Ray
portable untuk minimalisasi mobilisasi keluar masuknya pasien
e.) Pencegahan Ventilator Assosiated Pneumonia (VAP)
2. Pengendalian Administratif
a.) Pasien dengan gejala Covid-19 dipisahkan di ruangan ICU isolasi
b.) Membatasi petugas yang memasuki ruang isolasi dengan mengatur
jadwal visite atau mendelegasikan pemeriksaan jika memungkinkan
c.) Melakukan pengatran shift petugas saat berada di ruang isolasi (Misalnya
pergantian bertugas setiap berapa jam dalam)
d.) Petugas menjaga jarak fisik 1s/d 2 meter dengan pasien, kecuali bila
memang diperlukan untuk mendekat/kontak langsung
e.) Pasien bergejala covid-19 atau gejala infeksi saluran nafas lainnya harus
menggunakan masker bedah
f.) Memastikan pasien dengan gejala Covid-19atau gejala infeksi saliran
nafas lainnya mematuhi etika kebersihan pernafasan dan batuk serta cuci
tangandengan menyediakan kebutuhan untuk kebersihan respirasi
g.) Melakukan pelatihan petugas tentang prosedur kerja, pencegahan dan
pengendalian infeksi (PPI), termasuk cara penggunaan respirator N95
yang benar, cara pemakasian dan pelepasan APD serta peringatan untuk
tidak menyentuh wajah, hidung dan mulut dengan tangan yang belum
dicuci
h.) Menghindari penggunaan handphone atau bekerja sambal makan/minum
selama pemeriksaan
i.) Melakukan pemersihan dan disinfeksi ruang ICU isolasi terutama pada
bagian yang sering disentuh dan tidak terkecuali peralatan media yang
harus dilakukan disinfeksi secara berkala
j.) Melakukan hand-hygiene yang benar sesuai 6 langkah cuci tangan pada
momen cuci tangan, sebelum dan melepas APD dan setelah melepas
sarung tangan.

D. Penatalaksanaan Antisipasi
Society of critical care medicine merekmendasikan penatalaksanaan
yang dilakukan pada pasien Covid-19 di ICU, antara lain adalah sebagai
berikut :
1.) Pengendalian infeksi dan pengujian
a.) Petugas ICU menggunakan APD lengkap
b.) Ruang ICU dengan tekanan normal, ventilasi yang cukup dan pasien
terisolasi dari pasien yang lain
2.) Hemodinamik

a) Pada pasien COVID-19 yang mengalami syok, lakukan pengawasan


parameter dinamis berupa suhu kulit, waktu pengisian kembali kapiler
darah, dan kadar laktat serum untuk menilai respons terhadap cairan.
b) Pada fase akut pasien COVID-19 yang mengalami syok, gunakan
strategi pemberian cairan konservatif dengan menggunakan balanced
kristaloid.
c) Pada fase akut pasien COVID-19 yang mengalami syok, hindari
penggunaan koloid.
d) Pada fase akut pasien COVID-19 yang mengalami syok, hindari
penggunaan albumin secara rutin untuk resusitasi.
e) Pilihan vasopresor utama adalah norepinefrin, tetapi dapat diganti
dengan vasopressin atau epinefrin.
3.) Ventilasi

a) Berikan suplementasi oksigen jika SpO2


b) Pada pasien COVID-19 dengan gagal nafas hipoksemia akut yang
tidak merespons terapi oksigen konvensional, gunakan HFNC.
c) Pada pasien COVID-19 dengan ARDS, gunakan volume tidal (TV) 4-
8 ml/kgBB dengan tekanan plateau (Pplat) < 30 cmH2O.
d) Lakukan rekrutmen paru pada pasien COVID-19 dengan ARDS berat
dalam ventilasi mekanik, jika terjadi hipoksemia persisten.
e) Pada pasien COVID-19 dengan ARDS berat dalam ventilasi mekanik
adalah indikasi terapi extracorporeal membrane oxygenation (ECMO)
jika terjadi hipoksemia refrakter setelah semua upaya konvensional
dilakukan.
4.) Terapi

a) Pada pasien yang terventilasi mekanik dengan COVID-19 dan ARDS,


pedoman Surviving Sepsis Campaign (SSC) merekomendasikan
penggunaan kortikosteroid
b) Pada pasien COVID-19 dalam ventilasi mekanik, dapat
dipertimbangkan pemberian antibiotik empirik dengan monitoring dan
de-eskalasi ketat.
c) Dalam tatalaksana dukungan hemodinamik pada pasien dengan
COVID-19 dan syok refrakter, pedoman SSC merekomendasikan untuk
menggunakan terapi kortikosteroid dosis rendah
d) Gunakan parasetamol untuk kontrol suhu
E. SOP Penggunaan APD
Alat atau perlengkapan yang wajib digunakan untuk melindungi dan
menjaga keselatan saat melakukan pekerjaan yang memiliki potensi bahaya atau
resiko kecelakaan kerja.
1.) Tujuan
a.) Mengurangi resiko potensi bahaya
b.) Mengurangi resiko cacat akibat kecelakaan kerja
c.) Menyadarkan pekerja pentingnya APD
d.) Meningkatkan pengetahuan pekerja tentang bahaya di lapangan kerja
2.) Persiapan Alat
a.) Masker bedah
b.) Respiratori N95
c.) Pelindung mata
d.) Pelindung wajah (Faceshield)
e.) Sarung tangan non-steril
f.) Gaun
g.) Hazmar atau coverall medis
h.) Apron
i.) Sepatu bot
j.) Penutup sepatu
3.) Prosedur
a) Pemasangan APD Level 3
a.) Ganti baju dengan kerja atau srub suit
b.) Kenakan sepatu pelindung
c.) Memakai gown atau jubah bersih
d.) Masker bedah atau masker N95
e.) Pasang googles atau pelindung mata
f.) Pasang pelindung kepala, dan menggunakan faceshield jika perlu
g.) Pasang sarung tangan
b) Pelepasan APD
a.) Buka sarung tangan
b.) Buka gown atau jubah secara perlahan
c.) Buka pelindung kepala dan faceshield
d.) Guka googles atau pelindung mata
e.) Buka pelindung sepatu atau sepatu pelindung
f.) Buka masker bedaha atau N95
F. Pencegahan Ventilator Associated Pneumonia
Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang terjadi
lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal. VAP yang tejadi dari
mikroorganisme yang masuk saluran pernapasan bagian bawah melalui aspirasi
sekret orofaring yang berasal dari bakteri endemic di daluran pencernaan atau
pathogen eksogen yang diperoleh dari peralatan yang terkontaminasi atau
petugas kesehatan. etiologi yang paling umum penyebabnya adalah
Pseudomonas aeruginosa, klebsiella pneumoniae, escheria colli, Acinetobacter
dan staphylococcus aureus. Strategi pencegahan yang berfokus untuk
menurunkan kolonisasi bakteri dari orofaring adalah mengurangi frekuensi
aspirasi, menjaga system kekebalan tubuh dan membebaskan pasien dari
ventilator sedini mungkin. Dibawah in imerupakan beberapa rekomendasi
pencegahan VAP di ICU dewasa, antara lain (Anandani, 2015) :
 Hindari intubasi dan re-intubasi jika mungkin
 Pilih intubasi otot trakeal daripada intubasi nasotrakeal
 Aspirasi berkesinambungan sekret epiglottis
 Posisi semi-recumbent (bagian kepala/atas tempat tidur
ditinggikan 30-45 derajat jika mungkin)
 Enteral feeding dengan post-pyloric feeding tube
 Pengaplikasian standart pengendalian infeksi
 Interupsi sedasi harian Bersama dengan protocol weaning
ventilator
 Kebijakan transfuse konseratif
 Profilaksis stress ulcer dengan sukralfat atau H-2 blocker
daripada dengan proton pump inhibitor

Terdapat SOP dalam melakukan VAP Bundle (Permenkes, 2017) :

1. Membersihkan tangan setiap akan melakukan kegiatan terhadap pasien


2. Memposisikan tempat tidur antara 30-45 derajat bila tidak ada kontra
indikasi misalnya trauma kepala ataupun cedera tulang belakang
3. Menjaga kebersihan mulut atau oral hygiene setiap 2-4 jam. Untuk saaat ini
wajin dilakukan adalah oral bahan dasar atiseptik clorhexedine 0,02% dan
dilakukan gosok gigi setiap 8 jam atau setiap shift jaga dengan sekali bahan
yang sama
4. Melakukan manajemen sekresi oroparingeal dan trakeal :
 Suctioning bila dibutuhkan saja dengan memperhatikan teknik
aseptic
 Petugas yang melakukan suctioning pada pasien yang terpasang
ventilator menggunakan alat pelindung diri (APD)
 Menggunakan kateter suction sekali pakai
 Tidak sering membuka selang atau tubing ventilator
 Mempehatikan kelembapan pada humidifier ventilator
 Mengganti tubing ventilator bila kotor
5. Melakukan pengkajian sedasi dan extubasi setiap hari
 Melakukan pengkajian penggunaan obat sedasi dan dosis obat
tersebut
 Melakukan pengkajian secara rutin akan respon pasien terhadap
penggunaan obat sedasi tersebut
 Membangunkan pasien setiap hari dan menilai responnya untuk
melihat apakah sudah dapat dilakukan penyapihan modus pemberian
ventilasi
 Memberikan peptic ulcer disseasi prophylaxis pada pasien risiko
tinggi
 Memberikan Deep Vein Trombosis (DVT) Prophylaxis Closed
Tracheal Suction System (CTTSS)
G. EKG Lethal
Kondisi yang disebut henti jantung yang tak terbatas pada gambaran
asistol tetapi juga meliputi ventricular fibrillation (VF), ventricular tachycardia
(VT) atau pulseless electrical activity (PEA) yang kesemuanya memberikan
gambaran klinis berupa tidak terabanya denyut atau pulsasi arteri perifer besar
(carotis, radial atau femral) yang menyertai hilangnya kesadaran
American Heart Association Guideline (2010) memberikan beberapa
langkah awal yang harus segera dimulai apabila seseorang menemukan pasien
dengan kondisi yang dicurigai mengalami henti jantung, yakni :
a.) Segera mengenali dengan cepat terjadinya henti jantung dan segera
mengaktifkan system layanan kegawatdaruratan
b.) Segera melakukan tindakan CPR atau RJP dengan mengutamakan
kompresi dada yang efektif
c.) Mempersiapkan terapi defibrilasi selama melaksanakan tindakan
RJP
d.) Mempersiapkan terapi bantuan hidup lanjut
e.) Mempersiapkan penatalaksanaan kondisi pasca resusitasi

Gambaran EKG yang berkaitan dengan henti jantung :

a.) Pulseslles electrical activity (PEA)


Irama Idioventrikuler (VR)

 Irama : teratur
 HR : 20-40x/m
 Gelombang P : tidak terlihat
 PR interval : tidak ada
 Gelombang QRS : > 0,12 detik gambaran ini dikatakan PEA bila
nadi karotis tidak teraba
 Gambaran klinis : Pasien tidak sadar, nadi karotis tidak teraba

b.) Ventricular Fibrillation (VF)

Interpretasi :
 Irama : tidak teratur
 HR : Tidak dapat dihitung
 Gelombang P : tidak ada
 PR Interval : tidak ada
 QRS : tidak dapat dihitung
 Gambaran klinis : Pasien tak sadar dan mengalami kejang, nadi tidak
teraba

c.) Ventricular Tachycardia (VT)

Interpretasi :
 Irama : teratur
 HR : >100x/m
 Gelombang P : tidak terlihat
 PR interval : tidak ada
 Gelombang QRS : >0,12 detik
 Gambaran klinis : pasien bisa sadar atay tidak sadar dapat disertai
kejang, nadikarotis tidak teraba
DAFTAR PUSTAKA

Anandani, A. 2015. Pencegahan ventilator-associated pneumonia dengan pemberian

profilaksis stress ulcers prevention of ventilator-associated pneumonia. The Indonesian

Journal of Infectious Disease. 1(1):16–19.

PBIDI. 2020. Pedoman standar perlindungan dokter di era covid-19. Ikatan Dokter

Indonesia. 40.

Semedi, B. P. 2020. Landasan pengelolaan icu di era pandemi covid -19. Departemen

Anestesiologi Dan Reanimasi FK UA - RSUD Dr Soetome

Magdalene, E.2020.Standar Alat Pelindung Diri dalam Penanganan Manajemen Covid-

19.Jakarata:Kemenkes

Halajur,U.2018. Promosi Kesehatan di Tempat Kerja. Malang:Wineka Media

Anda mungkin juga menyukai